Anda di halaman 1dari 19

RINGKASAN MATERI KULIAH (RMK)

“ASPEK KEPRILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN”

Dosen Pengampu:

Dr. Ida Bagus Putra Astika, S.E., M.Si.,

Ak., C.A.

Disusun Oleh: Kelompok 7

I Gede Candra Kusuma (2007531185)

Dewa Ayu Meilia Santi Dewi (2007531210)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
Kelompok 7 dapat menyelesaikan tugas Ringkasan Mata Kuliah (RMK) yang berjudul “Aspek
Keperilakuan pada Etika Akuntan” dengan tepat waktu.

Ringkasan Mata Kuliah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi
Keperilakuan. Selain itu, Ringkasan Mata Kuliah ini bertujuan menambah wawasan tentang
Aspek Keperilakuan Pada Akuntansi Sosial bagi para pembaca dan juga penulis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ida Bagus Putra Astika, S.E., M.Si., Ak., C.A.
selaku dosen mata kuliah Akuntansi Keperilakuan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya Ringkasan Mata Kuliah ini. Kelompok 7 menyadari Ringkasan Mata Kuliah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun di harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 30 November 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3. Tujuan RMK ................................................................................................................... 3
BAB 2. PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
2.1. Dilema Etika ................................................................................................................... 4
2.2. Model Pengambilan Keputusan Etis ............................................................................... 5
2.3. Riset Perilaku Etis Akuntan ............................................................................................ 7
2.4. Implikasi Bagi Riset Mendatang ................................................................................... 10
2.5. Studi Kasus ................................................................................................................... 11
BAB 3. PENUTUP .................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

2
1. BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Akuntan merupakan profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada
kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi, seorang akuntan dalam menjalankan
tugasnya harus menjunjung tinggi etikanya. Etika akuntan telah menjadi isu yang
menarik. Di Indonesia isu ini berkembang seiring dengan terjadinya beberapa
pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan internal, maupun
akuntan pemerintah. Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika ini dapat
ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan pertanggungjawaban
pengurus IAI.
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang
dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam
menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik.
Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib menaati etika
profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan
masyarakat luas.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana dilema etika dapat terjadi?
2) Bagaimana model pengambilan keputusan etis?
3) Apa saja riset perilaku etis akuntan?
4) Bagaimana implikasi bagi riset mendatang?
5) Bagaimana contoh tinjauan artikel terkait dengan topik?
1.3. TUJUAN RMK
1) Untuk mengetahui dilema etika dapat terjadi.
2) Untuk mengetahui model pengambilan keputusan etis.
3) Untuk mengetahui riset perilaku etis akuntan.
4) Untuk mengetahui implikasi bagi riset mendatang.
5) Untuk mengetahui contoh tinjauan artikel yang terkait dengan topik.

3
2. BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. DILEMA ETIKA


Akuntan di dalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus
dipertimbangkan karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat
dalam proses audit (built-in conflict of interest). Konflik dalam audit akan berkembang
pada saat auditor mengungkapkan informasi yang oleh klien tidak ingin dipublikasikan
kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan
membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan
ekonomis yang mungkin dijanjikan di sisi lainnya. Dilema etika muncul sebagai
konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan
antara yang etis dan tidak etis.
1) Etika Akuntan
Kode Etik Akuntan Indonesia (2021) memuat 5 prinsip dasar etika untuk
akuntan yaitu:
a) Integritas, mewajibkan setiap akuntan untuk bersikap lugas dan jujur
dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
b) Objektivitas, mewajibkan setiap akuntan untuk tidak mengompromikan
pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain.
c) Kompetensi dan kehati-hatian profesional, mewajibkan setiap akuntan
untuk: (1) mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian
profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien
atau organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang
kompeten, berdasarkan standar profesional dan standar teknis terkini
serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (2)
bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan
standar teknis yang berlaku.
d) Kerahasiaan, mewajibkan setiap akuntan untuk menjaga kerahasiaan
informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis.
e) Perilaku profesional, mewajibkan setiap akuntan untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari perilaku
apa pun yang diketahui oleh akuntan mungkin akan mendiskreditkan
profesi akuntan.

4
2) Penalaran Moral
Penalaran moral (moral reasoning) dan pengembangan memainkan peran
kunci dalam seluruh area profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu
dihadapkan pada dilema berada pada konflik nilai. Akuntan pajak misalnya,
ketika memutuskan kebijakan mengenai metode akuntansi yang akan dipilih,
membutuhkan waktu untuk memutuskan antara metode yang mencerminkan
sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode yang paling sesuai
menggambarkan perusahaan.
2.2. MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Banyak sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang besaran
riset perilaku etis akuntan. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang pengambilan
keputusan etis dipinjam dari psikologi sosial dan telah dikembangkan dalam
paradigma akuntansi. Berikut ini adalah beberapa kerangka kerja teoretis.
1) Teori Penalaran Moral dari Kohlberg
Landasan dari mayoritas studi akuntansi yang dicurahkan pada perilaku etis
akuntan adalah psikologi moral reasoning. Suatu teori kognitif tentang proses
pengambilan keputusan manusia mendahului perilaku etis. Psikologi dari
moral reasoning menjelaskan proses ini dan menganalisis keadaan pikiran
individu ketika membuat keputusan etis. Etika atau moral reasoning berbeda
dengan proses mental lainnya dalam tiga aspek, yaitu:
a) kognisi yang didasarkan pada nilai dan bukan fakta yang nampak
b) keputusan yang didasarkan pada beberapa isu yang melibatkan diri
sendiri dan orang lain; dan
c) keputusan yang dibangun seputar isu ‘keharusan’, dan bukan pada
peringkat preferensi atau kesukaan sederhana.
Kolhberg menyamakan tiga tingkatan ini dengan tiga jenis hubungan yang
berbeda antara diri, aturan, dan harapan masyarakat. Pada tingkat
prakonvensional, seorang individu terutama memperhatikan efek aksi yang
dipilih terhadap dirinya. Seorang individu pada tingkat pasca konvensional
mendefinisikan nilai pribadi dalam pengertian individual yang dipilih dari
prinsip-prinsip dan membedakan dirinya dari aturan dan harapan orang lain.
Rest selanjutnya mengidentifikasikan empat komponen dalam menentukan
perilaku moral, yaitu:
a) sensitivitas moral (pengenalan implikasi moral dari sebuah situasi);

5
b) keputusan moral (keputusan mengenai apakah sebuah aksi benar secara
moral);
c) motivasi moral (menempatkan nilai moral di atas nilai lainnya); dan
d) karakter moral (mempunyai keyakinan untuk mengimplementasikan
aksi moral).
2) Ukuran Moral Reasoning
Sejak pengenalan teori Kolhberg, para peneliti telah berusaha membuat
instrumen yang andal untuk menilai tingkat moral reasoning seorang individu.
Wawancara penilaian moral (moral judgment interview—MJI), yang
dikembangkan oleh Kolhberg dan koleganya, melibatkan serangkaian
paradigma terstandardisasi yang membutuhkan individu untuk memecahkan
dilema moral.
Sebagai alternatif dari MJI, Rest mengembangkan pengujian definisi masalah
(definition of issue test—DIT), yang berupa kuesioner pilihan ganda yang
dikerjakan sendiri guna memberikan ukuran objektif dalam memahami
distribusi kemampuan etis dan bukan berupa skor tunggal, seperti MJI. Karena
MJI terdiri dari wawancara verbal, DIT (sebuah instrument tertulis) lebih
sederhana untuk dilaksanakan pada poin yang ditentukan untuk masing-masing
respons.
3) Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengambilan Keputusan Etis
Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual
menggunakan DIT untuk mengukur tingkat moral reasoning individual,
kemudian berkembang pendekatan tambahan yang membahas komponen lain
dari model Rest. Misalnya, mereka menyebutkan Skala Etis Multidimensional
(SEM) sebagai ukuran kesadaran morali yang merupakan komponen pertama
dari model Rest dan juga menghubungkan dengan teori perencanaan perilaku.
Reidenach mengembangkan SEM untuk fokus pada dinamika pengambilan
keputusan yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki.
4) Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis
Noreen (1988) memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi etis dalam
konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia menyatakan bahwa
perilaku etis mungkin sering kali menghasilkan aksi yang paling
menguntungkan (daya tarik ekonomi). Contoh, kepatuhan akuntan terhadap
Kode Etik dan Perilaku Profesional AICPA membatasi seberapa besar

6
inferensi eksternal. Dimana pendekatan teori agensi dari Noreen dikatakan
bertentangan langsung dengan prinsip keunggulan pengguna, yang didasarkan
pada prinsipprinsip keadilan, di mana kepentingan pengguna laporan keuangan
menjadi prioritas.
Kemudian, terdapat model pengambilan keputusan etis lain yang
dikembangkan secara spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih
memahami situasi di mana auditor dianggap melanggar Kode Etik dan Perilaku
Profesional AICPA, Lampe dan Finn membuat model dari proses keputusan
etis auditor sebagai proses dengan lima elemen (pemahaman keuntungan,
pengendalian dampak, keputusan lain, penilaian lain, dan pengambilan
keputusan final) untuk dibandingkan dengan model yang berbasis Kode Etik
dan Perilaku Profesional AICPA. Dengan cara yang sama, Finn dan Lampe
membuat model dari keputusan yang berkaitan dengan penyampaian
pengaduan auditor.
2.3. RISET PERILAKU ETIS AKUNTAN
Terdapat empat area riset akuntansi utama yang menyelidiki moral reasoning
akuntan dan perilaku yang berhubungan, yaitu studi pendidikan etika, studi
pengembangan etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas budaya.
1) Studi Pendidikan Etika
Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi keahlian
moral reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi. Beberapa studi
representatif yang membahas masalah ini, antara lain:
a) M. Amstrong (1987)
Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan
moral dan riset perilaku dilakukan oleh Armstrong (1987). Armstrong
membandingkan tingkat moral reasoning mahasiswa dan CPA. Hasil
studi bahwa skor DIT rata-rata CPA secara signifikan lebih rendah
daripada mahasiswa. Armstrong menyimpulkan bahwa para CPA
mencapai tingkat kematangan moral orang dewasa pada umumnya,
padahal semestinya diharapkan mereka mencapai skor DIT yang lebih
tinggi sesuai dengan tingkat kematangan lulusan kampus. Dengan kata
lain disimpulkan pendidikan kampus mungkin tidak mendorong
kelanjutan dari pertumbuhan moral.

7
b) Ponemon dan Glazer (1990) serta Jeffrey (1993)
Ponemon dan Glazer memperluas penelitian moral reasoning dengan
membandingkan mahasiswa dan alumni untuk dua lembaga pendidikan
yang terletak di daerah timur Amerika Serikat, yakni sekolah seni
liberal swasta yang menawarkan jurusan akuntansi dan AACSB. Hasil
menunjukkan temuan: 1) Skor DIT dari senior dan alumni secara
signifikan lebih tinggi daripada mahasiswa baru masing-masing
sekolah. 2) Variasi skor DIT alumni secara signifikan lebih rendah
daripada mahasiswa kedua Lembaga, dan 3) Siswa dan alumni dari
sekolah seni liberal sedikit lebih maju mengenai pemahaman ukuran
DIT daripada yang bersekolah di program akuntansi yang lebih
tradisional. Hasil berlawanan ditemukan Jeffrey, bahwa perkembangan
etika mahasiswa akuntansi senior lebih tinggi daripada mahasiswa
junior (baru).
c) St. Pierre, Nelson, dan Gabbin (1990)
Mengkaji tingkat moral reasoning dari mahasiswa dengan disiplin ilmu
yang berbeda. Temuan menunjukkan mahasiswa dalam tiga jurusan
non-bisnis mempunyai skor DIT lebih tinggi daripada jurusan bisnis.
Mahasiswi akuntansi perempuan mempunyai skor lebih tinggi dari laki-
laki. Mahasiswi akuntansi juga memiliki skor yang lebih tinggi daripada
mahasiswa senior dari jurusan lain. Artinya pendidikan etika tidak
menunjukkan dampak signifikan terhadap moral reasoning.
2) Studi Pengembangan Etika
Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap
praktisi dan mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada
pengembangan moral reasoning dalam profesi akuntansi. Diskusi mengenai
hasil dari studi ini dan pengembangan etika lainnya dijelaskan sebagai berikut:
a) Ponemon (1990)
Menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam
perusahaan publik. 52 praktisi CPA dari bermacam-macam posisi di
perusahaan publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi
dalam studi. Subjek mengisi wawancara penilaian moral atau MJI dan
paradigma auditing. Dilema auditing dikembangkan dari studi kasus
dari kehidupan nyata yang melibatkan kantor akuntan publik dan dua

8
klien audit besar. Dilema tersebut digambarkan sebagai serangkaian
kejadian yang terjadi dalam suatu krisis dengan kedua klien. Baik MJI
dan dilema auditing diskor secara serupa, sehingga memungkinkan
untuk membandingkan secara langsung skor tersebut. Hasilnya
menunjukkan bahwa skor subjek tidak berbeda secara signifikan antara
kedua dilema.
b) Ponemon (1992)
Menyelidiki pengaruh dari sosialisasi kantor akuntan publik terhadap
tingkat ethical reasoning masing-masing CPA. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa skor DIT auditor meningkat pada tingkat penyedia,
tetapi kemudian menurun tajam pada tingkatan manajer dan partner.
3) Studi Keputusan Etis
Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam
ukuran dan perilaku spesifik terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut
menelaah studi representatif yang mengkaji tentang:
a) Isu Independensi Ponemon dan Gabhart (1990) mengkaji hubungan
antara penilaian independensi auditor dengan tingkat moral reasoning.
Hasilnya penelitiannya menunjukkan bahwa auditor dengan skor DIT
rendah lebih mungkin untuk melanggar aturan independensi dan lebih
sensitif terhadap persepsi penalty yang diakibatkan oleh perilaku yang
salah.
b) Pelanggaran Lain Kode Etik dan Perilaku Profesional AICPA
Shaub, Finn, dan Munter (1993) mengkaji orientasi etika, komitmen,
dan sensitivitas etika auditor yang bekerja di kantor akuntan 6 besar.
Hasilnya menunjukkan bahwa sensitivitas etika auditor sebagaimana
halnya dengan komitmen profesional mereka, dipengaruhi oleh orientasi
etis mereka.
c) Mendeteksi dan Mengomunikasikan Kecurangan Arnold dan
Ponemon (1991) mengkaji persepsi auditor internal terhadap whistle-
blowing dalam konteks tingkat moral reasoning mereka. Hasilnya
menunjukkan bahwa auditor internal dan skor DIT lebih tinggi lebih
mungkin mengungkapkan temuan audit sensitif, bahkan ketika tindakan
balas dendam oleh manajemen terjadi.

9
d) Ketidakpatuhan Pembayar Pajak Ghosh dan Crain (1996)
menunjukkan bahwa faktor-faktor individual dan situasional secara
psikologis merupakan aspek yang menonjol dari keputusan-keputusan
dalam ketidakpatuhan pajak. Penyelidikan Hanno dan Violette (1996)
menunjukkan bahwa niat untuk patuh pajak berhubungan dengan
laporan diri dan perilaku keputusan hipotesis.
e) Perilaku Disfungsional Lain Ponemon (1995), mengkaji objektivitas
akuntan ketika berfungsi sebagai spesialis litigasi dan saksi ahli dalam
kasus hukum. Hasil penemuannya menunjukkan bahwa auditor tidak
mampu menghubungkan pengalaman mereka secara eksperimen yang
didasarkan pada situasi litigasi atau perilaku etis.
4) Studi Etis Lintas Budaya
Studi etis lintas budaya menyelidiki perbedaan dalam keahlian moral reasoning
dan/atau keputusan etika akuntan dari belahan dunia yang berbeda. Sebagian
besar studi yang berhubungan dengan akuntansi dan etika difokuskan kepada
profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul di
antara kelompok profesi akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian,
perbandingan antara profesi akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok
lain dapat memberikan pemahaman yang berharga tentang penetapan standar
organisasi internasional. Contoh studi etika lintas budaya yang berusaha
menyelidiki perbedaan budaya atau nasional dalam keahlian moral reasoning
akuntan yaitu: Ponemon dan Gabhart (1993), meneliti profesi auditing dari dua
kantor akuntan besar dengan praktik di Amerika Serikat dan Kanada
menggunakan DIT dan instrument eksperimental lainnya. Sasaran utama dari
studi ini adalah menilai dampak dari perbedaan lintas negara terhadap
keputusan etika dari individu praktisi auditing. Hasilnya membuktikan dengan
jelas bermacam-macam perbedaan antara profesi akuntansi Kanada dan
Amerika Serikat dalam hal skor rata-rata DIT.
2.4. IMPLIKASI BAGI RISET MENDATANG

Satu masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam
menyelidikidimensi etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah
akan terus memperluasatau menyatukan teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja
pengambilan keputusan etika empat komponen dari Rest. Misalnya, menekankan

10
pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan menyampaikan penempatan kerangka
kerja teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi akuntansi. 1a menyampaikan
bahwa kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan atas peranan akuntan dalam
masyarakat dan tanggung jawab mereka terhadap bermacam-macam pemangku
kepentingan, serta keahlian moral akuntan.
Dengan cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor
danakuntan mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari
bermacam-macam kelompok konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar
pelayanan mereka, kantor akuntan profesional di mana karyawan menjadi anggota
akuntan, profesi akuntan itu sendiri, dan publik umum yang mengandalkan angka-
angka dalam laporan keuangan.
Tanggung jawab beragam ini (dan sering kali bertentangan) menunjukkan bahwa
proses resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model
pengambilan keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian, jika model
Rest sahih untuk menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik yang
bertentangan dalam menghubungkan keempat komponen tersebut harus disatukan.
Dengan demikian, riset medatang harus melanjutkan kemajuan di dua dimensi:
1) Melanjutkan integrasi model dan ukuran kognitif yang berbeda dalam model
Rest.
2) Mengembangkan sebuah model pengambilan keputusan etis kognitif yang
khusus untuk profesiakuntansi. kunjungi blog kami kelompok akuntansi.
2.5. STUDI KASUS

INDIKATOR INFORMASI
JUDUL ARTIKEL Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Spiritual,
Sosial dan Fasilitas Pembelajaran Terhadap Tingkat
Pemahaman Akuntansi
JURNAL Research Fair Unisri
VOLUME, Vol. 4 (1), Hal. 291-300
HALAMAN
TAHUN 2020
PENULIS DJOKO KRISTIANTO, SUHARNO
TANGGAL 23 November 2022
PREVIEW

11
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh
kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, sosial dan
fasilitas pembelajaran terhadap tingkat pemahaman
akuntansi. Sedangkan responden di dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi semester
tujuh Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi
sejumlah 84 mahasiswa. Hasil penelitian 1) di peroleh
nilai Sig (0.043) < 0, 05 berarti kecerdasan emosional
berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi, 2) Hasil
perhitungan di peroleh nilai Sig (0.565) > 0, 05 yang berati
tidak terdapat pengaruh kecerdasan spiritual terhadap
tingkat pemahaman akuntansi, 3) Hasil perhitungan di
peroleh nilai Sig (0.224) > 0, 05 berati tidak terdapat
pengaruh kecerdasan sosial terhadap tingkat pemahaman
akuntansi dan, 4) Hasil perhitungan di peroleh nilai Sig
(0.048) < 0, 05 ini berati terdapat pengaruh fasilitas
pembelajaran terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
PENDAHULUAN Dengan semakin majunya sebuah peradaban, pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam
pengembangan sumber daya manusia. Perguruan tinggi
merupakan tempat untuk pembelajaran dan pembentukan
karakter individu untuk menjadi seorang lulusan akuntansi
yang profesional. Mahasiswa akan diberi pengetahuan
tentang akuntansi pengantar, akuntansi keuangan,
akuntansi manajemen, auditing, akuntansi keperilakuan
dan ilmu lainnya yang berhubungan dengan akuntansi.
Mereka diharapkan tidak hanya mengasilkan lulusan yang
baik tetapi juga bermanfaat dalam mengaktualisasikan
dirinya di masyarakat, sehingga mempunyai kemampuan
di dalam bersaing di dunia kerja.
Tingkat pemahaman akuntansi dapat dinilai dengan
seberapa mengerti mahasiswa dalam mempelajari
akuntansi selama masa kuliah, paham atau tidaknya dapat

12
dilihat dari nilai yang didapatkan pada mata kuliah
akuntansi, juga dapat dilihat dari mahasiswa tersebut
sejauh mana mereka menguasai konsep dan mengerti yang
berkaitan dengan akuntansi selanjtnya mereka dapat
menerapkannya kedalam kehidupan nyata, maka
pendidikan tinggi akuntansi memiliki tanggung jawab
dalam mengembangkan kemampuan mahasiswa yang
diperlukan untuk berkarir menjadi seorang akuntan
profesional. Penelitian ini menindak lanjuti penelitian
Widatik Catur (2016), perbedaannya adalah dengan
menambah variabel fasilitas pembelajaran, dan dalam
penelitian ini mengambil sampel Mahasiswa program
studi Akuntansi UNISRI (Universitas Slamet Riyadi)
Surakarta.
KAJIAN PUSTAKA 1) Pemahaman Akuntansi. Soemarso (2002),
menjelaskan pengertian akuntansi menurut American
Institute of Certified Public Accountant (AICPA)
sebagai berikut: “Akuntansi adalah proses
mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan
informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya
penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi
mereka yang menggunakan informasi tersebut”.
2) Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi
diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan
untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain (Rachmi, 2010).
3) Kecerdasan Spiritual. Agustian (2001: 57)
mendifinisikan bahwa kecerdasan spiritual ialah suatu
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap
setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah
dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia

13
yang seutuhnya serta berprinsip “hanya karena
Tuhan”.
4) Kecerdasan Sosial. Albrecht (2006) mendefinisikan
kecerdasan sosial sebagai kemampuan untuk dapat
hidup dengan orang lain dan membuat mereka mau
bekerjasama dengan kita. Selain itu, individu dengan
kecerdasan sosial juga memiliki pengetahuan tentang
gaya interaksi yang tepat serta memiliki strategi untuk
mencapai tujuan mereka dengan bantuan orang lain.
5) Fasilitas Pembelajaran. Sari (2005) fasilitas
pembelajaran adalah tersedianya sumber belajar untuk
mahasiswa, ruang dan tempat belajar yang memadai,
penggunaan media atau alat bantu belajar, teman
belajar sebagai sumber belajar lainnya, pemanfaatan
perpustakaan.
METODE Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh
PENELITIAN kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, sosial dan
fasilitas pembelajaran terhadap tingkat pemahaman
akuntansi. Sedangkan responden di dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi semester
tujuh Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi
sejumlah 84 mahasiswa.
HASIL DAN 1) Uji validitas dan uji reliabilitas: sudah terpenuhi.
PEMBAHASAN 2) Uji asumsi klasik: sudah terpenuhi.
3) Uji T
Dari hasil uji dapat di jelaskan bahwa variabel
Kecerdasan Emosional (X1) berpengaruh terhadap
tingkat pemahman akuntansi sebesar 0,043.
Kecerdasan Spiritual (X2) tidak berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman akuntansi, karena nilai
signifikansinya sebesar 0,565 jauh di atas nilai
signifikansi sebesar 0,005. Kecerdasan Sosial (X 3)
tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman

14
akuntansi, karena nilai signifikansinya sebesar 0,224
Fasilitas Pembelajaran (X4) berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman akuntansi, karena nilai
signifikansinya sebesar 0,048 di bawah nilai
signifikansi sebesar 0,05.
4) Uji F
Dari hasil uji dapat di jelaskan bahwa variabel
Kecerdasan Emosional (X1) Kecerdasan Spiritual (X2)
Kecerdasan Sosial (X3) dan Fasilitas Pembelajaran
(X4) berpengaruh secara bersama-sama terhadap
tingkat pemahaman akuntansi, karena nilai
signifikansinya sebesar 0,002 di bawah nilai
signifikansi sebesar 0,05.
KESIMPULAN Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan
terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasilnya
Kecerdasan Emosional (X2) berpengaruh terhadap tingkat
pemahman akuntansi sebesar 0,043. Hasil ini mendukung
penelitian Pasek (2017) dan Nugraha (2013) dan tidak
mendukung penelitian Widatik Catur (2016). Kecerdasan
spiritual berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat
pemahaman akuntansi, Hasilnya Kecerdasan Spiritual
(x2) tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
akuntansi, karena nilai signifikansinya sebesar 0,565 jauh
di atas nilai signifikansi sebesar 0,005. Hasil ini
mendukung penelitian Pasek (2017) dan tidak mendukung
penelitian Widatik Catur (2016). Kecerdasan sosial
berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat
pemahaman akuntansi, Kecerdasan Sosial (x3) tidak
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi,
karena nilai signifikansinya sebesar 0,224. Hasil ini tidak
mendukung penelitian Widatik Catur (2016). Fasilitas
pembelajaran berpengaruh positif signifikan terhadap
tingkat pemahaman akuntansi, Fasilitas Pembelajaran (x5)

15
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi,
karena nilai signifikansinya sebesar 0,048 di bawah nilai
signifikansi sebesar 0,05.

16
BAB 3. PENUTUP

Kode etik Akuntan Indonesia memuat 5 prinsip dasar etika untuk akuntan yaitu: Integritas,
Objektivitas, Kompetensi dan kehati-hatian profesional, Kerahasiaan, Perilaku profesional.
Meskipun sudah diatur dalam kode etik, dilema etika masih tetap muncul sebagai konsekuensi
konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan
tidak etis.
Guna mencegah konflik yang terjadi, maka dikembangkan berbagai model pengambilan
keputusan yang etis. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang pengambilan keputusan etis
dipinjam dari psikologi sosial dan telah dikembangkan dalam paradigma akuntansi. Disisi lain,
berbagai riset juga didalami guna memahami aspek keperilakuan pada etika akuntan. Terdapat
empat area riset akuntansi utama yang menyelidiki moral reasoning akuntan dan perilaku yang
berhubungan, yaitu studi pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika,
dan studi etika lintas budaya.
Adapun riset dan studi empiris yang dilakukan diharapkan dapat memberikan implikasi
bagi peneliti dimasa depan untuk mengembangkan riset di bidang akuntansi keperilakuan pada
aspek etika akuntan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

IAI. 2021. Kode Etik Akuntan Indonesia. ISBN: 978-979-9020-89-5 diakses dari Kode Etik
Akuntan Indonesia 2021 - Website.pdf (iaiglobal.or.id).

Kristianto, D, & Suharno, S (2020). Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Spiritual, Sosial
dan Fasilitas Pembelajaran Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. RESEARCH
FAIR UNISRI, ejurnal.unisri.ac.id.

18

Anda mungkin juga menyukai