Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Corporate Governance oleh
dosen Juwenah, SE.,M.Sc.,Ak.,CA
Disusun Oleh
Kelompok
Akuntansi 3-F
FAKULTAS EKONOMI
CIREBON
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul
“Pengungkapan dan Transpransi” dengan tepat waktu dalam memenuhi
persyaratan tugas mata kuliah Corporate Governance secara efektif dan efesien.
Terlepas dari itu semua, karya sederhana ini tentu tidak luput dari
kelemahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
sebagai motivasi menyusun makalah yang lebih baik lagi. Mudah-mudahan karya
tulis ini bermanfaat dan berperan positif.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
2.6.4 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK ...... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah Metode Pustaka, yaitu
metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.
Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif dan efisien, serta
sangat mudah untuk mencari bahan dan data-data tentang topik ataupun materi yang
akan digunakan untuk karya tulis ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Pengungkapan
4
5
memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki pihak lain. Ada dua tipe utama asimetri
informasi :
a. Adverse selection yaitu satu pihak atau lebih yang melakukan transaksi
usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Contoh :
informasi internal perusahaan kepada investor yang dibatasi oleh manajer.
b. Moral hazard yaitu satu pihak atau lebih tidak dapat mengamati tindakan
pihak lain, padahal tindakan tersebut mempengaruhi kepentingan semua
pihak dalam transaksi. Contoh : memotivasi usaha manajer (terkait dengan
pemisahan tugas).
d. Diskusi dan analisis manajemen, yang berisi tentang analisis dan informasi
yang berpotensi material yang terjadi sejak laporan tahun lalu.
e. Laporan Keuangan, penyajian laporan keuangan berdasarkan standar yang
berlaku.
Kemudian Herwidiyatmo mengusulkan agar detail pengungkapan harus
sesuai dengan standar internasional, seperti hal-hal yang menyangkut kepentingan
minority shareholder. Agar tidak terjadi adanya benturan kepentingan maka
dibutuhkan persetujuan oleh pemilik saham minoritas. Penerapan ini pertama kali
diikuti oleh 22 perusahaan yang listed dan pedoman yang digunakan berdasarkan
peraturan Bapepam, Regulasi Industri, dan Standar akuntansi yang berlaku umum.
Dalam perkembangan pengungkapan laporan tahunan pada bank di
Indonesia, terutama bank sentral (Bank Indonesia), pengungkapan tidak hanya
ditujukan pada publik saja, namun juga diungkapkan di bank-bank yang beroperasi
di Indonesia. Informasi yang diungkapkan adalah :
a. Informasi umum, yang berisi mengenai profil emiten (struktur, produk,
pemilik dan lainnya).
b. Laporan Keuangan 2 tahun terakhir, yang berisi laporan audit, neraca,
laporan rugi laba, laporan perubahan modal, arus kas, komitmen dan
kontijensi, dan catatan atas laporan keuangan.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu berisi analisis kredit, persentase
kredit nasabah, kredit relasi, kredit yang kolektif, dan loan dari dalam dan
luar negeri.
Berdasarkan studi, skor (level) pengungkapan perusahaan listed yang ada di
Indonesia masih dibawah 60%. Hal ini berarti syarat-syarat pemenuhan
pengungkapan berdasarkan peraturan Bapepam-LK masih rendah, dan dibutuhkan
perhatian khusus mengenai hal ini. Lebih menarik, ternyata auditor memainkan
peran juga dalam menentukan skor (level) pengungkapan ini. Skor pengungkapan
akan makin rendah pada saat emiten berganti dengan auditor yang baru. Dalam hal
ini, pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan hal yang penting dalam
menunjukkan identias perusahaan yang sebenarnya.
9
merupakan sesuatu yang harus ada, baik untuk kepentingan pengelola bursa (BEJ),
pengawas (Bapepam), dan calon investor. Oleh karena itu, dapat ditentukan bahwa
perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek insider trading apabila
memenuhi tiga unsur minimal, yaitu :
a. Adanya orang dalam (insider).
b. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum di
disclosed (unpublished inside information).
c. Orang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan informasi material
yang belum tersedia untuk umum tersebut (insider trading).
Insider trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien.
Dampak negatif insider trading adalah:
a. Pembentukan harga yang tidak fair. Pembentukan harga tersebut disebabkan
kurangnya informasi yang merata yang dimiliki para pelaku bursa, artinya
hanya dimiliki oleh orang dalam atau sekelompok orang tertentu yang
mempunyai akses terhadap orang dalam.
b. Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Hilangnya kepercayaan
investor terhadap bursa akan menyebabkan perubahan kebijakan
investasinya dan akhirnya bursa tidak lagi dianggap sebagai alternatif
sumber pembiayaan yang menguntungkan.
c. Menurunkan kepercayaan investor atas pasar saham karena ambiguitas dan
rendahnya reliabilitas informasi yang mengemuka, sehingga menghambat
perkembangan pasar modal yang pada akhirnya dapat memperlambat
pertumbuhan ekonomi karena menurunnya minat investasi.
d. Memperburuk citra emiten. Hilangnya kepercayaan investor terhadap
emiten merupakan salah satu penyebab hilangnya image positif investor, dan
apabila hal tersebut terjadi maka sulit bagi emiten merebut kembali simpati
masyarakat. Hal ini berdampak negatif secara luas dari aspek ekonomis,
sumber daya serta pangsa pasar yang ada.
e. Kerugian bagi investor. Kerugian tersebut disebabkan karena investor
membeli efek pada harga yang mahal dan menjualnya pada harga yang
11
semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret
2007.
Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat di
release tersebut ternyata telah diketahui oleh pihak manajemen PT. PGN.
Informasi tentang penurunan volume gas sudah diketahui oleh manajemen
PGN sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi tertundanya gas in sejak
tanggal 18 Desember 2006. Namun baru diberitahukan pada 11 Januari 2007.
Kedua informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material
dan dapat mempengaruhi harga saham dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari
penurunan harga saham pada tanggal 12 Januari 2007.
Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI
memutuskan untuk men-suspend saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari
2007. Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM untuk menindaklanjuti
kasus tersebut. Bapepam pun mulai melakukan penyelidikan terkait dengan
penurunan harga saham yang tidak wajar tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
yang telah dilakukan melalui review atas dokumen-dokumen dan terhadap
jajaran direksi PT. PGN, akuntan publiknya, dan koordinator pelaksana proyek
dan manajer proyek SSWJ. Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS
telah melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar
Modal dan Peraturan Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang
Harus Segera Diumumkan Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan
pemeriksaan atas transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh
Perusahaan Efek Anggota Bursa. Atas pelanggaran tersebut PT. PGN
dikenai sanksi sebesar Rp. 35.000.000,00 atas keterlambatan penyampaian
keterbukaan informasi selama 35 hari atas pelanggaran Pasal 86 Undang-
Undang Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1. tentang
Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada publik. Dan
juga memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 kepada direksi
dan mantan direksi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang menjabat
pada periode Juli 2006 sampai dengan Maret 2007 atas pelanggaran tentang
14
pemberian keterangan yang secara material tidak benar yang melanggar Pasal
93 Undang-Undang Pasar Modal.
Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap para
jajaran direksi PT. PGN terkait dengan adanya dugaan kasus Insider Trading.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut telah terbukti adanya insider trading yang
dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas (mantan direktur
pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur
Utama dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris
perusahaan), Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan
Thohir Nur Ilhami yang melakukan transaksi saham pada periode 12
September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Atas pelanggaran tersebut
para pelaku dikenai sanksi administratif dan denda total sebesar Rp.
2.800.000.000,00.
Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar terlihat disini yaitu tidak
transparan pada seluruh pemegang saham.
informasi yang tidak lengkap, dan sama sekali diam terhadap fakta/ informasi
material. Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat
menimbulkan “misleading” bagi investor dalam memberikan judgement nya
untuk membeli atau tidak suatu saham.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
18
keuangannya apabila memiliki nilai aset atau aset bersih melebihi Rp.
25.000.000.000.
Berdasarkan Prinsip OECD 5, pengungkapan dan transparansi perusahaan
meliputi seluruh elemen, yaitu laporan keuangan dan hasil operasi perusahaan,
tujuan perusahaan, kepemilikan saham mayoritas dan hak suara, transaksi dengan
pihak terkait, faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan, hal-hal penting berkaitan
dengan karyawan dan para stakeholder lainnya, dan struktur dan kebijakan tata
kelola khususnya berkaitan dengan isi dari pedoman atau kebijakan tata kelola
perusahaan dan penerapannya.
3.2 Saran
Abduh, Arridho dkk. 2011. PT. Perusahaan Gas Negara. Report Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau. Diunduh pada 17 November
2017.
OECD Principle 5
Rachmat, Dani dkk. 2015. Tata Kelola Perusahaan Mengenai Pengungkapa Dan
Transparansi Analisis Kasus PT. Perusahaan Gas Negara (Persero).
Makalah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Diunduh pada
17 November 2017.
19