Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK LEGAL AUDIT KELAS B

I. DUDUK PERKARA
Bahwa klien kami Perseroan Terbatas PT. Pertamina Dana Ventura (PT. PDV),
berkedudukan di Jakarta, yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 12
tanggal 18 Juni 2002, dihadapan Notaris Sulami Mustafa, SH, dimana Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga telah mendapat pengesahan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan SK Nomor C-13857 HTO1.01
TH. 2002 tanggal 25 Juli 2002 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara RI
Nomor 70, Tambahan Nomor 7847 tanggal 02 september 2003 dengan perubahan
antara lain :
1. Pernyataan Keputusan Rapat nomor 4 tanggal 17 September 2004 dan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) Nomor 9 tanggal 30 Desember 2004, Notaris
Sulami Mustofa, SH;
2. Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 15 tanggal 29 Januari 2007, Notaris Sulami
Mustofa, SH dan telah mendapatkan persetujuan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : W7.HT.01.10.9207, tanggal 25 Juni
2007;
3. Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 06 tanggal 2008, Notaris Sulami Mustofa,
SH dan telah mendapatkan persetujuan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-81109.AH.01.02 Tahun 2008, tanggal
03 Nopember 2008;
4. Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 9 tanggal 10 Maret 2009, Notaris Sulami
Mustofa, SH dan telah mendapatkan persetujuan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10.-10948 tanggal 22 Juli
2009;
PT. Pertamina Dana Ventura (PT. PDV) telah mengadakan perjanian pernyertaan
modal dengan PT. Tata Wirautama (TWU). Pernyertaan modal ini disetujui sebesar
Rp. 7.200.000.000,- (tujuh miliar dua ratus juta rupiah) jangka waktu mulai 6 Mei
2011 sampai 31 februari 2012 atau 9 bulan, untuk pelaksanaan pekerjaan yang
didapatkan TWU berupa kontrak-kontrak pekerjaan yaitu:
1. Kontrak Nomor :0224/PGE000/2011-SO tanggal 31 Maret 2011 dengan PT.
Pertamina Geothernal Energy untuk pekerjaan Penanggulangan Longsor,
Jembatan dan Day Works Jalan Bangko-Sungai Penuh Proyek Geothernal Sungai
Penuh-Jambi dengan nilai kontrak Rp. 9.750.367.000,- (Sembilan miliar tujuh
ratus lima puluh juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu rupiah);
2. Kontrak Nomor : 0058203.PK/LG.01/SBUI/2011 tanggal 28 Februari 2011
dengan PT. Perisahaan Gas Negara (Persero), Tbk untuk pekerjaan
Pengembangan Gedung Kantor Area Jakarta dengan nilai kontrak Rp.
6.788.550.000,- (Enam miliar tujuh ratus delapan puluh delapan juta lima ratus
lima puluh lima ribu rupiah);
Jaminan pengembalian Modal Kerja, Kompensasi sesuai Perjanjian adalah sebagai
berikut :
- Personal Guarante dari Ir. Achmad Nur Azis dan Dodik Priyambada berupa akta
yang dibuat dihadapan notaris (Akta Notaril)
Berdasarkan dokumen yang kami analisa tidak ditemukan realisasi progress,
pembayaran-pembayaran dari TWU kepada PDV, oleh karena itu kemungkinan yang
terjadi timbul pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah TWU telah menyelesaikan seluruh kewajiban-kewajiban pembayaran
kepada PDV baik itu Modal Kerja, Kompensasi dan denda bila ada?
2. Apakah TWU telah menyelesaikan sebagian kewajiban-kewajiban pembayaran
kepada PDV baik itu Modal Kerja, Kompensasi dan denda bila ada?
3. Apakah TWU sama sekali tidak menyelesaikan kewajiban-kewajiban pembayaran
kepada PDV baik itu Modal Kerja, Kompensasi dan denda bila ada?

II. DASAR HUKUM


1. Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
a. Pasal 1313 KUHPerdata: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
b. Pasal 1238 KUHPerdata : “Kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan
surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari
perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
3. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
a. Pasal 1 ayat (1) UU Perseroan Terbatas, “Perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.”
4. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah serta
Benda-Benda yang ada di atasnya;
a. Pasal 1 ayat (1) “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain;
6. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fiducia;
a. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
b. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan;
a. Pasal 1 ayat (1) Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
b. Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha
yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu
Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk
jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui
pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian
atas hasil usaha.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 / PMK.010/2012 tentang Perusahaan
Modal Ventura;
a. Pasal 1 ayat (2) “Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) yang
selanjutnya disingkat PMV adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam
bentuk penyertaan sa:ham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi,
clan/ atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.”
b. Pasal 11 ayat (1) “PMV didirikan dalam bentuk badan hukum: perseroan
terbatas; atau koperasi.”
c. Pasal 37 ayat (1) “Dalam menjalankan usahanya, PMV dapat melakukan
pembiayaan dalam bentuk: pembiayaan penerusan (channeling); atau
pembiayaan bersama (Koint financing).”
d. Pasal 37 ayat (3) “Dalam pembiayaan bersama (Joint Financing) sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf B, risiko yang timbul dari pembiayaan bersama
menjadi beban masing-masing pihak secara proporsional.”
9. Kepmenkeu Nomor 227/KMK.01/1994 tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan
Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura dan Perlakuan Perpajakan atas
Penyertaan Modal dan/atau Pengalihan Penyertaan Modal Ventura dan Perlakuan
Perpajakan atas Penyertaan Modal dan/atau Pengalihan Penyertaan Modal
Perusahaan Modal Ventura;
a. Pasal 1 Sektor-sektor usaha perusahaan pasangan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1992 adalah
sebagai berikut :
1) Industri yang menghasilkan barang-barang untuk tujuan ekspor, adalah
industri yang sejak memperoleh penyertaan modal dari perusahaan modal
ventura jumlah ekspor setiap tahun sekurang-kurangnya 50% (lima puluh
persen) dari peredaran bruto usaha pokoknya.
2) Industri yang menghasilkan komponen elektronika, adalah industri yang
menghasilkan komponen elektronika untuk dipergunakan dalam industri
yang menggunakan teknologi elektronika sebagai teknologi dasarnya,
seperti komponen elektronika yang digunakan dalam industri yang
menghasilkan komputer, alat transmisi untuk komunikasi
radio/televisi/telepon, pesawat penerima radio, televisi, dan peralatan
kesehatan serta perlengkapan rumah tangga dan hiburan yang
menggunakan teknologi elektronika sebagai teknologi dasarnya.
3) Industri pengolahan hasil pertanian, peternakan dan perikanan, adalah
industri yang mengolah hasil-hasil pertanian, peternakan dan perikanan
dalam bentuk memproses lebih lanjut, mengawetkan atau mengemas.
4) Usaha berskala kecil dan menengah pada semua sektor usaha, yang
ukurannya berdasarkan ketentuan Departemen Perindustrian.
5) Usaha pembangunan rumah susun di daerah perkotaan yang merupakan
rumah susun sederhana, adalah pembangunan rumah susun sederhana yang
batasannya sesuai dengan ketentuan Menteri Negara Perumahan Rakyat.
6) Usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan adalah seluruh usaha di bidang-bidang pertanian, perkebunan,
perhutanan, peternakan dan perikanan sebagai usaha pokoknya.
7) Usaha jasa angkutan darat antar kota, angkutan laut dan angkutan udara,
baik untuk angkutan penumpang dan/atau angkutan barang.
8) Usaha jasa perdagangan penunjang ekspor adalah jasa perdagangan ekspor
dan jasa penunjang ekspor termasuk jasa makelar, jasa komisioner dan jasa
keagenan.
b. Pasal 2 ayat (1) “Penyertaan modal dari perusahaan modal ventura pada setiap
perusahaan pasangan usaha dilakukan untuk jangka waktu tidak lebih dari 10
(sepuluh) tahun.”
c. Pasal 2 ayat (2) Penghasilan berupa bagian keuntungan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura dari penyertaan modal pada perusahaan
pasangan usaha yang bergerak di sektor-sektor usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
bukan merupakan obyek Pajak Penghasilan.
d. Pasal 2 ayat (3) Keuntungan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura dari pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha
yang bergerak di sektor-sektor usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bukan merupakan
obyek Pajak Penghasilan.
10. Kepmenkeu Nomor 250/KMK.04/1995 tentang Perusahaan Kecil dan Menengah
Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura dan Perlakuan Perpajakan atas
Pernyataan Modal Perusahaan Ventura;
Pasal 1 “Perusahaan kecil dan menengah pasangan usaha perusahaan modal
ventura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j angka (1) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1994 adalah perusahaan yang penjualan bersihnya
setahun tidak melebihi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).”;
11. Kemenkeu Nomor 58/KMK.017/1999 tentang Pengawasan Kegiataan Perusahaan
Modal Ventura Daerah;
a. Pasal 1 ayat (1) “Pembinaan dan pengawasan kegiatan perusahaan modal
ventura daerah dilakukan oleh Menteri Keuangan.”
b. Pasal 1 ayat (2) “Pelaksanaan pengawasan kegiatan modal ventura daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Lebaga Keuangan dengan dibantu oleh PT Bahana Artha Ventura.”
12. Perjanian Penyertaan Modal antara PT. Pertamina Dana Ventura dengan PT. Tata
Wirautama Nomor : SP-021/PDV-TWU/V/2011, beserta Lampiran Schedul
Pembayaran Modal Investasi dan Kompensasi Modal Investasi, Akta No. 14
Tanggal 06 Mei 2011, dibuat dihadapan Notaris YULKHAIZAR PANUH, SH;
13. Pernyataan Jaminan Pribadi (Personal Guarantee) dari Ir. Achmad Nur Azis
dengan persetujuan istrinya bersama Dokter SHINTA SAFIRA, Akta nomor 15
tanggal 6 Mei 2011 dibuat dihadapan Notaris YULKHAIZAR PANUH, SH;
14. Pernyataan Jaminan Pribadi (Personal Guarantee) dari DODIK PRIYAMBADA
dengan persetujuan istrinya bernama EMY NURHAYATI, Akta nomor 16 tanggal
6 Mei 2011 dibuat dihadapan Notaris YULKHAIZAR PANUH, SH.

III. PENDAPAT HUKUM


Perbuatan PT GHI yang melancarkan strategi marketing tersebut dianggap
telah memenuhi unsur-unsur Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yaitu “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.” Hal ini berkaitan dengan strategi GHI yang mengajak kerjasama
toko-toko retail di JABODETABEK untuk menaruh produk-produknya di rak bagian
depan toko yang langsung menarik perhatian pengunjung, sedangkan produk-produk
lain selain produk PT GHI disisihkan di rak yang lebih tersembunyi di pojok toko.
Selain itu, tindakan GHI ini dianggap telah memenuhi unsur-unsur Pasal 4
ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dimana GHI telah membuat
kesepakatan dengan toko-toko retail di JABODETABEK untuk menyisihkan produk-
produk sirup merek lain ditempat yang lebih tersembunyi agar sulit dijangkau oleh
para konsumen. GHI juga menjanjikan kepada toko-toko retail tersebut sebuah
imbalan yang apabila total penjualan sirup GHI diatas 100 botol dalam satu bulan,
maka toko-toko retail tersebut akan mendapatkan bagian keuntungan sebesar 20%.
Keadaan inilah yang kemudian dinilai jelas bahwa GHI dan toko-toko retail telah
bekerja sama untuk melakukan penguasaan produksi yang nantinya akan berpotensi
terjadinya praktek monopoli dan praktek usaha tidak sehat.
Sedangkan, unsur Pasal 24 Undang-undang nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidaklah terpenuhi
secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Pemenggalan unsur Pasal 24 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Pelaku usaha, dalam hal ini adalah Perusahaan GHI.
2. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain, dalam hal ini membuat perjanjian
dengan perusahaan retail yang dilakukan Perusahaan GHI.
3. Untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku
usaha pesaingnya, dalam hal ini yang dimaksud menghambat pemasaran
barang pelaku usaha pesaingnya adalah dengan menaruh barang Perusahaan
DEF dibagian belakang yang dilakukan oleh Perusahaan GHI dengan
Perusahaan Retail.
4. Dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di
pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun
ketepatan waktu yang dipersyaratkan, dalam hal ini unsur ini tidak terpenuhi
secara hukum.
Tindakan GHI tidaklah memenuhi salah satu unsur Pasal 24 UU 5/1999 yaitu
“Dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar
bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu
yang dipersyaratkan.” Perjanjian yang disepakati oleh GHI dan retail tidaklah
mengandung perjanjian yang dapat mengurangi baik dari jumlah, kualitas, maupun
ketepatan waktu yang dipersyaratkan. kesepakatan GHI dan retail hanyalah sebatas
menghambat pemasaran perusahaan DEF
Berdasarkan kedua pasal tersebut di atas yang merupakan bentuk daripada
norma hukum primer, maka akan dikenakan pula pasal yang mengatur mengenai
sanksi. Masing-masing dua pasal tersebut memiliki norma sekunder yang terdapat di
dua ketentuan pasal juga yang terdapat di peraturan perundang-undangan yang sama,
yakni pada Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Maka
dikarenakan GHI yang telah memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (1), maka berlaku pula
baginya Pasal 48 ayat (1) yang menyatakan mengenai pelanggaran atas Pasal 4 akan
dikenakan ancaman pidana denda serendah-rendahnya 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
kesepakatan antara PT GHI dengan toko-toko retail dalam penguasaan produksi maka
hal tersebut telah melanggar ketentuan yang berlaku berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Adapun sanksi yang didapat dari pelanggaran hal tersebut dapat berupa
ancaman pidana serta denda yang harus dibayarkan sesuai dengan pasal yang berlaku.

B. Saran
Adapun saran-saran yang diajukan yaitu:
1. PT. DEF seharusnya tidak bersekongkol atau melakukan kerjasama dengan
pelaku usaha lain seperti JKL, MNO, PQR, STU dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol;
2. Sebaiknya PT. DEF tidak menyalahgunakan posisi dominan dalam pasar
bersangkutan dengan mengajak JKL, MNO, PQR, STU bersekongkol tanpa
mengajak PT GHI;
3. Sebaiknya PT GHI mencari cara lain agar dapat menjual produknya, tetapi
tidak dengan bekerja sama dengan retail toko untuk menyembunyikan produk
PT lainnya yang dapat menyebabkan dapat dipidananya PT GHI karena
berbuat curang yang merugikan PT lainnya;

Anda mungkin juga menyukai