Anda di halaman 1dari 74

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peserta panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tim penyusun dapat
menyelesaikan Modul Praktikum Perpajakan yang akan menjadi acuan dosen dan
mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah Perpajakan di Program Studi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar.
Modul praktikum perpajakan ini mempelajari praktik perpajakan tentang
Akuntansi perpajakan
Pada kesempatan ini Tim Penyusun mengucakapkan terima kasih dan
penghargaan atas partisipasi aktif kepada seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam
penyusunan modul ini. Semoga keberadaan modul ini dapat membantu pihak-
pihak yang berkepntingan dalam melaksanakan perkuliahan mata kuliah
perpajakan.

Meulaboh, Mei 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................................... 1


Pendahuluan ............................................................................................................................................. 2
Materi Akuntansi Pajak ......................................................................................................................... 2

Rekonsiliasi Fiskal .................................................................................................................................. 7


Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan....................................................... 9

Koreksi Positif dan Negatif dari Rekonsiliasi Fiskal ..................................................................... 11

Hubungan Akuntansi Keuangan dengan Akuntansi Pajak ......................................................... 15

Pembukuan .............................................................................................................................................. 19

Pengakuan Pendapatan dan Beban ................................................................................................... 25

Akuntansi Pajak Penghasilan.............................................................................................................. 42

Baca Juga ................................................................................................................................................. 58

Latihan Kasus ............................................................................................................................ 58


LEMBAR PENGESAHAN

MODUL PRAKTIKUM
PERPAJAKAN

Oleh:

Ketua : Rina Maulina, S.E., M.Si, Ak


Anggota : Ika Rahmadani, S.E., M.Si, Ak
Sari Maulida Vonna, S.E., M.Si, Ak
Linda Rahmazaniati, S.E., M.Si

Modul ini disusun sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan


Praktikum Pengantar Akuntansi
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Teuku Umar

Disahkan pada tanggal 31 Mei 2021

Mengetahui,
Ketua Program Studi,

Ika Rahmadani, S.E., M.Si, Ak


NIDN. 0013058804
MATERI AKUNTANSI PAJAK

PENDAHULUAN

Sebelum diuraikan tentang Akuntansi Pajak, di bawah ini


dikemukakan tentang beberapa definisi atau pengertian pajak sebagai
berikut :

1. P.J.A Adriani :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.”

2. Rochmat Soemitro (Pengantar Singkat Hukum Pajak)


“Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik
berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak
mendapat imbalan (tegenprestatie ) yang langsung dapat ditunjuk,
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang
digunakan sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk
mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara”.

3. UU KUP
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakayat.

Dari definisi-definisi tersebut di atas, baik pengertian secara


ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber daya dari sektor swasta
ke sektor pemerintah ) maupun pengertian secara juridis ( pajak
adalah iuran/kontribusi yang dapat dipaksakan ) dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain sebagai berikut :
a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah berdasarkan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya pengalihan dana
( sumber daya ) dari sektor swasta ( wajib pajak membayar
pajak ) ke sektor negara ( administrator pajak ).
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan baik rutin maupun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan ( kontraprestasi)
individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang
dilakukan oleh para wajib pajak.
e. Selain fungsi anggaran ( budgetary ) yaitu fungsi mengisi
Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaran pemerintahan, pajak juga
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial ( fungsi
mengatur/ regulatory )

Sejak awal tahun 1984 telah dilakukan perubahan mendasar


dalam sistem penetapan pajak ( assessment system ) yaitu dari yang
semula menganut sistem penetapan pajak secara ofisial ( official
assessment system ) diubah menjadi sistem penetapan pajak oleh
wajib pajak sendiri ( self assessment system)

Dalam sistem penetapan Pajak Penghasilan berdasarkan self


assessment, tanggungjawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan
pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada
pada anggota masyarakat itu sendiri. Masyarakat wajib pajak
diberikan kepercayaan untuk: (1) menghitung sendiri jumlah pajak
yang terutang, (2) memperhitungkan pajak yang telah dibayar
sendiri dan dipotong/dipungut oleh pihak lain, (3) membayar
kekurangan pajaknya, (4) dan melaporkan pemenuhan
kewajiban perpajakannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam sistem ini administrasi perpajakan berperan aktif dalam
melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang
meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan
penerapan sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya kewajiban perpajakan dapat dibagi dua, yaitu
kewajiban administratif dan kewajiban substantif. Kewajiban
administratif berkaitan dengan prosedur-prosedur perpajakan yang
harus dilakukan seperti saat pelunasan/penyetoran dan pelaporan,
sedangkan kewajiban substantif berkaitan dengan jumlah pajak yang
seharusnya dibayar atau disetor. Jumlah ini harus tepat, tidak kurang
dan tidak perlu lebih
Perpajakan sangat erat kaitannya dengan akuntansi. Pada
dasarnya pajak dikenakan atas kegiatan-kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh perusahaan. Sementara itu akuntansi bertugas
mencatat dan melaporkan kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka
pertanggung jawaban kepada para pemangku kepentingan (
stakeholders ). Dalam sistem penetapan pajak yang memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya
pajak yang terutang (sistem self assessment ), akuntansi mempunyai
peranan yang sangat strategis. Untuk dapat mengisi Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan dengan benar, lengkap,
dan jelas sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, mutlak diperlukan sarana
pembukuan yang diselenggarakan dengan tertib dan benar.
Pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang dilakukan
dengan teratur dari waktu ke waktu dan pengolahan dari kejadian-
kejadian dalam perusahaan selama hal itu dianggap perlu untuk
pelaksanaan dan penilaian yang tepat bagi pimpinan perusahaan dan
pihak lain yang berkepentingan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Akuntansi merupakan sarana informasi bagi Wajib Pajak untuk
mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan
benar, lengkap, dan jelas. Selain itu akuntansi juga merupakan alat
pembuktian apabila administrasi perpajakan melakukan pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh
wajib pajak. Jika wajib pajak gagal membuktikannya dapat
mengakibatkan dikenakannya sanksi administrasi dan bahkan sanksi
pidana.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-
50/PJ.71/1989 disebutkan arti pentingnya pembukuan untuk
perpajakan sebagai berikut.
(1) mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan;
(2) mempermudah perhitungan besarnya penghasilan kena pajak
atau dasar pengenaan pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai.;
(3) penyajian informasi tentang posisi finansial dan hasil usaha untuk
analisis maupun pengambilan keputusan ekonomi perusahaan.
Mengingat peranan sentral pembukuan dalam sistem perpajakan
yang menganut sistem self assessment, tidak berkelebihan kiranya
jika Sijbren Cnossen dari Erasmus Universitet Amsterdam
menyatakan bahwa masalah perpajakan adalah masalah
“bookkeeping” . Negara yang “bookkeeping”-nya secara nasional
kurang baik seperti Eropa Timur akan mengalami kesulitan dalam
penyusunan sistem pajak yang baik.
Dalam tahun 1952, pakar pajak Richard Goode’s menyatakan
bahwa pemungutan pajak penghasilan di negara berkembang akan
berhasil jika dipenuhi 6 ( enam) kondisi pendukung sebagai berikut :
a. sebagian besar aktivitas ekonomi dilaksanakan dalam transaksi
uang;
b. tingkat melek huruf cukup tinggi ( tidak keharusan tetapi sangat
membantu );
c. adanya praktik akuntansi yang sehat dan dapat dipercaya;
d. tingkat kepatuhan sukarela ( voluntary compliance ) wajib pajak
cukup tinggi.
e. tidak adanya kelompok orang-orang kaya yang memiliki kekuatan
politik ( dan keinginan ) untuk menghalang-halangi tindakan
perpajakan;
f. administrasi yang efisien dan dapat dipercaya.
Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya “Teori Akuntansi”
dengan mengutip artikel dari Leo Herbert di “ the GAO Review ( Fall
1972, p 31 ) dengan judul Growth of Accountability Knowledge 1775-
1975 menjelaskan bahwa di Amerika Serikat dalam tahun 1900
akuntansi sudah dianggap dapat memberikan laporan tentang pajak,
dan pada tahun 1925 mulai diperkenalkan akuntansi untuk
perpajakan.
Undang–Undang Pajak Penghasilan (UU.PPh ) sebagai produk
hukum mengatur ketentuan materiil tentang perhitungan
penghasilan kena pajak ( taxable income ) dan pajak penghasilan
terutang (income tax liability ) , sedangkan Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU.KUP) adalah
ketentuan formal yang mengatur antara lain tentang
penyelenggaraan pembukuan oleh Wajib Pajak.
Menghitung penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan
terutang serta penyusunan surat pemberitahuan pajak termasuk
bidang akuntansi yang lazim disebut Akuntansi Pajak (Tax
Accounting).
Akuntansi Pajak adalah bidang akuntansi yang menekankan pada
perhitungan pajak terutang dan penyusunan surat pemberitahuan
serta pertimbangan konsekuensi perpajakan atas transaksi atau
kegiatan perusahaan. Akuntansi Pajak mengacu kepada metodologi
dan praktik akuntansi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-
tujuan akuntansi pajak. Fungsi utama akuntansi pajak adalah
menentukan waktu yang tepat untuk pelaporan penghasilan dan
pengurangan-pengurangan (deductions)
Pendapat lain menyatakan bahwa “ akuntansi pajak merupakan
suatu seni dalam mencatat, menggolongkan, mengikhtisarkan,
serta menafsirkan transaksi finansial yang dilakukan oleh
perusahaan dan bertujuan untuk menentukan penghasilan kena
pajak yaitu penghasilan yang digunakan sebagai dasar penetapan
beban pajak dan pajak penghasilan terutang atas penghasilan yang
diterima/diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak.
Peranan atau fungsi akuntansi pajak dalam perusahaan :
1. Membuat perencanaan dan strategi:
2. Memberikan analisis dan prediksi tentang potensi pajak di masa
yang akan datang.
3. Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan
mulai dari penilaian/penghitungan, pencatatan ( pengakuan ) atas
pajak dan dapat menyajikannya baik dalam laporan keuangan
komersial maupun dalam laporan keuangan fiskal.
4.Dapat melakukan pengarsipan dan pendokumentasian perpajakan
dengan lebih baik sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan
dan evaluasi.

Penghasilan akuntansi (accounting income) atau penghasilan


komersial (commercial income) dihitung sesuai dengan akuntansi
perusahaan yang didasarkan pada standar akuntansi keuangan
sebagai penjabaran dari prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum (generally accepted accounting principles). Bidang akuntansi
yang menghitung penghasilan akuntansi pada umumnya dikenal
sebagai Akuntansi Keuangan (Financial Accounting) atau juga disebut
Akuntansi Umum (General Accounting).
Akuntansi Keuangan adalah bidang akuntansi yang berkaitan
dengan pencatatan transaksi dari suatu perusahaan atau unit
ekonomi dan penyusunan berbagai laporan secara berkala atas
transaksi yang dicatat tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Jumlah penghasilan kena pajak tidak selalu sama dengan jumlah
penghasilan akuntansi karena walaupun ketentuan akuntansi dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan kadang-kadang mencerminkan
prinsip –prinsip akuntansi keuangan, namun dalam berbagai hal
ketentuan akuntansi pajak dapat berbeda secara mendasar dari
ketentuan akuntansi keuangan sebagai akibat dari perbedaan antara
tujuan akuntansi dan tujuan pajak. Tujuan utama akuntansi
keuangan adalah menyediakan atau memberikan informasi yang
berguna kepada berbagai pemangku kepentingan seperti
manajemen, pemegang saham, para kreditur dan calon kreditur,
investor dan calon- investor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan. Tanggung jawab utama akuntan adalah
melindungi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut agar tidak
mendapat informasi yang menyesatkan sehingga tidak mengambil
kesimpulan yang salah dari laporan keuangan yang disajikan.
Sedangkan tujuan utama pajak (termasuk akuntansi pajak) adalah
penerimaan (budgetary) dan pengaturan (regulatory).Tujuan utama
sistem pajak adalah pemungutan pajak secara adil. Tanggung jawab
utama instansi pajak adalah melindungi kepentingan masyarakat
wajib pajak dari tindakan semena-mena.
Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial
yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba
yang sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaan-pebedaan antara akuntansi
dengan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/permanent
(permanent differences) dan beda waktu/sementara (timing differences).
Standar Akuntansi Keuangan telah memberikan gambaran tujuan
penyusunan laporan keuangan untuk tujuan umum, yaitu memberikan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-
keputussan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan
keuangan yang disusun menyajikan informasi mengenai perusahaan yang
mencakup:
a. aset (aktiva atau harta)
b. kewajiban
c. ekuitas
d. pendapatan dan beban
e. arus kas
Dari informasi itulah dan informasi lainnya yang diperoleh dari catatan
laporan keuangan akan dapat membantu dalam memprediksi arus kas pada masa
mendatang. Pihak manajemen perusahaan sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan ini haruslah
menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, serta perubahan
ekuitas dan arus kas perusahaan dengan cara menerapkan PSAK tersebut secara
benar yang disertai dengan pengungkapan. Dasar-dasar trsebut yang menlandasi
dalam penyusunan laporan keuangan komersial, tetapi dari sisi lain atas dasar
landasan peraturan perundangan perpajakan dapat menyusun laporan keuangan
fiskal. Laporan keuangan fiskal ini disusun dengan menggunakan pendekatan
rekonsiliasi fiskal, sebagai akibat adanya perbedaan orientasi akuntansi dan
pembukuan fiskal yang dilandasi peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pokok-pokok yang direkonsiliasi tidak terbatas pada penghasilan saja tetapi
juga biaya pada suatu periode tertentu. Oleh karena menyangkut pelaporan dalam
satu tahun pajak yang nantinya juga dituangkan dalam SPT Tahunan maka periode
yang ditetapkan juga satu tahun pajak, yaitu periode 1 Januari sampai dengan 31
Desember terkecuali Wajib Pajak yang mempunyai tahun buku tidak sama dengan
tahun pajak.
Rekonsiliasi ini lebih dimaksudkan untuk meniadakan perbedaan antara
laporan keuangan komersial yang mendasarkan pada SAK dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Akibat diadakannya rekonsiliasi inilah
memunculkan koreksi atau penyesuaian fiskal positif maupun negative.
Sejak SPT Tahunan 2002, rekonsiliasi ini sudah masuk di dalam lampiran
SPT. Penyesuaian fiskal positif yaitu penyesuaian yang bersifat menambah atau
memperbesar penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial sebagai akibat
timbuhnya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
ketentuan undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya.
Perbedaan dapat terjadi saat pengakuan biaya dan pengakuan penghasilan
yang berbeda atau perbedaan dalam menggunakan metode sehingga menghasilkan
biaya menurut fiskal lebih rendah dibandingkan dengan penghitungan biaya menurut
metode akuntansi komersial. Demikian pula penghasilan sebagai objek pajak
mungkin tidak dikategorikan sebagai penghasilan dalam akuntansi komersial.
Dalam akuntansi Pajak Penghasilan (PPh), laba dibedakan antara laba
akuntansi (accounting profit), laba komersial dengan laba fiskal (taxable profit), atau
Penghasilan Kena Pajak. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu
periode sebelum dikurangi beban pajak yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dan lebih ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi, sedangkan
laba fiskal adalah laba/rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan
Peraturan Perpajakan dan lebih ditujukan untuk menjadi dasar penghitungan PPh.
Tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi PPh. Penerapan
PSAK 46 ini diharapkan dapat menjembatani antara Peraturan Perpajakan dengan
ketentuan akuntansi.

Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan


Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak
tangguhan/pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini (current tax) adalah jumlah Pph
terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada satu periode. Beban pajak tangguhan
akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak
tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan
Gambaran umum dalam rekonsiliasi fiskal untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
atau Badan dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Dokumen

Pembukuan/ Standar Akuntansi


Akuntansi Keuangan

Laporan Keuangan Laporan Keuangan


Rekonsiliasi
Fiskal Fiskal

Dasar Perundangan-undangan
Neraca perpajakan dan peraturan
pelaksanaannya

Daftar Perhitungan
Rekonsiliasi Fiskal Laba Rugi Fiskal
Laba Rugi

Penghasilan Kena
Beda Waktu
Pajak

Beda Tetap Pajak Terutang

Pajak yang Harus


Dibayar Sendiri

SPT Tahunan PPh


Orang Pajak yang
Pribadi/Badan Kurang/Lebih Dibayar

Gambaran tersebut menunjukkan adanya beda tetap dan beda waktu


sehubungan dengan rekonsiliasi fiskal yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Perbedaan Waktu Pengakuan (Time Difference)
Perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial
dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat perbedaan waktu pengakuan
pendapatan dan beban. Hal ini berakibat adanya penundaan pengakuan.
Sesuai namanya, beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan
perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau
pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda
alokasi setiap tahunnya.
Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara pajak
dengan akuntansi dalam hal:
a. Akrual dan realisasi
b. Penyusutan dan amortisasi
c. Penilaian persediaan
d. Kompensasi kerugian fiskal
2. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Difference)
Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal
ini juga menyangkut masalah pendapatan atau beban tetapi tidak berhubungan
dengan periode tetapi jumlah itulah yang dipersoalkan.
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya
menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya
yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau
sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi (pre tax
income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable
income).
Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal
berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak:
a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh final (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
b. Penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
c. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta pengeluaran
yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi
kewajaran (Pasal 9 ayat 1 UU PPh).

Koreksi Positif dan Negatif dari Rekonsiliasi Fiskal


Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) yang pembukuannya
menggunakan pendekatan akuntansi komersial, yang bertujuan mempermudah
mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), dan
menyusun laporan keuangan fiskal yang harus dilampirkan pada saat
menyampaikan SPT Tahunan PPh.
Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negatif. Koreksi positif terjadi
apabila pendapatan menurut fiskal bertambah. Koreksi positif biasanya dilakukan
akibat adanya:
1. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense),
2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal,
3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal,
4. Penyesuaian fiskal positif lainnya.
Koreksi negatif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang. Koreksi
negatif biasanya dilakukan akibat adanya:
1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak,
2. Penghasilan yang dikenakan PPh final,
3. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal,
4. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal,
5. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya,
6. Penyesuaian fiskal negative lainnya.

Aset Pajak Tangguhan


Asset pajak tangguhan (deferred tax asset) timbul apabila beda waktu
menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi
lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Asset pajak
tangguhan adalah jumlah Pajak Penghasilan terpulihkan pada periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa
kompensasi kerugian.

Kewajiban Pajak Tangguhan


kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) timbul apabila beda waktu
menyebabkan terjadinya koreksi negative sehingga beban pajak menurut akuntansi
lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak
tangguhan adalah jumlah Pajak Penghasilan terutang untuk periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

Pencatatan dan Penyajian


Pengakuan asset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi
fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan
tariff pajak yang berlaku. Dalam aplikasinya, tariff maksimum PPh digunakan karena
alasan kepraktisan.
Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah:

Keterangan Debet Credit


Aset Pajak Tangguhan XXX
Pendapatan Pajak Tangguhan XXX
Sementara itu jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan
adalah:

Keterangan Debet Credit


Beban Pajak Tangguhan XXX
Kewajiban Pajak Tangguhan XXX

Penyajian pajak tangguhan:


1. Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari asset dan
kewajiban lainnya dalam neraca.
2. Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan
Penyajian pajak tangguhan:
1. Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari asset dan
kewajiban lainnya dalam neraca.
2. Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari asset pajak kini
(tax receivable/prepaid tax) dan kewajiban pajak kini (tax payable).
3. Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau
kewajiban lancar.
4. Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak kini
dan jumlah netonya disajikan dalam neraca.
5. Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari
aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
6. Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh
dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dari utang PPh Pasal 29.
7. PPh final:
a. Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yang berhubungan dengan
PPh final berbeda dari Dasar Pengenaan Pajaknya, maka perbedaan
tersebut tidak boleh diakui sebagai aset atau kewajiban pajak
tangguhan.
b. Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, beban pajak diakui
proposional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang
diakui pada periode berjalan.
c. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang
dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui
sebagai Pajak Dibayar Dimuka dan Utang Pajak.
d. Akun PPh final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari PPh final
yang masih harus dibayar.
8. Perlakuan akuntansi untuk hal khusus:
a. Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam
Surat Ketetapan Pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau
beban lain-lain pada laporan laba rugi periode berjalan.
b. Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya
ditangguhkan.
c. Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya
ditangguhkan. PSAK 25 tentang Laba atau Rugi bersih untuk periode
berjalan, kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi.

Penyajian dalam Laporan Keuangan:

Penjualan Rp. XXX


Harga Pokok Penjualan Rp.XXX -
Laba Kotor Rp.XXX
Biaya Usaha Rp.XXX -
Laba Usaha Rp.XXX
Pendapatan (Beban) Luar Usaha Rp.XXX +/-
Laba Sebelum PPh Rp.XXX
PPh:
 Pajak Kini Rp.XXX
 Pajak Tangguhan Rp.XXX Rp.XXX +/-
Laba Setelah PPh Rp.XXX

Pencatatan yang harus dilakukan:


Beban PPh kini Rp.XXX
Utang PPh Pasal 29 Rp.XXX

Keterangan Debet Credit


Aset Pajak Tangguhan XXX
Pendapatan Pajak Tangguhan XXX

Atau:

Keterangan Debet Credit


Beban Pajak Tangguhan XXX
Kewajiban Pajak Tangguhan XXX
Skema Keterkaitan antara koreksi positif, koreksi negatif, perbedaan
temporer, DTA dan DTL

Tax Base Accounting Base


(per SPT) (per book)

Temporary
Differences

Taxable Temporary Deductible Temporary


Difference (berasal dari Difference (berasal dari
koreksi fiskal negatif) Tax Loss Carry koreksi fiskal positif)
Forward
X tax rate X tax rate

Future Tax Asset


Future Tax Liability (potensi
Refundable (potensi
penambahan PPh di masa
penghematan PPh di masa
mendatang)
mendatang)
X tax rate

Deferred Tax Deferred Tax


Liability Net Deferred Asset
Tax (Ending)

Deferred Tax
Expense
(Income)

Net Deferred
Income
Balance Sheet Tax
Statement
(Beginning)
HUBUNGAN AKUNTANSI KEUANGAN
DENGAN AKUNTANSI PAJAK

Walaupun akuntansi mempunyai pengaruh yang sangat dalam


terhadap doktrin pajak, namun terdapat banyak perbedaan antara
akuntansi dan pajak. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan
antara tujuan pajak dan tujuan akuntansi.
Tujuan utama akuntansi keuangan adalah untuk menyediakan
informasi yang berguna kepada manajemen, para pemegang saham,
para kreditur, dan pihak-pihak lain yang bekepentingan dalam
rangka membuat keputusan ekonomi. Tanggung jawab utama
akuntan adalah melindungi pihak-pihak yang berkepentingan
tersebut agar tidak mendapatkan informasi yang menyesatkan .
Aturan permainan yang menjadi landasan akuntansi keuangan
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum ( generally
accepted accounting principles ) .Sebaliknya akuntansi pajak
dimaksudkan untuk menyajikan informasi perpajakan kepada
administrasi pajak yang penampilannya ( metode, prosedur, dan
teknik pembukuan ) sangat dipengaruhi oleh hukum pajak. Akuntansi
pajak tidak dapat dipisahkan dari tujuan utama sistem pajak itu
sendiri yaitu pemungutan pajak secara adil. Tujuan utama instansi
perpajakan adalah melindungi kepentingan masyarakat wajib pajak.
Walaupun terdapat perbedaan antara akuntansi dan pajak, namun
terdapat persamaan antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan
tentang kapitalisasi, realisasi, penyusutan, persediaan, utang
piutang, metode kas dan akrual.
Mengenai konsep kapitalisasi hubungan antara akuntansi
keuangan dan akuntansi pajak cukup jelas, misalnya pembelian aset
adalah pengeluaran modal ( capital expenditure ) bagi keduanya
bukan merupakan beban atau pengeluaran pengurang penghasilan (
revenue expenditure) . Prinsip kapitalisasi diperoleh dari pemikiran
bahwa neraca menggambarkan kekayaan neto yaitu aset dikurangi
liabilitas. Prinsip kapitalisasi juga diperoleh dari prinsip akuntansi
menandingkan ( matching principle of accounting ) yaitu
menandingkan penghasilan dengan pengeluaran yang
mendatangkan penghasilan tersebut.
Dengan demikian aset yang disewakan tidak boleh didebet ke
akun beban, karena pengeluaran untuk pembelian aset tersebutlah
yang menciptakan penghasilan sewa yang akan diterima pada masa
yang akan datang. Berdasarkan pemikiran “ penandingan “ maka
penyusutan adalah alokasi harga pembelian aset tetap terhadap
penghasilan yang akan diterima pada masa mendatang dengan cara
mendebitnya ke akun beban penyusutan. Prinsip kapitalisasi juga
sejalan dengan teori finansial yang menyatakan bahwa investasi yang
memiliki kapasitas mendatangkan penghasilan di masa mendatang
tidak selayaknya dibebankan pada masa sekarang. Dari segi
perpajakan, kapitalisasi dapat diterima berdasarkan “kemampuan
membayar” ( ability to pay ) yang menyatakan bahwa pengeluaran
modal tidak mengurangi kekayaan wajib pajak tetapi hanya
mengalami perubahan bentuk saja.
Mengenai konsep realisasi terdapat persamaan dan perbedaan
antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak. Baik akuntansi
keuangan maupun akuntansi pajak sama-sama menerima biaya
historis untuk aset, namun akuntansi pajak tidak sepenuhnya dapat
menerima prinsip konservatisme yang dianut dalam akuntansi
keuangan. Misalnya kerugian yang diperkirakan timbul dari piutang
tak tertagih, oleh akuntansi keuangan telah diakui walaupun belum
ada realisasinya, sedangkan akuntansi pajak baru mengakui adanya
kerugian jika sudah ada realisasinya dalam arti piutang tersebut
benar-benar sudah tidak dapat lagi ditagih.
Tujuan penyusutan dalam akuntansi keuangan adalah untuk
menandingkan pengeluaran modal dengan penghasilan yang
didatangkan pengeluaran tersebut. Penyusutan dalam perpajakan,
selain untuk tujuan itu dapat juga dimaksudkan untuk kebijakan
ekonomi tertentu misalnya penghapusan dipercepat ( accelerated
depreciation ) untuk merangsang investasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31A ayat (1) huruf b UU PPh.
Mengenai persediaan, tujuan akuntansi keuangan dan
akuntansi pajak adalah untuk menandingkan secara rasional harga
pokok barang dengan hasil penjualannya ( hubungan kausalitas
).Karena dalam praktik sulit untuk mengikuti arus barang satu demi
satu , maka digunakan arus biaya, meskipun ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tidak mengikuti sepenuhnya
praktik akuntansi keuangan karena alasan tertentu seperti misalnya
penilaian persediaan berdasarkan masuk terakhir keluar pertama (
last in first out ) .
Catatan: IFRS melarang penggunaan metodeLIFO untuk tujuan
pelaporan keuangan karena metode LIFO tidak mereprentasikan
secara andal arus persediaan yang sebenarnya.
Perlakuan akuntansi pajak dan akuntansi keuangan terhadap
utang piutang adalah sama yaitu tidak ada perubahan kekayaan neto
( net worth), akan tetapi atas piutang yang diragukan
kolektibilitasnya, perlakuan pajak dapat berbeda dari perlakuan
akuntansi karena alasan tertentu.
Basis /stelsel kas ( cash basis ) dan basis/stelsel akrual ( accrual
basis ) berkaitan dengan saat pengakuan penghasilan dan
pengurangan ( deductions ). Pada umumnya akuntansi
keuangan menggunakan basis akrual dalam pengakuan penghasilan
dan beban, sedangkan akuntansi pajak selain menggunakan basis
akrual dapat juga menggunakan basis kas walaupun penggunaannya
sangat terbatas ( lihat memori penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP).
Selain persamaan terdapat juga perbedaan antara akuntansi
keuangan dan akuntansi pajak karena adanya perbedaan antara
tujuan pajak dan tujuan akuntansi. Perbedaan itu tersebut timbul
menurut Silvia A. Madeo dkk karena :
(a) Ketersediaan dana untuk membayar (wherewithal to pay).
Atas penjualan angsuran tertentu, wajib pajak menangguhkan
pengakuan penghasilan terutama karena sebelum menerima
angsuran pembayaran kemungkinan besar wajib pajak tidak
tersedia dana untuk membayar pajak.
(b) Kepastian (certainty)
Akuntansi keuangan dapat menggunakan taksiran dalam rangka
mencapai tujuan penandingan seperti halnya untuk jaminan
purna jual dan beban piutang tak tertagih. Karena taksiran itu
menimbulkan ketidak pastian, ketentuan peraturan perundang-
undangan pajak jarang memperkenankan taksiran dan
memperbolehkan beban dapat dikurangkan jika telah dibayar
atau jika utang dapat dihitung tepat secara matematis dan telah
ada kepastian hukum.
(c) Kemudahan administrasi ( administrative convenience ).
Kriteria kepastian dan larangan penggunaan taksiran akan
mempermudah administrasi pajak karena Kantor Pelayan Pajak
tidak perlu untuk memeriksa jumlah taksiran biaya.
(d) Mempengaruhi perilaku sosial dan ekonomi ( influencing social
and economic behavior).
Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan bebagai
macam insentif untuk mendorong investasi seperti misalnya
penghapusan dipercepat
Perbedaan penghasilan antara akuntansi keuangan dan
akuntansi pajak pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi
perbedaan permanen ( permanent differences) dan perbedaan
waktu atau temporer (timing or temporary differences). Perbedaan
permanen adalah perbedaan antara penghasilan fiskal dan
penghasilan akuntansi yang timbul karena administrasi pajak
menghitung penghasilan fiskal berbeda dari penghasilan akuntansi
tanpa koreksi di kemudian hari. Hal ini mengakibatkan adanya
perbedaan total penghasilan selama masa hidup perusahaan yang
dihitung menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan menurut standar akuntansi keuangan.

Contoh.
Pemberian dalam bentuk natura berupa pengobatan
karyawan ke dokter atau rumah sakit yang ditunjuk perusahaan
menurut Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh tidak boleh dikurangkan
dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, sedangkan
menurut akuntansi komersial boleh dikurangkan. Akibat adanya
perbedaan perlakuan tersebut, maka laba fiskal akan berbeda
dengan laba komersial sepanjang hidup perusahaan.
PEMBUKUAN

1. Pengertian
Setiap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, wajib menyelenggarakan pembukuan, karena
pembukuan adalah sarana bagi wajib pajak untuk mencatat dan
melaporkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukannya sebagai
basis penghitungan dasar pengenaan pajak. Dalam Pasal 1 butir (29)
UU KUP, diberikan pengertian pembukuan yaitu “suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
tahun pajak berakhir”.

2. Penyelenggaraan Pembukuan.
Penyelengaraan pembukuan/pencatatan yang baik merupakan
hal yang esensial bagi pengusaha, demikian juga untuk keperluan
perpajakan. Karena demikian pentingnya pembukuan itu bagi
keperluan perpajakan, maka UU KUP mengatur tentang
penyelenggaraan pembukuan yang meliputi kewajiban
penyelengaraan, persyaratan, cakupan, sistem atau cara
penyelengaraan, penyimpanan , dan sanksi.
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP ditentukan bahwa setiap
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan.
Namun demikian perlu dimaklumi bahwa penyelengaraan
pembukuan membutuhkan kesiapan baik dilihat dari biaya maupun
tenaga yang untuk tingkat pengusaha tertentu masih dirasakan
cukup berat. Agar tidak membebani masyarakat di luar
kemampuannya undang-undang memberikan kemudahan bagi
kelompok Wajib Pajak yang belum siap tersebut. Kesiapan
pengusaha diukur dengan jumlah peredaran usaha (
turnover) selama setahun. Peredaran usaha yang menunjukkan
skala aktivitas pengusaha dianggap merupakan ukuran yang paling
dapat diterima untuk menentukan kesiapan pengusaha dalam
menyelenggarakan pembukuan. Dalam Pasal 28 ayat (2) UU KUP
ditentukan pengecualian dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan yaitu : (a) Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu Wajib
Pajak yang peredaran usaha brutonya dalam setahun kurang dari
Rp 4.800.000.000 dan (b) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tetapi wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

3. Persyaratan Pembukuan.
Penyelengaraan pembukuan dan teknik pencatan sangat
bervariasi mulai dari yang paling sederhana atau konvesional
sampai dengan yang paling canggih. Juga skala kegiatan perusahaan
sangat bervariasi, ada dalam skala kecil, menengah dan besar.
Cakupan wilayah kegiatan usaha ada bersifat lokal, regional,
nasional, dan manca negara.Selain itu bidang usaha yang dijalankan
juga sangat bervariasi. Hal itu semua akan mengakibatkan
kompleksitas penyelenggaraan pembukuan. Untuk menghindarinya
agar tidak terjebak, maka ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan tidak mengatur secara rinci teknik dan proses
penyelenggaraan, tetapi menyerahkannya kepada profesi. Untuk
mengamankan kebijakan dan tujuan sistem perpajakan, maka
ketentuan perundang-undangan perpajakan menentukan
persyaratan sebagai berikut :
a. Landasan Pokok
Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan
itikad baik dan mencerminkan kegiatan usaha. Dimensi itikad
baik merupakan landasan kebenaran pembukuan. Pembukuan
yang benar merujuk kepada penyelenggaraan sesuai
sebagaimana adanya atau seharusnya, betul, tidak
mengandung kesalahan, dan cocok dengan keadaan yang
sebenarnya dan andal ( reliable).
b. Persyaratan Teknis
(1) Diselenggarakan di Indonesia;
(2) Menggunakan huruf Latin dan angka Arab;
(3) Menggunakan mata uang rupiah dan mata uang asing selain
rupiah yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
(4) Dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
533/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 196/PMK 03/
2007, Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 11/PER/2010, dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.011/2012 bahasa asing dan
mata uang asing yang diizinkan dalam penyelenggaraan
pembukuan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika
Serikat. Wajib Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika
Serikat adalah :
(a) Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA)
yang beroperasi berdasarkan ketentuan perundang-
undangan PMA;
(b) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi
berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan pertambangan selain pertambangan
minyak dan gas bumi;
(c) Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan
pertambangan minyak dan gas bumi
(d) Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (5) UU PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda ( P3B);
(e) Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik
sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri
(f) Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana
dalam denominasi mata uang Dollar Amerika Serikat dan
telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan
Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
Keuangan;
(g) Wajib Pajak yang berafliasi dengan perusaan induk di luar
negeri yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang
dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent
company) di luar negeri yang mempunyai hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
huruf a dan huruf b UU PPh.
(h) Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata
uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia.
Catatan.Berdasarkan PSAK 10, yang dimaksud dengan mata uang
fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi
utama di mana entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi
utama di mana entitas beroperasi adalah lingkungan entitas
tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas.
Entitas mempertimbangkan faktor berikut dalam
menentukan uang fungsionalnya:
a.mata uang :
(i.) yang paling mempengaruhi harga jual barang dan jasa (
mata uang ini seringkali menjadi mata uang yang harga
jual barang dan jasa didenominasikan dan
diseleselesaikan )
(ii) dari negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya
sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa
entitas.
b.mata uang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja,
bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang atau
jasa ( mata
uang yang seringkali menjadi mata uang yang mana biaya
tersebut didenominasikan dan diselesaikan )
Mata uang penyajian adalah mata uang yang digunakan
dalam penyajian laporan keuangan.
.
. Selanjutnya ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam rangka
Kontrak Karya dan Wajib Pajak Kotraktor Kerja Sama yang
akan menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris
dan mata uang Dollar Amerika Serikat tidak perlu mendapat
izin secara tertulis dari Menteri Keuangan, tetapi cukup
memberitahukannya secara tertulis ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tiga bulan
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat tersebut
dimulai. Sedangkan Wajib Pajak lainnya jika
menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan
mata uang Dollar Amerika Serikat harus terlebih dahulu
mendapat izin secara tertulis dari Direktur Jenderal Pajak
atas nama Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan dan
lampirannya wajib disampaikan dalam bahasa Indonesia
kecuali lampirannya berupa laporan keuangan, dan dalam
mata uang Dollar Amerika Serikat.

4. Cakupan Pembukuan.
Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP ditentukan bahwa
pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta pembelian
dan penjualan, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang. Sebenarnya perkataan atau istilah “sekurang-
kurangnya” dalam Pasal 28 ayat (7) tersebut kurang tepat
karena perkataan atau istilah “sekurang-kurangnya”
mengandung konotasi atau pengertian setidak-tidaknya sehingga
masih ada pencatatan yang belum tercakup, padahal jika
pencatatan sudah mencakup harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, pembelian dan penjualan , tidak ada lagi
yang luput dicatat. Perkataan atau istilah sekurang-kurangnya ini
tidak sejalan dengan pengertian pembukuan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1 butir 29 UU KUP. Istilah sekurang-
kurangnya ini terbawa dari ketentuan yang terdapat dalam
Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 UU KUP. Perkataan atau istilah sekurang-kurangnya
dalam kedua ketentuan tersebut adalah tepat karena digunakan
dalam konteks “ pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari
catatan yang dikerjakan secara teratur tentang keadaan kas dan
bank, daftar hutang piutang, dan daftar persediaan barang.

5. Sistem dan Cara Penyelenggaraan Pembukuan


Laporan keuangan seharusnya menyajikan secara wajar
posisi keuangan dan hasil usaha. Pada prinsipnya pajak juga
didasarkan pada hasil usaha perusahaan, oleh karena itu
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan juga
mengandalkan prinsip-prinsip akuntansi sampai batas tertentu
ketimbang menetapkan sendiri standar secara rinci untuk
pelaporan pajak. Namun demikian hampir di setiap negara
terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi untuk
mencerminkan tujuan-tujuan pajak secara spesifik seperti
pencegahan penyelundupan pajak dan penggunaan pajak sebagai
kebijakan ekonomi dan sosial. Perbedaan-perbedaan tersebut
adalah suatu fakta atau kenyataan yang tidak dapat disangkal
kebenarannya, sehingga adalah tidak realistis mengharapkan
dalam suatu sistem penyatuan secara menyeluruh ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip-
prinsip akuntansi. Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU
KUP disebutkan bahwa “ pembukuan harus diselenggarakan
dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia,
misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
menyatakan lain”. Pengecualian tersebut misalnya tentang
pengakuan penghasilan, metode depresiasi, penilain persediaan,
sewa guna usaha (leasing), tanah dan sebagainya.

6. Penyimpanan Buku-buku, Catatan dan Dokumen


Buku, catatan, dan dokumen yang harus diselenggarakan,
sepenuhnya diserahkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan kepada Wajib Pajak, namun
penyimpanannya diatur tersendiri. Dalam Pasal 28 ayat (11) UU
KUP ditentukan bahwa buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi on-line, wajib
disimpan di Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun. Hal itu
dimaksudkan apabila instansi perpajakan memerlukannya dalam
menerbitkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau
pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku,
catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur
batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang
diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan
dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan
kewajaran penyimpanan.

7. Sanksi Tidak Menyelenggarakan Pembukuan.


Agar pemenuhan kewajiban dilakukan secara efektif harus
diikuti sanksi jika kewajiban tidak atau tidak sepenuhnya
dilaksanakan. Demikian juga halnya dengan penyelenggaraan
pembukuan. Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d UU KUP ditentukan
bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara
jabatan jika Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Sudah barang tentu penghitungan yang dilakukan secara jabatan
akan didasarkan pada data tidak hanya yang diperoleh dari Wajib
Pajak tetapi juga pada data yang diperoleh dari sumber lain.
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar
penghitungan secara jabatan dibebankan kepada Wajib Pajak.
Pajak yang dihitung secara jabatan akan dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan 100% dari pajak yang kurang
dibayar.

PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN

A. Pendapatan (Revenues)
1. Pengertian

Konsep  Aliran masuk aset


Aliran Masuk (inflow)  Kenaikan Aset

Pendapatan Pendekatan Aset - Liabilitas

Konsep  Aliran keluar barang dan jasa


Aliran Keluar (outflow)  Penjualan barang dan penyerahan jasa

Pendekatan Beban - Pendapatan

PSAK 23 : Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat


ekonomik yang timbul dari aktivitas normal entitas
selama satu periode bila arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal.
Menurut Kerangka Dasar Penyususunan dan Penyajian Laporan
Keuangan, penghasilan (income) didefinisikan adalah kenaikan
manfaat ekonomik selama satu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi baik
pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan
adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang
biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti
penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan
sewa.
Keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang
memenuhi definisi penghasilan yang mungkin timbul atau
mungkin tidak timbul dalam aktivitas perusahaan yang biasa.
Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomik dan
dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan
pendapatan. Keuntungan meliputi misalnya pos yang timbul dari
pengalihan aset tidak lancar. Definisi penghasilan juga mencakup
keuntungan yang belum direalisasi, misalnya, yang timbul dari
revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan ( marketable) dari
kenaikan jumlah aset jangka panjang. Jika diakui dalam laporan
laba rugi, keuntungan biasanya dicantumkan terpisah karena
informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan
keputusan ekonomik. Keuntungan biasanya dilaporkan dalam
jumlah bersih setelah dikurangi dengan beban yang
bersangkutan.

2. Pengukuran
Pendapatan diukur dalam satuan nilai tukar produk/jasa dengan
nilai yang wajar yang diterima atau dapat diterima dalam suatu
transaksi yang wajar (arm’s length transactions). Nilai tukar
tersebut menunjukkan ekuivalen kas atau nilai diskonto tunai
dari uang diterima atau akan diterima dari transaksi penjualan.
Jika barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa
dengan sifat dan nilai yang serupa, maka pertukaran tersebut
tidak dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan,
Hal ini sering terjadi pada komoditas seperti minyak atau susu
ketika penyalur menukarkan persediaan di beberapa lokasi untuk
memenuhi permintaan secara tepat waktu dalam suatu lokasi
tertentu. Jika barang dijual atau jasa diberikan dengan barang
atau jasa yang tidak serupa, maka pertukarn tersebut dianggap
sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan
tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang
diterima, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang
dialihkan. Jika nilai barang atau jasa yang diterima tidak dapat
diukur secara andal, maka pendapatan tersebut diukur pada nilai
wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan
jumlah kas atau setara kas yang dialihkan.

3. Pembentukan dan Realisasi Pendapatan


Pembentukan pendapatan berkaitan dengan kapan pendapatan
dianggap terbentuk, sedang realisasi berkaitan dengan kapan
pendapatan dianggap terealisasi dalam suatu transaksi :
a) Pembentukan Pendapatan (earning process)
Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang
menjelaskan proses terjadinya pendapatan. Secara
konseptual, pendapatan dianggap terbentuk bersamaan
dengan seluruh proses berlangsungnya kegiatan perusahaan.
Jadi proses pembentukan pendapatan dimulai dari kegiatan
produksi, penjualan dan pengumpulan/penagihan piutang.
Hal ini berarti bahwa apabila sejumlah potensi jasa tertentu
yang melekat pada aset telah terbentuk selama kegiatan
produksi, otomatis telah terbentuk pendapatan, meskipun
belum terjadi penjualan.

Rp Pendapatan
Beban
.

Awal Produksi Penjualan Pengumpula Waktu


Produksi Selesai n
Kas
b) Realisasi Pendapatan
Konsep realisasi berbeda dengan konsep pembentukan
pendapatan. Realisasi merupakan teknik akuntansi yang
dijadikan dasar untuk menandai pengakuan pendapatan. Atas
dasar konsep ini, pendapatan baru terbentuk setelah
produksi selesai dikerjakan dan terealisasi melalui penjualan
baik secara langsung maupun kontrak penjualan. Diterimanya
kas atau kesanggupan membayar dari pihak pembeli
merupakan proses realisasi pendapatan. Dengan demikian
proses realisasi pendapatan ditandai oleh dua kejadian
berikut :
1. Adanya kepastian perubahan produk menjadi bentuk aset
lain (potensi jasa) melalui kegiatan penjualan yang sah.
2. Diperolehnya aset lain (biasanya aset lancar) sebagai
pengesahan terhadap transaksi penjualan tersebut.
Dari kedua kejadian di atas, dapat dikatakan bahwa proses
realisasi pada dasarnya merupakan penegasan terhadap
proses pembentukan pendapatan.
4. Pengakuan Pendapatan
Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC)
pengakuan adalah proses untuk mencatat atau memasukkan
secara formal suatu pos dalam akun dan laporan keuangan
entitas. Pengakuan ini meliputi penjelasan suatu pos baik dengan
kata-kata maupun angka, dan jumlah itu termasuk dalam angka
total laporan keuangan. Untuk aset dan liabilitas, pengakuan
menyangkut pencatatan bukan hanya perolehan atau terjadinya
pos itu tetapi juga perubahan sesudahnya, termasuk
penghapusan dari laporan keuangan yang sebelumnya diakui.
a) Kriteria
Secara umum, ada dua kriteria yang dapat dijadikan dasar
untuk mengakui pendapatan, yaitu :
1. Telah terealisasi (realized), yaitu bila telah terjadi
transaksi pertukaran antara barang yang dihasilkan
perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas,
atau ada kepastian akan segera terealisasi (realizable), di
mana barang hasil pertukaran dapat segera diubah
(dikonversi) menjadi kas atau klaim untuk menerima kas.
Syarat barang yang mudah dikonversi adalah :
 Memiliki harga per unit yang pasti dan barang
tersebut tidak terpengaruh oleh perubahan bentuk
dan ukuran barang, misalnya logam mulia.
 Mudah dijual tanpa memerlukan biaya yang besar.
2. Pendapatan telah terbentuk (earned) yaitu bila kegiatan
menghasilkan barang dan jasa telah berjalan dan secara
substansial telah selesai.

b) Saat pengakuan :
Menurut Kieso Cs dalam bukunya“Intermediate Accounting”
pendapatan diakui jika besar kemungkinan ( probable)
manfaat ekonomik masa depan akan mengalir ke
perusahaan dan pengukuran jumlah pendapatan secara andal
mungkin dilakukan. Berdasarkan konsep fundamental
pengakuan pendapatan ini, maka dikembangkan pengkuan
berbagai jenis pendapatan sebagai berikut
1. Selama kegiatan produksi
Pendapatan dapat diakui selama kegiatan produksi,
meskipun produk yang dihasilkan perusahaan masih
dalam proses produksi.
→ Perusahaan konstruksi yang memerlukan
penyelesaian dalam beberapa periode akuntansi.
Taksiran pendapatan dilakukan dengan dua pendekatan :
 Persentase Biaya
 Persentase Penyelesaian Pisik
2. Saat produksi selesai
Saat pengakuan pendapatan ini pada umumnya dilakukan
terhadap produk yang memiliki harga yang sudah pasti
dan pemasarannya terjamin, misalnya emas, perak,
timah, gandum, dsb.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengakuan
pendapatan saat produksi selesai yaitu :
a. Harga jual dapat ditentukan dengan cukup tepat.
b. Tidak diperlukan kegiatan/biaya pemasaran yang
cukup material untuk menjual produk tersebut.
c. Harga pokok produk sulit ditentukan.
d. Satuan-satuan persediaan dapat saling dipertukarkan
(barang tidak terpengaruh oleh perubahan bentuk
atau ukuran).
3. Saat penjualan
Pada umumnya perusahaan mengakui pendapatan pada
saat penjualan yang merupakan dasar yang paling jelas
dan objektif. Kapan saat yang tepat dijadikan dasar yang
menandai terjadinya penjualan?
Berdasarkan paragraf 13 PSAK 23 ditentukan bahwa
pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila
seluruh kondisi berikut dipenuhi :
a. entitas telah memindahkan risiko dan manfaat
kepemilikan barang secara signifikan kepada pembeli;
b. entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang
biasanya terkait dengan kepemilikan atas barang
ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang
yang dijual;
c. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan
andal;
d. kemungkinan besar manfaat ekonomik yang terkait
dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas;
dan.
e biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan
dengan transaksi penjualan tersebut dapat diukur
secara andal.
Penentuan kapan suatu entitas telah memindahkan
risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan kepada
pembeli memerlukan pengujian atas keadaan transaksi
tersebut. Pada umumnya, pemindahan risiko dan
manfaat kepemilikan terjadi pada saat bersamaan
waktunya dengan pemindahan hak milik atau penguasaan
atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada
kebanyakan penjualan eceran. Dalam kasus lain
pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada
saat yang berbeda dengan pemindahan hak milik atau
penguasaan atas barang tersebut.
Jika entitas menahan risiko signifikan dari
kepemilikan, maka transaksi tersebut bukanlah
penjualan dan pendapatan tidak diakui. Entitas dapat
menahan risiko dan manfaat kepemilikan secara
signifikan dengan berbagai cara seperti :
a) bila entitas menahan kewajiban sehubungan dengan
pelaksanaan suatu hal yang tidak memuaskan yang
tidak dijamin oleh ketentuan jaminan normal;
b) bila penerimaan pendapatan dari suatu penjualan
bergantung pada pendapatan pembeli yang
bersumber dari penjualan barang yang bersangkutan;
c) bila pengiriman barang bergantung pada instalasinya,
dan instalasi tersebut merupakan bagian yang
signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh
perusahaan;
d) bila pembeli berhak membatalkan pembelian
berdasarkan alasan yang ditentukan dalam kontrak
dan perusahaan tidak dapat memastikan apakah akan
terjadi retur.
4. Saat kas diterima
Digunakan dalam hal terdapat ketidakpastian yang besar
mengenai kolektibilitas piutang yang timbul dari
penjualan barang dan jasa, atau biaya penagihan cukup
tinggi, atau apabila penjualan bukan merupakan
penyelesaian earning process secara substansial.
pengakuan pendapatan dapat ditunda sampai saat
diterimanya kas.
Menurut Ahmed Riahi Belkaoui bukunya “Accounting Theory”,
secara umum pendapatan diakui berdasarkan basis akrual atau
berdasarkan basis peristiwa kritis.
1. Basis Akrual
1.1. Selama kegiatan produksi
Sewa, bunga, dan komisi diakui sebagai pendapatan
berdasarkan perjanjian atau kontrak yang dibuat
sebelumnya yang menjelaskan tentang peningkatan secara
bertahap atas klaim kepada pelanggan.
1.2. Berdasarkan kemajuan kerja atau persentase selesai kontrak
jangka panjang.
1.3. Berdasarkan fee tetap ditambah biaya tertentu.
Pendapatan dari cost plus fixed fee contracts.
1.4. Berdasarkan perubahan aset karena pertumbuhan.
Pendapatan dari minuman keras atau anggur, tanaman
hutan industri, peternakan.
2. Basis Peristiwa Kritis
2.1. Saat penjualan
Digunakan apabila :
(a) Harga produk diakui secara pasti.
(b) Petukaran telah selesai dengan pengiriman barang,
sehingga sudah dapat diketahui biaya yang sudah
dikeluarkan.
(c) Dari segi realisasi, penjualan tersebut dianggap sebagai
kejadian penting.
2.2. Selesai produksi
Digunakan apabila keadaan pasar stabil dan harga
komoditas stabil, serta kejadian penting adalah kegiatan
produksi bukan penjualan, misalnya logam mulia seperti
emas, perak, dan sejenisnya yang harganya relatif stabil.
2.3. Saat pembayaran setelah dilakukan penjualan.
Digunakan apabila penjualan yang akan dilakukan dan
penilaian yang akurat tidak dapat dilakukan atas barang
yang diserahkan tersebut, misalnya penjualan angsuran.

Menurut pragraf 19 PSAK 23 , jika hasil transaksi yang terkait


dengan penjualan jasa dapat diestimasi secara andal, maka
pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut diakui
dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada
akhir pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal,
jika seluruh kondidsi berikut ini dipenuhi:
(a) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
(b) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan
transaksi tersebut akan mengalir ke entitas;
(c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode
pelaporan dapat diukur secara andal ; dan
(d) biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk
menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal

Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat


diestimasi secara andal, maka pendapatan diakui hanya
sebesar beban yang telah diakui yang dapat dipulihkan ..
Namun jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi secara andal
dan kemungkinan kecil biaya yang terjadi akan dipulihkan,
maka pendapatan tidak diakui dan biaya yang timbul diakui
sebagai beban.
Jika tidak ada lagi kondisi semula yang mengakibatkan hasil
kontrak tidak dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan
diakui sesuai dengan pragraf 19 yang disebutkan di atas.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan


sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh ,
“penghasilan” adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk...
Berdasarkan definisi di atas, penghasilan mengandung unsur-
unsur :
a) setiap tambahan kemampuan ekonomis;
b) yang diterima atau diperoleh;
c) baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
(global income);
d) yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan;
e) dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Kata-kata yang menyatakan “diterima atau diperoleh”


mengandung arti bahwa penghasilan baru diakui setelah ada
realisasi.

Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat ( 5) UU KUP antara


lain dikemukan sebagai berikut :
Pengertian diperoleh merujuk kepada stelsel akrual ( accrual
basis) yaitu suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya
dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya
diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan
penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara
tunai.
Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan
penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat
penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang
konstruksi dan metode lain yang digunakan dalam bidang usaha
tertentu seperti built operate and transfer (BOT) dan real estat.
Perlu diketahui bahwa terhitung mulai 1 Januari 2009
berdasarkan PP No : 40 Tahun 2009 tentang perubahan PP No :
51 Tahun 2008, pengenaan PPh atas penghasilan jasa konstruksi
adalah bersifat final.
Pengertian diterima merujuk kepada stelsel kas ( cash basis)
yaitu penghasilan baru diakui sebagai penghasilan apabila benar-
benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu
serta biaya baru diakui sebagai biaya apabila benar-benar telah
dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang
pribadi atau perusahaan jasa seperti transportasi, hiburan,
restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan
pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni,
penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada
saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya
ditetapkan pada saat barang, jasa dan biaya operasi lain dibayar.
Dengan demikian pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan
penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu
besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan
dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh
karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan, pemakaian
stelsel kas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus
meliputi seluruh penjualan , baik yang tunai maupun yang
bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus
diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak
yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan
dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara konsisten.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-184/PJ/2002


tanggal 11 April 2002 bahwa penghasilan bank berupa bunga
kredit non-performing diakui pada saat penghasilan bunga
tersebut diterima oleh bank (cash basis).

Penjualan Angsuran
Metode pengakuan pendapatan dan/atau penghasilan bruto
yang paling banyak digunakan untuk mengatasi ketidakpastian
yang melingkupi penerimaan kas dari hasil penjualan adalah
metode penjualan angsuran. Dengan metode penjualan angsuran,
penghasilan ( bruto ) diakui pada saat atau dalam proses
terjadinya penerimaan kas dari hasil penjualan, dan tidak pada
saat atau dalam proses terjadinya penjualan. Metode penjualan
angsuran dikembangkan sebagai respon terhadap meningkatnya
kontrak-kontrak penjualan dengan masa pembayaran dalam
beberapa tahun, dengan penyerahan atau pemindahan hak milik
atas barang yang diperjual-belikan baru dilakukan setelah
pembayaran yang terakhir kalinya. Banyak barang-barang
konsumsi seperti misalnya peralatan elektronik, perhiasan,
otomotif, ditawarkan untuk dijual berdasarkan kontrak penjulan
angsuran. Akan tetapi, semakin populernya kontrak penjualan
dengan pembayaran angsuran dalam dunia bisnis, dan semakin
komprehensif-nya penilaian tentang kredibilitas pelanggan,
semakin kecil pula ketidakpastian penerimaan kas dari hasil
penjualan berdasar kontrak pembayaran angsuran. Penerimaan
kas bukan lagi merupakan hal yang krusial, tetapi peristiwa
terjadinya transaksi penjualanlah yang pada hakikatnya
merupakan saat yang secara substansial diselesaikannya proses
memperoleh pendapatan. Biaya kolektibilitas dan kerugian
piutang sudah dapat diestimasi pada saat terjadinya transaksi
penjualan. Di samping itu perlindungan atau proteksi atas tidak
tertagihnya piutang sudah didapat oleh pihak penjual, karena
pada umumnya pihak penjual mempunyai hak untuk menarik
kembali barang yang diperjual-belikan di samping uang muka yang
biasanya cukup signifikan jumlahnya. Oleh karena itu pada
dasarnya UU PPh tidak memperkenankan untuk digunakannya
metode penjualan angsuran sebagai dasar pengakuan
pendapatan dan/atau penghasilan bruto.
Namun dewasa ini, kontrak-kontrak penjualan dengan
pembayaran angsuran yang mencakup jangka waktu lebih panjang
lagi juga semakin populer, khususnya penjualan properti, seperti
real estat, tanah kavling siap bangun. Biasanya kontrak penjualan
dilakukan dengan uang muka yang relatif kecil, bahkan kadang-
kadang tanpa uang muka, dengan masa pembayaran yang
meliputi 15 sampai 20 tahun. Risiko menunggak pada tahun-
tahun awal biasanya relatif besar, karena bagi pembeli pada
tahun-tahun awal tersebut sedikit banyak merupakan suatu
investasi; dan sering kali harga properti terkait sering tidak stabil.
Penerapan metode akrual murni untuk kontrak penjualan
angsuran akan berakibat penghasilan diakui terlalu besar pada
tahun-tahun awal, karena kegagalan dalam mengakui secara
realistis biaya-biaya yang akan timbul dalam kaitannya dengan
kontrak penjualan, termasuk kerugian sebagai akibat adanya
piutang yang tertunggak dan pembatalan kontrak.

B. Beban (Expenses)
1. Pengertian
Menurut pragraf 70 butir b “Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan”, beban (expenses) adalah
“penurunan manfaat ekonomik selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanaman modal”. Beban
mencakup baik kerugian (loss) maupun beban yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul
dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi,
misalnya beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban itu
biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset seperti
kas (dan setara kas), persediaan, dan aset tetap. Kerugian
mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang
mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas
perusahaan yang biasa. Kerugian mencerminkan berkurangnya
manfaat ekonomik, dan pada hakikatnya tidak berbeda dari
beban lain.
Kerugian dapat timbul, misalnya dari bencana kebakaran,
banjir, seperti juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar.
Definisi beban juga mencakup kerugian yang belum direalisasi,
misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh kenaikan kurs
valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan
dalam mata uang tersebut. jika kerugian diakui dalam laporan
laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena pengetahuan
mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan pengambilan
keputusan ekonomik. Kerugian sering kali dilaporkan dalam
jumlah bersih setelah dikurangi dengan penghasilan yang
bersangkutan.

2. Pengakuan (Recognition)
Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan
manfaat ekonomik masa depan yang berkaitan dengan
penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan
dapat diukur dengan andal. Hal ini berarti bahwa pengakuan
beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban
atau penurunan aset, misalnya akrual hak karyawan atau
penyusutan aset tetap.
Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan
langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu
yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya
dengan pendapatan (matching costs with revenues) ini
melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan
atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-
sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya
berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok
penjualan ( cost or expense of goods sold ) diakui pada saat yang
sama sebagai penghasilan yang diperoleh dalam penjualan
barang.
Kalau manfaat ekonomik diharapkan timbul selama
beberapa periode akuntansi dan hubungannya dengan
penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak
langsung, maka beban yang diakui dalam laporan laba rugi
adalah atas dasar alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini
sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan
dengan penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten,
merek dagang. Dalam kasus semacam ini, beban ini disebut
penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan
untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati
manfaat ekonomik aset yang bersangkutan.
Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau
pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomik masa depan
atau kalau sepanjang manfaat ekonomik masa depan tidak
memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui
dalam neraca sebagai aset.
Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul
kewajiban tanpa pengakuan aset, seperti apabila timbul
kewajiban akibat garansi produk.

3. Pengukuran
Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan perusahaan
dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis
(historical cost). Ini biasanya digabungkan dengan dasar
pengukuran yang lain. Misalnya persediaan biasanya dinyatakan
sebesar nilai terendah dari biaya historis atau nilai realisasi bersih
(lower cost or net realizable value).
Menurut historical cost aset dicatat sebesar pengeluaran kas
(atau setara kas) atau nilai wajar dari imbalan yang diberikan
untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Liabilitas
dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari
kewajiban (obligation) atau keadaan tertentu (misalnya pajak
penghasilan), dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan
akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan
usaha yang normal.
Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tidak ada diberikan pengertian atau definisi
beban/biaya. Namun demikian jika diteliti lebih lanjut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dapat ditarik
kesimpulan bahwa biaya adalah “segala sesuatu yang dapat
dikurangkan dari penghasilan untuk menentukan besarnya
Penghasilan Kena Pajak yaitu biaya untuk mendapatkan ,
menagih, dan memelihara penghasilan (tidak termasuk kerugian
yang dapat dikompensasikan dan PTKP)”.
Tidak semua beban yang diakui dalam laporan laba rugi
komersial diakui dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak pada dasarnya
kriteria pengeluaran yang dapat dikurangkan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak adalah :
a) pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) dibebankan
pada tahun pengeluaran sedangkan pengeluaran kapital
(capital expenditure) dibebankan melalui penyusutan dan
amortisasi.
b) terdapat hubungan langsung dengan usaha dan kegiatan.
c) tidak terkait dengan penghasilan yang bukan objek pajak atau
penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
d) pengeluaran kas, bukan natura atau kenikmatan.
e) dalam batas kewajaran dan sesuai dengan adat pedagang
yang baik (sound business practice).

Menurut Harnanto dalam” Akuntansi Perpajakan “ konsep dasar


atau prinsip biaya fiskal sebagai kriteria untuk menentukan
apakah suatu pengeluaran, biaya, atau kerugian dapat
diperlakukan atau memenuhi kualifikasi sebagai pengurang
penghasilan bruto untuk tujuan penentuan pajak penghasilan,
meliputi : (1) diotorisasi oleh UU PPh, (2) bukan merupakan
pengeluaran pribadi, (3) merupakan pengeluaran pendapatan,
penyusutan dan/atau amortisasi (4) merupakan pengeluaran
yang bersifat rutin, diperlukan, dan wajar jumlahnya, (5)
merupakan biaya usaha, alokasi atau amortisasi biaya terkait
dengan aktivitas investasi, (6) merupakan kerugian yang
sesungguhnya terjadi, (7) merupakan kewajiban bagi wajib
pajak; dan (8) didukung oleh dokumentasi yang memadai

Beban / biaya yang tidak boleh dikurangkan (tidak diakui) dalam


menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
b. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
c. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma
Penghitungan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
dan Norma Penghitungan Penghasilan Khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
d. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak
termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut
ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan
pajak;
Catatan. Pengecualaian di atas tidak berlaku lagi sejak 1
Januari 2011 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2010.
e. Kerugian atas harta atau hutang yang tidak dimiliki dan
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak
f. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan
warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
a dan huruf b kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
yang ketentuannya diatur atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
h. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan
usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan konsumen dan perusahaan anjak
piutang; cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangn
bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga
Penjaminan Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali
untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan
syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
i. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang di atur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
j. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
k. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;
l. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota;
m. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,
atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham;
n. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi Wajib Pajak atau yang menjadi tanggungannya.
Dasar pengukuran beban dalam penjualan adalah sama dengan
dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan komersial yaitu biaya historis (historical cost).
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

1. Pendahuluan
PSAK 46 adalah suatu metode akuntansi pajak penghasilan yang secara komprehensif
mencoba menerapkan pendekatan aset—liabilitas ( asset—liability approach ). Metode
akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca (oriented balance sheet) mengakui
adanya perbedaan waktu ( temporary atau timing diferences ) dan sisa kerugian yang masih
atau belum dikompensasikan. PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak
penghasilan dalam :
(1) Mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode
mendatang untuk hal- hal :
a. Pemulihan (penyelesaian) nilai tercatat aset ( liabilitas) di masa depan yang diakui
pada laporan keuangan entitas.
b. Transasksi-transaksi atau kejadian lain dalam periode kini yang diakui dan pada
laporan keuangan entitas.
(2) Pengakuan aset pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum
dikompensasikan, penyajian pajak penghasilan di dalam laporan keuangan, dan
pengungkapan informasi yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan.

2. Definisi

a. Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
b. Laba Kena Pajak atau Laba Fiskal ( taxable profit) atau Rugi Pajak ( tax loss) adalah laba
atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan
otoritas perpajakan atas pajak penghasilan yang terutang ( dipulihkan )
c. Beban Pajak ( tax expense ) atau Penghasilan Pajak ( tax income ) adalah jumlah gabungan
pajak kini ( current tax ) dan pajak tangguhan ( deferred tax ) yang diperhitungkan dalam
menentukan laba rugi satu periode.
d. Pajak Kini ( current tax) adalah jumlah pajak penghasilan terutang ( dipulihkan) atas laba
kena pajak (rugi pajak) untuk suatu periode
e. Liabilitas Pajak Tangguhan ( deferred tax liabilities ) adalah jumlah pajak penghasilan
terutang ( payable ) pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan
temporer kena pajak.
f. Aset Pajak Tangguhan ( deferred tax assets ) adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat
dipulihkan ( recoverable ) pada periode mendatang sebagai akibat adanya :
(a) perbedaan temporer dapat dikurangkan ;
(b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi dan
(c) akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan, dalam hal hal peraturan perpajakan
mengizinkan.
i. Perbedaan Temporer ( temporary differences ) adalah perbedaan antara jumlah tercatat
aset atau liabilitas dalam laporan posisi keuangan dan dasar pengenan pajaknya.
Perbedaan temporer dapat berupa :
(a) Perbedaan temporer kena pajak ( taxable temporary differences ) yaitu perbedaan
temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena pajak
(rugi pajak) periode msasa depan ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan
atau diselesaikan ( settled); atau
(b) Perbedaan temporer dapat dikurangkan ( deductible temporary differences ) yaitu
perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan ( deductible
amounts ) dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan
ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan ( recovered ) atau diselesaikan(
settled )
j. Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ) aset atau liabilitas adalah nilai yang terkait dengan aset
atau liabilitas untuk tujuan pajak..
k. Nilai Tercatat Aset dan Liabilitas adalah nilai yang tercantum dalam laporan posisi
keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


DPP aset adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan pajak, terhadap setiap manfaat
ekonomik kena pajak yang akan mengalir ke entitas ketika memulihkan nilai tercatat aset
tersebut. Apabila manfaat ekonomik tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka DPP aset
tersebut adalah sama dengan nilai tercatat aset. Contoh :
(a) Biaya perolehan mesin 100. Untuk tujuan pajak, penyusutan sebesar 30 telah
dikurangkan pada periode berjalan dan periode sebelumnya, dan sisa biaya perolehan
akan dapat dikurangkan pada periode masa depan, melalui penyusutan atau
pengurangan atas pelepasan. Pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan mesin
merupakan objek pajak. setiap keuntungan atas pelepasan mesin akan menjadi objek
pajak dan setiap kerugian atas pelepasan mesin akan dikurangkan untuk tujuan pajak.
DPP mesin adalah 70
(b) jumlah tercatat piutang bunga adalah 100. Penerimaan piutang bunga terkait akan
dikenakan pajak dengan dasar kas, . DPP piutang bunga adalah nihil
(c) Jumlah tercatat piutang usaha adalah 100. Pendapatan usaha terkait telah termasuk dalam
laba kena pajak (rugi pajak) . DPP piutang usaha adalah 100.
(d) Jumlah tercatat piutang dividen dari entitas anak adalah 100. Dividen bukan objek pajak.
Secara substansi, seluruh jumlah tercatat aset tersebut dikurangkan terhadap manfaat
ekonomi. Kosekuensinya, DPP piutang dividen adalah 100
Catatan. Dalan analisis ini tidak ada perbedaan temporer kena pajak. Analisis alternatif
adalah piutang dividen yang diakru memiliki dasar pengenaan pajak nihil dan tarif
pajak nihil diterapkan untuk menghasilkan perbedaan temporer kena pajak
sebesar 100. Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak
tangguhan.
(e) Jumlah tercatat piutang pinjaman adalah 100. Penerimaan kembali pinjaman tidak
mempunyai konsekuensi pajak. DPP piutang pinjaman adalah 100.

DPP liabilitas adalah jumlah tercatat liabilitas dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat
dikurangkan untuk tujuan pajak berkenaan dengan liabilitas tersebut pada periode masa
depan Dalam hal pendapatan diterima di muka, maka dasar pengenaan pajak yang
ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat liablitas, dikurangi setiap jumlah
pendapatan yang tidak dikenakan pajak pada periode masa depan.

Contoh :
(a) Jumlah tercatat liabilitas jangka pendek mencakup beban terakru ( accrued expenses )
dengan nilai tercatat sebesar 100. Beban terkait akan dikurangkan untuk tujuan pajak
dengan dasar kas. DPP beban terakru adalah nihil.
(b) Jumlah tercatat liabilitas jangka pendek termasuk pendapatan bunga diterima di muka
sebesar 100. Pendapatan bunga tersebut dikenakan pajak dengan dasar kas, yang
berarti sudah seluruhnya diakui sebagai elemen penghasilan kena pajak tahun yang lalu.
DPP bunga diterima di muka adalah nihil.
(c) Jumlah tercatat liabilitas jangka pendek termasuk beban terakru ( accrued expense )
sebesar 100. Beban tersebut telah dikurangkan untuk tujuan fiskal. DPP atas beban
terakru adalah 100
(d) Jumlah tercatat libilitas jangka pendek termasuk denda dan pinalti terakrur sebesar 100.
Untuk tujuan pajak, beban tersebut tidak dapat dikurangkan.DPP denda atas denda dan
pinalti adalah 100.
Catatan : Dalam analisis ini tidak ada perbedaan temporer yang dapat dikkurangkan.
Analisis alternatif adalah utang denda dan pinalti terakru memiliki dpp nihil dan tarif
pajak nihil diterapkan untuk menghasilkan perbedaan temporer yang dapat
dikurangkan sebesar 100. Dari kedua analisis tersebut tidak ada aset pajak tangguhan.
(e) Jumlah tercatat utang pinjaman sebesar 100. Pelunasan pinjaman tersebut tidak
mempunyai konsekuensi pajak. DPP atas utang pinjaman adalah 100.

4. Prinsip-prinsip Dasar.
(1) PPh tahun berjalan yang kurang dibayar atau terutang diakui sebagai Liabilitas Pajak Kini
(current tax liabilities ) sedangkan PPh tahun berjalan yang lebih dibayar diakui sebagai
Aset Pajak Kini ( current tax asset )
(2) Konsekuensi pajak periode mendatang yang dapat diatribusikan dengan perbedaan
temporer kena pajak ( taxable temporary differences ) diakui sebagai Liabilitas Pajak
Tangguhan ( deferred tax liabilities ) , sedangkan efek perbedaan yang boleh
dikurangkan ( deductible temporary differences ) dan sisa kerugian yang belum
dikompensasikan diakui sebagai Aset Pajak Tangguhan (deferred tax assets )
(3) Pengukuran liabilitas dan aset didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan; efek perubahan peraturan perpajakan yang terjadi di masa depan tidak
boleh diantisipasi atau diestimasikan.
(4) Penilaian (kembali) Aset Pajak Tangguhan harus dilakukan pada setiap tanggal laporan
posisi keuangan, terkait dengan kemungkinan dapat atau tidaknya pemulihan aset pajak
tangguhan direalisasikan dalam periode mendatang.

5. Nilai Tercatat Aset dan Liabilitas.


Nilai tercatat aset mengandung makna bahwa nilai tercatat aset itu akan terpulihkan (
recovered) dalam bentuk manfaat ekonomik yang akan mengalir ke entitas pada peiode masa
depan. Apabila nilai tercatat lebih besar daripada dasar pengenaan pajaknya (DPP), maka
jumlah manfaat ekonomik yang kena pajak akan melebihi jumlah yang dapat dikurangkan
untuk tujuan pajak. Perbedaan ini merupakan perbedaan temporer kena pajak, dan kewajiban
untuk membayar pajak penghasilan pada periode masa depan yang dihasilkan merupakan
liabilitas pajak tangguhan. Ketika entitas memulihkan nilai tercatat aset, maka perbedaan
temporer akan terealisasi menjadi laba kena pajak.Sebaliknya apabila nilai tercatat aset lebih
kecil daripada DPP aset , maka jumlah manfaat ekonomk yang kena pajak akan lebih kecil
daripada jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak. Perbedaan ini adalah perbedaan
temporer yang boleh dikurangkan dan selisihnya merupakan aset pajak tangguhan, berupa
pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada masa depan ( lihat gambar 1)

Nilai Tercatat Perbedaan DPP


Aset Temporer Aset

Perbedaan Ya Tida Perbedaan


Lebih Temporer Boleh
Temporer Kena kk
Besar ?
Pajak Dikurangkan

Tarif Pajak
Liabilitas Aset
Pajak Pajak
Tangguhan Tangguhan
Gambar 1 : Pengaruh perbedaan antara nilai tercatat aset dengan DPP aset.

Nilai tercatat liabilitas mengandung makna bahwa liabilitas itu akan diselesaikan dengan
menggunakan sumber daya ekonomik perusahaan. Pada saat pelunasan/penyelesaian
liabilitas, mungkin sebagian atau seluruh sumber daya ekonomik tersebut dapat dikurangkan
dari laba pajak setelah pengakuan liabilitas. Hal ini akan menimbulkan perbedaan antara
jumlah nilai tercatat liabilitas dengan DPP liabilitas. Apabila nilai tercatat liabilitas lebih besar
daripada DPP liabilitas, maka perbedannya merupakan perbedaan boleh dikurangkan, yang
menimbulkan aset pajak tangguhan berupa pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada
masa depan. Sebaliknya apabila nilai tercatat liabilitas lebih kecil daripda DPP liabilitas,
perbedaan ini merupakan perbedaan temporer kena pajak yang menimbulkan liabilitas pajak
tangguhan ( lihat gambar 2)

Nilai Tercatat Perbedaan DPP


Liabilitas Temporer Liabilitas

Perbedaan Ya Tida Perbedaan


Lebih Temporer Kena
Temporer Boleh kk
Besar ?
Dikurangkan Pajak

Tarif Pajak

Liabilitas Aset
Pajak Pajak
Tangguhan Tangguhan
Gambar 2 : Pengaruh perbedaan antara nilai tercatat liabilita dengan DPP liabilitas.
Contoh 1 : Pencatatan Pajak Penghasilan Kini

PT Merapi untuk tahun pajak yang berakhir 31 Desember 2015 memperoleh laba sebelum pajak
sebesar Rp90.000.000.000. Hasil koreksi fiskal diketahui perbedaan permanen koreksi positif
sebesar Rp2.000.000.000. Koreksi perbedaan temporer sebesar Rp3.000.000.000 koreksi negatif
dan koreksi positif Rp5.000.000.000. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp1.700.000.000.
Pajak penghasilan yang telah dipotong oleh pihak lain adalah sebagai berikut:

• PPh final sebesar Rp1.500.000.000 atas penghasilan sewa bruto Rp15.000.000.000, PPh 23
tidak final sebesar Rp1.000.000.000 atas penghasilan sebesar Rp 50.000.000.000.
• Penghasilan diterima dari luar negeri sebesar Rp20.000.000.000. Pajak yang telah dipotong di
luar negeri sebesar Rp6.000.000.000, PPh Pasal 24 boleh dikreditkan terkait penghasilan luar
negeri sebesar Rp5.000.000.000.
• Angsuran pembayaran PPh 25 sebesar Rp10.000.000.000.
• Pajak yang dipungut oleh bea cukai, PPh 22 sebesar Rp2.000.000.000 atas impor.

Perusahaan mencatat pembayaran pajak dibayar di muka baik final maupun tidak final sebagai
pajak dibayar di muka. Buatlah jurnal pencatatan pembayaran pajak dan penyesuaian yang dibuat
untuk mengakui utang pajak penghasilan kini. Tarif pajak yang berlaku 25%.
Atas penerimaan penghasilan pajak yang dikenakan pajak final, akan dicatat penghasilan dan
pajak dibayar di muka. Dalam mencatat harus diberikan identitas final dan tidak final karena
dampaknya berbeda terhadap nilai liabilitas pajak kini (utang pajak). Sebagai alternatif dapat juga
langsung dicatat sebagai beban pajak.

Kas 13.500.000.000
Pajak Dibayar di Muka Final 1.500.000.000
Pendapatan 15.000.000.000
Kas 49.000.000.000
Pajak Dibayar di Muka (Tidak Final) 1.000.000.000
Pendapatan 50.000.000.000
Kas 14.000.000.000
Pajak Dibayar di Muka (LN) 6.000.000.000
Pendapatan 20.000.000.000

Pajak yang dibayar langsung oleh perusahaan ke kas negara, baik angsuran pajak dan pajak
yang dipungut akan dicatat sebagai pajak dibayar di muka. Dalam praktik jurnal ini akan dibuat
sesuai dengan waktu pembayarannya.

Pajak Dibayar di Muka PPh 22 2.000.000.000


Pajak Dibayar di Muka PPh 25 10.000.000.000
Kas 12.000.000.000

Pada akhir tahun, akan diperhitungkan pajak yang telah dibayar dengan jumlah pajak terutang.
Jika jumlah pajak terutang lebih besar daripada pajak yang telah dibayar, akan diakui sebagai
liabilitas pajak kini. Dalam laporan keuangan disajikan dengan nama utang PPh Badan. Utang ini
menurut ketentuan pajak harus dibayarkan paling lambat akhir bulan keempat setelah tanggal
laporan keuangan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.
Perhitungan pajak terutang:
Penghasilan kena pajak Rp90.000.000.000 + Rp2.000.000.000 – Rp3.000.000.000 +
Rp5.000.000.000 -- 15.000.000.000 = Rp79.000.000.000.
Pajak terutang = 25% x Rp79.000.000.000 = Rp19.750.000.000
Beban Pajak Kini 19.750.000.000
Pajak Dibayar di Muka PPh 22 2.000.000.000
Pajak Dibayar di Muka PPh 23 1.000.000.000
Pajak Dibayar di Muka PPh 24 5.000.000.000
Pajak Dibayar di Muka PPh 25 10.000.000.000
Utang PPh Badan (29) 1750.000.000
Total beban pajak kini merupakan penjumlahan semua pajak yang dibayarkan yaitu pajak final
dan pajak tidak final, termasuk juga pajak LN yang tidak boleh dikreditkan.
Total beban pajak kini = pajak terutang tahunan Rp19.750.000.000 + final Rp1.500.000.000 +
Rp.1.000.000.000 LN = Rp22.500.000.000.
Beban Pajak Kini 2.500.000.000
Pajak Dibayar di Muka PPh Final 1.500.000.000
Pajak LN Dibayar di Muka PPh 24 1.000.000.000
Beda temporer net Rp5.000.000.000 – Rp3.000.000.000 = Rp2.000.000.000 positif. Pajak
tangguhan 25% x Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000. Penghasilan kena pajak lebih besar
dibandingkan dengan laba menurut akuntansi, sehingga pengenaan pajak akan mendahului
pengakuan menurut akuntansi. Karena sebelumnya terdapat liabilitas pajak tangguhan, maka
pendapatan pajak tangguhan akan mengurangi liabilitas pajak tangguhan. Saldo liabilitas pajak
tangguhan sebesar Rp1.700.000.000 – Rp500.000.000 = Rp1.200.000.000.
Liabilitas Pajak Tangguhan 500.000.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 500.000.000
Saldo total beban pajak perusahaan adalah beban pajak kini ditambah pajak tangguhan =
Rp22.250.000.000 – Rp500.000.000 = Rp21.750.000.000.

Penyajian dalam laporan keuangan


Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif
Laba sebelum pajak Rp90.000.000.000
Beban pajak:
Beban pajak kini Rp22.250.000.00
0
Pendapatan pajak tangguhan (Rp.
500.000.000)
Total beban pajak Rp21.750.000.000
Laba bersih Rp68.250.000.000
Laporan posisi keuangan
Utang PPh Badan (liabilitas pajak Rp1.750.000.000
kini)
Liabilitas pajak tangguhan Rp1.200.000.000

Utang PPh Badan yang muncul dalam laporan keuangan merupakan Pajak kurang bayar dalam
satu tahun fiskal atau sering dikenal sebagai pajak rampung atau PPh 29. Utang PPh Badan
merupakan utang yang terkait dengan beban pajak entitas. Utang pajak yang lain merupakan utang
pajak terkait dengan kewajiban entitas untuk memotong pajak pihak lain sehingga tidak akan
mempengaruhi nilai beban pajak. Entitas dapat menyajikan dalam laporan posisi keuangan hanya
satu baris utang pajak dan rincian jenis-jenis pajaknya di catatan atas laporan keuangan, atau
menampilkan rincian utang pajak dalam laporan posisi keuangan.

Contoh 2 : Perbedaan Temporer Penghasilan Kena Pajak dan Laba Sebelum Pajak
PT Kencana menurut akuntansi melaporkan pendapatan yang sama selama tahun 2015, 2016, dan
2017 sebesar Rp300.000.000 per tahun dan beban sebesar Rp200.000.000 per tahun. Untuk tujuan
pajak, terdapat perbedaan temporer terkait dengan pengakuan pendapatan sehingga penghasilan
untuk 2015, 2016, dan 2017 secara berturutan sebesar Rp240.000.000, Rp320.000.000, dan
Rp340.000.000.
Jelaskan bagaimana dampak dari perbedaan ini dalam laporan keuangan entitas.
Tabel : Laporan Keuangan Entitas
Laporan Keuangan 2015 2016 2017 Total
Pendapatan 300.000.000 300.000.000 300.000.000 900.000.000
Beban 200.000.000 200.000.000 200.000.000 600.000.000
Laba sebelum pajak 100.000.000 100.000.000 100.000.000 300.000.000
Beban pajak penghasilan 25% 25.000.000 25.000.000 25.000.000 75.000.000

Laporan Pajak 2015 2016 2017 Total


Penghasilan 240.000.000 320.000.000 340.000.000 900.000.000
Beban yang dapat dikurangkan 200.000.000 200.000.000 200.000.000 600.000.000
Penghasilan kena pajak 40.000.000 120.000.000 140.000.000 300.000.000
Beban pajak kini (pajak terutang 25%) 10.000.000 30.000.000 35.000.000 75.000.000
Penyajian dalam laporan keuangan
Beban pajak kini 10.000.000 30.000.000 35.000.000 75.000.000
Beban (pendapatan) pajak tangguhan 15.000.000 (5.000.000) (10.000.000) -
Total beban pajak penghasilan 25.000.000 25.000.000 25.000.000 75.000.000

Liabilitas pajak tangguhan 15.000.000 10.000.000 - -

Dalam kasus ini perbedaan yang muncul hanya perbedaan temporer sehingga beban pajak
menurut akuntansi dibagi laba sebelum pajak (tarif pajak efektif) sama dengan tarif pajak yang
berlaku yaitu 25%. Jika terdapat perbedaan permanen tarif pajak efektif tidak sama dengan tarif
pajak yang berlaku.
Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi
keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa perbedaan
temporer kena pajak dan perbedaan temporer dapat dikurangkan. Perbedaan temporer terjadi
karena perbedaan waktu pengakuan namun secara total nilai penghasilan dan beban yang diakui
jumlahnya sama.
Misalnya beban terkait dengan aset tetap. Secara total nilai aset yang dibeli untuk kegiatan
operasional entitas dapat dibebankan sebagai beban operasional melalui proses depresiasi.
Perbedaan masa manfaat depresiasi antara akuntansi dan pajak menyebabkan perbedaan beban
depresiasi pada setiap periode, namun totalnya sama. Akuntansi sering menggunakan nilai sisa
sedangkan pajak tidak menggunakan nilai sisa dalam depresiasi. Penggunaan nilai sisa akan
menyebabkan beban depresiasi yang berbeda antara akuntansi dan pajak, namun perbedaan ini
akan hilang pada saat aset tersebut dijual atau dilepaskan. Perbedaan pengakuan keuntungan/
kerugian pelepasan aset antara akuntansi dan pajak menyebabkan perbedaan akibat nilai sisa
menjadi hilang.
Perbedaan temporer akan diakui sebagai pendapatain atau beban pajak tangguhan dan sebagai
konsekuensinya akan diakui sebagai aset dan liabilitas pajak tangguhan dalam laporan posisi
keuangan. Perbedaan temporer akan dipulihkan atau diselesaikan di masa mendatang, sehingga
konsekuensi perbedaan atas pengakuan aset/liabilitas tertentu akan hilang ketika perbedaan
tersebut tidak ada lagi.

Contoh 3 : Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan


PT Merbabu selama tahun 2015 mengakui beban garansi sebesar 2% dari total penjualan. Garansi
akan dilakukan selama dua tahun. Total penjualan pada 2015 sebesar Rp800.000.000. Beban
tersebut diakui menurut akuntansi dengan basis akrual pada saat penjualan terjadi yaitu pada tahun
2015. Menurut ketentuan pajak, beban tersebut baru diakui jika entitas telah secara nyata
memberikan garansi kepada pelanggannya. Kenyataannya beban garansi atas penjualan 2015
dibayarkan pada tahun 2015 sebesar Rp2.000.000, 2016 sebesar Rp8.000.000, dan 2017 sebesar
Rp6.000.000.
Atas biaya garansi tersebut akan diakui menurut akuntansi sebesar 2% x Rp800.000.000 =
Rp16.000.000. Beban tersebut akan diakru pada 2015 dan menimbulkan liabilitas.
Beban Garansi 16.000.000
Liabilitas Garansi 16.000.000
Atas garansi ini ada yang telah diberikan jasanya pada 2015 sehingga liabilitas akan berkurang.
Liabilitas Garansi 2.000.000
Kas (Kredit yang Lain) 2.000.000

Tabel : Perhitungan Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan


2015 2016 2017 Total
Beban garansi akuntansi 16.000.000 -- -- 16.000.000
Beban garansi pajak 2.000.000 8.000.000 6.000.000 16.000.000
Perbedaan laba akuntansi dan pajak (14.000.000) 8.000.000 6.000.000 ---
Laba akuntansi lebih tinggi (rendah)

Aset pajak tangguhan (akhir periode) 3.500.000 1.500.000 --


Beban (pendapatan) pajak tangguhan (3.500.000) 2.000.000 1.500.000
Liabilitas garansi (akhir periode) 14.000.000 6.000.000 --

Menurut akuntansi akan diakui beban garansi sebesar Rp16.000.000, sedangkan menurut
pajak akan diakui beban garansi sebesar yang telah dibayarkan Rp2.000.000. Dengan demikian
terdapat perbedaan laba Rp14.000.000. Laba menurut penghasilan kena pajak lebih besar
dibandingkan dengan laba menurut akuntansi. Perbedaan ini tercermin dengan perbedaan
pengakuan liabilitas garansi dalam laporan posisi keuangan sebesar Rp16.000.000 – Rp2.000.000
= Rp14.000.000.
Perbedaan tersebut akan terpulihkan di masa mendatang sehingga menimbulkan perbedaan
temporer yang dapat dikurangkan. Perbedaan tersebut akan diakui sebagai aset pajak tangguhan
sebesar perbedaan atas laba dikalikan dengan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut akan
terpulihkan. Misalkan tarif pajak yang berlaku 25% dan tidak akan berubah pada beberapa tahun
berikutnya.
Aset Pajak Tangguan 3.500.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 3.500.000
Pendapatan pajak tangguhan akan mengurangi beban pajak kini entitas. Dengan demikian
dampak dari jurnal tersebut total beban pajak akan lebih kecil dibandingkan dengan pajak kini.
Laba menurut akuntansi lebih kecil dari laba menurut pajak maka total beban pajak lebih kecil
dibandingkan dengan pajak kini. Total beban pajak akan dipadankan (di-matching-kan) dengan
laba sebelum pajak, sehingga tepat karena pada 2015 laba menurut akuntansi lebih kecil.
Pada tahun 2016 dilakukan pembayaran garansi Rp8.000.000 sehingga liabilitas pajak
tangguhan akan berkurang sehingga bersaldo Rp6.000.000. Akibat transaksi ini aset pajak
tangguhan juga harus dikurangi karena liabilitasnya telah terselesaikan. Atas berkurangnya
perbedaan temporer yang dapat dikurangkan tersebut akan dibuat jurnal.
Liabilitas Garansi 8.000.000
Kas (Kredit yang Lain) 8.000.000
Beban Pajak Tangguhan 2.000.000
Aset Pajak Tangguhan 2.000.000
Saldo aset pajak tangguhan Rp1.500.000 pada akhir tahun 2016 akan terselesaikan pada tahun
2017 dengan pembayaran garansi sebesar Rp6.000.000.
Liabilitas Garansi 6.000.000
Kas (Kredit yang Lain) 6.000.000
Beban Pajak Tangguhan 1.500.000
Aset Pajak Tangguhan 1.500.000
Pada akhir tahun 2017 perbedaan tersebut akan terselesaikan semuanya, sehingga saldo
liabilitas garansi nol dan aset pajak tangguhan juga bersaldo nol.

Perbedaan temporer yang dapat dikurangkan di masa mendatang harus dievaluasi setiap
periode untuk memastikan bahwa perbedaan tersebut dapat dikurangkan. Dalam beberapa kondisi
perbedaan temporer tersebut tidak dapat dikurangkan di masa mendatang. Jika perbedaan temporer
tersebut tidak dapat dikurangkan maka aset pajak tangguhan yang timbul dari perbedaan tersebut
tidak boleh diakui lagi. Untuk menjelaskan keadaan ini dapat dilihat dalam Contoh 4 yang
merupakan lanjutan Contoh 3.

Contoh 4 : Evaluasi atas Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan


Melanjutkan kasus dalam Contoh 3 namun pada tahun 2017 beban garansi yang dibayarkan
sebesar Rp4.000.000. Garansi tidak dapat lagi digunakan oleh pelanggan pada tahun 2018.
Berdasarkan data tersebut pengakuan garansi sebesar Rp16.000.000 namun pembayaran
garansi yang dilakukan hanya sebesar 2.000.000 + 8.000.000 + 4.000.000 = 14.000.000 sehingga
terdapat Rp2.000.000 perbedaan temporer yang tidak dapat diselesaikan. Dengan demikian pada
tahun 2017 akan dibuat jurnal berikut ini:
Liabilitas Garansi 4.000.000
Kas (Kredit yang Lain) 4.000.000
Beban Pajak Tangguhan 1.000.000
Aset Pajak Tangguhan 1.000.000

Tabel : Perhitungan Evaluasi atas Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan


2015 2016 2017 Total
Beban garansi akuntansi 16.000.000 -- -- 16.000.000
Beban garansi pajak 2.000.000 (8.000.000) 4.000.000 14.000.000
Perbedaan laba akuntansi dan pajak (14.000.000) 8.000.000 4.000.000 (2.000.000)
Laba akuntansi lebih tinggi (rendah)

Aset pajak tangguhan (akhir periode) 3.500.000 1.500.000 --


Beban (pendapatan) pajak tangguhan (3.500.000) 2.000.000 1.500.000
Liabilitas garansi (akhir periode) 14.000.000 6.000.000 --

Terkait dengan beban garansi yang telah diestimasi dan diakui Rp16.000.000 ternyata hanya
terealisasi Rp14.000.000, sehingga akan dilakukan koreksi atas estimasi yang telah dilakukan pada
2017. Perbedaan temporer yang tidak diselesaikan juga akan disesuaikan akibat koreksi atas
estimasi yang dilakukan.
Liabilitas Garansi 2.000.000
Kas (Kredit yang Lain) 2.000.000
Beban Pajak Tangguhan 500.000
Aset Pajak Tangguhan 500.000
Akibat jurnal penyesuaian tersebut saldo liabilitas garansi akan menjadi nol dan aset pajak
tangguhan menjadi nol. Beban garansi dicatat sebagai kredit akan digabungkan dengan pengakuan
beban garansi atas penjualan yang dilakukan pada 2017.

Contoh 5 : Perbedaan Temporer Kena Pajak


PT Sumbing pada awal Januari 2015 membeli kendaraan dengan harga Rp200.000.000.
Menurut akuntansi aset ini disusutkan 5 tahun tanpa nilai sisa sedangkan menurut pajak disusutkan
4 tahun tanpa nilai sisa.

Tabel : Perhitungan Perbedaan Temporer Kena Pajak


Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 Total
Beban depresiasi akuntansi 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 200.000.000
Beban depresiasi pajak 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 -- 200.000.000
Perbedaan laba akuntansi dan pajak 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 (40.000.000) --
Laba akuntansi lebih tinggi (rendah)

Liabilitas pajak tangguhan 2.500.000 5.000.000 7.500.000 10.000.000 --


(akhir periode)
Beban (pendapatan) pajak tangguhan 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 --
Perbedaan nilai kendaraan net (akhir) 10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 --

Menurut akuntansi beban depresiasi per tahun Rp40.000.000, sedangkan menurut pajak beban
depresiasi sebesar Rp50.000.000. Akibatnya laba sebelum pajak setiap tahun dari 2015-2018 lebih
besar Rp10.000.000 dibandingkan penghasilan kena pajak. Namun pada 2019, laba menurut
akuntansi lebih kecil Rp 40.000.000 karena pada tahun tersebut tidak ada depresiasi.
Akibat beban depresiasi tersebut akumulasi depresiasi menurut akuntansi lebih kecil, sehingga
aset net menjadi lebih besar. Perbedaan tersebut terakumulasi selama empat tahun sehingga saldo
perbedaan pada akhir 2018 sebesar Rp40.000.000. Perbedaan tersebut tidak ada lagi ketika diakui
beban depresiasi menurut akuntansi sedangkan menurut pajak tidak diakui lagi beban depresiasi.
Akibat laba sebelum pajak diakui lebih tinggi maka akan diakui beban pajak, namun
penyelesaiannya ditangguhkan pada saat penghasilan kena pajaknya diakui. Beban pajak
tangguhan diakui sebesar 25% x Rp10.000.000 = Rp2.500.000. Sebagai lawannya akan diakui
liabilitas pajak tangguhan. Jurnal yang dibuat selama empat tahun atas perbedaan laba akuntansi
dan penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:
Beban Pajak Tangguan 2.500.000
Liabilitas Pajak Tangguhan 2.500.000
Jurnal ini dibuat sama selama empat tahun 2015-2018, sehingga liabilitas pajak tangguhan
akan terakumulasi dan bersaldo Rp10.000.000 pada tahun 2019. Sebaliknya pada tahun 2019, laba
sebelum pajak lebih rendah Rp40.000.000 dibandingkan dengan penghasilan kena pajak. Atas
perbedaan tersebut akan diakui pendapatan pajak tangguhan dan lawannya liabilitas pajak
tangguhan. Pendapatan pajak tangguhan tersebut akan mengurangi beban pajak kini, sehingga
pada tahun 2019, total beban pajak akan lebih kecil dibandingkan dengan pajak kini.
Liabilitas Pajak Tangguan 10.000.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 10.000.000
Untuk depresiasi aset tetap, perbedaan temporer juga dapat terjadi akibat nilai sisa. Menurut
regulasi pajak di Indonesia, depresiasi dilakukan atas nilai seluruh aset tanpa memperhitungkan
nilai sisa. Sementara menurut akuntansi, entitas dapat menetapkan nilai sisa. Akibat nilai sisa maka
beban depresiasi menurut pajak dan akuntansi berbeda. Perbedaan tersebut, pada masa manfaat
aset akan tetap ada dan akan diakui liabilitas pajak tangguhan karena beban depresiasi menurut
akuntansi secara total lebih kecil dibandingkan dengan beban depresiasi menurut pajak. Perbedaan
ini akan hilang pada saat aset dijual atau dilepas. Pada saat aset dijual atau dilepas, entitas akan
mengakui keuntungan/kerugian penjualan sebesar selisih nilai jual dengan nilai sisa. Sementara
menurut pajak, seluruh hasil penjualan akan diakui sebagai keuntungan karena nilai sisa aset nol.
Perbedaan keuntungan dan kerugian penjualan aset ini akan mencerminkan perbedaan akibat nilai
sisa. Liabilitas pajak tangguhan akan terpulihkan pada saat aset tersebut dijual atau dilepaskan.
Contoh 6 : Perbedaan Temporer dan Permanen serta Pajak Kini
PT Sindoro pada tahun 2015 melaporkan laba sebelum pajak sebesar Rp900.000.000. Dalam
rekonsiliasi fiskal terdapat perbedaan antara akuntansi dan pajak yang disebabkan oleh beberapa
hal berikut:
1. Beban depresiasi menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan menurut pajak sebesar
Rp20.000.000.
2. Beban garansi menurut akuntansi lebih besar Rp80.000.000 dibandingkan menurut pajak.
3. Beban sumbangan sebesar Rp10.000.000 tidak diperkenankan menurut pajak.
4. Penghasilan sewa tanah dan bangunan sebesar Rp50.000.000 dikenakan pajak final sebesar
10%.
Tarif pajak yang berlaku sebesar 25%. Entitas belum memiliki saldo awal aset/liabilitas pajak
tangguhan. Pajak dibayar di muka terdiri atas angsuran pajak (PPh 25) Rp180.000.000, PPh 23
sebesar Rp20.000.000, dan pajak final atas sewa Rp5.000.000. Entitas menyusun laporan
keuangan tahunan, sehingga jurnal penyesuaian beban pajak dilakukan di akhir tahun.

Tabel : Perhitungan Perbedaan Temporer dan Permanen serta Pajak Kini


Perbedaan dapat Perbedaan kena
2015
dikurangkan pajak
Laba sebelum pajak (a) 900.000.000
Perbedaan temporer
Beban depresiasi (negatif) (20.000.000) 20.000.000
Beban garansi (positif) 80.000.000 80.000.000
Total perbedaan temporer (b) 60.000.000
Perbedaan permanen
Beban sumbangan (positif) 30.000.000
Penghasilan sewa final (negatif) (50.000.000)
Total perbedaan permanen (c) (20.000.000)
Penghasilan kena pajak (a) + (b) + (c) 940.000.000
Pajak terutang dalam satu tahun fiskal (25%) 235.000.000
Pajak tangguhan (15.000.000) 20.000.000 5.000.000
Pajak kini karena penghasilan final 5,000..000
Total Beban Pajak 225.000.000

Beban depresiasi menurut akuntansi terlalu kecil sehingga laba akuntansi lebih besar. Hal
tersebut memunculkan perbedaan kena pajak sebesar Rp20.000.000, liabilitas pajak tangguhan
yang diakui sebesar 5.000.000 (25% x 20.000.000).
Beban garansi menurut akuntansi terlalu besar sehingga laba akuntansi lebih kecil, atau
penghasilan kena pajak lebih besar sehingga memunculkan perbedaan dapat dikurangkan sebesar
Rp80.000.000, aset pajak tangguhan diakui sebesar Rp20.000.000.
Kedua perbedaan tersebut menghasilkan pendapatan pajak tangguhan Rp15.000.000. Beban
sumbangan tidak boleh diakui sehingga koreksi positif, menambah penghasilan kena pajak.
Penghasilan final tidak diperhitungkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak sehingga
dilakukan koreksi negatif.
Beban pajak kini entitas gabungan pajak terutang dalam satu tahun fiskal ditambah pajak atas
penghasilan yang dikenakan pajak final = 235.000.000 + 5.000.000 = 240.000.000.
Total beban pajak entitas merupakan penjumlahan beban pajak kini dan pajak tangguhan sebagai
berikut: Rp240.000.000 – Rp15.000.000 = Rp225.000.000.
Aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dalam penyajian akan disajikan neto
sehingga akan disajikan sebagai aset pajak tangguhan 15.000.000 (20.000.000 – 5.000.000).
Tarif efektif pajak entitas dihitung dari total beban pajak dibagi laba sebelum pajak sebesar
25% (225.000.000/900.000.000). Jika tarif pajak efektif dihitung dari beban pajak kini, sebesar
26,67% (240.000.000/900.000.000), sering disebut sebagai current effective tax rate. Perbedaan
tarif pajak efektif dengan tarif pajak pemerintah karena terdapat perbedaan permanen.
Jurnal yang akan dibuat untuk penyesuaian akhir tahun dan pengakuan pajak tangguhan adalah:
Beban Pajak Penghasilan (Kini) 235.000.000
Pajak Dibayar di Muka Angsuran PPh 25 180.000.000
Pajak Dibayar di Muka PPh 23 20.000.000
Utang PPh Badan 35.000.000
Beban Pajak Penghasilan (Kini) 5.000.000
Pajak Dibayar di Muka 5.000.000
Aset Pajak Tangguhan 20.000.000
Liabilitas Pajak Tangguhan 5.000.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 15.000.000
Penyajian dalam laporan laba rugi
Laba sebelum pajak Rp900.000.000
Beban pajak penghasilan:
Pajak kini Rp240.000.000
Pajak tangguhan (Rp15.000.000)
Total beban pajak penghasilan Rp225.000.000
Laba bersih Rp675.000.000
Penyajian dalam Laporan posisi keuangan
Aset pajak tangguhan Rp15.000.000

Contoh 7 : Kompensasi Kerugian


PT Slamet pada tahun 2015 mengalami rugi sebelum pajak sebesar Rp700.000.000. Pada
tahun 2016 entitas memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp100.000.000, tahun 2017 sebesar
Rp200.000.000 dan pada tahun 2018 sebesar Rp600.000.000. Entitas tidak memiliki perbedaan
permanen dan temporer sehingga laba (rugi) sebelum pajak menurut akuntansi sama dengan laba
(rugi) kena pajak. Tarif pajak yang berlaku sebesar 25%.

Tabel : Perhitungan Kompensasi Kerugian PT Slamet


Tahun 2015 2016 2017 2018

Laba atau rugi sebelum pajak (700.000.000) 100.000.000 200.000.000 600.000.000


Beban pajak
Beban pajak kini 0 0 0 50.000.000
Beban (pendapatan) pajak tangguhan (175.000.000) 25.000.000 50.000.000 100.000.000
Total beban pajak (175.000.000) 25.000.000 50.000.000 150.000.000
Laba (rugi) setelah pajak (525.000.000) 75.000.000 150.000.000 450.000.000

Aset pajak tangguhan 175.000.000 150.000.000 100.000.000 0

Tarif pajak efektif 25% 25% 25% 25%


Tarif pajak efektif kini (current effective rate) 0 0 0 8,33%

Pada tahun 2015 atas kerugian sebesar Rp700.000.000 diakui aset pajak tangguhan dan
pendapatan pajak tangguhan. Sesuai dengan prinsip matching, manfaat kompensasi akan diakui
pada saat terjadinya kerugian. Aset pajak tangguhan diakui, karena kompensasi tersebut
memberikan manfaat di masa mendatang, karena entitas memperoleh laba tidak perlu membayar
pajak. Aset pajak tangguhan dan pendapatan pajak tangguhan diakui sebesar Rp700.000.000 x
25% = 175.000.000.
Pada tahun 2016, atas laba yang diperoleh dikenakan pajak sehingga pajak kini nol. Namun
kompensasi kerugian akan dimanfaatkan sebesar Rp100.000.000, sehingga aset pajak tangguhan
akan berkurang sebesar 25% x Rp100.000.000 = Rp25.000.000.

Pada tahun 2017 kompensasi yang dimanfaatkan Rp200.000.000 sehingga aset pajak
tangguhan akan berkurang dan diakui beban pajak tangguhan sebesar 25% x Rp200.000.000 =
Rp50.000.000. Pada tahun 2018, kompensasi yang masih dapat dimanfaatkan sebesar
Rp400.000.000 (Rp700.000.000 – Rp100.000.000 – Rp200.000.000). Dengan demikian entitas
tetap harus membayar pajak atas penghasilan yang tidak dapat lagi dikompensasi sebesar
Rp600.000.000 – Rp400.000.000 = Rp200.000.000. Pajak kini yang dibayarkan sebesar 25% x
Rp200.000.000 = Rp50.000.000. Total beban pajak adalah Rp100.000.000 + Rp50.000.000 =
Rp150.000.000.

Pengakuan pajak tangguhan atas kompensasi kerugian akan menyebabkan tarif pajak efektif
sama seperti tarif pajak yang berlaku 25%. Namun jika tarif efektif hanya dihitung dari pajak yang
dibayarkan atau pajak kini saja, maka terlihat CETR nol dan baru terlihat pada tahun 2018. Contoh
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan pajak tangguhan memberikan informasi
yang lebih bermanfaat bagi pembaca karena dapat menunjukkan potensi manfaat dalam laporan
posisi keuangan dan beban diakui pada waktu yang lebih tepat.

Jurnal yang dibuat.


2015 Aset Pajak Tangguhan 175.000.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 175.000.000
2016 Beban Pajak Tangguhan 25.000.000
Aset Pajak Tangguhan 25.000.000
2017 Beban Pajak Penghasilan 50.000.000
Aset Pajak Tangguhan 50.000.000
2018 Beban Pajak Tangguhan 100.000.000
Beban Pajak Kini 50.000.000
Aset Pajak Tangguhan 100.000.000
Utang PPh Badan 50.000.000

Contoh 8 : Penyesuaian Aset Pajak Tangguhan


PT Lawu pada tahun 2015 mengalami kerugian sebelum pajak sebesar Rp500.000.000. Entitas
memperkirakan kerugian ini bersifat sementara, berdasarkan rencana kerja perusahaan dapat
diyakini bahwa entitas dapat memanfaatkan kompensasi kerugian tersebut di masa depan. Pada
tahun 2016 entitas memperoleh laba sebesar Rp20.000.000. Entitas masih meyakini bahwa
kompensasi masih dapat dimanfaatkan. Pada tahun 2017 entitas memperoleh laba Rp40.000.000.
Berdasarkan kinerja dua tahun tersebut entitas memprediksi bahwa dari sisa kompensasi kerugian
di tahun 2017 sebesar Rp440.000.000 (Rp500.000.000 – Rp40.000.000 – Rp20.000.000) hanya
dapat dimanfaatkan sebesar Rp240.000.000 sisanya kemungkinan tidak dapat dimanfaatkan
sehingga laba sebesar Rp200.000.000 dan pada tahun 2018 memperoleh laba Rp600.000.000.
Entitas tidak memiliki perbedaan permanen dan temporer sehingga laba (rugi) akuntansi sama
dengan laba (rugi) menurut pajak. Tarif pajak yang berlaku sebesar 25%.

Tabel : Perhitungan Aset Pajak Tangguhan PT Lawu


Tahun 2015 2016 2017 2017
Penyesuaian
Laba atau rugi (500.000.000) 20.000.000 40.000.000 40.000.000
Beban pajak
Beban pajak kini 0 0 0 0
Beban (pendapatan) pajak tangguhan (125.000.000) 5.000.000 10.000.000 60.000.000
Total beban pajak 125.000.000 5.000.000 10.000.000 60.000.000
Laba (rugi) setelah pajak (375.000.000) 15.000.000 30.000.000 (20.000.000)

Aset pajak tangguhan 125.000.000 120.000.000 110.000.000 60.000.000

Pada tahun 2015 manfaat kompensasi sebesar Rp500.000.000, akan diakui sebagai pendapatan
dan aset pajak tangguhan sebesar Rp125.000.000. Pada tahun 2016 aset pajak tangguhan
berkurang sebesar 25% x Rp20.000.000 = Rp5.000.000. Pada tahun 2017 aset pajak tangguhan
berkurang sebesar 25% x Rp40.000.000 = Rp10.000.000.

Atas informasi bahwa kompensasi yang dapat dimanfaatkan hanya sebesar Rp240.000.000
dan sisanya Rp200.000.000 tidak dapat dimanfaatkan. Untuk itu dibuat penyesuaian atas aset pajak
tangguhan, sehingga saldo aset pajak tangguhan hanya mencerminkan potensi manfaat kompensasi
yang dapat dimanfaatkan sebesar 25% x Rp240.000.000 = Rp60.000.000.
2015 Aset Pajak Tangguhan 125.000.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 125.000.000
2016 Beban Pajak Tangguhan 5.000.000
Aset Pajak Tangguhan 5.000.000
2017 Beban Pajak Penghasilan 10.000.000
Aset Pajak Tangguhan 10.000.000
Penyesuaian
2017 Beban Pajak Tangguhan 50.000.000
Beban Pajak Kini 50.000.000
Penyesuaian aset pajak tangguhan tidak hanya dilakukan akibat dari kompensasi kerugian
yang tidak dapat dimanfaatkan. Dalam beberapa kasus dapat saja terjadi perbedaan temporer yang
awalnya diprediksi dapat dikurangkan ternyata sesuai dengan ketentuan perpajakan tidak dapat
dikurangkan. Kondisi tersebut juga harus dibuatkan jurnal penyesuaiannya. Misalnya beban
penyisihan piutang menurut akuntansi sudah diakui dan atas pengakuan tersebut diharapkan beban
diakui oleh pajak. Namun dalam kenyataannya, beban penyisihan atau penghapusan piutang
tersebut tidak memenuhi syarat administrasi pajak sehingga tidak dapat dibebankan. Kondisi ini
mengharuskan entitas melakukan penyesuaian atas aset pajak tangguhan yang telah diakui.
PSAK 46 mengharuskan entitsas untuk mengakui liabilitas pajak tangguhan dan aset pajak
tangguhan sebagai konsekuensi perpajakan yang timbul dari pengakuan terhadap aset dan
liabilitas dalam laporan keuangan

5. Saldo Rugi Fiskal yang Dapat Dikompensasi.


Akumulasi rugi yang belum dikompensasi dan kredit pajak yang belum dimanfaatkan diakui
sebagai aset pajak tangguhan apabila kemungkinan besar laba kena pajak pada masa depan
akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak belum dikompensasi dan kredit pajak
belum dimanfaatkan.
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah laba kena
pajak akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi belum dikompensasi atau kredit pajak
belum dimanfaatkan :
(a) apakah entitas memilikii perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang cukup
berkaitan pada otoritas perpajakan yang sama dan entitas kena pajak yang sama, yang
akan menghasilkan jumlah kena pajak sehingga rugi pajak belum dikompensasi atau
kredit pajak belum dimanfaatkan dapat digunakan sebelum berlakunya daluwarsa;
(b) apakah memungkinkan bahwa entitas akan mendapat laba kena pajak sebelum rugi
pajak belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaatkan daluwarsa;
(c) apakah rugi pajak dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus yang teridentifikasi yang
hampir tidak mungkin terulang; dan
(d) apakah kesempatan perencanaan pajak tersedia pada entitas yang akan menghasilkan
laba kena pajak pada periode tersebut saat rugi pajak belum dikompensasi atau kredit
pajak belum dimanfaarkan dapat digunakan.
Apabila keciil kemungkinan bahwa laba kena pajak mendatang akan memadai untuk
dikompensasi dengan rugi pajak belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaatkan
dapat digunakan, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.
6. Hubungan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
Secara skematis, pengakuan beban pajak kini dan tangguhan serta aset dan liabilitas pajak
tangguhan dapat digambarkan sebagai berikut :

Laba Akuntansi Perbedaan Laba Fiskal

Perbedaan
Tetap Beban Pajak
Penghasilan Kini
Perbedaan (PSAK 46)
Temporer

Perbedaan Temporer Kerugian Pajak yang Perbedaan Temporer


Kena Pajak Dapat Boleh Dikurangkan
Dikompensasikan
(Carried
PENGECUALIAN PENGECUALIAN
Forward Loss)
Perbedaan Temporer Perbedaan Temporer
Kena Pajak yang timbul Boleh Dikurangkan yang
dari : Liabilitas Aset timbul dari :
1. Amortisasi Goodwill Pajak Pajak 1. Goodwill negatif.
non tax deductible. Tangguhan Tangguhan 2. Pengakuan awal
2. Pengakuan awal aset/kewajiban :
aset/liabilitas : - bukan dari
Pajak
- bukan dari penggabungan
Tangguhan
penggabungan usaha usaha
Neto Akhir
- tidak mempenga- - tidak mempenga-
ruhi laba akuntan- ruhi laba akuntan-
Dibandingka
si/pajak. si/pajak.
n
Pajak
Nerac Tangguhan L/R
a Neto Awal

Selisihnya

Tidak ada Pengakuan Tidak ada


Liabilitas Pajak Beban (Penghasilan) Pengakuan Aset
Tangguhan Pajak Tangguhan Pajak Tangguhan
Sebagai ilustrasi di bawah ini diberikan contoh sebagai berikut:

PT Datu Ronggur memulai kegiatan usahanya dalam tahun 2014. Perusahaan terdaftar sebagai
Wajib Pajak tanggal 1 Maret 2014 dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tanggal 15
Maret 2014. Menurut laporan laba rugi yang disusun oleh perusahaan untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 2014, laba persusahaan sebelum dikurangi PPh adalah Rp 950.400.500.
Data mengenai kegiatan perusahaan dalam tahun 2014 antara lain adalah sebagai berikut.

1. Sebelum memulai kegiatan usahanya, perusahaan mengeluarkan biaya pendirian berupa


biaya akte notaris, pengurusan surat izin usaha, dan pengurusan surat-surat lainnya ke
instansi yang berwenang.. Seluruh biaya pendirian berjumlah Rp 90.000.000, dimortisasi
perusahaan selama 5 tahun dengan metode garis lurus terhitung 1 April 2014. Untuk
kepentingan fiskal perusahaan membebankannya sekaligus pada tahun pengeluaran. Setelah
diteliti ternyata dalam jumlah Rp 90.000.000 di antaranya terdapat Rp 12.000.000
yang menurut ketentuan fiskal termasuk kategori sumbangan.
2 Pada tanggal 1 April 2014 perusahaan membeli tanah beserta bangunan di atasnya dari
perusahaan real estate seharga Rp 1.925.000.000 termasuk PPN 10 % tetapi belum termasuk
biaya pengurusan surat-surat yang berkenaan dengan bukti kepemilikan. Harga beli adalah
sama dengan NJOP. Harga pembelian tanah/bangunan dialokasikan 60 % untuk tanah dan
sisanya untuk bangunan. Alokasi ini telah sesuai dengan tandar akuntansi keuangan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Biaya pengurusan bukti kepemilikan
yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 180.000.000 dan dialokasikan ke tanah
dan bangunan sebanding dengan harga beli tanah dan bangunan. Hak Guna Bangunan
berakhir tanggal 31 Maret 2028. Bangunan disusutkan perusahaan 4 % setiap tahun dari
harga perolehan.
3. Dalam tahun 2014 perusahaan mengeluarkan biaya untuk pengembangan produk sebesar
Rp 300.000.000. Biaya pengembangan produk tersebut meliputi biaya yang dikeluarkan di
Indonesia sebesar Rp 180.000.000 dan di luar negeri sebesar Rp 120.000.000. Oleh
perusahaan biaya pengembangan produk ini dikapitalisasi dan diamortisasi selama 10 tahun
dengan menggunakan metode garis lurus. Saldo biaya pengembangan menurut Neraca per
31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 287.500.000
4. Pada bulan September 2014, perusahaan membeli saham di Bursa Efek Indonesia sebanyak
10.000 lembar seharga Rp 150.000.000 , terdiri dari saham PT Hasian 4.000 lembar seharga
Rp 60.000.000, saham PT Marhaha sebanyak 3.000 lembar seharga Rp 75.000.000 dan
sisanya saham PT Maranggi. Pada tanggal 1 November 2014 perusahaan menjual saham PT
Hasian sebanyak 3.000 lembar seharga Rp 45.000.000 (neto) dan saham PT Marhaha
sebanyak 1.500 lembar seharga Rp 48.000.000 (neto). Pada akhir tahun 2014,
harga pasar saham PT Hasian Rp 18.000 per lembar, harga saham PT Marhaha Rp 24.000
per lembar, dan harga saham PT Maranggi Rp 7.5000 per lembar. Harga saham di Neraca
per 31 Desember 2014 dinilai oleh perusahaan berdasarkan harga terendah antara harga
perolehan dan harga pasar secara individual.
5. Untuk menarik pembeli, perusahaan memberikan jaminan purna jual selama 3 tahun.
Dalam laporan laba rugi untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2014, beban purna jual
berjumlah Rp 90.000.000 sedangkan dalam Neraca terdapat utang jaminan Rp
75.000.000
6. Pada tanggal 1 April 2014 dibeli seperangkat mesin seharga Rp 2.750.000.000 ( termasuk
PPN 10 % dari harga beli). Biaya transportasi Rp 3.000.000. Biaya pemasangan mesin Rp
17.000.000. Mesin selesai dipasang 1 Mei 2042 dan mulai digunakan setelah selesai uji coba
( trial run ) tanggal 1 Juli 2014. Untuk kepentingan pajak, mesin mulai disusutkan setelah
selesai dipasang dengan metode saldo menurun kelompok dua. Untuk kepentingan
komersial, perusahaan menyusutkan mesin dengan metode jumlah angka tahun ( sum of
years digit method) selama 8 tahun.

7. Setelah mesin bekerja 8.000 jam, harus dilakukan perawatan khusus. Jumlah beban
perawatan khusus diperkirakan Rp 600.000.000. Agar alokasi beban perawatan khusus
sebanding dengan jumlah jam kerja mesin, maka perusahaan membentuk penyisihan beban
perawatan berdasarkan jam kerja mesin. Selama tahun 2014 mesin bekerja 1.600 mesin.
8. Pada awal Mei 2014 perusahaan membeli 4 (empat) unit kendaraan, yaitu :
a. Mobil sedan merk Mercedes Benz seharga Rp 1.200.000.000. (termasuk PPN sebesar Rp
80.000.000.
b. Mobil sedan BMW seharga Rp 900.000.000 ( termasuk PPN sebesar Rp 60.000.000)
c. Satu unit mini bis seharga Rp 190.000.000 ( termasuk PPN Rp 10.000.000)
d. Satu unit truck seharga Rp 177.000.000 ( termasuk PPN Rp 9.000.000 )
Mini bis digunakan perusahaan untuk antar jemput karyawan, truck untuk mengangkut
barang kepada pelangggan, sedangkan mobil sedan digunakan oleh direksi sebagai fasilitas
yang bukan penghasilan yang dikenakan pajak .Mini bis dan sedan disusutkan oleh
perusahaan selama 5 tahun, truck selama 4 tahun, semuanya dengan metode garis lurus.
Untuk kepentingan fiskal, semua kendaraan disusutkan dengan metode saldo menurun.
9. Bahan bakar dan beban perawatan kendaraan selama tahun 2014 adalah sebagai berikut :
a. Mini bis ; Rp 45.000.000
b. Truck : Rp 65.000.000
c. Sedan : Rp 105.000.000
10. Pinjaman rata-rata per tahun dalam tahun 2014 dibebani bunga 12 % per tahun, sedangkan
deposito rata-rata mendapat imbalan bunga sebagai berikut :
a. BNI Cabang Singapura ; 4,5 % per tahun
b. Citibank Singapura : 4 % per tahun
c. Bank Mandiri Cabang Jakarta : 5 % per tahun
Beban bunga pinjaman selama tahun 2014 bejumlah Rp 378.000.000 sedangkan bunga
deposito adalah sebagai berikut :
BNI ; Rp 18.000.000 (neto setelah dipotong PPh)
Citibank : Rp 35.000.000 (neto setelah dipotong PPh)
Bank Mandiri : Rp 25.000.000 ( setelah dipotong PPh)
Atas bunga deposito di Citibank Singapura dikenakan PPh 30 %.
11. Pada tahun 2012, perusahaan mendapat pemberitahuan dari Kementerian Lingkungan
Hidup bahwa perusahaan akan digugat ke pengadilan akibat pencemaran lingkungan hidup.
Walaupun sampai dengan akhir tahun 2014 belum ada putusan dari pengadilan tentang
denda yang harus dibayar, namun perusahaan telah memperhitungkan kewajiban sebesar
Rp 150.000.000. Pengakuan atas denda pencemaran lingkungan hidup untuk kepentingan
fiskal adalah pada saat diperoleh kepastian jumlah denda yang harus dibayar.
12. Bangunan pabrik seharga Rp 750.000.000 selesai dibangun 1 April 2014 dan mulai digunakan
1 Mei 2014. Penyusutan komersial adalah 4 % setiap tahun dari harga perolehan.
13. Dalam tahun 2014 perusahaan menjual produk dengan dua cara yaitu penjualan kredit biasa
dan penjualan secaa angsuran sebagai berikut :
Penjualan kredit biasa : Rp 9.500.000.000
Penjualan secara cicilan : Rp 1.470.000.000
Pelunasan penjualan kredit biasa selama tahun 2014 berjumlah Rp 8.100.000.000 sedangkan
penjualan secara angsuran Rp 620.000.000. Pengakuan penghasilan atas penjualan secara
angsuran untuk kepentingan komersial dilakukan setelah pelunasan diterima, sedangkan
untuk kepentingan fiskal pengkuan penghasilan dilakukan pada saat penjualan. Harga pokok
penjualan atas penjualan secara angsuran adalah Rp 1.073.100.000. Pada akhir tahun 2014,
perusahaan membentuk penyisihan untuk kerugian piutang tak tertagih sebesar 2 % dari
saldo piutang akhir tahun.
14. Pajak yang dibayar atau dipotong selama tahun 2014 :
a. PPh Pasal 25 : Rp 300.000.000
b. PPh dipotong Bank Mandiri : Rp 6.250.000
c. PPh dipotong BNI : Rp 4.500.000
d. PPh dibayar di Singapura : Rp 9.000.000
15 Tarif pajak yang berlaku adalah tarif tunggal 25 %
Diminta :
a. Hitung laba komersial seharusnya.
b. Hitung beban pajak tahun 2014
c Hitung PPh terutang, PPh kurang (lebih) bayar untuk tahun 2014
d. hitung laba neto komersial setelah dikurangi beban pajak.
e. Buat jurnal yang diperlukan.
Kegiatan perusahaan berkelanjutan dalam tahun 2015.
1. Suatu analisis pada akhir tahun 2015 atas utang jaminan purna jual adalah sebagai berikut :
Saldo utang pada awal tahun 2015 Rp 75.000.000
Beban untuk perhitungan laba rugi tahun 2015 Rp 160.000.000
Jumlah yang dibayar untuk produk yang dijual tahun 2014 ( Rp 40.000.000 )
Jumlah yang dibayar untuk produk yang dijual tahun 2015 ( Rp 70.000.000 )
Saldo utang akhir tahun 2015 Rp 125.000.000
2. Dalam tahun 2015 perusahaan menghapusbukukan piutang yang tidak dapat ditagih sebesar
Rp 20.000.000 . Penghapusbukuan piutang ini sudah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Menurut neraca per 31 Desember 2015 penyisihan
piutang tak tertagih berjumlah Rp 50.000.000
3. Berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan tetap, denda yang dikenakan kepada
perusahaan atas pencemaran lingkungan berjumlah Rp 175.000.000. Denda ini dibayar
perusahaan dalam tahun 2015.
4. Seluruh investasi sementara dijual perusahaan seharga Rp 66.750.000 ( neto)
5. Seluruh sisa penjualan secara angsuran tahun 2014 diteima tahun 2015. Tidak ada lagi
penjualan secara angsuran dilakukan dalam tahun 2015.
6. Dalam tahun 2015 mesin bekerja 2.000 jam.
7. Laba komersial tahun 2015 sebelum dikurangi Pajak Penghasilan berjumlah Rp 845.375.000
8. Bahan bakar dan perawatan kendaraan selama tahun 2015’
a. Mini bis Rp 75.000.000
b. Truck Rp 90.000.000
c. Sedan Rp 150.000.000
9. Tarif pajak yang berlaku adalah tarif tunggal 25 %

Diminta :

a. Hitung beban pajak tahun 2015.


b. Hitung laba neto komersial setelah dikurangi beban pajak.
c. Buat jurnal yang diperlukan.

J A W A B A N

1 Beban Amortisasi Biaya Pendirian.


Beban Amortisasi Fiskal .............................................................. Rp 78.000.000
Beban Amortisasi Komersial : 9/12 x 1/5 x 78.000.000 = Rp 11.700.000
Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Sementara ( Rp 66.300.000 )

Beban Amortisasi Fiskal .............................................................. NIHII


Beban Amortisasi Komersial : 9/12 x 1/5 x 12.000.000 = Rp 1.800.000
Koreksi Fiskal Positif –Beda Tetap Rp 1.800.000

2. Beban Penyusutan Bangunan .


Harga beli tanah dan bangunan : 1.925.000.000 : 1,1 = Rp 1.750.000.000
a. Harga perolehan tanah menurut fiskal dan komersial :
Harga beli : 60 % x 1.750.000.000 = Rp 1.050.000.000
Pengurusan bukti kepemilikan :60 % x Rp 180.000.000 = Rp 108.000.000
Harga perolehan tanah menurut fiskal Rp 1.158.000.000
b. Harga perolehan bangunan menurut fiskal;
Harga beli : 40 % x 1.750.000.000 = Rp 700.000.000
Pengurusan bukti kepemilikan: 40 % x 180.000.000 = Rp 72.000.000
Harga perolehan bangunan Rp 772.000.000

Beban Penyusutan Bangunan


Menurut Fiskal 9/12 x: 5 % x 772.000.000 = Rp 28.950.000
Menurut Komersial : 9/12 x 4 % x 772.000.000 = Rp 23.160.000
Koreksi fiskal (negatif) Beda Sementara ( Rp 5.790.000 )

3. Biaya Pengembangan Produk


Menurut Pasal 6 ayat (1) huruf f UU PPh, biaya penelitian dan pengembangan
perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan
teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan. Berdasarkan ketentuan tersebut beban pengembangan produk sebesar Rp
180.000.000 yang dilakukan di Indonesia dapat dibebankan sebagai biaya, sedangkan biaya
pengembangan produk sebesar Rp 120.000.000 yang dilakukan di luar negeri tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.. Dengan demikian atas biaya pengembangan produk ini akan
dilakukan koreksi fiskal sebagai berikut :

Beban amortisasi biaya pengembangan produk menurut Komersial adalah Rp 300.000.000 -/-
287.500.000: = 12.500.000
Beban amortisasi atas pengeluaran di Indonesia : 0,6 x 12.500.000 = Rp 7.500.000
Beban amortisasi atas pengeluaran di luar negeri : 0,4 x 12.500.000 = Rp 5.000.000

Beban pengembangan produk yang di lakukan di Indonesia ;


Menurut fiskal = Rp 180.000.000
Menurut komersial = Rp 7.500.000
Koreksi Fiskal ( Negatif ) Beda Sementara ( Rp 172.500.000 )
Beban pengembangan produk yang dilakukan di luar negeri :
Menurut fiskal nihil
Menurut komersial Rp 5.000.000
Koreksi Fiskal Positif --- Beda Tetap Rp 5.000.000

4. Laba-Rugi Penjualan Saham di BEI


Harga pembelian saham :
a. 4.000 lembar saham PT Hasian a Rp 15.000 per lembar = Rp 60.000.000
b 3.000 lembar saham PT Marhaha a Rp 25.000 per lembar = Rp 75.000.000
c. 3.000 lembar saham PT Maranggi a Rp 5.000 per lembar = Rp 15.000.000
Total harga pembelian 10.000 lembar saham = Rp 150.000.000

Harga jual saham :


a. 3.000 lembar saham PT Hasian ............................ = Rp 45.000.000
a. 1.500 lembar saham PT Marhaha = Rp 48.000.000
Rp
93.000.000
Harga pokok penjualan saham
a. 3.000 lembar saham PT Hasian a 15.000 per lembar = Rp 45.000.000
b. 1.500 lembar saham PT Marhaha a Rp 25.000 per lembar = Rp 37.500.000
Rp
82.500.000
Laba penjualan saham menurut komersial Rp
10.500.000
Laba- rugi penjualan saham menurut fiskal nihil
*)
----------------
----- i
Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Tetap (Rp
10.500.000 )
*) Pengenaan PPh atas penjualan saham di BEI adalah final
Penurunan harga saham pada akhir tahun:
Harga perolehan saham :
a. 1.000 lembar saham PT Hasian a Rp 15.000 per lembar : Rp 15.000.000
b. 1.500 lembar saham PT:Marhaha a Rp 25.000 per lembar : Rp 37.500.000
c. 3.000 lembar saham PT Maranggi a Rp 5.000 per lembar : Rp 15.000.000
Rp
67.500.000
Harga saham di Neraca :
a. 1.000 lembar saham PT Hasian a Rp 15.000.000 : Rp 15.000.000
b 1.500 lembar saham PT Marhaha a Rp 24.000 : Rp 36.000.000
c. 3.000 lembar saham PT Maranggi a Rp 5.000 : Rp 15.000.000
Rp
66.000.000
Rugi penurunan harga saham menurut komersial Rp
1.500.000
Penurunan harga saham menurut fiskal
nihil
-------------
---------
Koreksi fiskal positif beda tetap Rp
1.500.000

5. Beban Jaminan Purna Jual


Komersial : Rp 90.000.000
Fiskal : Rp 15.000.000
Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara : Rp 75.000.000

6. Beban Penyusutan Mesin


Harga beli mesin : 2.750.000.000 : 1,1 = Rp 2.500.000.000
Biaya transportasi = Rp 3.000.000
Biaya pemasangan = Rp 17.000.000
Harga perolehan mesin Rp 2.520.000.000
Beban penusutan mesin :
Komersial : 6/12 x 8/36 x 2.520.000.000 = Rp 280.000.000
Fiskal : 8/12 x 25 % x 2.520.000.000 = Rp 420.000.000
Koreksi Fiskal (Negatif) –Beda Sementara ( Rp 140.000;000 )
7. Beban Perawatan Khusus Mesin
Komersial : ( 600.000.000 : 8.000 ) x 1.600 = Rp 120.000.000
Fiskal = nihil
----------------------------
Koreksi Fiskal Positif -- Beda Sementara Rp 120.000.000

8. Beban Penyusutan Kendaraan


a. Komersial
1. Mercedes Benz : ( 8/12 x 20 % x 1.200.000.000 ) x 50 % = 80.000.000
2. BMW : ( 8/12 x 20 % x 900.000.000 ) x 50 % = 60.000.000
3. Mini bis : 8/12 x 20 % x 180.000.000 = 24.000.000
4. Truck : 8/12 x 25 % x 168.000.000 = 28.000.000
Rp
192.000.000
b. Fiskal
1. Mercedes Benz : ( 8/12 x 25 % x 1.200.000.000 ) x 50 % = 100.000.000
2. BMW : ( 8/12 x 25 % x 900.000.000) x 50 % = 75.000.000
3. Mini bis : 8/12 x 25 % x 180.000.000 = 30.000.000
4. Truck : 8/12 x 25 % x 168.000.000 = 28.000.000
Rp
233.000.000
Koreksi Fiskal ( Negatif) Beda Sementara ( Rp
41.000.000)
Beda Tetap:
Komersial:
1. Mercedes Benz : ( 8/12 x 20 % x 1.200.000.000 ) x 50 % = 80.000.000
2. MBW : ( 8/12 x 20 % x 900.000.000 ) x 50 % = 60.000.000
Jumlah Rp 140.000.000
Fiskal nihil
---------------------
Koreksi Fiskal Positif—Beda Tetap Rp 140.000.000

9. Bahan Bakar dan Perawatan Kendaraan


Komersial ................................................................................. Rp 210.000.000
Fiskal ........................................................................................ Rp 157.500.000
Koreksi Fiskal Positif—Beda Tetap Rp 52.500.000

10. Bunga Pinjaman dan Pendapatan Bunga Deposito.


Pokok Deposito :
. BNI Cabang Singapura : 22.500.000 x 100/4,5 = 500.000.000
Citibank Singapura : 50.000.000 x 100/4 = 1.250.000.000
Bank Mandiri : 31.250.000 x 100/5 = 625.000.000
Atas pokok deposito BNI Cabang Singapura sebesar Rp 500.000.000 dan pokok deposito
Bank Mandiri sebesar Rp .625..000.000 tidak boleh dipehitungkan bunga pinjamannya,
karena pendapatan bunga atas deposito dikenakan PPh final.
Koreksi Fiskal Positif-- Beda Tetap : 1..125.000.000 x 12 % = 135.000.000.
Atas pendapatan bunga dari kedua bank tersebut sebesar :( 22.500.000 + 31.250.000 ) =
Rp 53.750.000 akan dilakukan koreksi negatif –Beda Tetap

11 .Beban Pencemaran Lingkungan Hidup


Menurut komersial : Rp 150.000.000
Menurut fiskal : nihil
-----------------------
Koreksi Fiskal Positif –Beda Sementara Rp 150.000.000

12. Beban Penyusutan Bangunan Pabrik


Menurut Komersial : 8/12 x 4 % x 750.000.000 = Rp 20.000.000
Menurut Fiskal : 9/12 x 5 % x 750.000.000 = Rp 28.125.000
Koreksi Fiskal (Negatif)—Beda Sementara ( Rp 8.125.000 )

13. Penjualan
Penjualan secara cicilan : Rp 1.470.000.000 100 %
Harga Pokok penjualan : Rp 1.073.100.000 73 %
Laba bruto Rp 396.900.000 27 %
Laba bruto menurut komersial : 27 % x 620.000.000 = 167.400.000
Laba bruto menurut fiskal = 396.900.000
Koreksi Fiskal Positif--- Beda Sementara 229.500.000
Pengakuan penghasilan atas penjualan cicilan menurut fiskal adalah pada saat penjualan,
sedangkan menurut komersial pengakuan penghasilan adalah pada saat diterima
pelunasan.

14. Beban Piutang Tak Tertagih


Komersial : 2 % x 1.400.000.000 = Rp 28.000.000
Fiskal = nihil
------------------
Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara Rp 28.000.000

Setelah dilakukan koreksi fiskal, maka perhitungan laba –rugi fiskal adalah sebagai berikut
:
Laba sebelum dikurangi PPh : Rp 950.400.500 +25.750.000 = Rp 976.150.500
Koreksi Fiskal:
1. Beda Tetap
a..Amortisasi biaya pendirian : Rp 1.800.000
b.Beban pengembangan produk Rp 5.000.000
c.Laba penjualan saham ( Rp 10.500.000 )
d.Penurunan harga saham : Rp 1.500.000
e.Beban penyusutan kendaraan : Rp 140.000.000
f.Bahan bakar dan perawatan : Rp 52.500.000
g.Bunga pinjaman : Rp 135.000.000
h.Penghasilan deposito ( Rp 53.750.000)
Koreksi Beda Tetap Rp 271.550.000
Rp 1.247.700.500
2. Beda Sementara:
a.Amortisasi biaya pendirian : ( Rp 66.300.000 )
b.Penyusutan bangunan : ( Rp 5.790.000 )
c.Pengembangan produk : ( Rp 172.500.000 )
d.Jaminan purna jual : 75.000.000
e.Penyusutan mesin : ( Rp 140.000.000 )
f.Perawatan khusus mesin Rp 120.000.000
g.Penyusutan kendaraan : ( Rp 41.000.000 )
h.Pencemaran lingkungan : Rp 150.000.000
i.Peny.bangunan pabrik :( Rp 8.125.000 )
j.Penjualan cicilan : Rp 229.500.000
k. Kerugian piutang tak tertagih : Rp 28.000.000
Rp 168.785.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.416. 485.500

PPh Terutang : 25 % x 1.416.485.000 = Rp 354.121.250


Kredit Pajak :
a. PPh Pasal 24 : Rp 12.500.000
b. PPh Pasal 25 : Rp 300.000.000
Rp 312.500.000
PPh Kurang Bayar Rp 41.621.250

Beban Pajak Rp 108.428.750


Liabilitas Pajak Tangguhan Rp 108.428.750

Aset Pajak Tangguhan Rp 150.625.000


Pendapatan Pajak Rp 150.625.000

Beban Pajak :
a. Beban Pajak Kini :
Beban PPh 354.121.250
PPh final 10.750.000
PPh Ps 24 yang tidak dapat dikreditkan 2.500.000
367.371.250
b. Beban Pajak Tangguhan :
Beban Pajak Rp 108.428.750
Pendapatan Pajak Rp 150.625.000
Beban (Pendapatan) Pajak ( 42.196.250 )
Beban Pajak 325.175.000

Laba sebelum PPh Rp 976.150.500


Beban Pajak 325.175.500
Laba neto komersial setelah PPh Rp 650.975.000
Jurnal atas beban pajak :
Beban Pajak 367.371.250
PPh Ps 24 15.000.000
PPh Final 10.750.000
PPh Ps 25 300.000.000
PPh Ps 29 41.621.250

Penyajian aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dapat disajikan netonya
yaitu
Rp 150.625.000 -/- Rp 108.428.750 = Rp 42.196.250 sebagai Aset Pajak Tangguhan.

Tahun 2015.

1. Amortisasi Biaya Pendirian :


a. Beda Tetap
Fiskal................................................................................................................. nihil
Komersial : 20 % x 12.000.000 ....................................................................... = Rp
2.400.000
Koreksi Fiskal Positif ---Beda Tetap.................................................................. Rp
2.400.000
b. Beda Sementara
Fiskal :............................................................................................................. nihil
Komersial ; 20 % x Rp 78.000.000 = Rp 15.600.000
Koreksi Fiskal Positif –Beda Sementara Rp 15.600.000

2. Penyusutan Gedung .
a. Penyusutan gedung
Fiskal : 5 % x Rp 772.000.000................................................................ = Rp 38.600.000
Komersial : 4 % x Rp 772.000.000 ......................................................... = Rp 30.880.000
Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Sementara =(Rp 7.720.000 )

3. Biaya Pengembangan Produk


a. Beda Tetap
. Fiskal ............................................................................................................... n i h i l
Komersial : 10 % x Rp 120.000.000 = Rp 12.000.000
Koreksi Fiskal Positif—Beda Tetap Rp 12.000.000

b. Beda Sementara
Fiskal .................. ............................................................................................ n i h i l
Komersial 10 % x 180.000.000................................................................ Rp 18.000.000
Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara.................................................. Rp 18.000.000

4. Laba-Rugi Penjualan Saham di BEI


Fiskal .................................................................................................................. n i h i l
Komersial : ( 66.750.000 -/- 66.000.000 ) Rp 750.000
Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Tetap ( Rp 750.000 )

5. Jaminan Purna Jual


Fiskal : ( 40.000.000 + 70.000.000 )..................................................... Rp 110.000.000
Komersial ............................................................................................. Rp 160.000.000
Koreksi Fiskal Positif –Beda Sementara Rp 50.000.000

6. Beban Penyusutan Mesin


Fiskal : 25 % x ( 2.520.000.000 -/- 420.000.000 ) = Rp 525.000.000
Komersial : 6/12 x 8/36 x 2.520.000.000 = Rp 280.000.000
6/12 x 7/36 x 2.520.000.000 = Rp 245.000.000
Rp 525.000.000
Koreksi Fiskal .................................................................................... n i h i l

7. Beban Perawatan Khusus Mesin


Fiskal : ............................................................................................... : n i h i l
Komersial : 2.000 x Rp 75.000 = Rp 150.000.000
Koreksi Fiskal Positif --- Beda Sementara Rp 150.000.000

8. Penyusutan Kendaraan
a. Beda Sementara
Fiskal
1. Mercedes Benz : ( 25 % x 1.000.000.000 ) x 50 % = Rp 125.000.000
2. BMW : ( 25 % x 750.000.000 ) x 50 % = Rp 93.750.000
3. Mini bis ; 25 % x ( 180.000.000 -/- 30.000.000 ) = Rp 37.500.000
4. Truck : 25 % x ( 168.000.000 -/- 28.000.000) = Rp 35..000.000
Rp 291.250.000
Komersial
1. Mercedes Benz : 20 % x 1.200.000.000 x 50 % = Rp 120.000.000
2. BMW : 20 % x 900.000.000 x 50 % = Rp 90.000.000
3. Mini bis : 20 % x 180.000.000 = Rp 36.000.000
4. Truck : 25 % x 168.000.000 = Rp 42.000.000
Rp 288.000.000
Koreksi Fiskal ( Negatif)—Beda Sementara ( Rp 3.250.000 )
b Beda Tetap
Fiskal :.................................................................................................... n i h i l
Komersial :
1. Mercedes Benz : 20 % x 1.200.000.000 x 50 % = Rp 120.000.000
2. BMW : 20 % x 900.000.000 x 50 % = Rp 90.000.000
Rp 210.000.000
Koreksi Fiskal Positif –Beda Tetap Rp 210.000.000

9. Bahan Bakar dan Perawatan Kendaraan


Fiskal : 315.000.000 -/- 50 % x 150.000.000 ................................. Rp 240.000.000
Komersial ;...................................................................................... Rp 315.000.000
Koreksi Fiskal Positif – Beda Tetap Rp 75.000.000

10. Beban Pencemaran Lingkungan


Fiskal :................................................................................................ Rp 175.000.000
Komersial :.......................................................................................... Rp 25.000.000
Koreksi Fiskal (Negatif) – Beda Sementara ( Rp 150.000.000)

11. Penyusutan Bangunan Pabrik


Fiskal. : 5 % x 750.000.000........................................................... Rp 37.500.000
Komersial : 4 % x 750.000.000 .................................................. Rp 30.000.000
Koreksi Fiskal ( Negatif )--- Beda Sementara ( Rp 7.500.000 )

12. Penjualan Cicilan


Fiskal :............................................................................................... n i h i l
Komersial :...................................................................................... . Rp 229.500.000
Koreksi Fiskal (Negatif ) Beda Sementara (Rp 229.500.000)
13. Kerugian Piutang Tak Tertagih
Fiskal................................................................................................ ..Rp 20.000.000
Komersial : 50.000.000 -/- ( 28.000.000 -/- 20.000.000) Rp 42.000.000
Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara Rp 22.000.000

Setelah dilakukan koreksi fiskal, maka penghitungan Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai
berikut :

Laba komersial sebelum PPh .............................................................. Rp 845.375.000


Koreksi-koreksi fiskal :
1. Beda Tetap :
a. Amortisasi biaya pendirian Rp 2.400.000
b. Pengembangan produk Rp 12.000.000
c. Laba penjualan saham ( Rp 750.000 )
d. Penyusutan Kendaraan Rp 210.000.000
e. Bahan bakar dan perawatan kendaraan Rp 75.000.000
Total Koreksi Beda Tetap Rp 298.650.000
Rp 1.144.025.000
2. Beda Sementara.
a.Amortisasi biaya pendirian Rp 15.600.000
b. Penyusutan gedung ( Rp 7.720.000 )
c. Pengembangan produk Rp 18.000.000
d. Jaminan purna jual Rp 50.000.000
e.Penyusutan mesin n i h i l
f. Perawatan khusus mesin Rp 150.000.000
g. Penyusutan kendaraan ( Rp 3.250.000 )
h.Pencemaran lingkungan ( Rp 150.000.000 )
i. Penyusutan bangunan pabrik ( Rp 7.500.000 )
j.Penjualan cicilan ( Rp 229.500.000 )
k.Kerugian piutang tak tertagih Rp 22.000.000
(Rp 142.370.000 )
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.001.655.000

PPh Terutang : 25 % x 1.001.655.000 = Rp 250.413.750


Uraian 2014 2015 Saldo

1. Amortisasi biaya pendirian ( 66.300.000 ) 15.600.000 ( 50.700.000)


2. Penyusutan gedung ( 5.790.000) ( 7.720.000 ) ( 13.510.000 )
3. Pengembangan produk ( 172.500.000) 18.000.000 ( 154.500.000)
4. Jaminan purna jual 75.000.000 50.000.000 125.000.000
5. Penyusutan mesin ( 140.000.000) n i h i l ( 140.000.000)
6.Perawatan khusus mesin 120.000.000 150.000.000 270.000.000
7.Penyusutan kendaraan ( 41.000.000 ) ( 3.250.000) ( 44.250.000)
8.Pencemaran lingkungan 150.000.000 (150.000.000) n i h i l
9.Peny. bangunan pabrik ( 8.125.000 ) ( 7.500.000) ( 15.625.000)
10.Penjualan cicilan 229.500.000) (229.500.000 ) n i h i l
11.Kerugian piutang tak tertagih 28.000.000 22.000.000 50.000.000
--------------------- ------------------ -------------------
168.785.000 ( 142.370.000 ) 26.415.000

Beban pajak tangguhan = 25 % x 142.370.000 = 35.592.500


Beban pajak kini = 250.413.750
Total beban pajak 286.006.250.
Jumlah beban pajak ini adalah sama dengan laba komersial ditambah dengan koreksi fikal
beda tetap, dikalikan dengan tarif yang berlaku 25 % = ( 845.375.000 + 298.650.000 ) x 25
% = Rp 286.006.250.

Jurnal atas beban tangguhan :


Beban Tangguhan Rp35.592.500
Liabilitas Pajak Tangguhan Rp 35.592.500

Laba neto komersial setelah dikurangi beban pajak:


Laba komersial sebelum dikenakan PPh = Rp 845.375.000.
Beban pajak = Rp 286.006.250
Laba neto setelah dikurangi beban pajak = Rp 659.368.750

Anda mungkin juga menyukai