Anda di halaman 1dari 67

HT-Elektronik

Dr. UDIN NARSUDIN, SH., M.Hum., SpN.


• UDIN NARSUDIN
• S-1 UNPAS BANDUNG
• Spesialis Notariat dan Pertanahan UI
• S-2 Hukum Bisnis UGM
• S-3 Ilmu Hukum UNPAD
• -Notaris dan PPAT Kota Tangsel
• -Dosen MKn UNS SOLO, Dosen MKn UNPAS, Dosen PDIH UKI
• -Ketua MKP IPPAT
• -Anggota MPP PPAT Pusat
• PPAT mempunyai peran yang penting dalam pendaftaran tanah, yaitu
membantu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam pendaftaran tanah, kata
“dibantu” dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 disini tidak
berarti bahwa PPAT merupakan bawahan dari Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang dapat diperintah olehnya, akan tetapi PPAT
mempunyai kemandirian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
• PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat
akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak
atas tanah atau hak milik atau satuan rumah susun (Pasal 1 angka 1
PJPPAT).
• Dengan demikian untuk menjamin kepastian hukum atas terjadinya
suatu perbuatan hukum peralihan dan pembebanan oleh para pihak
atas tanah harus dibuat dengan bukti yang sempurna yaitu harus dibuat
dalam suatu akta otentik. Hal ini dimaksud untuk menjamin hak dan
kewajiban serta akibat hukum atas perbuatan hukum atas tanah oleh
para pihak.
• Tugas Pokok PPAT adalah melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang akan dijadikan dasar sebagai pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
• Dasar hukum yang dijadikan pedoman teknis dalam pelaksanaan tugas
PPAT adalah UUPA, PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP
37/1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta
perubahannya yaitu PP 24/2016.
• Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998, yaitu: "PPAT bertugas pokok
melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun, yang akan dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu".
• Perbuatan hukum yang dimaksudkan tersebut adalah sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2) PP No. 37/1998, yaitu:
a. Jual beli;
b. Tukar-menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak Tanggungan;
h. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
• UUHT juga menegaskan siapa PPAT dan bagaimana kedudukan PPAT
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 4, yaitu: "Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi wewenang
untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak
atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".
• Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain.
• Pemberian hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan
hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang berangkutan atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut (oleh karenanya dikatakan bahwa APHT
adalah perjanjian asesoir yang mengikuti perjanjian pokoknya yang
berupa perjanjian utang piutang).
• Setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan selesai, kemudian di daftarkan
pada Kantar pertanahan untuk memenuhi asas Publisitas.
• Pemberlakuan Peraturan Menteri ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020 Tentang
Pelayanan HT Terintegrasi Secara Elektronik merupakan babak baru
dalam Hukum Jaminan Tanah di Indonesia.
• Karena dengan diberlakukannya ketentuan tersebut maka menutup
sistem manual dalam rangka pendaftaran Hak Tanggungan yang selama
ini di lakukan pada Kantor Pertanahan.
• Sudah barang tentu hal tersebut adalah langkah maju yang akan
berpengaruh pada peringkat easy doing business atau kemudahan
berusaha di Indonesia, yang sebelumnya dianggap sulit dan lama,
termasuk didalamnya berkaitan dengan Pendaftaran Hak Tanggungan.
• Tentu pertanyaan yang selalu disampaikan oleh masyarakat pada
umumnya termasuk didalamnya adalah dunia perbankan, pelaku usaha,
PPAT yang berkaitan dengan pemberlakuan HT-eL tersebut adalah,
apakah HT-eL menjamin terlindunginya para pihak dari segala
kemungkinan yang tidak diharapkan, dimulai dengan Pembuatan akta di
hadapan PPAT, Pendaftaran HT-eL dan Eksekusi HT-eL?
• HT-eL yang merupakan perangkat aturan sebagai perwujudan dari
berlakunya suatu hukum, yang selalu bertujuan untuk kepastian hukum,
kemanfaatan hukum dan keadilan.
• Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap
tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.
• Kemanfaatan, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan
atau penegakan hukum; hukum adalah untuk manusia, maka
pelaksanaan atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau
kegunaan bagi masyarakat.
• Keadilan, dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.
• Dalam menegakkan hukum, harus ada kompromi antara ketiga unsur
tersebut.
• Pengaturan secara Elektronik dalam HT-el sebagai alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam Permen ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020 Tentang
Pelayanan HT Terintegrasi Secara Elektronik yang merujuk kepada UU ITE
merupakan sebuah terobosan yang sangat baik.
• Meskipun sebetulnya sudah ada beberapa tindakan yang mengarah pada
penggunaan dan pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah,
misalnya:
• 1. dikenal on-line trading dalam bursa efek.
• 2. pengaturan mikro film dan sarana elektronik sebagai media penyimpanan
dokumen perusahaan yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti otentik
dalam UU No. 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan
• 3. pengaturan tentang informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik
sebagai alat bukti yang sah sebagaimana terdapat dalam UU ITE.
• Dari sudut teoritis maka perlindungan hukum dapat diartikan sebagai
suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan
mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan melaksanakan apa yang
menjadi kewajibannya.
• Perlindungan Hukum sebagaimana tersebut sejalan dengan pendapat
Prof. Hadjon yang menyatakan bahwa sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila, maka sistem perlindungan hukum di Indonesia
harus memberikan Perlindungan Hukum kepada warga negaranya
berdasarkan Pancasila.
• Dalam kaitannya dengan HT-eL terdapat banyak pertanyaan yang
berkaitan dengan perlindungan hukum seperti apa baik bagi debitor
maupun kreditor, karena Sertipikat HT yang dihasilkan hanya
“SELEMBAR” kertas dengan barcode.
• Pasal 1 Permen ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020:
• -Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam satu hubungan utang-
piutang tertentu.
• -Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-
piutang tertentu.
• -Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT adalah
pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan
hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian
kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Oleh karena itu keterkaitan PPAT, Kreditor dan Debitor dalam
pelaksanaan HT-eL menjadi kunci penting terutama dalam hal konsep
perlindungan hukum preventif maupun refresif.
• Bahwa perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam konteks HT-eL adalah
terlindunginya kepentingan berbagai pihak, termasuk dan yang terpenting
berkaitan dengan eksekusi HT-eL, yang secara normatif sudah diamanahkan
dalam UUHT, yaitu:
• 1. berkaitan dengan proses pelaksanaan eksekusi HT yang mudah dan pasti
bahkan tanpa perlu campur tangan lembaga peradilan dengan cara:
• a. kreditor melakukan proses eksekusi HT atas kekuasaannya sendiri (parate
eksekusi) tanpa perlu minta persetujuan dari debitor atau minta penetapan
dari Pengadilan. Adanya kekuasaan atau kewenangan tersebut diberikan
berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT yang menyebutkan:
• “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut”.
• Pemberian kekuasan kreditor untuk menjual tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa kreditor untuk menjual tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa kreditor mempunyai hak utama/prioritas untuk
mendapatkan pelunasan dan didasarkan pada janji yang diberikan
debitor yang dapat dituangkan dalam APHT yang dibuat PPAT, sehingga
konsekwensi dari adanya hak prioritas dari janji tersebut, kreditor
dapat melaksanakan eksekusi tanpa perlu minta persetujuan lagi dari
debitor.
• b. Pasal 14 ayat (2) UUHT: Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”, sehingga
sertipikat HT (dalam hal ini HT-eL) juga berisi titel eksekutorial dan
mempunyai kedudukan yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
• Konsekwensinya, dengan menggunakan HT-eL tersebut kreditor dapat
melaksanakan eksekusi HT tanpa perlu meminta fiat eksekusi dari
pengadilan atau penetapan pengadilan, yang berarti bahwa jika terjadi
cidera janji maka tanah atau HMRS kepunyaan debitor siap harus di
eksekusi.
• Eksekusi dengan 2 pertimbangan tersebut diatas melalui pelelangan
umum. (lihat ketentuan Permenkeu 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang).
• 2. Ekeskusi HT didasarkan kesepakatan antara debitor dan kreditor tanpa
melalui lelang. Proses eksekusi HT yang demikian harus memenuhi 4
syarat, yaitu:
• a. harus diberitahukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti
kreditor kedua dst;
• b. diumumkan paling sedikit dalam 2 surat kabar lokal atau media masa
setempat;
• c. tidak ada yang mengajukan keberatan;
• d. eksekusi tanpa lelang tersebut dilaksanakan setelah lewat waktu 1
bulan sejak tanggal pengiriman pos tercatat atau tanggal penerimaan
oleh pihak-pihak jika diantar melalui kurir atau tanggal pengiriman
faxsimile atau tanggal terkirimnya email.
• Sebagaimana diketahui bahwa dalam diktum pertimbangan Permen
ATR/KBPN 5/2020 disebutkan bahwa untuk menerapkan pelayanan hak
tanggungan terintegrasi secara elektronik guna meningkatkan
pelayanan hak tanggungan yang memenuhi asas keterbukaan,
ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan untuk
pelayanan publik, serta untuk menyesuaikan perkembangan hukum,
teknologi dan kebutuhan masyarakat.
• Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan pemberlakuannya semata-
mata untuk lebih terciptanya pelayanan yang prima.
• Berkaitan dengan Pembuktian Elektronik dinyatakan dalam Pasal 5
dan Pasal 6 UU ITE (UU 11/2008):
• Pasal 5
• (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
• (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.
• (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah
apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
• (4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
• 1. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
• 2. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta.
• Pasal 6
• Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5
ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat
diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
• Dalam Pendaftaran tanah secara Normatif sebetulnya sudah dimulai
dengan penyebutan ”PERALATAN ELEKTORNIK DAN MIKROFILEM”,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat (5) PP 24/1997 tentang
Pendaftaran Tanah, disebutkan: secara bertahap data pendaftaran
Tanah disimpan dan disahkan dengan menggunakan peralatan
elektronik dan mikrofilem.
• Pasal 35 ayat (6) Rekaman dokumen yang dijadikan alat elektronik atau
mikrofilem sebagaimana dimaksud pada ayat (5) "mempunyai kekuatan
pembuktian" sesudah ditandatangani dan dibubuhi cap Dinas oleh
Kepala Kantor yang bersangkutan.
• Pasal tersebut sebetulnya bisa juga menjadi pintu masuk dalam konteks
diberlakukannya Peraturan Menteri ATR/KBPN No. 5 Tahun 2020
Tentang Pelayanan HT Terintegrasi Secara Elektronik.
• Hak Tanggungan telah diatur dalam UUHT Nomor 4 tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-benda lain yang berkaitan
dengan Tanah.
• Berdasarkan Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
dibebankan kepada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan
yang diatur dengan undang-undang.
• Berdasarkan amanat Pasal 51 UUPA inilah, maka diundangkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).
• Hak Tanggungan sendiri bersifat memaksa (dwingen recht) dimana HT
sebagai suatu lembaga jaminan kebendaan yang memiliki sifat khusus
diantaranya adalah bahwa HT besifat memaksa (dwingen recht).
Walaupun tidak secara eksplisit menyatakan dirinya sebagai suatu
ketentuan yang bersifat memaksa, namun dari beberapa ketentuan yang
diatur dalam berbagai pasal dalam UUHT dapat diketahui bahwa UUHT
bersifat memaksa.
• Pasal 6 UUHT menyatakan :
• Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
• Pasal 12 UUHT menyatakan :
• Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan
untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal
demi hukum.
• Pasal 13 UUHT menyatakan :
• (1). Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
• (2). Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan
Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor
Pertanahan.
• (3). Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak
Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang
menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada
sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
• (4). Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap
surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu
jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal
hari kerja berikutnya.
• (5). Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
• Pasal 14 UUHT menyatakan:
• (1). Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan
menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku.
• (2). Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA".
• (3). Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku
sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas
tanah.
• 4). Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah
dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan.
• (5). Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak
Tanggungan.
• Berdasarkan rumusan pasal-pasal sebagaimana tersebut diatas tidak
dimungkinkan dilakukan penyimpangan terhadap UUHT, sehingga dapat
disimpulkan bahwa HT bersifat memaksa (dwingen recht).
• UUHT juga menegaskan siapa PPAT dan bagaimana kedudukan PPAT
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 4, yaitu: "Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi wewenang
untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak
atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".
• Pemberian hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan
hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang berangkutan atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut (oleh karenanya dikatakan bahwa APHT
adalah perjanjian accesoir yang mengikuti perjanjian pokoknya yang
berupa perjanjian utang piutang).
• Setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan selesai, kemudian di daftarkan
pada Kantar pertanahan untuk memenuhi asas Publisitas.
• Asas-Asas Hukum Kebendaan dalam Hak Tanggungan
• 1. Hak Tanggungan Memberikan Kedudukan Hak Yang Diutamakan
• Asas Droit De Preference artinya bahwa jika debitor cidera janji, kreditor
pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum
tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada
kreditor-kreditor yang lain.
• Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi
preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku. Mengenai pengertian kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain, aplikasinya dapat
ditemukan dalam Pasal 20 Ayat (1) UUHT.
• Pasal 20 UUHT menjelaskan bahwa pada dasarnya Hak Tanggungan
diberikan sebagai jaminan pelunasan utang, yang bersifat
mengutamakan/mendahulukan kreditor pemegang Hak Tanggungan
untuk menjual tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan.
• Ini dapat pula diartikan bahwa kreditor berhak mengambil pelunasan
piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan.
Apabila hasil penjualan itu lebih besar dari pada piutang tersebut dan
uang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, maka sisanya menjadi
hak pemberi Hak Tanggungan.
• 2. Tidak dapat dibagi-bagi (Onsplitsbaarheid).
• Bermakna bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan
dan setiap bagian dari padanya. Meskipun sebagian utang yang dijaminkan telah
dilunasi, tidak berarti bahwa sebagian obyek Hak Tanggungan tersebut telah
dinyatakan lunas, karena Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak
Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
• Sebagai contoh yaitu hutang 100 juta dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah
Hak Milik seluas 1.000 M². Misalnya utang telah dibayar sebagian sebesar 20 juta.
Pelunasan utang 20 juta tersebut tidak berarti terbebasnya sebagian tanah (misalnya
200m²) dari beban Hak Tanggungan yang seluruhnya 1.000m².
• Meskipun Hak Tanggungan menganut asas tidak dapat dibagi-bagi, tetapi dalam
Pasal 2 Ayat (2) UUHT, terdapat suatu dispensasi atas pemberlakuan asas ini
tersebut diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang bersangkutan.
• Pengecualian dari asas tidak dapat dibagi-bagi ini, dimaksudkan sebagai
solusi untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan,
antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan
kompleks perumahan yang semula menggunakan kredit untuk
pembangunan seluruh kompleks kemudian akan dijual kepada pemakai
satu-persatu, sedangkan untuk pembayarannya pemakai akhir ini juga
menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.
• Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada
beberapa Hak Atas Tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang
masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan
dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat
disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang
bersangkutan.
• 3. Hak Tanggungan Hanya Dibebankan Pada Hak Atas Tanah Yang Telah Ada
• Pasal 8 Ayat (2) UUHT, menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap objek Hak Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan
pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
• Berhubungan dengan ketentuan itu, maka Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan
pada Hak Atas Tanah yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan.
• Oleh karena itu, Hak Atas Tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian
hari tidak dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang.
• Begitu pula tidak mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu Hak
Atas Tanah yang baru akan ada dikemudian hari.
• 4. Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Selain Atas Tanahnya Juga Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah Tersebut.
• Hak Tanggungan dapat dibebankan bukan saja pada Hak Atas Tanah yang menjadi obyek Hak
Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman, maupun hasil karya yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut.
• Dalam UUHT, hal-hal ikutan seperti yang disebutkan di atas disebut sebagai “benda-benda yang
berkaitan dengan tanah”. Hal ini telah diatur dalam Pasal 4 Ayat (4) UUHT yang menyatakan sebagai
berikut : “Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada Hak Atas Tanah berikut bangunan, tanaman
dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan kesatuan dengan tanah tersebut dan
merupakan milik pemegang Hak Atas Tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan.”
• Selanjutnya dalam Ayat (5) pada intinya dikatakan bahwa benda-benda yang berkaitan dengan tanah
yang dapat dibebani pula dengan Hak Tanggungan itu bukan saja terbatas pada benda-benda yang
merupakan milik pemegang Hak Atas Tanah yang bersangkutan, tetapi juga yang bukan dimiliki oleh
pemegang Hak Atas Tanah tersebut.
• 5. Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Juga Atas Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah Yang Baru Akan Ada Di Kemudian Hari.
• Selain dapat dibebankan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah
yang sudah ada, Pasal 4 ayat (4) UUHT juga memungkinkan Hak
Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan
dengan tanah tersebut sekalipun benda-benda tersebut belum ada,
tetapi baru akan ada dikemudian hari.
• Pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada saat Hak
Tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (Hak Atas
Tanah) yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-
benda tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru dibangun
(untuk bangunan dan hasil karya) kemudian setelah Hak Tanggungan itu
dibebankan atas tanah (Hak Atas Tanah) tersebut.
• 6. Perjanjian Hak Tanggungan Adalah Perjanjian Accesoir
• Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri
sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang
disebut Perjanjian Induk. Perjanjian Induk bagi perjanjian Hak
Tanggungan adalah perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang
yang dijamin itu. Dengan kata lain perjanjian Hak Tanggungan adalah
perjanjian Accesoir.
• Dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT disebutkan : “Oleh karena Hak
Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau Accesoir pada
suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang
piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya
ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.”
• Selain penegasan yang termuat dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT
di atas, secara tegas diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Pasal 18 Ayat
(1) UUHT.
• Dalam Pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pemberian Hak Tanggungan
didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang
tersebut,” sedangkan Pasal 18 Ayat (1) Huruf a menyatakan bahwa “Hak
Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan.”
• 7. Hak Tanggungan Dapat Dijadikan Jaminan Untuk Utang Yang Akan Ada
• Salah satu keistimewaan dari Hak Tanggungan adalah diperbolehkannya
menjaminkan utang yang akan ada. Hak Jaminan dapat dijadikan jaminan untuk:
• a. Utang yang telah ada, artinya besarnya utang yang telah ditentukan dalam
perjanjian kredit.
• b. Utang yang baru akan ada, tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah
tertentu. “Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa
utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau
jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat
ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang
menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan” (Pasal 3 Ayat (1) UUHT).
• Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal 3 Ayat (1) tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa utang yang dapat dijamin dengan Hak
Tanggungan dapat berupa utang yang sudah ada maupun yang belum
ada, termasuk yang baru akan ada dikemudian hari, tetapi harus
didahului dengan perjanjian sebelumnya.
• Pemberlakuan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUHT ini lebih
didasarkan pada kebutuhan akan fasilitas-fasilitas pembiayaan dalam
dunia perbankan berkenaan dengan timbulnya utang dari nasabah bank
sebagai akibat dilakukannya pencairan atas suatu garansi bank.
• Juga untuk menampung timbulnya utang sebagai akibat pembebanan
bunga atas pinjaman pokok dan pembebanan ongkos-ongkos lain yang
jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.
• 8. Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Utang
• Pasal 3 ayat (2) UUHT menentukan sebagai berikut : “Hak Tanggungan dapat
diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk
satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.”
• Pasal 3 ayat (2) UUHT, memungkinkan pemberian satu Hak Tanggungan untuk :
• 1. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan satu
perjanjian utang piutang. Sebagai contoh Bank A, Bank B dan Bank C secara
bersama-sama memberikan kredit kepada PT X yang dimuat dalam satu perjanjian
dengan jaminan Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut menjamin ketiga
kreditur dengan kedudukan dan hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari
hasil penjualan jaminan Hak Tanggungan jika debitur cidera janji.
• 2. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor
berdasarkan beberapa perjanjian utang piutang bilateral antara masing-
masing kreditor dengan debitor yang bersangkutan. Hal ini
menimbulkan Hak Tanggungan peringkat I untuk kreditur sebagai
penerima Hak Tanggungan yang pertama dan Hak Tanggungan peringkat
II untuk kreditur sebagai penerima Hak Tanggungan yang sesudahnya
dan seterusnya.
• Sebagai contoh Bank A memberi kredit kepada PT X dengan jaminan hak
atas tanah seluas 1.000 m² yang diikat Hak Tanggungan. Kemudian Bank
B juga memberikan kredit kepada PT X dengan jaminan yang sama. Hal
ini menimbulkan Hak Tanggungan peringkat I untuk Bank A dan Hak
Tanggungan peringkat II untuk Bank B.
• 3. Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang.
• Dengan demikian maka pemberian Hak Tanggungan dapat untuk
beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor
berdasarkan satu perjanjian utang piutang atau dapat juga untuk
beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor
berdasarkan beberapa perjanjian utang piutang bilateral antara mesing-
masing kreditor dengan debitor yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2)
UUHT).
• 9. Hak Tanggungan Mengikuti Obyeknya Dalam Tangan Siapapun Objek
Hak Tanggungan Itu Berada
• Dengan demikian maka Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun
objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apapun
juga (Droit De Suite, Pasal 7 UUHT).
• Asas ini memberikan kepastian kepada kreditor mengenai haknya untuk
memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah atau Hak Atas
Tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan itu bila debitor cidera janji,
sekalipun tanah atau Hak Atas Tanah yang menjadi objek Hak
Tanggungan itu dijual oleh pemiliknya kepada pihak ketiga.
• Asas ini seperti halnya dalam Hipotek, memberikan Hak Kebendaan
(Zakelijkrecht). Hak Kebendaan dibedakan dengan Hak Perorangan
(Persoonlijkrecht).
• Hak Kebendaan adalah Hak Mutlak, artinya hak ini dapat dipertahankan
terhadap siapapun, pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut
siapapun juga yang mengganggu haknya itu, dilihat secara pasif setiap
orang wajib menghormati hak itu. Sedangkan Hak Perorangan adalah
relatif, artinya hak ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitor
tertentu saja, hak tersebut hanya dapat dipertahankan terhadap debitor
itu saja, secara pasif dapat dikatakan bahwa seseorang tertentu wajib
melakukan prestasi terhadap pemilik dari hak itu.
• 10. Di Atas Hak Tanggungan Tidak Dapat Diletakkan Sita Oleh Peradilan
• Tidak dapat diletakkan sita atas Hak Tanggungan, baik sita jaminan maupun sita
eksekusi, meskipun dengan alasan untuk memenuhi kepentingan pihak ketiga,
karena tujuan dari hak jaminan pada umumnya dan pada khususnya Hak
Tanggungan itu sendiri.
• Tujuan dari Hak Tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi
kreditor yang menjadi pemegang Hak Tanggungan itu untuk didahulukan dari
kreditor-kreditor lain.
• Bila terhadap Hak Tanggungan dimungkinkan sita oleh pengadilan, maka berarti
pengadilan mengabaikan, bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari
kreditor pemegang Hak Tanggungan. Penegasan dalam UUHT bahwa Hak
Tanggungan tidak dapat diletakkan sita, dapat memberikan kepastian hukum bagi
semua pihak, apabila tidak ditegaskan maka akan timbul perbedaan menyangkut
penafsiran hukum.
• 11. Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan Atas Tanah Tertentu.
• Asas spesialitas ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT.
• Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah ditentukan secara
spesifik, artinya tanah yang akan dibebankan Hak Tanggungan telah ada dan telah
ditentukan pula tanah yang mana.
• Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa spesifikasi yang dimaksud disini adalah lebih
kepada hal-hal yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik dari obyek yang dijadikan
jaminan, misalnya Hak Atas Tanah berupa : Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak
Guna Usaha, Tanggal Penerbitannya, tentang Luasnya Letaknya, Batas-Batasnya dan
lain sebagainya.
• Jadi dalam Akta Hak Tanggungan harus diuraikan secara spesifik Hak Atas Tanah yang
dibebani Hak Tanggungan. Hal ini sangat penting karena uraian tentang data fisik
tersebut akan dimuat dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
• 12. Hak Tanggungan Wajib Didaftarkan.
• Terhadap Hak Tanggungan berlaku Asas Publisitas atau Asas
Keterbukaan.
• Menurut Pasal 13 UUHT, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan
pada Kantor Pertanahan, dimana merupakan syarat mutlak untuk
lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatkan Hak Tanggungan terhadap
pihak ketiga dan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) wajib
dicantumkan secara lengkap, baik mengenai subyek, obyek, termasuk
utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, serta kewajiban untuk
mendaftarkan pemberian Hak Tanggungan tersebut pada Kantor
Pertanahan setempat. Pendaftaran ini dimaksudkan sebagai suatu
pengumuman yang bersifat ke dalam yaitu menyangkut para pihak,
maupun terhadap masyarakat luas.
• Tidaklah adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu
Hak Tanggungan atas suatu objek Hak Tanggungan apabila pihak ketiga
tidak dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan Hak
Tanggungan.
• Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi
umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang
adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu Hak Atas Tanah.
• 14. Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan Untuk Dimiliki Sendiri
Oleh Pemisahan Hak Tanggungan Apabila Cedera Janji.
• Hak Tanggungan berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan
benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki
benda jaminan (Pasal 12 UUHT). Sifat ini sesuai tujuan Hak Tanggungan
yaitu untuk menjamin pelunasan utang jika debitur cidera janji dengan
mengambil hasil penjualan benda jaminan itu, bukan untuk dimiliki
kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan.
• Bila debitur setuju memberikan atau mencantumkan janji bahwa benda
jaminan akan menjadi milik kreditur jika debitur cidera janji, maka janji
ini oleh UU dinyatakan batal demi hukum. Larangan pencantuman janji
ini dimaksudkan untuk melindungi debitor, agar dalam kedudukannya
yang lemah dalam menghadapi kreditor karena dalam keadaan sangat
membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan
persyaratan yang berat dan merugikan bagi dirinya.
• 15. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah Dan Pasti.
• Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama berhak
untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan/pelelangan tersebut.
• Hal ini telah diatur dalam Pasal 6 UUHT. Selanjutnya dapat dikatakan
bahwa hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan yang diberikan kepada
pemegang Hak Tanggungan, merupakan perwujudan dari kedudukan
diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau
pemegang Hak Tanggungan pertama apabila pemegang Hak Tanggungan
lebih dari satu.
• Hak yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan/pemegang Hak
Tanggungan yang pertama dalam menjual obyek Hak Tanggungan,
mutlak didahului dengan janji-janji sebelumnya yang dicantumkan
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Penjualan yang
dilakukan oleh pemegang Hak Tanggungan maupun pemegang Hak
Tanggungan yang pertama, tidak perlu meminta persetujuan dari
pemegang Hak Tanggungan, termasuk penetapan dari pengadilan.
• Hal ini dimungkinkan karena Irah-Irah dengan kata-kata “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang terdapat
dalam Sertipikat Hak Tanggungan yang dikeluarkan oleh Kantor
Pertanahan, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
berlaku sebagai pengganti Grosse Acte Hypotheek sepanjang mengenai
Hak Atas Tanah.
• Dalam Pasal 6 Permen ATR/KBPN 5/2020 menyebutkan Jenis Layanan dan
Objek Hak Tanggungan disebutkan:
• 1. Jenis Pelayanan HT-el yang dapat diajukan melalui
• Sistem HT-el meliputi:
• a. pendaftaran Hak Tanggungan;
• b. peralihan Hak Tanggungan;
• c. perubahan nama Kreditor;
• d. penghapusan Hak Tanggungan; dan
• e. perbaikan data.
• 2. Objek Hak Tanggungan yang dapat diproses dengan Pelayanan HT-el
merupakan objek Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang- undangan.
• Pasal 15 Permen ATR/KBPN 5/2020 :
• (1) Hasil Pelayanan HT-el berupa Dokumen Elektronik yang diterbitkan
oleh Sistem HT-el, meliputi:
a. Sertipikat HT-el;
b. catatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun; dan
c. catatan Hak Tanggungan pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun.
• (2) Pencatatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan pada Buku Tanah Elektronik oleh Kepala Kantor
Pertanahan atau pejabat yang diberi kewenangan.
• (3) Pencatatan Hak Tanggungan pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau
Hak Milik Satuan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dilakukan oleh Kreditor pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak
Milik Satuan Rumah Susun yang dijaminkan.
• (4) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi satu kesatuan
dengan Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun.
• (5) Hasil Pelayanan HT-el disampaikan kepada Kreditor melalui Sistem
HT-el dan/atau melalui Domisili Elektronik.
• Pasal 13 UUHT
• (1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
• (2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penan-datanganan
Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan
yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor
Pertanahan.
• (3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak
Tanggungan dan menca-tatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang
menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada
sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
• (4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap
surat-surat yang di-perlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh
itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi
bertanggal hari kerja berikutnya.
• (5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
• Pasal 14 UUHT
• (1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan
menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• (2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”.
• (3) Sertipikat Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekeuatan hukum tetap dan berlaku
sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas
tanah.
• (4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang
telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak
atas tanah yang bersangkutan.
• (5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak
Tanggungan.
• Dapat dilihat bahwa ketentuan pasal 15 Permen ATR/KBPN 5/2020 tidak
bertentangan dan malahan sejalan dengan ketentuan pasal 14 UUHT,
dimana penerbitan SERTIPIKAT HT-el adalah bukti perlindungan hukum baik
kepada Debitor dan Kreditor.
• Demikian Juga dapat disimpulkan bahwa SERTIPIKAT HT-eL yang di terbitkan
oleh Kantor Pertanahan sesuai dengan UU ITE Pasal Pasal 5 UUITE:
• (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
• (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
• (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
• Bahwa Sertipikat Hak Tanggungan baik dalam UUHT maupun dalam
Permen ATR/KBPN 5/2020 tidak merupakan ketentuan yang
bertentangan, karena bentuk Sertipikat Hak Tanggungan tidak harus
sesuai berdasarkan ketentuan sebelumnya yaitu SERTIPIKAT HT secara
Manual, karena yang terpenting adalah esensi Sertipikat HT tersebut
yaitu memiliki kekuatan eksekutorial sebagai layaknya sebuah putusan
pengadilan sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana eksekusi
dengan cara menggunakan lembaga parate eksekusi yang telah
ditentukan oleh UU atau melalui pelelangan umum untuk pelunasan
piutang pemegang HT dengan hak pemegang HT pertama mendahulu
dari kreditor-kreditor lainnya.
• Bahwa sifat Sertipikat HT yang memiliki kedudukan sejajar dengan
Putusan Pengadilan karen irah-irah ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga sertipikat tersebut tinggal di
eksekusi saja tanpa menunggu putusan pengadilan.
• Artinya bahwa KEDUDUKAN sertipikat HT, bukan diukur dari sekedar
bentuk saja, AKAN TETAPI DARI ESENSI kedudukan SERTIPIKAT HT
tersebut.
• Oleh karenanya Sertipikat HT-eL memenuhi kualifikasi untuk
perlindungan hukum bagi Kreditor dan Debitor dalam pembuktian
perdata maupun sarana Eksekusi apabila Debitor cedera janji.
• Terimakasih…
• Hatur Nuhun….

Anda mungkin juga menyukai