Anda di halaman 1dari 42

KODE ETIK

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah


(IPPAT)
Disampaikan Oleh :
SRI WAHYU JATMIKO, SH., MH

di :
UNIVERSITAS NAROTAMA
Surabaya, 28 Oktober 2017
KODE ETIK IPPAT

Pasal 69 Perkaban No.1/2006

PP No.37/1998 Tentang PPAT

Keputusan Mentri Agraria & Tata Ruang Kepala Badan


Pertanahan Nasional No.112/Kep4.1/IV/2017
tentang Pengesahan Kode Etik IPPAT 27/4/2017

2
APA ITU IPPAT ?
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah disingkat IPPAT :
Perkumpulan/organisasi bagi para PPAT yang berdiri sejak tanggal
24 September 1987, diakui sebagai badan hukum (rechtspersoon)
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 April 1989
No. C2-3281.HT.01.03.Th.89, merupakan satu-satunya wadah
bagi semua dan setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatannya selaku PPAT yang menjalankan fungsi pejabat
umum, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan
dari Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI
tersebut di atas dan telah diumumkan dalam BNRI tanggal 11 Juli
1989 No. 55 Tambahan No. 32.
(telah disesuaikan dengan Akta No. 32 tanggal 27 Maret 2017 dan mendapat keputusan
dari MENKUMHAM No. AHU-000183.AH.01.08.Th2017)
KODE ETIK
 Seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan
berdasarkan keputusan Kongres dan/atau yang ditentukan oleh
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta wajib ditaati
oleh anggota perkumpulan IPPAT dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT termasuk di
dalamnya para PPAT Pengganti.
 PPAT >> pejabat umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun.
Pembina :
Mentri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
BPN beserta jajarannya

ORGANISASI IPPAT Pengurus :


• Pengurus Pusat - tingkat Nasional
• Pengurus Wilayah – tingkat Wilayah
• Pengurus Daerah – tingkat Daerah

Pengawas

Majelis Kehormatan

Majelis Kehormatan Majelis Kehormatan


Pusat Daerah 5
Majelis Kehormatan adalah suatu badan atau lembaga yang
mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam perkumpulan
IPPAT yang mempunyai tugas dan/atau kewajiban untuk
melakukan pembinaan, pengawasan dan penertiban maupun
pembenahan, serta mempunyai kewenangan untuk :
 memanggil,
 memeriksa, dan
 menjatuhkan putusan, sanksi atau hukuman
kepada anggota perkumpulan IPPAT yang melakukan
pelanggaran Kode Etik;
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA KODE ETIK

Kode Etik PPAT berlaku bagi:


 seluruh PPAT

 bagi para PPAT Pengganti,

 baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (khusus

bagi yang melaksanakan tugas jabatan PPAT) ataupun


dalam kehidupan sehari-hari.
KEWAJIBAN PPAT

 Kewajiban : sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan


berupa apapun oleh anggota perkumpulan IPPAT untuk
menjaga dan memelihara citra serta wibawa dan menjunjung
tinggi keluhuran harkat dan martabat jabatan PPAT.
 Dalam rangka melaksanakan tugas jabatan ataupun dalam
kehidupan sehari-hari, setiap PPAT atau PPAT Pengganti
wajib :
a. berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat
dan kehormatan PPAT;
b. menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang
berlaku serta bertindak sesuai dengan makna sumpah
jabatan dan kode etik;
 -
c. berbahasa Indonesia secara baik dan benar;
d. mengutamakan pengabdian kepada kepentingan
masyarakat dan Negara;
e. memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi
dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang hukum;
f. bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri,
jujur, dan tidak berpihak;
g. memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada
masyarakat yang memerlukan jasanya;
h. memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasanya dengan maksud agar masyarakat
menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai
warga negara dan anggota masyarakat;
i. memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang
tidak atau kurang mampu secara cuma-cuma;
j. bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai
dalam suasana kekeluargaan dengan sesama rekan sejawat;
k. menjaga dan membela kehormatan serta nama baik korps
PPAT atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong menolong
secara konstruktif;
l. bersikap ramah terhadap setiap pejabat dan mereka yang
ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas jabatannya;
m. menetapkan suatu kantor, dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi PPAT yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;
n. melakukan registrasi, memperbaharui profil PPAT, dan
melakukan pemutakhiran data PPAT lainnya di
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahaan
Nasional;
o. dalam hal menghadapi dan/atau menemukan suatu akta
yang dibuat oleh rekan sejawat yang di dalamnya terdapat
kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan
klien, maka PPAT wajib:
1) memberitahukan kepada yang bersangkutan, kesalahan
yang dibuatnya dengan cara tidak menggurui;
 guna mencegah timbulnya hal-hal yang tidak
diinginkan terhadap klien ataupun rekan tersebut;
2) segera setelah berhubungan dengan rekan pembuat akta,
maka kepada klien yang bersangkutan dijelaskan
tentang hal-hal yang salah dan cara memperbaikinya;
p. melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut
sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain:
1) Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Jabatan
PPAT;
2) Isi Sumpah Jabatan;
3) Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga ataupun
keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh
Perkumpulan IPPAT, antara lain:
a) membayar iuran,
b) membayar uang duka manakala ada seorang PPAT atau
mantan PPAT meninggal dunia,
c) mentaati ketentuan tentang tarif serta kesepakatan yang
dibuat oleh dan mengikat setiap anggota perkumpulan
IPPAT.
4) ketentuan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan
kewajiban PPAT.
LARANGAN
a. membuka/mempunyai kantor cabang atau kantor
perwakilan;
b. secara langsung mengikutsertakan atau menggunakan
perantara-perantara dengan mendasarkan pada kondisi-
kondisi tertentu;
c. mempergunakan media massa yang bersifat promosi;
d. melakukan tindakan-tindakan yang pada hakikatnya
mengiklankan diri antara lain:
1. memasang iklan dalam Surat kabar, majalah berkala
atau terbitan perdana suatu kantor, perusahaan, biro
jasa.
2. uang atau apapun, pensponsoran kegiatan apapun, baik
sosial, kemanusiaan, olah raga dan dalam bentuk
apapun, pemuatan dalam buku-buku yang disediakan
untuk pemasangan iklan dan/atau promosi pemasaran;

3. mengirim karangan bunga atas kejadian apapun dan


kepada siapapun yang dengan itu nama anggota
perkumpulan IPPAT terpampang kepada umum, baik
umum terbatas maupun umum tidak terbatas.

4. mengirim orang-orang selaku "salesman" ke berbagai


tempat/lokasi untuk mengumpulkan klien dalam
rangka pembuatan akta; dan

5. tindakan berupa pemasangan iklan untuk keperluan


pemasaran atau propaganda lainnya.
e. memasang papan nama dengan cara dan/atau bentuk di luar
batas-batas kewajaran dan/atau memasang papan nama di
beberapa tempat di luar lingkungan kantor PPAT yang
bersangkutan;
f. mengadakan usaha-usaha yang menjurus ke arah timbulnya
persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan PPAT, baik
langsung maupun tidak langsung, termasuk antara lain pada
penetapan jumlah biaya pembuatan akta;
g. melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan
sesama rekan PPAT, baik moral maupun material ataupun
melakukan usaha-usaha untuk mencari keuntungan bagi
dirinya semata-mata;
h. mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis
kepada instansi, perusahaan, lembaga ataupun perseorangan
untuk ditetapkan sebagai PPAT dari instansi, perusahaan
atau lembaga tersebut, dengan atau tanpa disertai pemberian
insentif tertentu, termasuk antara lain pada penurunan tarif
yang jumlahnya/besarnya lebih rendah dari tarif yang
dibayar oleh instansi, perusahaan, lembaga ataupun
perseorangan kepada PPAT tersebut;
i. menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk
membuat akta yang rancangannya telah disiapkan oleh
PPAT lain, kecuali telah mendapat izin dari PPAT pembuat
rancangan.
j. berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari
PPAT lain kepadanya dengan jalan apapun, baik upaya itu
ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun
melalui perantaraan orang lain;
k. menempatkan pegawai atau asisten PPAT di satu atau
beberapa tempat di luar kantor PPAT yang bersangkutan,
baik di kantor cabang yang sengaja dan khusus dibuka untuk
keperluan itu maupun di dalam kantor instansi atau
lembaga/klien PPAT yang bersangkutan, di mana
pegawai/asisten tersebut bertugas untuk menerima klien-
klien yang akan membuat akta, baik klien itu dari dalam
dan/atau dari luar instansi/lembaga itu, kemudian
pegawai/asisten tersebut membuat akta-akta itu,
membacakannya atau tidak membacakannya kepada klien
dan menyuruh klien yang bersangkutan menandatanganinya
di tempat pegawai/asisten itu berkantor di instansi atau
lembaga tersebut, untuk kemudian akta-akta tersebut
dikumpulkan untuk ditandatangani PPAT yang bersangkutan
di kantor atau di rumahnya;
l. mengirim minuta kepada klien-klien untuk ditandatangani
oleh klien-klien tersebut;
m. menjelek-jelekkan dan/atau mempersalahkan rekan PPAT
dan/atau akta yang dibuat olehnya;
n. menahan berkas seseorang dengan maksud untuk
“memaksa” orang itu agar membuat akta pada PPAT yang
menahan berkas tersebut;
o. menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata
menandatangani akta buatan orang lain sebagai akta yang
dibuat oleh/di hadapan PPAT yang bersangkutan;
p. membujuk dan/atau memaksa klien dengan cara atau
dalam bentuk apapun untuk membuat akta padanya
ataupun untuk pindah dari PPAT lain;
q. membentuk kelompok di dalam tubuh IPPAT (tidak
merupakan salah satu seksi dari Perkumpulan IPPAT)
dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi
atau lembaga secara khusus/eksklusif, apalagi menutup
kemungkinan bagi PPAT lain untuk memberikan
pelayanan;

r. melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum


disebut sebagai pelanggaran Kode Etik PPAT, antara lain
pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :
• ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Jabatan PPAT dan
ketentuan perundang-undangan lainnya;
• isi Sumpah Jabatan;
• Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan lain yang
telah ditetapkan organisasi IPPAT tidak boleh dilakukan
oleh anggota perkumpulan IPPAT.
HAL–HAL YANG DIKECUALIKAN SEBAGAI
PELANGGARAN

a. pengiriman kartu pribadi yang berisi ucapan selamat pada


kesempatan-kesempatan ulang tahun, kelahiran anak,
keagamaan, adat atau ucapan ikut berduka cita dan lain
sebagainya;
b. pemuatan nama oleh perusahaan telekomunikasi atau badan
yang ditugasinya dalam lembaran kuning dari buku telepon
yang disusun menurut kelompok-kelompok jenis usaha,
tanpa pemuatan nama PPAT dalam box-box iklan lembaran
kuning buku telepon itu;

20
c. pemuatan nama dalam buku petunjuk faksimili dan/atau
teleks;
d. menggunakan kalimat, pasal, rumusan-rumusan yang
terdapat dalam akta yang dibuat oleh atau di hadapan
anggota perkumpulan IPPAT lain, dengan syarat (turunan
dari) akta tersebut sudah selesai dibuat dan telah menjadi
milik klien;
e. memperbincangkan pelaksanaan tugasnya dengan rekan
sejawat bilamana dianggap perlu.

21
SANKSI
1. Sanksi terhadap pelanggaran kode etik :
a. teguran;
b. peringatan;
c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
IPPAT;
d. onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan IPPAT;
dan
e. pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan IPPAT.

22
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhadap anggota perkumpulan IPPAT yang melakukan
pelanggaran Kode Etik disesuaikan dengan frekuensi dan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota perkumpulan
IPPAT tersebut.

3. Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat


(2) akan berakibat pada penjatuhan sanksi yang akan diberikan
kemudian oleh Pembina PPAT.

23
PENGAWASAN ATAS
PELAKSANAAN KODE ETIK
 Pada tingkat pertama : Pengurus Daerah IPPAT dan Majelis
Kehormatan Wilayah bersama-sama dengan Pengurus Wilayah
dan seluruh anggota perkumpulan IPPAT;

 Pada tingkat terakhir : Pengurus Pusat IPPAT dan Majelis


Kehormatan Pusat

24
PEMERIKSAAN PENJATUHAN SANKSI

Alat Perkumpulan Yang Berwenang


Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Pusat
merupakan alat kelengkapan organisasi yang berwenang
melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan
menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan
kewenangan masing-masing.

25
PEMERIKSAAN DAN PENJATUHAN SANKSI
PADA TINGKAT PERTAMA

1. Jika ada anggota perkumpulan IPPAT yang diduga melakukan


pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal :
a. dari pengetahuan Majelis Kehormatan Daerah sendiri,
maupun
b. karena laporan dari Pengurus Wilayah ataupun pihak lain
kepada Majelis Kehormatan Daerah
 maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari
MKD wajib segera mengambil tindakan dengan
mengadakan sidang MKD untuk membicarakan dugaan
terhadap pelanggaran tersebut.

26
2. Apabila menurut hasil sidang MKD sebagaimana dimaksud,
ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka
dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal sidang tersebut, MKD
berkewajiban memanggil anggota IPPAT yang diduga melanggar
dengan surat tercatat untuk didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri.

3. Majelis Kehormatan Daerah baru akan menentukan putusannya


mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran Kode Etik serta
penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti) setelah
mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan dalam sidang Majelis
Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan
perkecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7)
pasal ini.

27
4. Penentuan putusan dapat dilakukan oleh MKD baik dalam
sidang itu, maupun dalam sidang lainnya dari MKD, asal
penentuan keputusan melanggar atau tidak, dilakukan
selambat-lambatnya dalam 15 (lima belas) hari setelah tanggal
dari sidang MKD itu, di mana PPAT tersebut telah didengar.

5. Dalam putusan sidang MKD dinyatakan terbukti ada


pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang itu sekaligus
menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.

6. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak


memberi kabar apapun dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
dipanggil MKD, maka MKD akan mengulangi panggilannya
sebanyak 2 (dua) kali lagi dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari
untuk setiap panggilan.

28
7. a. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah panggilan ke 3 (tiga)
ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar,
maka Majelis Kehormatan Daerah akan tetap bersidang
untuk membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan
oleh anggota perkumpulan IPPAT yang dipanggil tersebut
dan menentukan putusannya.

b. Selanjutnya mutatis mutandis berlaku bagi yang


ditetapkan pada ayat (5), ayat (6) dan ayat (9).

8. Terhadap sanksi schorsing (pemberhentian sementara) atau


onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan IPPAT,
maka sebelum sanksi diputuskan, MKD wajib berkonsultasi
dahulu dengan Pengurus Daerahnya.

29
9. Putusan sidang MKD wajib dikirim kepada anggota IPPAT
yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi
dan tembusannya kepada Pengurus Daerah, Pengurus
Wilayah, Pengurus Pusat, Majelis Kehormatan Pusat, dan
Pembina PPAT, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah dijatuhkan
putusan oleh sidang MKD.
10. a. Apabila pada tingkat kepengurusan Pengurus Daerah
belum dibentuk Majelis Kehormatan Daerah, maka Majelis
Kehormatan Pusat berkewajiban dan mempunyai
wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan
Majelis Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode
Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan
Majelis Kehormatan Daerah tersebut kepada Kewenangan
Majelis Kehormatan Daerah terdekat dari tempat
kedudukan atau tempat tinggal anggota perkumpulan IPPAT
yang melanggar Kode Etik tersebut.
30
b. Hal tersebut berlaku pula apabila Majelis Kehormatan
Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan
permasalahan yang dihadapinya.

c. Ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (10)


huruf b tersebut karena antara lain:
I. Ketiadaan sumber daya manusia;
II. Adanya benturan kepentingan dengan anggota
perkumpulan IPPAT yang diduga melakukan
pelanggaran;
III. Menolak dengan alasan lain yang dapat diterima oleh
MKP.

31
PEMERIKSAAN DAN PENJATUHAN SANKSI PADA
TINGKAT BANDING
1. Putusan yang berisi penjatuhan sanksi schorsing (pemecatan
sementara) atau onzetting (pemecatan) dari keanggotaan
perkumpulan IPPAT dapat diajukan/dimohonkan banding
kepada Majelis Kehormatan Pusat.

2. Permohonan untuk banding wajib dilakukan oleh anggota


perkumpulan IPPAT yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah tanggal penerimaan surat putusan
penjatuhan sanksi dari Majelis Kehormatan Daerah.

32
3. a. Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat oleh
anggota perkumpulan IPPAT yang bersangkutan kepada
Majelis Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Majelis
Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah,
dan Pengurus Daerah.
b. Majelis Kehormatan Daerah dalam waktu 7 (tujuh) hari
setelah menerima surat tembusan permohonan banding
wajib mengirim semua salinan/fotokopi berkas pemeriksaan
kepada Majelis Kehormatan Pusat.
4. a. Setelah menerima permohonan banding, maka Majelis
Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota perkumpulan
IPPAT yang mengajukan banding selambat- lambatnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima permohonan
naik banding dengan surat tercatat.

33
b. Anggota perkumpulan IPPAT yang mengajukan banding
dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan
untuk membela diri dalam sidang MKP.

5. MKP wajib memberi putusan dalam tingkat banding melalui


sidangnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan dipanggil, didengar
keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.
6. Dalam hal anggota perkumpulan IPPAT yang dipanggil tidak
datang dan tidak memberi kabar dengan surat tercatat, maka
sidang MKP tetap akan memberi putusannya dalam waktu yang
ditentukan pada ayat (5) diatas.

34
7. MKP wajib mengirim putusannya kepada PPAT yang
mengajukan banding dengan surat tercatat atau dengan
ekspedisi dan tembusannya kepada Majelis Kehormatan
Daerah, Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat
IPPAT dan Pembina PPAT, semuanya itu dalam waktu 7 (tujuh)
hari setelah sidang Majelis Kehormatan Pusat menjatuhkan
keputusannya atas banding tersebut.
8. Dalam hal belum terbentuknya MKD, maka pemeriksaan dan
penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama yang telah dilakukan
oleh MKP tersebut merupakan keputusan tingkat pertama
sekaligus terakhir.

35
EKSEKUSI ATAS SANKSI-SANKSI DALAM
PELANGGARAN KODE ETIK

1. Putusan yang ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Daerah


maupun yang ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Pusat
dilaksanakan oleh Pengurus daerah.
2. a. Pengurus Daerah wajib mencatat dalam buku anggota
perkumpulan IPPAT yang ada pada Pengurus Daerah atas
setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Majelis
Kehormatan Daerah dan/atau oleh Majelis Kehormatan
Pusat mengenai kasus Kode Etik berikut nama anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan.

b) Selanjutnya…

36
b. Selanjutnya nama anggota perkumpulan IPPAT
tersebut, kasusnya dan keputusan dari Majelis Kehormatan
Daerah/Majelis Kehormatan Pusat diumumkan dalam
Media Perkumpulan berikutnya yang terbit setelah
pencatatan dalam buku anggota perkumpulan IPPAT
tersebut.
3. Putusan tersebut selanjutkan dilaporkan kepada Pembina PPAT
yang akan dimasukan ke dalam basis data Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

37
PEMECATAN SEMENTARA (SCHORSING)
SEBAGAI ANGGOTA PERKUMPULAN IPPAT
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau
tata cara maupun penjatuhan sanksi-sanksi secara bertingkat yang
berupa peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran
yang oleh Pengurus Pusat secara mutlak harus dikenakan sanksi
pemecatan sementara sebagai anggota perkumpulan IPPAT disertai
usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan sebagai anggota
perkumpulan IPPAT ialah pelanggaran- pelanggaran yang disebut
dalam:
a. Pasal 4 (Larangan) huruf k, 1, n dan p tersebut di atas;
b. Peraturan Jabatan PPAT yang berakibat terhadap anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan dinyatakanbersalah
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
38
KEWAJIBAN PENGURUS PUSAT
Pengenaan sanksi schorsing (pemecatan sementara), demikian
juga sanksi onzetting (pemecatan) maupun pemberhentian
dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan IPPAT
terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada
Menteri/instansi yang berwenang dengan tembusan kepada
Mahkamah Agung.

39
KETENTUAN PENUTUP

1. Semua PPAT diwajibkan menyesuaikan praktiknya maupun


perilaku dalam menjalankan jabatannya dengan ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam peraturan dan/atau Kode Etik ini.
2. Hanya Pengurus Pusat dan/atau Majelis Kehormatan Pusat atau
alat perlengkapan yang lain dari Perkumpulan IPPAT atau anggota
perkumpulan IPPAT yang ditunjuk olehnya dengan cara yang
dipandang baik oleh organisasi tersebut berhak dan berwenang
untuk memberikan sosialisasi seperlunya kepada masyarakat
tentang seluk-beluk dan hal-ikhwa Kode Etik PPAT dan/atau
Majelis Kehormatan IPPAT dengan maksud dan tujuan agar
dengan penerangan itu masyarakat memperoleh perlindungan
hukum yang diakibatkan oleh anggota perkumpulan IPPAT yang
melakukan pelanggaran Kode Etik.

40
22 KARAKTER PEJABAT UMUM
(NOTARIS & PPAT)

1. Religius 12.Menghargai prestasi


2. Jujur 13.Bersahabat / komunikatif
3. Toleransi 14.Cinta damai
4. Disiplin 15.Gemar membaca
5. Kerjakeras 16.Peduli lingkungan
6. Kreatif 17.Peduli social
7. Mandiri 18.Tanggungjawab
8. Demokratis 19.Rendah Hati
9. Rasa ingin tau 20.Melayani
10.Semangat kebangsaan 21.Berbagi /Memberi
11.Cinta tanah air 22.Mengampuni

Anda mungkin juga menyukai