Anda di halaman 1dari 15

1

PRAKTEK PEMBUATAN AKTA PPAT


DAN PERMASALAHANNYA

oleh : ALWESIUS, SH, MKn


Notaris – PPAT

Dosen Prodi MKn UI

Dosen Prodi MKn UNS Solo

PAKANBARU, 6 AGUSTUS 2016


2

A. AKTA PPAT HARUS DIBUAT SESUAI BENTUK YANG DITETAPKAN MENTERI

PPAT adalah merupakan akta otentik sebagaimana dimaksud di dalam pasal 1868 KUHPerdata.
Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan::

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-
undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu
dibuat.”

Salah satu syarat yang terkandung di dalam pasal 1868 KUHPerdata tersebut agar suatu akta memnuhi
syarat sebagai akta otentik adalah akta tersebut harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-
undang.
Guna memenuhi syarat tersebut maka Pasal 38 PP No. 24 tahun 1997 dan Pasal 21 PP No. 37 Tahun
1998 menentukan bahwa akta PPAT harus dibuat dalam bentuk yang ditetapkan Menteri (Menteri
ATR/Ka.BPN)
Mengenai bentuk akta saat ini kita mengikuti ketentuan yang diatur di dalam Perkaban No. 8
tahun 2012. Dengan keluarnya Perkaban No.8 tahun 2012 tersebut maka semua akta PPAT dibuat
dalam bentuk dan tatacara pembautan akta yang dimuat di dalam lampiran Perkaban No. 8 tahun 2012
tersebut. Dengan adanya Perkaban No. 8 tahun 2012, pembuatan akta PPAT yang semula dibuat
dengan menggunakan blanko akta yang ditetapkan oleh menteri menjadi dibuat sendiri olegh PPAT
sperti pembuatan akta notaris.

B. RUANG LINGKUP KEWENANGAN PPAT

Wewenang seorang Pejabat Umum/PPAT meliputi :

1) Wewenang berkaitan dengan “TEMPAT”

Ini berarti bahwa PPAT harus mempunyai kewenangan di tempat dimana akta itu dibuat.

Pasal 12 PP No. 37 tahun 1998 menentukan bahwa daerah kerja PPAT adalah satu wilayah
kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya. Selanjutnya Pasal 4 ayat 1 PP no. 37
tahun 1998 menentukan bahwa PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
Terhadap ketentuan yang diatur di dalam pasal 4 ayat 2 PP No. 37 tahun 1998 tersebut
terdapat pengecualiannnya yang diatur didalam pasal 4 ayat 2, yang menentukan:

“Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak
bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh
PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun
3

yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.”

Berdasarkan ketentuan pasal 12 jo pasal 4 PP No. 37 tahun 1998 tersebut jelaslah bahwa
PPAT berwenang untuk membuat akta berkaitan dengan tanah-tanah yang terletak di
dalam daerah kerja PPAT yang bersangkutan yaitu tanah-tanah yang terletak di daerah
Kabupaten atau Kota yang meliputi daerah kerja PPAT, kecuali untuk akta-akta tertentu
sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 4 ayat 2 PP No. 37 tahun 1998.

Dengan terbitnya PP No. 24 tahun 2016 tentang perubahan atas PP No.37 tahun 1998,
yang mengubah ketentuan Pasal 12 ayat 1 PP No. 37 tahun 1998 maka terdapat perubahan
wilayah kerja PPAT dari satu kabupaten/kota menjadi satu provinsi.

Dengan perubahan daerah kerja dari satu kabupaten/kota menjadi provinsi hal yang harus
kita perhatikan adalah adanya larangan untuk membuat akta yang semua tanahnya tidak
berada dalam satu provinsi (satu daerah kerja. Hal ini merupakan pelanggaran berat yang
dapat mengakibatkan PPAT dibenhentikan dengan tidak hormat. (Pasal 10 dan jo
penjelasannya)

Berkaitan dengan “tempat” ini bahkan kita sebagai PPAT diharuskan untuk membuat akta
di Kantor.PPAT boleh membuat akta di kantor apabila salah satu pihak tidak dapat hadir
dengan alasan yang sah dan pembutan akta tersebut dihadiri oleh para pihak dan saksi-
saksi.(Pasal 52 Perkaban nomor 1 tahun 2006)

2) Wewenang berkaitan dengan “WAKTU”

Ini berarti bahwa pada saat akta tersebut dibuat PPAT mempunyai kewenangan untuk
membuat akta tersebut. Misalnya tidak sedang menjalankan cuti atau tidak sedang
diberhentikan dengan hormat.

Kita ketahui, berbeda dengan Notaris yang tidak mempunyai jam kerja,PPAT mempunyai
jam kerja.

Berkaitan dengan “waktu” pembuatan akta, pasal 47 Perkaban No. 1 tahun 2006
menentukan:

“(1) Kantor PPAT wajib dibuka setiap hari kerja kecuali pada hari libur resmi dengan
jam kerja paling kurang sama dengan jam kerja Kantor Pertanahan setempat.

(2) Apabila dianggap perlu PPAT dapat membuka kantornya di luar jam kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka
memberikan pelayanan pembuatan akta pada masyarakat.

3) Dalam hal PPAT sedang melaksanakan cuti dan tidak menunjuk PPAT
4

Pengganti, kantor PPAT yang bersangkutan wajib dibuka setiap hari kerja
untuk melayani masyarakat dalam pemberian keterangan, salinan akta yang
tersimpan sebagai protokol PPAT.”

Pasal 47 ayat 1 Perkaban No. 1 tahun 2006 secara jelas mementukan bahwa PPAT wajib
membuka kantornya pada setiap hari kerja, sedangkan pada hari libur resmi PPAT tidak
diwajibkan untuk membuka kantornya.

3) Wewenang berkaitan dengan “ORANG”

Wewenang berkaitan dengan “orang” berarti bahwa PPAT mempunyai kewenangan untuk
membuat akta berkaitan dengan orang yang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.

Pada prinsipnya PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta untuk kepentingan
setiap atau semua orang. Namun demikian terdapat orang-orang tertentu yang
dikecualikan yaitu mereka dilarang untuk menjadi pihak di dalam akta yang dibuat oleh
PPAT.

Orang-orang yang dilarang untuk menjadi pihak dalam akta yang dibuat oleh PPAT adalah
PPAT sendiri, suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus
tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak
dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun
melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain sebagaimana ditentukan di dalam Pasal
23 PP No. 37 tahun 1998..

4) Wewenang berkaitan dengan “AKTA”

Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan akta yang dibuat oleh PPAT

Berdasarkan ketentuan Pasal 1, pasal 2, pasal 3 dan pasal 4 PP No. 37 tahun 1998, PPAT
mempunyai kewenangan untuk membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang
akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan hukum itu. Adapun perbuatan hukum yang dimakud meliputi jual beli,
tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),pembagian hak bersama,
pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, pemberian Hak
Tanggungan dan pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Jadi kewenangan PPAT hanya terbatas untuk membuat akta jual beli, akta tukar
menukar, akta hibah, akta pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), akta pembagian hak
bersama, akta pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, akta
pemberian Hak Tanggungan dan Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungang
5

berkaitan dengan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di
dalam daerah kerja PPAT yang bersangkutan.

C. AKTA OTENTIK /AKTA PPAT HARUS MEMUAT KETERANGAN SESUAI FAKTA


SEBENARNYA

Akta otentik yang dibuat oleh PPAT harus menguraikan fakta yang sebenarnya terjadi.

Memasukan suatu keterangan yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya dalam suatu akta
otentik diancam dengan pidana yang iatur di dalam pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP.

Akta PPAT membuktikan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Perbuatan hukum
apa yang dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT tentunya sesuai dengan niat atau kehendak
para pihak.

NIAT/KEHENDAK PARA PIHAK ------ DIWUJUDKAN DALAM PERBUATAN HUKUM


YANG DILAKUKAN PARA PIHAK -------- PPAT MEMBUAT AKTA SEBAGAI BUKTI
PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PARA PIHAK TERSEBUT

Jadi jika Para Pihak berniat untuk melakukan JUAL BELI maka perbuatan hukum yang
dilakukan adalah Jual Beli (buka Hibah) dan akta PPAT yang dibuat adalah AKTA JUAL BELI
(bukan AKTA HIBAH)

D. PEMBUATAN AKTA JUAL BELI BERDASARKAN KUASA UNTUK MENJUAL

Pada prinsipnya tidak ada masalah dengan pembuatan AJB berdasarkan Kuasa untuk menjual.
Akan tetapi Kuasa untuk menjual tersebut tidak boleh merupakan kuasa mutlak.

Dalam hal ini yang harus diperhatikan jika kita membuat AJB berdasarlan kuasa untuk menjual
maka kita harus memperhatikan apakah kuasa tersebut masih berlaku atau tidak.

Sebagaimana kita ketahui kuas untuk menjial berakhir karena sebab-sebab berakhirnya
pemberian kuasa yang diatur di dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata.

E. PEMBUATAN AJB BERDASARKAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG


MERUPAKAN IKUTAN DARI AKTA PPJB LUNAS

Di dalam praktek masih kita temukan adanya permintaan untuk membuat AJB berdasarkan
KUM dimana tanah yang menjadi obyek PPJB tersebut dijual kepada pihak lain/pihak ketiga.
6

Dilihat dari segi hukum perjanjian sebenarnya hal tersebut tidak menjadi masalah, perbuatan
yang dilakukan tetap sah dan mengikat oleh karena tidak terdapat ketentuan peraturan
perundang-undangan yang melarang hal tersebut.

Yang harus kita perhatikan berkaitan dengan hal tersebut adalah ketentuan yang berkaitan
dengan masalah perpajakan.

Apakah dengan perbuatan tersebut telah terjadi pelanggaran dibidang perpajakan atau tidak.
Kenapa hal tersebut harus kita perhatikan? Karena kita PPAT/Notaris dilarang untuk membuat
akta pemindahan hak sebelum pajak-pajak yang ada berkaitan dengan peralihan hak tersebut
dibayar lunas.

F. PERKAWINAN YANG TIDAK DICATAT

Jika perkawinan dilangsungkan menurut hukum agamanya masing-masing maka perkawinan


tersebut sah (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan).

Untuk melakukan perbuatan hukum atas harta yang diperoleh sepanjang perkawinan yang
masuk dalam harta bersama atau menandatangani perjanjian kredit dan pemberian jaminan atas
harta bersama suami/isteri harus memperoleh persetujuan dari isteri/suami, dengan menjelaskan
bahwa perkawinan mereka tidak dicatat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

G. PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT DIBAWAH


TANGAN DAN DIKUATKAN OLEH LURAH DAN CAMAT

SKW yang dibuat sendiri dan kemudian dikuatkan oleh Lurah dan Camat sangat berisiko karena
pembuatannya dilakukan tanpa adanya pengecekan wasiat dan ahli waris yang tercantum di
dalamnya sering tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Misalnya:

A meninggal dunia meninggalkan isteri ny. B dan 2 (dua) orang anak perempuan C dan D serta
ibu Ny.E. Disamping itu A masih mempunyai 2 (dua) orang saudara kandung F (laki-laki) dan G
(wanita).Mereka tunduk pada hukum islam.

Di dalam pembuatan SKW seringkali kita ketemukan bahwa yang dicantumkan sebagai ahli
waris hanya isteri dan anak-anak Pewaris. Jadi dalam kasus tersebut biasanya yang dimasukan
dalam SKW hanya ny. B dan anak-anaknya C dan D.apakah hal ini sudah benar.

Tentunya jika kita merujuk pada hukum pewarisan Islam yang berhak mewaris dalam kasus
tersebut adalah isteri ny.B (1/8), anak-anak F dan G (2/3), Ibu ny.E (1/6) sebagai ahli waris
7

dzawil furudh dan saudara-saudara dari A yaitu F dan G sebagai ahli waris asabah yang
memproleh bagian sisa (1/24).

Keadaan ini sangat mungkin akan menimbulkan permasalahan yang akan timbuk sewaktu-
waktu.

H. WNI YANG MELANGSUNGKAN PERKAWINAN DENGAN WNA

Jika seorang WNI melangsungkan perkawinan dengan WNA tanpa perjanjian perkawinan maka
ia tidak boleh membeli tanah Hak milik karena dengan pembelian tersebut tanah hak milik
tersebut juga sekaligus akan menjadi milik WNA ybs. (pasal 26 ayat 2 UUPA). Jika ini
dilakukan maka jual belinya batal demi hukum dan tanahnya menjadi tanah negara, sedangkan
hak-hak yang memebaninya tetap berlangsung.

Hak-hak yang tetap berlangusung tersebut tentunya bukan Hak tanggungan karena berdasarkan
ketnatuan pasal 18 UUHT, HT hapus jika hak atas tanah yang dibebaninya hapus.

I. PENGGUNAAN DOKUMEN YANG BERASAL DARI LUAR NEGERI

Dokumen atau kuasa yang dibuat di luar negeri jika hendak digunakan di Indonesia harus
dilegalisasi oleh perwakilan Indonesia di Negara dimana dokumen itu dibuat. (Lampiran
Peraturan Menlu RI No. 09/A/KP/XII/2006/01, tanggal 28 Desember 2006.

Putusan MA RI tanggal 18 September 1986 Nomor: 3038 K/Pdt/1981, menyatakan antara lain
bahwa:

“…keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil,
juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.”

J. PEMBUATAN AJB YANG DILATAR BELAKANGI OLEH PERJANJIAN UTANG


PIUTANG

Notaris/PPAT dilarang untuk melayani pembuatan akta jual beli atau perjanjian pengikatan jual
beli atau kuasa untuk menjual yang berkaitan untuk mengamankan pelaksanaan utang piutang.

K. PEMBUATAN SKMHT BERDASARKAN PPJB LUNAS

Kita masih menemukan adanya pembuatan SKMHT yang didasarkan pada PPJB. Hal ini terjadi
karena untuk melakukan AJB masih diketemukan kendala karena masih adanya syarat yang
belum dipenuhi untuk penandatanganan AJB tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka
8

dibuatlah PPJB dan selanjutnya tanah yang bersangkutan dijadikan jaminan utang dengan
penandatanganan SKMHT.

Jika kita perhatikan memang seolah-olah tidak terdapat permasalahan di dalam pembuatan
SKMHT tersebut karena dengan menggunakan SKMHT tersebut maka nantinya apabila AJB
ybs telah ditandatangani selanjutnya dapat dibuat APHT.

Namun apakah hal tersebut dapat dibenarkan?

L. PEBEBANAN HGB DI ATAS HAK PENGELOLAAN SEBAGAI JAMINAN UTANG

Pasal 34 PP 40/1996 menetapkan bahwa pengalihan HGB dan Hak Pakai diatas tanah HPL
memerlukan persetujuan tertulis dari pemegang HPL.

Apakah untuk pembebanan Hak Tanggungan atas tanh HGB di atas tanah Hak Pengelolaan juga
harus memperoleh persetujuan pemegang HPL?

Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No.
630.1-3430 tanggal 17 September 1998 yang menyatakan bahwa : “karena eksekusi Hak
Tanggungan mengakibatkan HGB beralih kepada pihak lain maka pembebanan Hak
Tanggungan diperlukan persetujuan tertulis dari pemegang HPL yang akan berlaku sebagai
persetujuan untuk pengalihan hak tersebut dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan

M. BERALIHNYA KEPEMILKAN OBEYK YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN

Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.
(Pasal 7 UUHT)

Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan.
Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindahtangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor
masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.
(Penjelasan Pasal 7 UUHT)

N. CROSS DEFAULT DAN CROSS COLLETERAL

CROSS DEFAULT : Kelalaian terhadap perjanjian kredit yang satu, juga merupakan kelalian
terhadap perjanjian kredit yang lainnya=== LALAI TERHADAP PK 1 JUGA BERARTI
LALAI TERHADAP PK 2, DEMIKIAN SEBALIKNYA === DI DALAM MASING2 PK
AKAN TERDAPAT KLAUSUL CROSS DEFAULT

CROSS COLLATERAL : Jaminan/Agunan yang dipakai untuk menjamin pelunasan kredit yang
timbul berdasarkan perjanjian kredit yang satu juga dipakai untuk menjamin pelunasana kredit
yang timbul berdasarkan perjanjian kredit yang lain. === JAMINAN/AGUNAN PK 1 JUGA
DIPAKAI UNTUK MENJAMIN PELUNASAN UTANG YANG TIMBUK BERDASARKAN
9

PK 2 === DI DALAM MASING-MASING PK AKAN MENYEBUTKAN JAMINAN YANG


SAMA DAN DI DALAM AKTA JAMINAN AKAN DISEBUTKAN BAHWA JAMINAN
DIBERIKAN UNTUK MENJAMIN UTANG DEBITOR PERTAMA BERDASARKAN PK 1
DAN UTANG DEBITOR KEDUA BERDASARKAN PK 2

O. PENJUALAN DIBAWAH TANGAN DALAM RANGKA EKSEKUSI HAK


TANGGUNGAN

Hal ini dapat dilakukan dengan syarat :


 
1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemberi dan Pemegang HT;
2) Dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan setelah Pemberi HT dan atau Pemegang HT
memberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang beerkepentingan. (misalnya
Pemegang HT Kedua dstnya dan Kreditor lainnya)
3) Diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 surat kabar yang beredar di daerah ybs dan atau
media massa setempat.
4) Tidak ada pihak yang berkeberatan.
(ps 20 ayat 2 dan 3 UUHT)
 
Jika tidak dipenuhi batal demi hukum. (ps 20 ayat 4 UUHT)

P. PEMBUATAN TANDA TERIMA SERTIPIKAT

Kita harus hati-hati didalam membuat tanda terima sertipikat. Karena dari pembautan tanda
terima tersebut dapat menimbulkan masalah hukum bagi kita PPAT.

Permasalahan yang bisa terjadi, yaitu :

1. Pencantuman kata “asli” di dalam tanda terima, jangan sampai menimbulkkan


permasalahan bagi kita, apabila dikemudian hari ternyata sertipikat yang kita terima
dinyatakan ooleh BPN bukan merupakan seripikat yang diterbitkan oleh BPN.

Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut?

2. Pengembalian sertipikat kepada pihak yang menurut hukum tidak berhak atau kita tidak
menyerahkan sertipikat yang kita pegang kepada salah satu pihak yang menyatkan berhak
atas sertipikat yang bersangkutan

Akibat hal ini sering tejadi Notaris atau PPAT diseret-seret kepermasalahan yang terjadi
dianatara para pihak. Yang paling sering terjadi adalah notaris/PPAT dinyatalah telah
melakukan tindak pidana penggelapan.

Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut?


10

Q. PENGECEKAN SERTIPIKAT

1. Apa tujuan pengecekan?


2. Apakah kita wajib melakukanpengecekan sertipikat
3. Dapatkah kita membuat akta tanpa terlebih dahulu melakukan pengecekan?
4. Akibat hukum apa yang dapat menimpah kita jika kita membuat akta tanpa dilakukannya
pengecekan?
5. Kapan akta harus dibuat setelah dilakukannya pengecekan?
6. Bagaimana apabila setelah kita membuat akta dan ternyata pada saat kita hendak melakukan
pendaftaran ternyata tanah tersebut dalam sengketa atau diblokir oleh pihak tertentu,
sementara sebelumnya kita telah melakukan pengecekan sertipikat dan tidak ada
permasalahan yang berkaitan dengan tanah tersebut?

R. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN BERKAITAN DENGAN PERBUATAN


HUKUM PEMINDAHAN HAK ATAU PEMBEBANAN HAK YANG DILAKUKAN
OLEH SUAMI ATAU ISTERI (PERKAWINAN SETELAH UU PERKAWINAN
BERLAKU)

1. PERKAWINANNYA ADA ATAU TIDAK ADA PERJANJIAN KAWIN

a. JIKA TIDAK TERDAPAT PERJANJIAN KAWIN

Jika tidak terdapat Perjanjian Kawin maka terdapat 2 (dua) macam harta), yaitu
Pertama : harta Pribadi yaitu harta bawaan dan harta yang diperoleh masing-masing
suami isteri dari warisan atau hadiah; Kedua: harta Bersama yaitu harta yang
diperoleh oleh suami dan/atau isteri di dalam perkawinan, kecuali warisan dan hadiah.

Untuk Harta Pribadi tentunya maisng-masing pihak dapat melakukan perbuatan


hukum sendiri tanpa diperlukannya persetujuan dari pasangan kawinnya, sedangkan
untuk Harta Bersama harus ada persetujuan pasangan kawinnya. (Pasal 36 UU
Perkawinan)

Pertanyaan:

Apakah jika harta yang menjadi obyek jual beli atau jaminan utang merupakan harta
pribadi, sudah pasti tidak memerlukan persetujuan pasangan kawin, bagaimana jika
terjadi perubahan terhadap harta tersebut, perubahan mana terjadi sepanjang
perkawinan m?

b. JIKA ADA PERJANJIAN KAWIN

Dengan berlakunya secara efektif UU Perkawinan sejak 1 April 1975 maka Perjanjian
Kawin tidak lagi didaftar di pengadilan negerin walau masih banyak yang melakukan
hal tersebut.
11

Sesuai UU Perkawinan, perjanjian kawin harus dicatat di Pegawai Pencatat


Perkawinan (Kantor Catatan Sipil /KUA), jika hal tersebut tidak dilakukan maka
perjanjian kawin tersebut tidak berlaku bagi pihak ketiga tapi hanya berlaku bagi para
pihak yang membuatnya.(Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan), sekalipun perjanjian kawin
tersebut didaftar di pengadilan.

2. SALAH SATU PIHAK TELAH MENINGGAL DUNIA DAN KEMUDIAN


TANAHNYA HENDAK DIJUAL ATAU DIJAMINKAN

a. JIKA SERTIPIKATNYA TERDAFTAR ATAS NAMA PEWARIS

Tentunya harus terlebih dahulu dilakukan proses balik nama waris baru dapat dibaut AJB
atau APHTnya

b. JIKA SERTIPIKAT TERDAFTAR BUKAN ATAS NAMA PEWARIS


(TERDAFTAR ATAS NAMA SUAMI ATAU ISTERI PEWARIS)

Dalam hal ini tidak perlu dilakukan balik nama waris. Namun demikian dengan
meninggalnya Pewaris maka demi hukum hak bagian Pewaris (1/2 bagian dari harta
bersama tersebut) beralih kepada ahli warisnya. Jadi dalam hal ini tanh yang tadinya
merupakan harta bersama diantara suami dan isteri maka dengan meninggalnya Pewaris
menjadi harta bersama diantara suami atau isteri yang masih hidup bersama-sama dengan
para ahli waris Pewaris.

Oleh karena itu di dalam hal ini untuk melakukan perbuatan hukum tersebut harus
melibatkan para ahli waris Pewaris.

c. JIKA ADA AHLI WARIS YANG MASIH DIBAWA UMUR

Dalam kasus huruf a atau huruf b, jika terdapat ahli waris yang masih dibawa umur maka
untuk memindahkan hak atau menjadikan tanh tersebut sebagai jaminan utang, sesuai
ketentuan Pasal 310 dan 393 KUHPerdata harus ada persetujuan dari pengadilan.

3. JIKA SUAMI ISTERI TELAH BERCERAI

Jika ternyata telah terjadi perceraian maka sepanjang berkaitan dengan harta bersama yang
harus kita perhatikan apakah telah dilakukan pemisahan dan pembagaian harta bersama atau
belum.

Jika telah ada pembagian harta bersama baik berdasarkan putusan pengadilan maupun
berdasarkan musyawarah dinatara para pihak yang dituangkan di dalam suatu akta
notaristentunya tidak menjadi persoalan. Untuk melakukan perbuatann hukum dapat dilakukan
sendiri oleh mantan suami/mantan isteri yang memperoleh harta tersebut.

Bagaimana jika belum terdapat pemisahan dan pembagian harta?


12

BEBERAP CONTOH KOMPARISI PERORANGAN BAGI PENGHADAP YANG


MEMINDAHKAN HAK\ ATAU MEMBEBANKAN HAK

1. PENGHADAP BELUM MENIKAH

-Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;

-menurut keterangannya belum menikah;

2. PENGHADAP TELAH MENIKAH ---- OBYEK PERJANJIAN MERUPAKAN HARTA


PRIBADI

-Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;

- Menurut keterangannya tanah dan bangunan yang menjadi obyek perjanjian yang termuat
dalam akta ini merupakan harta pribadi/harta bawaan yang diperolehnya sebelum perkawinan
dengan isterinya nyonya ANA, nyonya ANA, lahir di Jakarta, pada tanggal 01-03-1990 (satu
Maret seribu sembilan ratus sembilan puluh), Warganegara Indonesia, Ibu Rumah Tangga,
bertempat tinggal di Jakarta bersama suaminya tersebut, pemegang Kartu Tanda Penduduk
dengan Nomor Induk Kependudukan 09.3503.410360.1600;

3. PENGHADAP TELAH MENIKAH DAN OBYEK MERUPAKAN HARTA BERSAMA


ATAS NAMA SUAMI --- ISTERI TURUT HADIR

Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta ,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;
-menurut keterangannya untuk melakukan tindakan dalam akta ini telah memperoleh persetujuan
dari isterinya, yaitu nyonya ANA, lahir di Jakarta, pada tanggal 01-03-1990 (satu Maret seribu
sembilan ratus sembilan puluh), Warganegara Indonesia, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal
di Jakarta bersama suaminya tersebut, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk
Kependudukan 09.3503.410360.1600, yang turut hadir dihadapan saya, PPAT dan saksi-saksi
yang sama dan turut menandatangani akta ini sebagai tanda persetujuannya;
13

4. PENGHADAP TELAH MENIKAH DAN OBYEK MERUPAKAN HARTA BERSAMA


ATAS NAMA SUAMI ---- ISTERI TIDAK HADIR TAPI TELAH MEMBERI
PERSETUJUAN TERTULIS

Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta ,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;
-menurut keterangannya untuk melakukan tindakan dalam akta ini telah memperoleh persetujuan
dari isterinya, yaitu nyonya ANA, lahir di Jakarta, pada tanggal 01-03-1990 (satu Maret seribu
sembilan ratus sembilan puluh), Warganegara Indonesia, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal
di Jakarta bersama suaminya tersebut, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk
Kependudukan 09.3503.410360.1600, sebagaimana ternyata dalam surat persetujuan yang dibuat
di bawah tangan, yang dilegalisasai oleh saya, PPAT, selaku Notaris di Kota madya Jakarta
Pusat, pada tanggal 05-07-2016 (lima Juli dua ribu enam belas) nomor 100/Leg/2016, bermeterai
cukup, yang aslinya dijahitkan pada lembar pertama akta ini, yang disimpan oleh saya PPAT;

5. PENGHADAP TELAH MENIKAH DAN OBYEK MERUPAKAN HARTA BERSAMA


ATAS NAMA SUAMI DAN ISTERI --- KEDUANYA HADIR

1. Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu
sembilan ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat
tinggal di Jakarta , Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun
Warga 005, Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu
Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;
2. Nyonya ANA, lahir di Jakarta, pada tanggal 01-03-1990 (satu Maret seribu sembilan ratus
sembilan puluh), Warganegara Indonesia, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di
Jakarta bersama suaminya tuan ALI tersebut, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 09.3503.410360.1600 ;
- Menurut keterangan mereka, mereka adalah suami isteri dan dengan ini telah saling
memberikan persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum dalam akta ini;

6. PENGHADAP DUDA KARENA CERAI MATI DAN HARTANYA MERUPAKAN


HARTA PRIBADI YANG DIPEROLEH SEMASA DUDA

Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;
14

- Menurut keterangannya perkawinannya dengan isterinya nyonya ANA, telah berakhir karena
meninggalnya isterinya tersebut, sebagaimana ternyata dalam akta kematian nomor
100/CS-JP/2012, yang kutipannya dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Jakarta Pusat tertanggal
12-10-2012 (dua belas Oktober dua ribu dua belas), yang diperlihatkan kepada saya, PPAT dan
sampai saat ini belum terikat perkawinan baru dengan siapapun juga, dan untuk melakukan
perbuatan hukum dalam akta ini tidak memerlukan persetujuan dari siapapun juga karena obyek
jual beli dalam akta ini merupakan harta pribadinya yang diperoleh setelah kematian isterinya
tersebut;

7. PENGHADAP DUDA KARENA CERAI MATI DAN HARTANYA MERUPAKAN


HARTA BERSAMA ATAS NAMA PENGHADAP

Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1960 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bungur
Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan Gunung Sahari
Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk
Kependudukan 3171031808600006;

- Menurut keterangannya perkawinannya dengan isterinya nyonya ANA, telah berakhir karena
meninggalnya isterinya tersebut, sebagaimana ternyata dalam akta kematian nomor
100/CS-JP/2012, yang kutipannya dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Jakarta Pusat tertanggal
12-10-2012 (dua belas Oktober dua ribu dua belas), yang diperlihatkan kepada saya, PPAT dan
untuk melakukan perbuatan hukum dalam akta ini telah memperoleh persetujuan dari anaknya
sebagai ahli waris almarhumah isterinya tersebut, sebagaimana ternyata dalam Surat Keterangan
Waris tanggal 12-3-2013 (dua belas Maret dua ribu tiga belas), yang dikuat oleh Lurah Gunung
Sahari tanggal .......... nomor ........ serta dikuatkan oleh Camat Gunung Sahari tanggal ...............
nomor ............., yaitu tuan Sanusi ............., yang turut hadir dihadapan saya, PPAT dan turut
menandatangani akta ini sebagai tanda persetujuannya;

8. PENGHADAP DUDA KARENA CERAI HIDUP

Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006;

- Menurut keterangannya perkawinannya dengan isterinya nyonya ANA, telah berakhir karena
perceraian, sebagaimana ternyata dalam akta Perceraian nomor 067/CS-JP/2012, yang
kutipannya dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Jakarta Pusat tertanggal 12-10-2012 (dua belas
Oktober dua ribu dua belas), yang diperlihatkan kepada saya, Notaris dan sampai saat ini belum
terikat perkawinan baru dengan siapapun juga dan tanah dan bangunan yang menjadi obyek jual
beli dalam akta ini merupakan harta pribadi yang diperolehnya setelah perceraian dengan
isterinya tersebut;
15

9. PENGHADAP TELAH MENIKAH DENGAN MEMBUAT PERJANJIAN KAWIN


HARTA TERPISAH BERUPA APAPUN JUGA

Tuan ALI, lahir di Jakarta, pada tanggal 18-08-1988 (delapan belas Agustus seribu sembilan
ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, swasta, bertempat tinggal di Jakarta,
Jalan Bungur Besar Raya nomor 50, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 005, Kelurahan
Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3171031808880006, berlaku sampai dengan tanggal 18-08-2016
(delapan belas Agustus dua ribu enam belas);

- Menurut keterangannya perkawinannya dengan isterinya nyonya ANA, dilangsungkan dengan


membuat perjanjian kawin diluar persekutuan harta benda/harta terpisah berupa apapun juga,
sebagaimana ternyata dalam akta Perjanjian Kawin tanggal 13-12-2005 (tiga belas Desember
dua ribu lima) nomor 14, yang dibuat dihadapan SANTOSO, Sarjana Hukum, Notaris di Kota
Jakarta Pusat, yang salinannya bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris;

============================= 000000 ============================

SEKIAN – SEMOGA BERMANFAAT


ALWESIUS, SH. MKn
HP : 08158825748 (WA), 081310438333 (WA)
Email: alwesius_notaris@yahoo.co.id dan
alwesius.notaris@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai