• UDIN NARSUDIN • S-1 UNPAS BANDUNG • Spesialis Notariat dan Pertanahan UI • S-2 Hukum Bisnis UGM • S-3 Ilmu Hukum UNPAD • -Notaris dan PPAT Kota Tangsel • -Dosen MKn UNS SOLO, Dosen MKn UNPAS, Dosen PDIH UKI • -Ketua MKP IPPAT • -Anggota MPP PPAT Pusat • PPAT mempunyai peran yang penting dalam pendaftaran tanah, yaitu membantu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam pendaftaran tanah, kata “dibantu” dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 disini tidak berarti bahwa PPAT merupakan bawahan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang dapat diperintah olehnya, akan tetapi PPAT mempunyai kemandirian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. • PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atau satuan rumah susun (Pasal 1 angka 1 PJPPAT). • Dengan demikian untuk menjamin kepastian hukum atas terjadinya suatu perbuatan hukum peralihan dan pembebanan oleh para pihak atas tanah harus dibuat dengan bukti yang sempurna yaitu harus dibuat dalam suatu akta otentik. Hal ini dimaksud untuk menjamin hak dan kewajiban serta akibat hukum atas perbuatan hukum atas tanah oleh para pihak. • Tugas Pokok PPAT adalah melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar sebagai pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. • Dasar hukum yang dijadikan pedoman teknis dalam pelaksanaan tugas PPAT adalah UUPA, PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP 37/1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta perubahannya yaitu PP 24/2016. • Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998, yaitu: "PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu". • Perbuatan hukum yang dimaksudkan tersebut adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2) PP No. 37/1998, yaitu: a. Jual beli; b. Tukar-menukar; c. Hibah; d. Pemasukan dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik; g. Pemberian Hak Tanggungan; h. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. • UUHT juga menegaskan siapa PPAT dan bagaimana kedudukan PPAT sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 4, yaitu: "Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". • Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. • Pemberian hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang berangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut (oleh karenanya dikatakan bahwa APHT adalah perjanjian asesoir yang mengikuti perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian utang piutang). • Setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan selesai, kemudian di daftarkan pada Kantar pertanahan untuk memenuhi asas Publisitas. • Pemberlakuan Peraturan Menteri ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan HT Terintegrasi Secara Elektronik merupakan babak baru dalam Hukum Jaminan Tanah di Indonesia. • Karena dengan diberlakukannya ketentuan tersebut maka menutup sistem manual dalam rangka pendaftaran Hak Tanggungan yang selama ini di lakukan pada Kantor Pertanahan. • Sudah barang tentu hal tersebut adalah langkah maju yang akan berpengaruh pada peringkat easy doing business atau kemudahan berusaha di Indonesia, yang sebelumnya dianggap sulit dan lama, termasuk didalamnya berkaitan dengan Pendaftaran Hak Tanggungan. • Tentu pertanyaan yang selalu disampaikan oleh masyarakat pada umumnya termasuk didalamnya adalah dunia perbankan, pelaku usaha, PPAT yang berkaitan dengan pemberlakuan HT-eL tersebut adalah, apakah HT-eL menjamin terlindunginya para pihak dari segala kemungkinan yang tidak diharapkan, dimulai dengan Pembuatan akta di hadapan PPAT, Pendaftaran HT-eL dan Eksekusi HT-eL? • HT-eL yang merupakan perangkat aturan sebagai perwujudan dari berlakunya suatu hukum, yang selalu bertujuan untuk kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan. • Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. • Kemanfaatan, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum; hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. • Keadilan, dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. • Dalam menegakkan hukum, harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. • Pengaturan secara Elektronik dalam HT-el sebagai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Permen ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan HT Terintegrasi Secara Elektronik yang merujuk kepada UU ITE merupakan sebuah terobosan yang sangat baik. • Meskipun sebetulnya sudah ada beberapa tindakan yang mengarah pada penggunaan dan pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah, misalnya: • 1. dikenal on-line trading dalam bursa efek. • 2. pengaturan mikro film dan sarana elektronik sebagai media penyimpanan dokumen perusahaan yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti otentik dalam UU No. 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan • 3. pengaturan tentang informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah sebagaimana terdapat dalam UU ITE. • Dari sudut teoritis maka perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. • Perlindungan Hukum sebagaimana tersebut sejalan dengan pendapat Prof. Hadjon yang menyatakan bahwa sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka sistem perlindungan hukum di Indonesia harus memberikan Perlindungan Hukum kepada warga negaranya berdasarkan Pancasila. • Dalam kaitannya dengan HT-eL terdapat banyak pertanyaan yang berkaitan dengan perlindungan hukum seperti apa baik bagi debitor maupun kreditor, karena Sertipikat HT yang dihasilkan hanya “SELEMBAR” kertas dengan barcode. • Pasal 1 Permen ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020: • -Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam satu hubungan utang- piutang tertentu. • -Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang- piutang tertentu. • -Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. • Oleh karena itu keterkaitan PPAT, Kreditor dan Debitor dalam pelaksanaan HT-eL menjadi kunci penting terutama dalam hal konsep perlindungan hukum preventif maupun refresif. • Bahwa perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam konteks HT-eL adalah terlindunginya kepentingan berbagai pihak, termasuk dan yang terpenting berkaitan dengan eksekusi HT-eL, yang secara normatif sudah diamanahkan dalam UUHT, yaitu: • 1. berkaitan dengan proses pelaksanaan eksekusi HT yang mudah dan pasti bahkan tanpa perlu campur tangan lembaga peradilan dengan cara: • a. kreditor melakukan proses eksekusi HT atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi) tanpa perlu minta persetujuan dari debitor atau minta penetapan dari Pengadilan. Adanya kekuasaan atau kewenangan tersebut diberikan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT yang menyebutkan: • “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. • Pemberian kekuasan kreditor untuk menjual tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa kreditor untuk menjual tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa kreditor mempunyai hak utama/prioritas untuk mendapatkan pelunasan dan didasarkan pada janji yang diberikan debitor yang dapat dituangkan dalam APHT yang dibuat PPAT, sehingga konsekwensi dari adanya hak prioritas dari janji tersebut, kreditor dapat melaksanakan eksekusi tanpa perlu minta persetujuan lagi dari debitor. • b. Pasal 14 ayat (2) UUHT: Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”, sehingga sertipikat HT (dalam hal ini HT-eL) juga berisi titel eksekutorial dan mempunyai kedudukan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. • Konsekwensinya, dengan menggunakan HT-eL tersebut kreditor dapat melaksanakan eksekusi HT tanpa perlu meminta fiat eksekusi dari pengadilan atau penetapan pengadilan, yang berarti bahwa jika terjadi cidera janji maka tanah atau HMRS kepunyaan debitor siap harus di eksekusi. • Eksekusi dengan 2 pertimbangan tersebut diatas melalui pelelangan umum. (lihat ketentuan Permenkeu 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang). • 2. Ekeskusi HT didasarkan kesepakatan antara debitor dan kreditor tanpa melalui lelang. Proses eksekusi HT yang demikian harus memenuhi 4 syarat, yaitu: • a. harus diberitahukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti kreditor kedua dst; • b. diumumkan paling sedikit dalam 2 surat kabar lokal atau media masa setempat; • c. tidak ada yang mengajukan keberatan; • d. eksekusi tanpa lelang tersebut dilaksanakan setelah lewat waktu 1 bulan sejak tanggal pengiriman pos tercatat atau tanggal penerimaan oleh pihak-pihak jika diantar melalui kurir atau tanggal pengiriman faxsimile atau tanggal terkirimnya email. • Sebagaimana diketahui bahwa dalam diktum pertimbangan Permen ATR/KBPN 5/2020 disebutkan bahwa untuk menerapkan pelayanan hak tanggungan terintegrasi secara elektronik guna meningkatkan pelayanan hak tanggungan yang memenuhi asas keterbukaan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan untuk pelayanan publik, serta untuk menyesuaikan perkembangan hukum, teknologi dan kebutuhan masyarakat. • Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan pemberlakuannya semata- mata untuk lebih terciptanya pelayanan yang prima. • Berkaitan dengan Pembuktian Elektronik dinyatakan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE (UU 11/2008): • Pasal 5 • (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. • (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. • (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. • (4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: • 1. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan • 2. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. • Pasal 6 • Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. • Dalam Pendaftaran tanah secara Normatif sebetulnya sudah dimulai dengan penyebutan ”PERALATAN ELEKTORNIK DAN MIKROFILEM”, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat (5) PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, disebutkan: secara bertahap data pendaftaran Tanah disimpan dan disahkan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilem. • Pasal 35 ayat (6) Rekaman dokumen yang dijadikan alat elektronik atau mikrofilem sebagaimana dimaksud pada ayat (5) "mempunyai kekuatan pembuktian" sesudah ditandatangani dan dibubuhi cap Dinas oleh Kepala Kantor yang bersangkutan. • Pasal tersebut sebetulnya bisa juga menjadi pintu masuk dalam konteks diberlakukannya Peraturan Menteri ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan HT Terintegrasi Secara Elektronik. • Hak Tanggungan telah diatur dalam UUHT Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-benda lain yang berkaitan dengan Tanah. • Berdasarkan Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang diatur dengan undang-undang. • Berdasarkan amanat Pasal 51 UUPA inilah, maka diundangkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT). • Hak Tanggungan sendiri bersifat memaksa (dwingen recht) dimana HT sebagai suatu lembaga jaminan kebendaan yang memiliki sifat khusus diantaranya adalah bahwa HT besifat memaksa (dwingen recht). Walaupun tidak secara eksplisit menyatakan dirinya sebagai suatu ketentuan yang bersifat memaksa, namun dari beberapa ketentuan yang diatur dalam berbagai pasal dalam UUHT dapat diketahui bahwa UUHT bersifat memaksa. • Pasal 6 UUHT menyatakan : • Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. • Pasal 12 UUHT menyatakan : • Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum. • Pasal 13 UUHT menyatakan : • (1). Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. • (2). Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. • (3). Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. • (4). Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. • (5). Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). • Pasal 14 UUHT menyatakan: • (1). Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per- undang-undangan yang berlaku. • (2). Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". • (3). Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. • 4). Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. • (5). Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan. • Berdasarkan rumusan pasal-pasal sebagaimana tersebut diatas tidak dimungkinkan dilakukan penyimpangan terhadap UUHT, sehingga dapat disimpulkan bahwa HT bersifat memaksa (dwingen recht). • UUHT juga menegaskan siapa PPAT dan bagaimana kedudukan PPAT sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 4, yaitu: "Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". • Pemberian hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang berangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut (oleh karenanya dikatakan bahwa APHT adalah perjanjian accesoir yang mengikuti perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian utang piutang). • Setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan selesai, kemudian di daftarkan pada Kantar pertanahan untuk memenuhi asas Publisitas. • Asas-Asas Hukum Kebendaan dalam Hak Tanggungan • 1. Hak Tanggungan Memberikan Kedudukan Hak Yang Diutamakan • Asas Droit De Preference artinya bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. • Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Mengenai pengertian kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain, aplikasinya dapat ditemukan dalam Pasal 20 Ayat (1) UUHT. • Pasal 20 UUHT menjelaskan bahwa pada dasarnya Hak Tanggungan diberikan sebagai jaminan pelunasan utang, yang bersifat mengutamakan/mendahulukan kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk menjual tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. • Ini dapat pula diartikan bahwa kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan. Apabila hasil penjualan itu lebih besar dari pada piutang tersebut dan uang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, maka sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan. • 2. Tidak dapat dibagi-bagi (Onsplitsbaarheid). • Bermakna bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian dari padanya. Meskipun sebagian utang yang dijaminkan telah dilunasi, tidak berarti bahwa sebagian obyek Hak Tanggungan tersebut telah dinyatakan lunas, karena Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. • Sebagai contoh yaitu hutang 100 juta dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah Hak Milik seluas 1.000 M². Misalnya utang telah dibayar sebagian sebesar 20 juta. Pelunasan utang 20 juta tersebut tidak berarti terbebasnya sebagian tanah (misalnya 200m²) dari beban Hak Tanggungan yang seluruhnya 1.000m². • Meskipun Hak Tanggungan menganut asas tidak dapat dibagi-bagi, tetapi dalam Pasal 2 Ayat (2) UUHT, terdapat suatu dispensasi atas pemberlakuan asas ini tersebut diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang bersangkutan. • Pengecualian dari asas tidak dapat dibagi-bagi ini, dimaksudkan sebagai solusi untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh kompleks kemudian akan dijual kepada pemakai satu-persatu, sedangkan untuk pembayarannya pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan. • Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa Hak Atas Tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang bersangkutan. • 3. Hak Tanggungan Hanya Dibebankan Pada Hak Atas Tanah Yang Telah Ada • Pasal 8 Ayat (2) UUHT, menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. • Berhubungan dengan ketentuan itu, maka Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada Hak Atas Tanah yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. • Oleh karena itu, Hak Atas Tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian hari tidak dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. • Begitu pula tidak mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu Hak Atas Tanah yang baru akan ada dikemudian hari. • 4. Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Selain Atas Tanahnya Juga Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Tersebut. • Hak Tanggungan dapat dibebankan bukan saja pada Hak Atas Tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman, maupun hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. • Dalam UUHT, hal-hal ikutan seperti yang disebutkan di atas disebut sebagai “benda-benda yang berkaitan dengan tanah”. Hal ini telah diatur dalam Pasal 4 Ayat (4) UUHT yang menyatakan sebagai berikut : “Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada Hak Atas Tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan milik pemegang Hak Atas Tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.” • Selanjutnya dalam Ayat (5) pada intinya dikatakan bahwa benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani pula dengan Hak Tanggungan itu bukan saja terbatas pada benda-benda yang merupakan milik pemegang Hak Atas Tanah yang bersangkutan, tetapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang Hak Atas Tanah tersebut. • 5. Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Juga Atas Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Yang Baru Akan Ada Di Kemudian Hari. • Selain dapat dibebankan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang sudah ada, Pasal 4 ayat (4) UUHT juga memungkinkan Hak Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan ada dikemudian hari. • Pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (Hak Atas Tanah) yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda- benda tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan dan hasil karya) kemudian setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah (Hak Atas Tanah) tersebut. • 6. Perjanjian Hak Tanggungan Adalah Perjanjian Accesoir • Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut Perjanjian Induk. Perjanjian Induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang yang dijamin itu. Dengan kata lain perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian Accesoir. • Dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT disebutkan : “Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau Accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.” • Selain penegasan yang termuat dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT di atas, secara tegas diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Pasal 18 Ayat (1) UUHT. • Dalam Pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut,” sedangkan Pasal 18 Ayat (1) Huruf a menyatakan bahwa “Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.” • 7. Hak Tanggungan Dapat Dijadikan Jaminan Untuk Utang Yang Akan Ada • Salah satu keistimewaan dari Hak Tanggungan adalah diperbolehkannya menjaminkan utang yang akan ada. Hak Jaminan dapat dijadikan jaminan untuk: • a. Utang yang telah ada, artinya besarnya utang yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. • b. Utang yang baru akan ada, tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah tertentu. “Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan” (Pasal 3 Ayat (1) UUHT). • Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal 3 Ayat (1) tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa utang yang dapat dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang sudah ada maupun yang belum ada, termasuk yang baru akan ada dikemudian hari, tetapi harus didahului dengan perjanjian sebelumnya. • Pemberlakuan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUHT ini lebih didasarkan pada kebutuhan akan fasilitas-fasilitas pembiayaan dalam dunia perbankan berkenaan dengan timbulnya utang dari nasabah bank sebagai akibat dilakukannya pencairan atas suatu garansi bank. • Juga untuk menampung timbulnya utang sebagai akibat pembebanan bunga atas pinjaman pokok dan pembebanan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian. • 8. Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Utang • Pasal 3 ayat (2) UUHT menentukan sebagai berikut : “Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.” • Pasal 3 ayat (2) UUHT, memungkinkan pemberian satu Hak Tanggungan untuk : • 1. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan satu perjanjian utang piutang. Sebagai contoh Bank A, Bank B dan Bank C secara bersama-sama memberikan kredit kepada PT X yang dimuat dalam satu perjanjian dengan jaminan Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut menjamin ketiga kreditur dengan kedudukan dan hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan Hak Tanggungan jika debitur cidera janji. • 2. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan beberapa perjanjian utang piutang bilateral antara masing- masing kreditor dengan debitor yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan Hak Tanggungan peringkat I untuk kreditur sebagai penerima Hak Tanggungan yang pertama dan Hak Tanggungan peringkat II untuk kreditur sebagai penerima Hak Tanggungan yang sesudahnya dan seterusnya. • Sebagai contoh Bank A memberi kredit kepada PT X dengan jaminan hak atas tanah seluas 1.000 m² yang diikat Hak Tanggungan. Kemudian Bank B juga memberikan kredit kepada PT X dengan jaminan yang sama. Hal ini menimbulkan Hak Tanggungan peringkat I untuk Bank A dan Hak Tanggungan peringkat II untuk Bank B. • 3. Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang. • Dengan demikian maka pemberian Hak Tanggungan dapat untuk beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan satu perjanjian utang piutang atau dapat juga untuk beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan beberapa perjanjian utang piutang bilateral antara mesing- masing kreditor dengan debitor yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2) UUHT). • 9. Hak Tanggungan Mengikuti Obyeknya Dalam Tangan Siapapun Objek Hak Tanggungan Itu Berada • Dengan demikian maka Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apapun juga (Droit De Suite, Pasal 7 UUHT). • Asas ini memberikan kepastian kepada kreditor mengenai haknya untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah atau Hak Atas Tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan itu bila debitor cidera janji, sekalipun tanah atau Hak Atas Tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan itu dijual oleh pemiliknya kepada pihak ketiga. • Asas ini seperti halnya dalam Hipotek, memberikan Hak Kebendaan (Zakelijkrecht). Hak Kebendaan dibedakan dengan Hak Perorangan (Persoonlijkrecht). • Hak Kebendaan adalah Hak Mutlak, artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap siapapun, pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapapun juga yang mengganggu haknya itu, dilihat secara pasif setiap orang wajib menghormati hak itu. Sedangkan Hak Perorangan adalah relatif, artinya hak ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu saja, hak tersebut hanya dapat dipertahankan terhadap debitor itu saja, secara pasif dapat dikatakan bahwa seseorang tertentu wajib melakukan prestasi terhadap pemilik dari hak itu. • 10. Di Atas Hak Tanggungan Tidak Dapat Diletakkan Sita Oleh Peradilan • Tidak dapat diletakkan sita atas Hak Tanggungan, baik sita jaminan maupun sita eksekusi, meskipun dengan alasan untuk memenuhi kepentingan pihak ketiga, karena tujuan dari hak jaminan pada umumnya dan pada khususnya Hak Tanggungan itu sendiri. • Tujuan dari Hak Tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang menjadi pemegang Hak Tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. • Bila terhadap Hak Tanggungan dimungkinkan sita oleh pengadilan, maka berarti pengadilan mengabaikan, bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditor pemegang Hak Tanggungan. Penegasan dalam UUHT bahwa Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita, dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, apabila tidak ditegaskan maka akan timbul perbedaan menyangkut penafsiran hukum. • 11. Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan Atas Tanah Tertentu. • Asas spesialitas ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT. • Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah ditentukan secara spesifik, artinya tanah yang akan dibebankan Hak Tanggungan telah ada dan telah ditentukan pula tanah yang mana. • Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa spesifikasi yang dimaksud disini adalah lebih kepada hal-hal yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik dari obyek yang dijadikan jaminan, misalnya Hak Atas Tanah berupa : Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Guna Usaha, Tanggal Penerbitannya, tentang Luasnya Letaknya, Batas-Batasnya dan lain sebagainya. • Jadi dalam Akta Hak Tanggungan harus diuraikan secara spesifik Hak Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Hal ini sangat penting karena uraian tentang data fisik tersebut akan dimuat dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. • 12. Hak Tanggungan Wajib Didaftarkan. • Terhadap Hak Tanggungan berlaku Asas Publisitas atau Asas Keterbukaan. • Menurut Pasal 13 UUHT, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dimana merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatkan Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga dan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) wajib dicantumkan secara lengkap, baik mengenai subyek, obyek, termasuk utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, serta kewajiban untuk mendaftarkan pemberian Hak Tanggungan tersebut pada Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran ini dimaksudkan sebagai suatu pengumuman yang bersifat ke dalam yaitu menyangkut para pihak, maupun terhadap masyarakat luas. • Tidaklah adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu Hak Tanggungan atas suatu objek Hak Tanggungan apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan Hak Tanggungan. • Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu Hak Atas Tanah. • 14. Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan Untuk Dimiliki Sendiri Oleh Pemisahan Hak Tanggungan Apabila Cedera Janji. • Hak Tanggungan berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki benda jaminan (Pasal 12 UUHT). Sifat ini sesuai tujuan Hak Tanggungan yaitu untuk menjamin pelunasan utang jika debitur cidera janji dengan mengambil hasil penjualan benda jaminan itu, bukan untuk dimiliki kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan. • Bila debitur setuju memberikan atau mencantumkan janji bahwa benda jaminan akan menjadi milik kreditur jika debitur cidera janji, maka janji ini oleh UU dinyatakan batal demi hukum. Larangan pencantuman janji ini dimaksudkan untuk melindungi debitor, agar dalam kedudukannya yang lemah dalam menghadapi kreditor karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugikan bagi dirinya. • 15. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah Dan Pasti. • Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan/pelelangan tersebut. • Hal ini telah diatur dalam Pasal 6 UUHT. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan yang diberikan kepada pemegang Hak Tanggungan, merupakan perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama apabila pemegang Hak Tanggungan lebih dari satu. • Hak yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan/pemegang Hak Tanggungan yang pertama dalam menjual obyek Hak Tanggungan, mutlak didahului dengan janji-janji sebelumnya yang dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Penjualan yang dilakukan oleh pemegang Hak Tanggungan maupun pemegang Hak Tanggungan yang pertama, tidak perlu meminta persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, termasuk penetapan dari pengadilan. • Hal ini dimungkinkan karena Irah-Irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Acte Hypotheek sepanjang mengenai Hak Atas Tanah. • Dalam Pasal 6 Permen ATR/KBPN 5/2020 menyebutkan Jenis Layanan dan Objek Hak Tanggungan disebutkan: • 1. Jenis Pelayanan HT-el yang dapat diajukan melalui • Sistem HT-el meliputi: • a. pendaftaran Hak Tanggungan; • b. peralihan Hak Tanggungan; • c. perubahan nama Kreditor; • d. penghapusan Hak Tanggungan; dan • e. perbaikan data. • 2. Objek Hak Tanggungan yang dapat diproses dengan Pelayanan HT-el merupakan objek Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. • Pasal 15 Permen ATR/KBPN 5/2020 : • (1) Hasil Pelayanan HT-el berupa Dokumen Elektronik yang diterbitkan oleh Sistem HT-el, meliputi: a. Sertipikat HT-el; b. catatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; dan c. catatan Hak Tanggungan pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. • (2) Pencatatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada Buku Tanah Elektronik oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang diberi kewenangan. • (3) Pencatatan Hak Tanggungan pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh Kreditor pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun yang dijaminkan. • (4) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi satu kesatuan dengan Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun. • (5) Hasil Pelayanan HT-el disampaikan kepada Kreditor melalui Sistem HT-el dan/atau melalui Domisili Elektronik. • Pasal 13 UUHT • (1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. • (2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penan-datanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. • (3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan menca-tatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. • (4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang di-perlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. • (5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). • Pasal 14 UUHT • (1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. • (2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”. • (3) Sertipikat Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekeuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. • (4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. • (5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan. • Dapat dilihat bahwa ketentuan pasal 15 Permen ATR/KBPN 5/2020 tidak bertentangan dan malahan sejalan dengan ketentuan pasal 14 UUHT, dimana penerbitan SERTIPIKAT HT-el adalah bukti perlindungan hukum baik kepada Debitor dan Kreditor. • Demikian Juga dapat disimpulkan bahwa SERTIPIKAT HT-eL yang di terbitkan oleh Kantor Pertanahan sesuai dengan UU ITE Pasal Pasal 5 UUITE: • (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. • (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. • (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. • Bahwa Sertipikat Hak Tanggungan baik dalam UUHT maupun dalam Permen ATR/KBPN 5/2020 tidak merupakan ketentuan yang bertentangan, karena bentuk Sertipikat Hak Tanggungan tidak harus sesuai berdasarkan ketentuan sebelumnya yaitu SERTIPIKAT HT secara Manual, karena yang terpenting adalah esensi Sertipikat HT tersebut yaitu memiliki kekuatan eksekutorial sebagai layaknya sebuah putusan pengadilan sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana eksekusi dengan cara menggunakan lembaga parate eksekusi yang telah ditentukan oleh UU atau melalui pelelangan umum untuk pelunasan piutang pemegang HT dengan hak pemegang HT pertama mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya. • Bahwa sifat Sertipikat HT yang memiliki kedudukan sejajar dengan Putusan Pengadilan karen irah-irah ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga sertipikat tersebut tinggal di eksekusi saja tanpa menunggu putusan pengadilan. • Artinya bahwa KEDUDUKAN sertipikat HT, bukan diukur dari sekedar bentuk saja, AKAN TETAPI DARI ESENSI kedudukan SERTIPIKAT HT tersebut. • Oleh karenanya Sertipikat HT-eL memenuhi kualifikasi untuk perlindungan hukum bagi Kreditor dan Debitor dalam pembuktian perdata maupun sarana Eksekusi apabila Debitor cedera janji. • Terimakasih… • Hatur Nuhun…. •
Kedudukan Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri Dalam Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Tanah Dan Bangunan Pada Bank Dan Lembaga Pembiayaan Lainnya Dalam Konteks Kemanfaatan Dan Kepastian Hukum