Anda di halaman 1dari 33

PENGURUS WILAYAH JAWA BARAT

IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (IPPAT)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PPAT


DALAM AKAD-AKAD SYARIAH DAN
PEMBEBANAN JAMINAN

PELATIHAN PERBANKAN
SYARIAH
PENGWIL JABAR IPPAT & BSI
Bandung, 21 JUNI 2023 Dr. ASRIL, SH, Dewan
MH. Pakar Pengwil IPPAT Jabar
SEJARAH PPAT DI INDONESIA

SEJARAH PPAT DI INDONESIA

SEBELUM BERLAKUNYA UPPA SETELAH BERLAKUNYA UPPA


SEBELUM BERLAKUNYA UPPA

 Sebelum berlaku UUPA, hanya hak barat seperti eigendom,


erfpacht, opstal dan lain sebagainya saja yang terdaftar di
Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster). Peralihan haknya
seperti jual beli, hibah dan sebagainya umumnya dilakukan
dihadapan Notaris.
 Tanah hak-hak adat tidak terdaftar dan tidak diurus oleh
Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster). Peralihan hak seperti
jual beli, hibah dan sebagainya dilakukan dihadapan Kepala
Desa/Kepala Suku atau dibawah tangan.
SETELAH BERLAKUNYA UPPA

 Ketentuan tentang kewajiban pembuatan akta peralihan hak dihadapan PPAT


terdapat dalam Pasal 19 PP No.10 Tahun 1961 Tentang Pendapatan Tanah, yang
berbunyi:
“Setiap pejanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan
sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang
dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu
akte yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri
Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : Penjabat). Akte
tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.”
 Penjabat yang dimaksud Pasal 19 PP NO.10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran
Tanah tersebut selanjutnya diatur dalam Peraturan Mentri Agraria No.10 Tahun
1961 Tentang Penunjukkan Penjabat yang dimaksud Pasal 19 PP N0.10 Tahun
1961 Tentang Pendaftaran Tanah.
SETELAH BERLAKUNYA UPPA

 Pasal 3 PMA No.10 Tahun 1961, menjelaskan yang dapat diangkat sebagai
Penjabat adalah:
a. Notaris
b. Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Departemen
Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
peraturan-peraturan pendaftaran tanah dan peraturan-peraturan lainnya
yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah
c. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang
penjabat
d. Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri
Agraria.
SETELAH BERLAKUNYA UPPA

 Peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang harus dilakukan dihadapan
Penjabat, antara lain:
1. Jual beli
2. Hibah
3. Tukar Menukar
4. Pemisahan dan Pembagian
5. Pemisahan dan Pembagian Harta Warisan
6. Pemasukkan dalam Perseroan Terbatas
7. Hipotik
8. Crediet Verband
PENGERTIAN PPAT

Mengacu pada:
1. Pasal 1 Angka 1 PP No.37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT
2. Peraturan KBPN No.1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT
3. Pasal 1 Angka 1 PP No.24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas PP No.37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT

“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat


umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun.”
MACAM-MACAM PPAT

 Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah


pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
 PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.
 PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang
ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT
dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka
pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.
TUGAS POKOK DAN WEWENANG PPAT

 PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah


dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
 Perbuatan hukum itu adalah sebagai berikut:
1. Jual beli

2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)
5. Pembagian hak bersama
6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
7. Pemberian Hak Tanggungan
8. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PPAT

KONSEP NEGARA HUKUM


Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) perubahan ketiga UUD
1945 dan dipertegas lagi dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
1945, yang berbunyi:
” Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. "
PENGERTIAN PERLINDUNGAN HUKUM

Philipus M Hadjon, menyatakan sebagai negara hukum


yang berdasarkan Pancasila, maka sistem perlindungan
hukum di Indonesia harus memberikan perlindungan
hukum kepada warga negaranya berdasarkan Pancasila.
Sebagai dasar ideologi dan dasar falsafah negara Pancasila
merupakan landasan dalam merumuskan prinsip-prinsip
perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu,
prinsip perlindungan hukum yang dianut di Indonesia
adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia yang bersumber pada
Pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan
kepada Pancasila.
PENGERTIAN PERLINDUNGAN HUKUM

Sudikno Mertokusumo, mengkaitkan perlindungan hukum


dengan tujuan hukum, yaitu dalam fungsinya sebagai
perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai
tujuan, hukum mempunyai sasaran pokok yang hendak
dicapai.
Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan ketertiban
dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam
masyarakat diharapkan perlindungan terhadap manusia akan
terlindungi, didalam mencapai tujuannya itu hukum
membagi wewenang dan mengatur cara memecah masalah
hukum serta memelihara kepastian hukum.
PENGERTIAN PERLINDUNGAN HUKUM

Azhar Usman, perlindungan hukum adalah segala


sesuatu upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada
pihak-pihak terkait, selain itu perlindungan
hukum merupakan suatu perlindungan yang
diberikan pemerintah guna melindungi dan
menjamin hak-hak dan kepentingan-kepentingan
para pihak, sehingga akan timbul hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
JENIS-JENIS PERLINDUNGAN HUKUM

Menurut Philipus M Hadjon, secara teoritis perlindungan hukum dibedakan menjadi


dua macam, yaitu:
a. Perlindungan Hukum yang Preventif
Perlindungan hukum yang preventif merupakan perlindungan hukum
yang sifatnya pencegahan. Perlindungan memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspaak) atas
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk
yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum ini bertujuan
menccgah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak
pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Dengan
adanya perlindungan hukum yang preventif ini mendorong pemerintah
untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan
asas freisermessen dan rakyat dapat mengajukan keberatan atau
dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut.
JENIS-JENIS PERLINDUNGAN HUKUM

b. Perlindungan Hukum yang Represif


Perlindungan hukum yang represif ini berupa tuntutan hak kepada
pihak yang dianggap merugikan, hal ini dapat terjadi jika salah
satu pihak merasa dirugikan kepentingannya. Sifatnya bertujuan
menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan mengembalikan pada
situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum.
Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di barat bersumber
pada konsep-konsep pengakuan dan perlindungan terhadap hak-
hak asasi manusia dan konsep-konsep rechsstaat dan the rule of
law. Oleh karena itu, perlindungan hukum merupakan hak setiap
warga negara, terutama pada negara hukum yang mengakui
supremasi hukum.
BADAN-BADAN YANG MENANGANI PERLINDUNGAN HUKUM

Di Indonesia dewasa ini terdapat berbagai badan yang secara parsial menangani
perlindungan hukum bagi rakyat, yang oleh Rochmat Soemitro dikelompokkan
menjadi tiga badan, yaitu:
a. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum
Yaitu suatu lembaga yang berwenang untuk menangani permasalahan
permasalahan tertentu terhadap tindakan penguasa yang menimbulkan kerugian
bagi rakyat yang dikenal sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa
(onrechtmatige overheidsdaad) atas dasar penafsiran yang luas terhadap Pasal
1365 KUHPerdata perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).
b. Instansi Pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi
Yaitu Instansi Pemerintah yang menangani permintaan banding terhadap suatu
tindakan pemerintah oleh pihak yang merasa dirugikan atas tindakan tersebut
kepada pejabat pemerintah yang secara hirarki lebih tinggi atau kepada pejabat
pemerintah lain daripada yang melakukan tindakan tersebut. Instansi
Pemerintah yang menerima permohonan banding berwenang untuk mengubah
dan bahkan dapat membatalkan tindakan pemerintah tersebut.
BADAN-BADAN YANG MENANGANI PERLINDUNGAN HUKUM

c. Badan-badan Khusus
Yaitu badan-badan yang dibentuk secara khusus
dan berwenang untuk menyelesaikan sengketa
tertentu. Badan-badan tersebut, antara lain
Kantor Urusan Perumahan, Peradilan
Kepegawaian, Majelis Perimbangan Pajak,
Badan Sensor Film, Panitia Urusan Piutang
Negara, Peradilan Administrasi Negara.
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT

Perlindungan hukum secara preventif bagi PPAT yang dirangkap oleh Notaris, adalah
melalui Pasal 15 Ayat 2 huruf e UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
memberikan wewenang kepada Notaris untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan
dengan pembuatan akta.
Adapun fungsi dari penyuluhan hukum ini adalah langkah pencegahan, langkah korektif,
langkah pemeliharaan dan fungsi pengembangan.
Pertama, penyuluhan sebagai langkah pencegahan (preventif), yakni mencegah timbulnya
hal-hal yang negatif dan destruktif yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.
Kedua, penyuluhan sebagai langkah korektif, yakni berfungsi sebagai koreksi terhadap
hal-hal yang telah ada, sehingga apabila terdapat suatu hal yang melanggar hukum dapat
mengurangi dampak ataupun menghilangkan hal tersebut.
Ketiga, penyuluhan sebagai langkah pemeliharaan, yakni memberikan dorongan untuk
menumbuhkan semangat supaya berpartisipasi dalam pembangunan hukum sesuai dengan
kemampuan dan kedudukannya masing-masing.
Keempat, penyuluhan sebagai fungsi pengembangan, yakni memberikan dorongan dan
masukan terhadap suatu hal agar masyarakat dapat lebih mandiri dan tidak tergantung
ataupun mengandalkan pihak lain.
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT

DAERAH KERJA PPAT


Mengacu pada:
1. Pasal 12 PP No.37 Tahun 1998
2. Pasal 5 Peraturan KBPN No.1 Tahun 2006
(1) Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
(2) Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi
wilayah kerjanya sebagai pejabat Pemerintah yang menjadi
dasar penunjukannya.
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT

DAERAH KERJA PPAT


Mengacu pada:
Pasal 12 PP 24 Tahun 2016
(1)  Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi.
(2)  Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi
wilayah kerjanya sebagai Pejabat Pemerintah yang
menjadi dasar penunjukannya.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah kerja PPAT diatur
dengan Peraturan Menteri.”
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT

DAERAH KERJA PPAT


Mengacu pada:
Pasal 4
(1)  PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah
kerjanya.
(2)  Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta
pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam
daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah
kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun
yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT

PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PPAT


Pasal 97-106 PMA/KBPN NO.3 Tahun 1997
1. PERSIAPAN PEMBUATAN AKTA PPAT
a. Pengecekan Sertifikat (Pasal 97)
b. Izin Pemindahan Hak (Pasal 98 ayat (2))
c. Pernyataan oleh Penerima Hak (Pasal 99)
d. Membayar PPh dan BPHTB
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

2. PELAKSANAAN PEMBUATAN AKTA PPAT


a. Dihadiri Para Pihak yang melakukan perbuatan
hukum atau dengan Kuasa tertulis
b. Disaksikan dua orang saksi
c. PPAT wajib membacakan akta kepada Para Pihak
d. Akta PPAT dibuat sebanyak dua lembar asli
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

3. PENDAFTARAN PERALIHAN HAK KARENA PEMINDAHAN HAK


1. Untuk tanah yang sudah terdaftar, dilampiri dokumen sebagai berikut:
a. surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh
penerima hak atau kuasanya
b. surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan
permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak
c. akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan
yang dibuat oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masih menjabat
dan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan
d. bukti identitas pihak yang mengalihkan hak
e. bukti identitas penerima hak
f. sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
dialihkan;
g. izin pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
h. bukti pelunasan pembayaran BPHTB
i. bukti pelunasan pembayaran PPh.
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

3. PENDAFTARAN PERALIHAN HAK KARENA PEMINDAHAN HAK


2. Untuk tanah yang belum terdaftar, dilampiri dokumen sebagai berikut:
a. Surat permohonan pendaftaran hak atas tanah yang dialihkan yang
ditandatangani oleh pihak yang mengalihkan hak;
b. Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh
penerima hak atau kuasanya
c. Surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan
permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak
d. Akta PPAT tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan
e. Bukti identitas pihak yang mengalihkan hak
f. Bukti identitas penerima hak
g. Surat-surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
h. Izin pemindahan hak (Pasal 98 ayat (2)
i. Bukti pelunasan pembayaran BPHTB
j. Bukti pelunasan pembayaran PPh.
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT

KEWAJIBAN PENGECEKAN SERTIFIKAT TANAH Pasal 97 PMNA/KBPN No.16


Tahun 2001 Tentang Perubahan Ketiga PMNA/KBPN No.3 Tahun 1997  
(1) Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai
pemindahan atau pembebanan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun, Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib:
a. Memastikan kesesuaian data fisik dan data Yuridis pada Sertipikat
dengan data elektronik pada pangkalan data melalui layanan
informasi pertanahan elektronik
b. Memastikan dan yakin objek fisik bidang tanah yang akan dialihkan
dan/atau dibebani hak tidak dalam sengketa.
(2)  Layanan informasi pertanahan elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

Pasal 39 PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran


Tanah:
PPAT menolak untuk membuat akta, jika:
a. Tidak disampaikan sertifikat asli atau sertfikat tidak sesuai
dengan daftar - daftar yang ada dikantor pertanahan
b. Untuk tanah yang belum terdaftar, tidak disampaikan :
1. Surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan

bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah


tersebut.
2. Surat keterangan yang menyatakan bidang tanah yang
bersangkuran belum bersertifikat dari kantor pertanahan
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

c. Salah satu pihak atau para pihak yang melakukan


perbuatan hukum tidak berhak atau tidak memenuhi
syarat untuk bertindak.
d.. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar
surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan
perbuatan hukum pemindahan hak
e. Belum diperoleh izin pejabat atau instansi yang
berwenang apabila izin tersebut diperlukan
f. Objek perbuatan hukum nya dalam sengketa.
g. Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang
ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

Perlindungan hukum melalui lembaga Peradilan terkait akta


otentik, seperti tercermin dalam:
1. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.305K/Sip/1971
tanggal 16 Juni 1971 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
No.457K/Sip/1971 tanggal 18 September 1975, yang
berpendirian bahwa:
”Hakim tidak mempunyai wewenang untuk menarik notaris
sebagai pihak dalam suatu gugatan, bilamana notaris tidak
diikut sertakan dalam gugatan. Hubungan hukum antara
pihak-pihak yang dituangkan dalam bentuk akta otentik
dihadapan Notaris, maka tidak perlu notaris dijadikan pihak
dalam gugatan.”
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

2. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI


No.702K/Sip/1973 tanggal 5 September 1973
dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
No.1420K/Sip/1978 tanggal 1 Mei 1979 yang
berpendirian bahwa:
“Pengadilan tidak berwenang membatalkan
akta notaris, sebab pengadilan hanya dapat
membatalkan hubungan hukum atau perbuatan
hukum yang dilakukan para pihak dalam
akta.”
JENIS-JENIS PUTUSAN HUKUM PREVENTIF TERHADAP PPAT
PERLINDUNGAN

Perlindungan hukum melalui lembaga Peradilan terkait


pembebanan jaminan, seperti tercermin dalam:
1. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.394K/PDT/1984
tanggal 31 Mei 1985, yang berpendirian bahwa:
”Barang yang sudah dijaminkan utang kepada bank tidak
dapat dikenakan sita jaminan”
2. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1731K/PDT/2011
tanggal 14 Desember 2011, menegaskan bahwa:
”Objek jaminan kredit yang telah dibebani hak tanggungan
yang telah diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan,
memiliki hak dan kepentingan yang melekat dan harus
mendapat perlindungan hukum.”
JENIS-JENISPERLINDUNGAN
PUTUSAN HUKUM REPRESIF TERHADAP PPAT

Perlindungan hukum secara Represif yang sifatnya


bertujuan menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan
pengembalian pada situasi sebelum terjadinya
pelanggaran norma-norma hukum. Mengajukan
gugatan kepada Pengadilan merupakan bentuk
perlindungan hukum secara represif.
Gugatan merupakan tuntutan perdata tentang hak
kepada pihak lain.
SEKIAN
&
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai