di :
UNIVERSITAS NAROTAMA
Surabaya, 28 Oktober 2017
KODE ETIK IPPAT
2
APA ITU IPPAT ?
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah disingkat IPPAT :
Perkumpulan/organisasi bagi para PPAT yang berdiri sejak tanggal
24 September 1987, diakui sebagai badan hukum (rechtspersoon)
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 April 1989
No. C2-3281.HT.01.03.Th.89, merupakan satu-satunya wadah
bagi semua dan setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatannya selaku PPAT yang menjalankan fungsi pejabat
umum, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan
dari Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI
tersebut di atas dan telah diumumkan dalam BNRI tanggal 11 Juli
1989 No. 55 Tambahan No. 32.
(telah disesuaikan dengan Akta No. 32 tanggal 27 Maret 2017 dan mendapat keputusan
dari MENKUMHAM No. AHU-000183.AH.01.08.Th2017)
KODE ETIK
Seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan
berdasarkan keputusan Kongres dan/atau yang ditentukan oleh
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta wajib ditaati
oleh anggota perkumpulan IPPAT dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT termasuk di
dalamnya para PPAT Pengganti.
PPAT >> pejabat umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun.
Pembina :
Mentri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
BPN beserta jajarannya
Pengawas
Majelis Kehormatan
20
c. pemuatan nama dalam buku petunjuk faksimili dan/atau
teleks;
d. menggunakan kalimat, pasal, rumusan-rumusan yang
terdapat dalam akta yang dibuat oleh atau di hadapan
anggota perkumpulan IPPAT lain, dengan syarat (turunan
dari) akta tersebut sudah selesai dibuat dan telah menjadi
milik klien;
e. memperbincangkan pelaksanaan tugasnya dengan rekan
sejawat bilamana dianggap perlu.
21
SANKSI
1. Sanksi terhadap pelanggaran kode etik :
a. teguran;
b. peringatan;
c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
IPPAT;
d. onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan IPPAT;
dan
e. pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan IPPAT.
22
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhadap anggota perkumpulan IPPAT yang melakukan
pelanggaran Kode Etik disesuaikan dengan frekuensi dan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota perkumpulan
IPPAT tersebut.
23
PENGAWASAN ATAS
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pada tingkat pertama : Pengurus Daerah IPPAT dan Majelis
Kehormatan Wilayah bersama-sama dengan Pengurus Wilayah
dan seluruh anggota perkumpulan IPPAT;
24
PEMERIKSAAN PENJATUHAN SANKSI
25
PEMERIKSAAN DAN PENJATUHAN SANKSI
PADA TINGKAT PERTAMA
26
2. Apabila menurut hasil sidang MKD sebagaimana dimaksud,
ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka
dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal sidang tersebut, MKD
berkewajiban memanggil anggota IPPAT yang diduga melanggar
dengan surat tercatat untuk didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri.
27
4. Penentuan putusan dapat dilakukan oleh MKD baik dalam
sidang itu, maupun dalam sidang lainnya dari MKD, asal
penentuan keputusan melanggar atau tidak, dilakukan
selambat-lambatnya dalam 15 (lima belas) hari setelah tanggal
dari sidang MKD itu, di mana PPAT tersebut telah didengar.
28
7. a. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah panggilan ke 3 (tiga)
ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar,
maka Majelis Kehormatan Daerah akan tetap bersidang
untuk membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan
oleh anggota perkumpulan IPPAT yang dipanggil tersebut
dan menentukan putusannya.
29
9. Putusan sidang MKD wajib dikirim kepada anggota IPPAT
yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi
dan tembusannya kepada Pengurus Daerah, Pengurus
Wilayah, Pengurus Pusat, Majelis Kehormatan Pusat, dan
Pembina PPAT, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah dijatuhkan
putusan oleh sidang MKD.
10. a. Apabila pada tingkat kepengurusan Pengurus Daerah
belum dibentuk Majelis Kehormatan Daerah, maka Majelis
Kehormatan Pusat berkewajiban dan mempunyai
wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan
Majelis Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode
Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan
Majelis Kehormatan Daerah tersebut kepada Kewenangan
Majelis Kehormatan Daerah terdekat dari tempat
kedudukan atau tempat tinggal anggota perkumpulan IPPAT
yang melanggar Kode Etik tersebut.
30
b. Hal tersebut berlaku pula apabila Majelis Kehormatan
Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan
permasalahan yang dihadapinya.
31
PEMERIKSAAN DAN PENJATUHAN SANKSI PADA
TINGKAT BANDING
1. Putusan yang berisi penjatuhan sanksi schorsing (pemecatan
sementara) atau onzetting (pemecatan) dari keanggotaan
perkumpulan IPPAT dapat diajukan/dimohonkan banding
kepada Majelis Kehormatan Pusat.
32
3. a. Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat oleh
anggota perkumpulan IPPAT yang bersangkutan kepada
Majelis Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Majelis
Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah,
dan Pengurus Daerah.
b. Majelis Kehormatan Daerah dalam waktu 7 (tujuh) hari
setelah menerima surat tembusan permohonan banding
wajib mengirim semua salinan/fotokopi berkas pemeriksaan
kepada Majelis Kehormatan Pusat.
4. a. Setelah menerima permohonan banding, maka Majelis
Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota perkumpulan
IPPAT yang mengajukan banding selambat- lambatnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima permohonan
naik banding dengan surat tercatat.
33
b. Anggota perkumpulan IPPAT yang mengajukan banding
dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan
untuk membela diri dalam sidang MKP.
34
7. MKP wajib mengirim putusannya kepada PPAT yang
mengajukan banding dengan surat tercatat atau dengan
ekspedisi dan tembusannya kepada Majelis Kehormatan
Daerah, Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat
IPPAT dan Pembina PPAT, semuanya itu dalam waktu 7 (tujuh)
hari setelah sidang Majelis Kehormatan Pusat menjatuhkan
keputusannya atas banding tersebut.
8. Dalam hal belum terbentuknya MKD, maka pemeriksaan dan
penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama yang telah dilakukan
oleh MKP tersebut merupakan keputusan tingkat pertama
sekaligus terakhir.
35
EKSEKUSI ATAS SANKSI-SANKSI DALAM
PELANGGARAN KODE ETIK
b) Selanjutnya…
36
b. Selanjutnya nama anggota perkumpulan IPPAT
tersebut, kasusnya dan keputusan dari Majelis Kehormatan
Daerah/Majelis Kehormatan Pusat diumumkan dalam
Media Perkumpulan berikutnya yang terbit setelah
pencatatan dalam buku anggota perkumpulan IPPAT
tersebut.
3. Putusan tersebut selanjutkan dilaporkan kepada Pembina PPAT
yang akan dimasukan ke dalam basis data Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
37
PEMECATAN SEMENTARA (SCHORSING)
SEBAGAI ANGGOTA PERKUMPULAN IPPAT
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau
tata cara maupun penjatuhan sanksi-sanksi secara bertingkat yang
berupa peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran
yang oleh Pengurus Pusat secara mutlak harus dikenakan sanksi
pemecatan sementara sebagai anggota perkumpulan IPPAT disertai
usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan sebagai anggota
perkumpulan IPPAT ialah pelanggaran- pelanggaran yang disebut
dalam:
a. Pasal 4 (Larangan) huruf k, 1, n dan p tersebut di atas;
b. Peraturan Jabatan PPAT yang berakibat terhadap anggota
perkumpulan IPPAT yang bersangkutan dinyatakanbersalah
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
38
KEWAJIBAN PENGURUS PUSAT
Pengenaan sanksi schorsing (pemecatan sementara), demikian
juga sanksi onzetting (pemecatan) maupun pemberhentian
dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan IPPAT
terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada
Menteri/instansi yang berwenang dengan tembusan kepada
Mahkamah Agung.
39
KETENTUAN PENUTUP
40
22 KARAKTER PEJABAT UMUM
(NOTARIS & PPAT)