Anda di halaman 1dari 21

PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP NOTARIS PPAT


DALAM MENGHINDARI
PRAKTIK MAFIA TANAH

Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M


(Ketua Umum PERADI)

SEMINAR UPGRADING
PENGURUS DAERAH SERDANG BEDAGAI
IKATAN NOTARIS INDONESIA (INI)
IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (IPPAT)

Santika
ARYAConvention Centre,
DUTA HOTEL, MEDANMedan
19 November 2022
18 NOVEMBER 2022
PENGERTIAN PPAT
PPAT merupakan salah satu pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat
akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
(Pasal 1 angka 1 PP 24/2016 tentang
Perubahan Atas PP 37/1998 tentang
Peraturan Jabatan PPAT).

PPAT wajib mempunyai hanya satu kantor,


yaitu di tempat kedudukannya. PPAT yang
merangkap jabatan sebagai Notaris, harus
berkantor yang sama dengan tempat
kedudukan Notaris.
PPAT sesuai dengan PP 37/1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT

• PPAT: Sebuah Pejabat Umum yang diberik kewenangan untuk membuat


akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; Biasanya jabatan ini
dirangkap oleh Notaris

• PPAT Sementara: Seorang Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena


jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

• PPAT Khusus: Suatu Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk


karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
Pemerintah tertentu.
SYARAT MENJADI PPAT
• Warga Negara Indonesia.
• Berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun.
• Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi
Kepolisian setempat.
• Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
• Sehat jasmani dan rohani; f. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua
kenotariatan atau lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan.
• Lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agraria/pertanahan.
• Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan pada kantor
PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun, setelah lulus pendidikan kenotariatan. (Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara ujian, magang, dan pengangkatan PPAT diatur dengan
Peraturan Menteri).
TUGAS PPAT

Membuat dan mengurus Membuat dan mengurus


akta-akta mengenai akta-akta tentang
peralihan hak, yaitu: pembebanan hak ialah :

• Jual beli • SKMHT (Surat Kuasa untuk


• Hibah Memberikan Hak Tanggungan)
• Tukar menukar • APHT (Akta Pembebanan Hak
• Pembagian hak bersama Tanggungan)
Kode etik profesi PPAT disusun oleh Organisasi PPAT.
Organisasi PPAT saat ini ialah Ikatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (“IPPAT”).

IPPAT merupakan sebuah perkumpulan atau organisasi


bagi para PPAT, berdiri semenjak tanggal 24
September 1987, diakui sebagai badan hukum
(rechtspersoon) berdasarkan Keputusan Menteri
Kehakiman tanggal 13 April 1989 Nomor C2-
3281.HT.01.03.Th.89, merupakan satu-satunya
wadah pemersatu bagi semua dan setiap orang yang
KODE ETIK PPAT
memangku dan menjalankan tugas jabatannya.

Selaku PPAT yang menjalankan fungsi pejabat umum,


sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat
pengesahan dari Pemerintah berdasarkan Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia tersebut di
atas dan telah diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia tanggal 11 Juli 1989 Nomor 55
Tambahan Nomor 32.
Kewajiban PPAT berdasarkan Pasal 3 Kode Etik PPAT
Dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (bagi para PPAT serta PPAT pengganti)
ataupun dalam kehidupan sehari-hari, setiap PPAT diwajibkan untuk:
a. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan PPAT;
b. Senantiasa menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang berlaku serta bertindak
sesuai dengan makna sumpah jabatan, kode etik dan berbahasa Indonesia secara
baik dan benar;
c. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
d. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional,
khususnya dibidang hukum;
e. Bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak;
f. Memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya;
g. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya
dengan maksud agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dan anggota masyarakat;
h. Memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang tidak atau kurang mampu
secara cuma-cuma;
Kewajiban PPAT berdasarkan Pasal 3 Kode Etik PPAT
i. Bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai dalam suasana
kekeluargaan dengan sesama rekan sejawat;
j. Menjaga dan membela kehormatan serta nama baik korp PPAT atas dasar rasa
solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif;
k. Bersikap ramah kepada setiap pejabat dan mereka yang ada hubungannya dengan
pelaksanaan tugas jabatannya;
l. Menetapkan suatu kantor, dan kantor tersebut merupakan satusatunya kantor bagi
PPAT yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;
m. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai kewajiban
untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam: (1) Peraturan Perundangan yang mengatur
jabatan PPAT; (2) Isi sumpah jabatan; (3) Anggaran dasar, anggaran rumah tangga
ataupun keputusan lain yang telah ditetapkan oleh perkumpulan IPPAT, misalnya:
Membayar iuran, membayar uang duka manakala ada seorang PPAT atau mantan
PPAT meninggal dunia, Mentaati ketentuan tentang tarif serta kesepakatan yang
dibuat oleh dan mengikat setiap anggota perkumpulan.
(Lanjutan)
TANGGUNG JAWAB PPAT (1)
Secara administrasi

Berdasarkan teori Fautes Personalles, PPAT bertanggung jawab atas pembuatan akta
yang mengandung cacat hukum. Pertanggungjawaban PPAT terkait kesengajaan,
kealpaan dan/atau kelalaiannya dalam pembuatan akta jual beli yang menyimpang
dari syarat formil dan syarat materil dalam tata cara pembuatan akta PPAT, maka
PPAT dapat dikenakan sanksi administratif.

Menurut Perka BPN 1/2006 penyimpangan terhadap syarat formil dan materi tersebut
adalah termasuk pelanggaran berat oleh PPAT yang dapat dikenakan sanksi
pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional Indonesia.

Pasal 6 ayat (1) Kode Etik IPPAT yakni bagi anggota yang melakukan pelanggaran
Kode Etik dapat dikenakan sanksi berupa:
- Teguran;
- Peringatan;
- Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan IPPAT.
Terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran
hukum, kepadanya dikenakan sanksi
berdasarkan PP 24/1997 tentang Pendaftaran
Tanah, dimana dalam Pasal 62 mengenai sanksi
menyatakan:

“PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya


mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40
serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan
oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
dikenakan tindakan administratif berupa teguran
tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya
sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi
kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-
pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan
oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan
tersebut.”
TANGGUNG JAWAB PPAT (2)
Secara perdata

Pertanggungjawaban PPAT terkait kesengajaan, kealpaan dan/atau kelalaiannya


dalam pembuatan akta PPAT yang menyimpang dari syarat formil dan syarat materil
dalam tata cara pembuatan akta PPAT, sanksi perdata dijatuhkan kepada PPAT atas
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sebagaimana diatur dalam Pasal
1365 KUHPerdata:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.

Berkaitan dengan pembuatan akta PPAT yang mengalami cacat hukum, yang banyak
ditemukan adalah PPAT yang bersangkutan begitu memperhatikan dan menerapkan
secara konsisten aturan-aturan yang ada dan sebaliknya sangat jarang ditemukan
adanya unsur kesengajaan untuk merugikan para pihak atau pihak ketiga.
TANGGUNG JAWAB PPAT (3)
Secara pidana

PPAT dalam menjalankan tugas jatabannya sebagai Pejabat Umum juga tidak lepas
dari hukum pidana. Adanya malpraktik dalam pembuatan akta dapat menyebabkan
PPAT yang bersangkutan terkena gugatan secara keperdataan maupun tuntutan
pidana. PPAT dapat dikenakan sanksi pidana sewaktu-waktu berkaitan dengan akta
PPAT yang telah dibuatnya. UU Jabatan Notaris dan PP 24/1997 tidak mengatur
ketentuan pidana bagi Notaris/PPAT, hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris/PPAT.

Satu kewajiban PPAT adalah bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri,
jujur, dan tidak berpihak. Pasal 3 huruf f Lampiran Keputusan Manteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 112/KEP-4.1/IV/2017 tentang
Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sementara dalam Pasal
55 Perkaban 1/2006, PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas
dan jabatannya dalam setiap pembuatan akta.
Contoh pelanggaran AJB

❖ Akta juta beli telah ditandatangani tetapi harga pembelian belum dibayar lunas oleh pembeli dan pajak-
pajak terkait pengalihan hak tersebut seperti BPHTB juga belum dibayar.

❖ Penandatanganan akta jual beli oleh penjual dan pembeli belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku
tanah di kantor pertanahan.

❖ Akta ditandatangani di luar kantor PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi.

❖ Nilai harga transaksi yang dimuat dalam akta jual beli berbeda dengan nilai transaksi yang sebenarnya.

❖ Penandatanganan akta jual beli oleh para pihak dilakukan tidak di hadapan PPAT yang menandatangani
akta jual beli (titipan akta).

❖ Pembuatan akta jual beli dilakukan di luar daerah kerja PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi.
Tanggung jawab PPAT ketika menerima
dokuman palsu
1) PPAT tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait pembuatan akta yang didasarkan pada
keterangan palsu dari para pihak, dan tidak dapat memenuhi rumusan unsur tindak pidana pemalsuan;
2) PPAT selaku Pejabat Umum hanyalah mengkonstatir atau merekam secara tertulis dan autentik dari
perbuatan hukum pihak-pihak yang menghadap, PPAT tidak berada didalamnya, jika menerima
dokumen palsu;
3) Akta PPAT atau akta autentik tidak menjamin bahwa pihak “berkata benar” tetapi yang dijamin oleh
akta autentik adalah pihak-pihak “benar berkata” seperti yang termuat didalam akta perjanjian mereka;
4) Mengenai kebenaran perkataan mereka di hadapan PPAT yang termuat di dalam akta bukan tanggung
jawab PPAT:
5) Sebaliknya, PPAT menyatakan bahwa para pihak benar berkata demikian, apakah yang dikatakan di
dalam akta yang disampaikan kepada PPAT itu mengandung kebenaran ataukah kebohongan, hal
tersebut bukan tanggung jawab PPAT;
6) PPAT hanya mencatat apa yang dikatakan oleh para pihak yang menghadap PPAT, apabila yang
dikatakan itu tidak benar atau mengandung kebohongan dan kepalsuan status akta tersebut tetap asli,
bukan palsu, yang tidak sah atau yang palsu dan bohong itu adalah keterangan para pihak yang
disampaikan kepada PPAT yang selanjutnya dituangkan dan dimuat dalam akta.
Pelanggaran berat PPAT yang berpotensi pidana

memberikan keterangan yang


membuat akta PPAT tanpa dihadiri oleh
tidak benar di dalam akta
para pihak

melakukan pembuatan PPAT tidak membacakan


akta sebagai akta yang dibuatnya
permufakatan jahat dihadapan para pihak

membantu melakukan membuat akta mengenai hak


pemufakatan jahat yang atas tanah/hak milik atas
mengakibatkan sengketa satuan rumah susun yang
atau konflik pertanahan obyeknya masih sengketa
Potensi Pemidanaan Terkait Tugas Notaris/PPAT

1) Penghadap menggunakan identitas orang lain

2) Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan

3) Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap memberikan
keterangan palsu

4) Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya

5) Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta notaris yang diterbitkan
dianggap akta palsu

6) Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya berbeda

7) Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta


dipalsukan
Pasal KUHP yang sering digunakan dalam kasus pidana terkait jabatan PPAT
Pasal 263 ayat (1) KUHP:
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, suatu
perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi
sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu
seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu
kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

Pasal 266 ayat (1) KUHP:


Barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akte autentik tentang sesuatu
kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh
oranglain menggunakan akte itu seolah - olah akte itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam
mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama - lamanya tujuh tahun.

Pasal 242 ayat (1) KUHP:


Barangsiapa dalam hal - hal yang menurut peraturan undang - undang menuntut sesuatu keterangan dengan
sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang
ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang
istimewa ditunjuk untuk itu, dihukum penjara selama - lamanya tujuh tahun.

Pasal 372 KUHP:


Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya
termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan, dihukum karena
penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.
Yurisprudensi MA Nomor: 702 K/Sip/1973 tanggal 5 September 1973

“Judex factie dalam amar putusannya membatalkan akta notaris, hal


ini adalah tidak dapat dibenarkan, karena notaris fungsinya hanya
mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan
oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada
kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-
hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut.”

Berdasarkan Yurisprudensi MA tersebut, maka akta Notaris memiliki karakter yuridis:


1) Fungsi Notaris hanya mencatatkan keinginan penghadap yang dikemukakan di hadapan
Notaris.
2) Notaris tidak mempunyai kewajiban materil atas hal-hal yang dikemukakan di hadapan
Notaris.
Sehingga jika akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris dan PPAT bermasalah oleh para
pihak sendiri, maka hal tersebut menjadi urusan para pihak, sedangkan notaris dan PPAT tidak
perlu dilibatkan.
Perlindungan hukum terhadap PPAT pada pelaksanaan jual beli tanah dalam
hal adanya dokumen yang dipalsukan oleh penghadap adalah menekankan
pola preventif, yaitu dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, ketelitian,
serta menjunjung tinggi kejujuran, moralitas serta tidak melupakan
profesionalitas.

Penyelesaian tindak pidana pemalsuan dokumen dalam jual beli tanah yang
dalam hal ini dilakukan oleh penghadap, bisa dijatuhi pidana telah menyuruh
memasukan keterangan palsu identitas, dokumen, data palsu kepada PPAT
kedalam akta otentik.

PPAT yang telah melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana tersebut


diatas tidak bisa/dalam arti tidak dibenarkan menurut hukum untuk
mempertanggungjawabkan atas akta para pihak/partij akte yang dibuat.
TIPS..!! identify for
validity ultra vires
mengidentifikasi dokumen
tidak melampaui batas
baik dari segi isi maupun
kewenangan
legalitas

01 02 03 04
prudent notarius know your
principle customer
berpegang pada prinsip prinsip mengenal klien
kehati-hatian notaris
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai