Anda di halaman 1dari 41

2.

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Notaris dan PPAT


Bahwa berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris menjelaskan, bahwa Notaris adalah pejabat umum yang
satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh
yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain. Sedangkan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
semula disebut Burgelijk Wetboek (lazimnya disingkat BW) menjelaskan, bahwa:
suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di
tempat akta itu dibuat. Akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris,
bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga
karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi
pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan.
Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan informasi bahwa segala
yang termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai
dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara membacakannya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf l Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
sehingga menjadi jelas isi aktanya serta memberikan akses terhadap informasi
peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta.
Walaupun pasal 16 ayat 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 memberikan
kemungkinan kepada Notaris untuk tidak membacakan akta tersebut tetapi dengan
syarat penghadap (klient) menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan


Universitas Kristen Petra
ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap
halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
Notaris dalam menjalankan jabatannya berperan secara tidak memihak dan
bebas (unpartiality and independency). Sebagai Pejabat Umum, Notaris dalam
menjalankan tugas negara diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaan umum
(pemerintah) melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, oleh karena itu
akta yang dibuatnya, yaitu minuta akta (asli akta) adalah merupakan dokumen
negara. Notaris diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani masyarakat
dalam hal-hal tertentu, karena itu ikut serta dalam melaksanakan kewibawaan
pemerintah.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 mengatur syarat-
syarat untuk menjadi Notaris, yaitu:
1. berkewarganegaraan Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berumur paling sedikit 27 tahun;
4. sehat jasmani dan rohani;
5. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
6. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa
sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua
kenotariatan; dan
7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan ditegaskan
ulang dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dijelaskan, bahwa Pejabat
Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.


Universitas Kristen Petra
Sedangkan yang disebut Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai
bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, diatur tentang
pengangkatan PPAT, sebagai berikut:
(1) PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(2) PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu.
(3) Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta atau untuk melayani golongan
masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat
menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT
Khusus, yaitu:
a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara;
b. Kepala Kantor Pertanian untuk melayani pembuatan akta PPAT yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan
masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi
negara sahabat berdasarkan asas resiprositas (timbal balik) sesuai
pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.
Dengan ketentuan ini maka Camat tidak otomatis diangkat sebagai PPAT
Sementara (dapat terbukti dari surat pengangkatannya dan telah disumpah
sebagai PPAT).
Sedangkan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998,
menjelaskan syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah:
1. berkewarganegaraan Indonesia;
2. berusia sekurang-kurangnya 30 tahun;
3. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh
Instansi Kepolisian setempat;
4. belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
5. sehat jasmani dan rohani;


Universitas Kristen Petra
6. lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus
PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi;
7. lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria atau
Badan Pertanahan Nasional.
Dengan demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang
belum pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan
mungkin. Kalaupun ada PPAT sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya
pemerintah perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi
tersebut. Lebih jelas dalam pasal 7 menerangkan, bahwa PPAT dapat merangkap
jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasihat Hukum tetapi dilarang
merangkap jabatan atau profesi:
a. pengacara atau advokat;
b. pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah.
Hal ini dalam praktek telah banyak terjadi atau telah lazim bahwa Notaris juga
sebagai PPAT atau Notaris dapat merangkap jabatan sebagai PPAT.

2.2. Ruang Lingkup Pekerjaan


Dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 disebutkan
tentang kewenangan Notaris adalah :
(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
(2) Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;

10 
Universitas Kristen Petra
c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Kewenangan PPAT lebih terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat
Akta Tanah, yang menjelaskan:
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. hibah;
d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. pembagian hak bersama;
f. pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. pemberian Hak Tanggungan;
h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Hal ini ditegaskan pula dalam pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang
menjelaskan bahwa:

11 
Universitas Kristen Petra
(1) Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah adalah:
a. Akta Jual Beli;
b. Akta Tukar Menukar;
c. Akta Hibah;
d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan;
e. Akta Pembagian Hak Bersama;
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;
g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.
h. Akta Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.
(2) Selain akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPAT juga membuat
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang merupakan akta
pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan.

2.3. Pekerjaan Bebas


Di bawah ini terdapat gambar kuadran Wajib Pajak. Kuadran Wajib Pajak
adalah pembagian Wajib Pajak ke dalam empat klasifikasi, yaitu kuadran U, P, I,
dan K. Masing-masing notasi mewakili sumber penghasilan utama sebagai berikut
(Faisal, 2009):
U = Usaha
P = Pekerjaan Bebas
I = Investasi
K = Karyawan

12 
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1. Kuadran Wajib Pajak
Sumber: Faisal (2009, p.43)

Dalam gambar di atas, dapat dilihat bahwa profesi Notaris tergolong dalam
pekerjaan bebas. Dalam pekerjaan bebas, terdapat dua kelompok:
1. Pekerjaan bebas yang dilakukan oleh tenaga ahli
Tenaga ahli yang dimaksud adalah pengacara, PPAT, dokter, akuntan, arsitek,
notaris, dan konsultan.
2. Pekerjaan bebas lainnya.
Pekerjaan bebas lainnya adalah profesi di luar tenaga ahli, seperti artis,
seniman, atlet, penulis, peneliti, penceramah, dan profesional lainnya yang
bekerja secara independen, bukan sebagai karyawan.
Modal utama pekerjaan bebas mensyaratkan adanya keahlian profesi atau
keterampilan profesional. Keterampilan profesi merupakan kombinasi
keterampilan intelektual dengan keterampilan tehnik (technical skill),
keterampilan artistik (artistic skill), dan keterampilan personal lainnya. Pekerjaan
bebas disebut sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang
tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Meskipun demikian, pekerjaan bebas
mempunya status yang sama dengan kegiatan usaha, artinya penghasilan dari

13 
Universitas Kristen Petra
pekerjaan bebas mendapat perlakuan pajak yang sama dengan perlakuan pajak
atas business income, meskipun secara hukum tidak memenuhi kriteria kegiatan
usaha. Seorang profesional bisa melakukan pekerjaannya dengan dua cara lain,
yaitu bekerja sama dengan orang lain membentuk persekutuan (partnership), atau
bekerja dalam hubungan kerja sebagai pegawai tetap (employee).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dikatakannya profesi Notaris dan
PPAT sebagai pekerjaan bebas adalah atas dasar:
1. Notaris dan PPAT melakukan pekerjaan secara aktif dengan memberikan jasa
secara independen atas nama sendiri dalam konteks hubungan klien-konsultan,
tidak terikat hubungan kerja.
2. Penghasilan utama berasal dari klien, pasien, atau mitra kerja, yang bersumber
dari produk yang dihasilkan berupa jasa output dari keahlian profesional.
3. Bisa mempekerjakan orang lain, walaupun putaran utama usaha berpusat pada
individu yang memiliki kecakapan profesional.

2.4. Informasi Keuangan


Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
menerangkan bahwa:
(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai
ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek
setiap akta sebagai berikut:
a. sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen
gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5%;
b. di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling
besar 1,5%; atau
c. di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima
didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak
melebihi 1% dari objek yang dibuatkan aktanya.

14 
Universitas Kristen Petra
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta
dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).

Demikian pula dengan PPAT akan menerima uang jasa (honorarium)


karena jasa hukum yang telah diberikan kepada klientnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pembuat Akta Tanah, menjelaskan:
(1) Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa
(honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang
tercantum di dalam akta.
(2) PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya
kepada seseorang yang tidak mampu.
(3) Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang
melakukan pungutan diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya.
Oleh karena Notaris dan PPAT merupakan pekerjaan jasa, maka biaya-
biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Tidak ada biaya khusus yang harus
dikeluarkan oleh Notaris dan PPAT dalam menjalankan usahanya. Pengeluaran
atau biaya yang dikeluarkan oleh Notaris dan PPAT adalah pengeluaran atau
biaya pada umumnya, seperti:
1. Gaji karyawan;
2. Biaya sewa kantor;
3. Biaya listrik, air, telepon;
4. Biaya penyusutan mesin fotocopy, komputer, dan printer;
5. Biaya transportasi;
6. Biaya perlengkapan kantor (kertas, bolpen, dan sejenisnya).

2.5. Pemenuhan Kewajiban Pajak Penghasilan


Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 1, Pajak
Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima

15 
Universitas Kristen Petra
dalam tahun pajak. Sedangkan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

2.5.1. Subjek dan Wajib Pajak


Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2:
Subjek Pajak dalam negeri adalah:
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
2. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan;
3. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
4. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
5. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dalam


Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 3, yang
bukan merupakan Subjek Pajak adalah:
1. Kantor perwakilan Negara asing;
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari Negara asing dang orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia; dan
b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut; serta
c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

16 
Universitas Kristen Petra
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat:
a. Bukan warga Indonesia; dan
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Notaris dan PPAT


menjadi subjek pajak orang pribadi ketika Notaris dan PPAT tersebut merupakan
warga negara Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia. Oleh karena menjadi
subjek pajak, maka secara otomatis Notaris dan PPAT tersebut menjadi Wajib
Pajak dan dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya, baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia.

2.5.2. Kewajiban Pajak Penghasilan


Dalam sistem perpajakan self assessment yang dianut Indonesia, Wajib
Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan pajaknya sendiri. Sehingga muncul beragam kewajiban pajak lainnya,
seperti pendaftaran diri, pelaporan usaha, pembukuan atau pencatatan.
Mendaftarkan diri ke kantor pajak merupakan pintu gerbang utama Wajib Pajak
bersentuhan dengan administrasi pajak, sehingga mempunyai kewajiban pajak
secara aktif.
Berdasarkan pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sedangkan pasal 2 menjelaskan bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri dan kepadanya akan
diberikan NPWP. Persyaratan subjektif orang pribadi diuji melelui tiga test, yaitu
tempat tinggal, keberadaan, dan niat berdomisili di Indonesia. Persyaratan objektif

17 
Universitas Kristen Petra
terpenuhi bila subjek pajak memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang PPh. Bagi Wajib Pajak yang menjalankan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas (kuadran U dan P) wajib mendaftarkan diri pada bulan
berikutnya setelah dimulainya kegiatan usaha.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (selanjutnya disingkat WPOP) yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (kuadran U dan P), setelah
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan memperoleh NPWP maka akan memiliki
kewajiban pajak yang harus dilaksanakan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (kuadran U dan P) selaku
pemberi kerja selain diwajibkan untuk membayar dan melaporkan pajak yang
terutang atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya sendiri, juga
diwajibkan untuk menyetorkan dan melaporkan PPh yang terutang atas
penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada karyawannya.
Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak
sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan PPh Final pasal 4(2), juga memiliki
kewajiban di bidang PPh 23 dan PPh Final Pasal 4(2). Kewajiban yang harus
dipenuhi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas (kuadran U dan P) setelah memperoleh NPWP adalah sebagai
berikut :
1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa).
Setelah Wajib Pajak terdaftar di KPP dan memiliki NPWP, maka memiliki
kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Jenis SPT Masa
yang harus disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (kuadran U dan P) terdiri dari:
a. SPT Masa PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, setelah dikurangi
dengan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain; dibagi 12.

18 
Universitas Kristen Petra
Bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan
dari usaha atau pekerjaan bebas (kuadran U dan P) dalam tahun pajak
berjalan (Wajib Pajak baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung
berdasarkan PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12.
Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan
berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran PPh
Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas untuk
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya
masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari
libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari
libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari
cuti bersama oleh pemerintah.
Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25, juga merupakan SPT Masa
PPh Pasal 25. SPT Masa PPh Pasal 25 ini, merupakan salah satu SPT Masa
yang wajib disampaikan oleh WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas (kuadran U dan P), meskipun tidak terdapat pembayaran
(SPT Nihil). Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan atau terlambat
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25, maka Wajib Pajak akan dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk 1 (satu) SPT Masa.
b. SPT Masa PPh Pasal 21
PPh pasal 21 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang
dilakukan oleh WPOP. Berdasarkan ketentuan pasal 21 Undang-Undang
PPh, PPh Pasal 21 wajib dipotong, disetor dan dilaporkan oleh pemotong
pajak, yaitu: pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan,
perusahaan dan penyelenggara kegiatan.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas (kuadran U dan P) selaku pemberi kerja yang
membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan

19 
Universitas Kristen Petra
pekerjaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, wajib
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21. Batas waktu penyetoran PPh Pasal
21 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, namun apabila tanggal 10 jatuh pada
hari libur maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah 20 hari
setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya), apabila
tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT Masa PPh pasal 21
harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
SPT Masa PPh Pasal 21 juga merupakan SPT Masa yang wajib
disampaikan oleh WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas (kuadran U dan P) meskipun tidak terdapat penyetoran PPh Pasal 21
(SPT Nihil). Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPh
Pasal 21 atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, maka akan
dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000,- untuk satu SPT Masa.
Ketentuan lebih lanjut tentang Petunjuk pelaksanaan pemotongan,
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan, jasa
dan kegiatan orang pribadi diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No KEP-
545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

Dalam kaitannya dengan pekerjaan Notaris dan PPAT, Wajib Pajak


Orang Pribadi yang bekerja sebagai Notaris dan PPAT wajib memotong
PPh 21 atas gaji yang diberikan kepada karyawannya, sehingga Notaris dan
PPAT tersebut wajib melaporkan SPT Masa PPh 21 atas apa yang telah
dipotong.
c. SPT Masa PPh Pasal 23/26
Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk WPOP dalam negeri sebagai
pemotong PPh Pasal 23 dari penerima penghasilan. Wajib Pajak Orang
Pribadi tertentu tersebut terdiri dari :
(1) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
(2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.

20 
Universitas Kristen Petra
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu tersebut di atas yang
telah ditunjuk Dirjen Pajak, akan mendapatkan Surat Penunjukan sebagai
pemotong PPh Pasal 23 dari Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar. Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang telah ditunjuk sebagai
pemotong PPh 23, wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa
sewa penggunaan harta, kecuali tanah dan bangunan. Apabila terdapat
pembayaran/pembebanan biaya berupa sewa (misalnya sewa mesin
fotocopy), maka WPOP tertentu yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh
23 oleh Dirjen Pajak, diwajibkan untuk memotong, menyetor dan
melaporkan PPh 23 yang terutang atas pembayaran sewa tersebut.
Sesuai dengan ketentuan pasal 26 Undang-Undang PPh, atas
penghasilan berupa:
(a) Deviden;
(b) Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
(c) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
(d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
(e) Hadiah dan penghargaan;
(f) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; yang diterima atau diperoleh
oleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia,
dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan.

Apabila WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas


(kuadran U dan P) melakukan transaksi dengan Wajib Pajak luar negeri
sehubungan dengan penghasilan tersebut diatas maka memiliki kewajiban
untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh yang terutang atas
penghasilan tersebut (PPh Pasal 26).
Sedangkan berdasarkan pasal 23 Undang-Undang PPh, atas
penghasilan berupa:
(a) Deviden;

21 
Universitas Kristen Petra
(b) Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
(c) Royalti;
(d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
(e) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya;
dipotong pajak sebesar 15% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan.
(f) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali tanah dan bangunan;
(g) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan,
dipotong pajak sebesar 2% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan.
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23/26 oleh pemotong PPh adalah
tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT
Masa PPh pasal 23/26 adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal
jatuh tempo penyetoran PPh pasal 23/26 jatuh pada hari libur maka
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Namun apabila
tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka laporan harus
disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
SPT Masa PPh Pasal 23/26 hanya wajib dilaporkan ke Kantor
Pelayanan Pajak apabila terdapat pembayaran yang terutang PPh Pasal
23/26. Dengan demikian tidak terdapat SPT Masa PPh pasal 23/26 Nihil.

Dalam kaitannya dengan pekerjaan Notaris dan PPAT, WPOP yang


bekerja sebagai Notaris dan PPAT yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak
sebagai pemotong PPh 23, mempunyai kewajiban memotong PPh 23 hanya
atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali tanah dan bangunan dengan tarif 2% dari jumlah bruto. Apabila
yang menerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri sehubungan
dengan penghasilan tersebut di atas maka Notaris dan PPAT sebagai

22 
Universitas Kristen Petra
pemotong memiliki kewajiban untuk memotong, menyetor dan melaporkan
PPh pasal 26 yang terutang dengan tarif 20% dari penghasilan bruto.
d. SPT Masa PPh Final pasal 4(2)
PPh final atas penghasilan yang terutang/dibayarkan kepada pihak
lain. Dirjen Pajak dapat menunjuk WPOP tertentu sebagai pemotong PPh
final pasal 4(2) atas transaksi persewaan tanah dan atau bangunan. Wajib
Pajak Orang Pribadi tertentu yang dapat ditunjuk sebagai pemotong PPh
atas transaksi persewaan tanah dan atau bangunan oleh Dirjen Pajak adalah:
(a) Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas yang telah
terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
(b) Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.

Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang telah mendapat surat


penunjukan sebagai pemotong pajak atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan dari Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar, memiliki kewajiban untuk memotong, menyetorkan dan
melaporkan PPh final atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah
dan/atau bangunan yang dibayarkan atau terutang kepada pihak lain.
PPh yang terutang atas transaksi persewaan tanah dan bangunan
tersebut, wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan
wajib dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
(pemotong) terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. SPT Masa
PPh Final hanya wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak apabila terdapat
transaksi yang berhubungan dengan objek PPh final, sehingga tidak ada SPT
Masa PPh Final Nihil.

Dalam kaitannya dengan pekerjaan Notaris dan PPAT, WPOP yang


telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak sebagai pemotong PPh Final, maka Notaris
dan PPAT tersebut hanya punya kewenangan untuk memotong PPh final
atas transaksi persewaan tanah dan bangunan.

23 
Universitas Kristen Petra
2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh Badan
(SPT 1771) atau Orang Pribadi (SPT 1770).
Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib Pajak diwajibkan untuk
menyampaikan SPT Tahunan. SPT Tahunan paling lambat disampaikan tiga
bulan setelah akhir tahun pajak/tahun buku. Apabila tahun buku sama dengan
tahun takwim maka SPT Tahunan wajib disampaikan paling lambat tanggal 31
Maret tahun berikutnya.
Fungsi SPT Tahunan bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
(1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak;
(2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek
pajak;
(3) Harta dan kewajiban.

Jadi, apabila Notaris dan PPAT bekerja atas namanya sendiri (Orang Pribadi),
maka wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (SPT 1770).

2.5.3. Kategori Penghasilan


Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4, “Objek
Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.” Berikut adalah pengelompokan penghasilan berdasarkan mekanisme
pengenaan PPh-nya adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh belum dikenakan PPh;
2. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh tidak dikenakan PPh (bukan objek
pajak);

24 
Universitas Kristen Petra
3. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh dikenakan PPh, dan PPh tersebut
bersifat Final;
4. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh dikenakan PPh dan dapat
dikreditkan.

2.5.3.1. Penghasilan yang Ketika Diterima/diperoleh Belum Dikenakan PPh


Adapun yang dimaksud belum dikenakan PPh adalah penghasilan yang
pada saat diterima belum dikenakan PPh, PPh akan dikenakan pada saat
penghitungan di akhir tahun. Contoh dari penghasilan yang belum kena PPh
adalah:
1. Laba usaha dari penjualan barang dagang/penyerahan jasa;
2. Keuntungan Penjualan atau karena pengalihan, selain tanah dan bangunan:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
3. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

25 
Universitas Kristen Petra
4. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
5. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
6. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
7. Premi asuransi;
8. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
9. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
10. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

2.5.3.2. Penghasilan yang Ketika Diterima/diperoleh Tidak Dikenakan PPh


(Bukan Objek Pajak)
Penghasilan yang bukan objek PPh diatur dalam pasal 4 ayat 3 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Berikut adalah
penghasilan-penghasilan yang tidak dikenakan PPh yaitu:
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. Warisan;

26 
Universitas Kristen Petra
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik Negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;

27 
Universitas Kristen Petra
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama
empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
14. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

2.5.3.3. Penghasilan yang Ketika Diterima/diperoleh Dikenakan PPh, dan


PPh tersebut Bersifat Final
Penghasilan yang dikenakan PPh final diatur dalam pasal 4 ayat 2
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Berikut adalah penghasilan-penghasilan
yang dikenakan PPh Final:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;

28 
Universitas Kristen Petra
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
f. Dividen yang diterima orang pribadi;
g. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

2.5.3.4. Penghasilan yang Ketika Diterima/diperoleh Dikenakan PPh dan


Dapat Dikreditkan
Berikut adalah penghasilan-penghasilan yang dikenakan PPh dan dapat
dikreditkan:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
2. Bunga sebagai bentuk imbalan karena jaminan pengembalian utang, selain
bunga obligasi;
3. Dividen yang diterima oleh WP badan dengan kepemilikan dibawah 25%,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
4. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
6. Penjualan barang dagang pada Pemerintah.

2.5.4. Biaya
Biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu biaya yang boleh menjadi
pengurang, biaya yang tidak boleh menjadi pengurang, dan biaya yang terkait

29 
Universitas Kristen Petra
dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan objek
pajak. Semua itu diatur dalam pasal 6 dan pasal 9 Undang-Undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

2.5.4.1. Biaya yang Boleh Menjadi Pengurang


Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali PPh;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

30 
Universitas Kristen Petra
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

2.5.4.2. Biaya yang Tidak Boleh Menjadi Pengurang


Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

31 
Universitas Kristen Petra
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri;
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh WPOP, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib
Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

32 
Universitas Kristen Petra
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

2.5.4.3. Biaya yang Terkait dengan Penghasilan yang Dikenakan PPh Final
dan Penghasilan yang Bukan Objek Pajak
Biaya-biaya tersebut pada awalnya masuk dalam kelompok biaya
pertama yaitu biaya yang boleh jadi pengurang, tetapi apabila penghasilan tersebut
sudah dikenakan PPh Final maka biaya-biaya yang berkaitkan tidak boleh
dijadikan pengurang. Begitu pula yang berlakunya pada penghasilan yang bukan
objek pajak, dikarenakan penghasilannya bukan objek pajak maka biaya-biaya
yang terkait juga tidak boleh dijadikan pengurang.

2.5.5. Kredit Pajak


Seperti dijelaskan dalam pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa “Kredit Pajak
untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena
PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang

33 
Universitas Kristen Petra
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak terutang.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kredit pajak adalah memperhitungkan
PPh yang telah dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang
pada akhir tahun pajak. Sebagaimana telah diketahui bahwa Wajib Pajak dalam
negeri dikenakan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat
tidak final (dapat sebagai kredit pajak), terkait dengan PPh pasal 21, pasal 22,
pasal 23, pasal 26, pasal 15, dan pasal 4(2). Sedangkan segala bentuk penghasilan
yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai
kredit pajak.
Dalam profesi Notaris dan PPAT, yang dapat menjadi kredit pajak adalah
PPh 21 (karena Notaris dan PPAT merupakan WPOP) dan PPh 25 (angsuran
pajak). Dalam melakukan pekerjaannya, Notaris dan PPAT menerima honorarium
dan atas honorarium itu dipotong pajak oleh pemberi kerja. Notaris dan PPAT
selaku WPOP, maka pajak yang dipotong adalah 50% dari besarnya honorarium,
kemudian dikenakan tarif progresif pasal 17 UU PPh. Jumlah itu kemudian yang
akan menjadi kredit pajak PPh 21. Sedangkan kredit pajak PPh 25 wajib
diperhitungkan karena merupakan angsuran pajak yang dibayar oleh Notaris dan
PPAT tersebut tiap bulannya.

2.5.6. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan


Setelah mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP, kewajiban selanjutnya
adalah menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Kewajiban pembukuan
atau pencatatan dalam ketentuan perpajakan meliputi tiga hal pokok, yaitu:
1. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
2. Kewajiban menyimpan buku, catatan, dan dokumen-dokumen pendukung
termasuk data elektronik; dan
3. Kewajiban meminjamkan atau memperlihatkannya apabila diminta kantor
pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan utama dari usaha dan
pekerjaan bebas (Kuadran U dan P) yang beromzet lebih dari Rp4.800.000.000,00

34 
Universitas Kristen Petra
merupakan Wajib Pajak yang diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan.
Sedangkan WPOP kuadran U dan P yang beromzet kurang dari
Rp4.800.000.000,00, dan Orang Pribadi kuadran K dan I tidak wajib pembukuan,
tetapi diharuskan melakukan pencatatan. Untuk Wajib Pajak Badan wajib
menyelenggarakan pembukuan.

2.5.6.1. Metode Pembukuan


Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pasal 1 ayat 29, “Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut”
Ketentuan tentang penyelenggaraan pembukuan tersebut di atas diatur
dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan pasal 28.
Yang wajib menyelenggarakan pembukuan :
1. Wajib Pajak Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas (Kuadran U dan P).
Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib
melakukan pencatatan adalah :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas (Kuadran U dan P) yang memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif, dan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, yaitu Wajib Pajak kuadran K dan I.

35 
Universitas Kristen Petra
Tujuan dari menyelenggarakan pembukuan adalah:
1. Mempermudah pengisian SPT;
2. Mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Mempermudah penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
pembukuan/pencatatan:
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab,
satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
3. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah
dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Menteri
Keuangan;
4. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual
atau stelsel kas;
5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;
6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terhutang;
7. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10
(sepuluh) tahun di Indonesia:
a. Wajib Pajak orang pribadi, di tempat kegiatan atau di tempat tinggal;
b. Wajib Pajak badan, di tempat kedudukan.

Yang dapat melakukan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang
selain rupiah:
1. Wajib Pajak Penanaman Modal Asing;
2. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya pertambangan;

36 
Universitas Kristen Petra
3. Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil;
4. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri;
5. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pembukuan
dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah :
1. Bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang boleh dipergunakan adalah
bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat;
2. Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri
keuangan, kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya dan kontrak
bagi hasil;
3. Izin tertulis tersebut dapat diperoleh oleh Wajib Pajak dengan mengajukan
surat permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tiga bulan
sebelum tahun buku diselenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata
uang selain rupiah;
4. Permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan :
a. Wajib Pajak yang telah berdiri lebih dari 1 tahun :
1) Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir
b. Wajib Pajak yang baru berdiri dalam tahun berjalan :
1) Fotokopi NPWP
2) Fotokopi Akte Pendirian, atau dokumen lain yang serupa (bagi WP BUT)
5. Jika telah memenuhi syarat, Diretur Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka
waktu 30 hari sejak permohonan diterima;
6. Apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya permohonan dari Wajib
Pajak, Menteri Keuangan tidak memberikan suatu keputusan maka
permohonan tersebut dianggap diterima;
7. Setiap pembayaran pajak dalam mata uang rupiah harus dikonversikan ke
dalam Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang berlaku pada
saat tanggal pembayaran sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan;
8. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan tahunan dalam bahasa
Indonesia kecuali lampiran laporan keuangan, dan dalam mata uang Dollar
Amerika Serikat.

37 
Universitas Kristen Petra
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akrual atau stelsel kas. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan
dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah
pergeseran laba atau rugi. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan
penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan
biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu
diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Sedangkan stelsel kas adalah suatu
metode yangg penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan
biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap
sebagai penghasilan bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode
tertentu, serta biaya dianggap sebagai pengeluaran bila benar-benar telah dibayar
tunai dalam periode tertentu.

2.5.6.2. Metode Pencatatan


Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran
bruto atau penerimaan penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, trermasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Wajib Pajak yang
dikecualikan dari kewajiban pembukuan terdiri dari dua golongan, yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas (Kuadran U dan P) yang memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif, dan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
Syarat kuantitatif pencatatan bagi kuadran U dan P adalah peredaran usaha
atau penerimaan brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00.
Sedangkan syarat kualitatifnya adalah keharusan memberitahukan penggunaan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto kepada Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu tiga bulan pertama tahun pajak bersangkutan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, yaitu Wajib Pajak kuadran K dan I.

38 
Universitas Kristen Petra
Pengecualian dari kewajiban penyelenggaraan pembukuan bagi dua kuadran ini
tidak memerlukan syarat apapun seperti batasan penghasilan bruto (kuantitatif)
atau syarat pemberitahuan di muka (kualitatif).
Tujuan pencatatan bagi Wajib Pajak adalah:
1. Mempermudah pengisian SPT;
2. Mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Mempermudah penghitungan PPN dan PPnBM.
Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.197/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Tata cara Pencatatan bagi WPOP :
1. Pencatatan yang dibuat harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung
dengan dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final;
2. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 bulan, mulai
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember;
3. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat
usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran
atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha
yang bersangkutan.
Dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-4/PJ/2009, informasi yang
terkandung dalam pencatatan diatur lebih detail lagi. Bagi WPOP yang melakukan
kegitan usaha atau pekerjaan bebas dengan omzet kurang dari
Rp4.800.000.000,00, pencacatan harus:
1. meliputi omzet yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
yang penghasilannya merupakan objek PPh Final;
2. meliputi penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau
pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak
dikenai pajak bersifat final, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut;
3. meliputi penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha

39 
Universitas Kristen Petra
dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan
bebas;
4. mencakup harta dan kewajiban baik yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun yang tidak digunakan untuk
melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas;
5. menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat
usaha yang bersangkutan, apabila mempunyai lebih dari satu jenis usaha
dan/atau tempat usaha.
Bagi WPOP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
maka pencacatan harus :
1. meliputi penghasilan bruto yang merupakan objek PPh yang bersifat tidak final
termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
tersebut;
2. meliputi penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final;
3. mencakup pencatatan atas harta dan kewajiban yang dimiliki.
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan wajib menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Norma Penghitungan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah persentase
tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebas yang
merupakan standar umum besarnya penghasilan neto yang dianggap normal atau
wajar, yang dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Untuk mendapatkan angka tertentu, Direktur Jenderal
Pajak membentuk suatu tim dengan tugas mengadakan penelitian, baik data
eksternal DJP maupun data yang dimiliki DJP tentang kewajaran laba bersih suatu
jenis usaha tertentu. Norma penghitungan dibuat dan disempurnakan terus
menerus serta diterbitkan oleh DJP dengan berpedoman pada suatu pegangan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pegangan yang ditetapkan Menteri
keuangan itu harus memuat:
1. kaitan-kaitan yang harus dipergunakan untuk menentukan besarnya:
a. peredaran (jumlah karyawan, jumlah meja bagi usaha restoran, jumlah
mesin bagi usaha industri, jumlah kamar bagi usaha hotel, dan lain-lain),

40 
Universitas Kristen Petra
b. peredaran bruto (jumlah pembelian bahan, jumlah gaji karyawan, dan lain-
lain),
c. penghasilan neto (jumlah pengeluaran nyata atau tingkat biaya hidup dan
lain-lain);
2. pokok-pokok cara yang harus diperhatikan dalam menyususn Norma
Penghitungan;
3. cara-cara menyempurnakan Norma Penghitungan.
Yang dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto :
1. Sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
pasal 14 ayat (2) yaitu WPOP dalam negeri yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas, yang peredaran atau penghasilan brutonya dalam satu
tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00.
2. Wajib Pajak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan.
3. Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyelenggarakan pencatatan sebagai
pengganti tidak menyelenggarakan kewajiban pembukuan.
4. Apabila Wajib Pajak tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak,
maka dianggap memilih menyelenggarakan kewajiban pembukuan.
5. Apabila ternyata Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan
kewajiban pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan
atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto
sebagaimana dimaksud dengan memperhatikan perkembangan ekonomi dan
kemampuan Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan.
Adapun wujud Norma Penghitungan itu adalah suatu presentase atau
angka perbandingan lainnya yang disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil
penelitian yang cermat sehingga:
a. Sederhana;
b. Terperinci menurut kelompok jenis usaha;

41 
Universitas Kristen Petra
c. Dibedakan dalam beberapa klasifikasi kota/tempat;
d. Dibedakan untuk WPOP yang jumlah peredaran usahanya atau penerimaan
brutonya kurang dari Rp4.800.000.000,-
e. Tingkat presentase atau angka perbandingan yang tidak jauh dari kewajaran,
namun dapat mendorong Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan untuk
menghitung penghasilan neto.
Ada beberapa keuntungan bagi orang pribadi yang memilih menggunakan
Norma Penghitungan, yaitu tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk
penyelenggaraan pembukuan. Selain itu, penghitungan pajaknya menjadi lebih
mudah dan terprediksi. Namun, ada juga kerugian yang harus dicermati, yaitu
Norma Penghitungan tidak mengenal rugi. Walaupun pada kenyataannya sebuah
usaha mengalami kerugian, pajak tetap dibebankan berdasarkan peredaran bruto.

2.5.6.3. Penghitungan PPh


Besarnya PPh diperoleh dengan mengalikan tarif pajak dengan
Penghasilan Kena Pajak. Penghitungan PPh untuk setiap jenis Wajib Pajak dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan

Penghasilan Bruto xxx


Pengurang penghasilan bruto (xxx)

Penghasilan Neto xxx


Kompensasi kerugian (xxx)
Penghasilan Tidak Kena Pajak xxx

Penghasilan Kena Pajak xxx

Tarif untuk Penghasilan Kena Pajak s/d Rp 50.000.000,00 5%


di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 500.000.000,- 30%

Pajak Terutang xxx

Sumber: Modul Pelatihan Pajak, IAI (2011, p.128)

42 
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Bruto xxx


% Norma Penghitungan Penghasilan Neto %

Penghasilan Neto xxx


Penghasilan Tidak Kena Pajak xxx

Penghasilan Kena Pajak xxx

Tarif untuk Penghasilan Kena Pajak s/d Rp 50.000.000,00 5%


di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 500.000.000,- 30%

Pajak Terutang xxx

Sumber: Modul Pelatihan Pajak, IAI (2011, p.129)

Jika dicermati, penentuan penghasilan neto yang dihitung dengan


menggunakan Norma Penghitungan dapat merugikan Wajib Pajak karena pada
Norma Penghitungan penghasilan neto dihitung berdasarkan jumlah peredaran
bruto dalam satu tahun dikalikan dengan presentase Norma Penghitungan, dengan
kondisi tersebut apabila Wajib Pajak mengalami kerugian maka kerugian tersebut
tidak dapat dikompensasikan dan penghasilan netonya tetap akan muncul
walaupun mengalami kerugian.

2.6. Kewajaran Norma


Bagi sebagian orang pribadi yang memiliki usaha kewajiban membuat
pembukuan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan selain karena kurangnya
pengetahuan mengenai Akuntansi, mungkin juga tidak efisien jika harus
mempekerjakan karyawan hanya untuk membuat pembukuan. Pasal 14 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan memberikan
kemudahan bagi WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
(kuadran U dan P) yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari

43 
Universitas Kristen Petra
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sehingga tidak perlu membuat pembukuan tetapi cukup hanya membuat
pencatatan.
Sesuai dengan KEP-536/PJ./2000, dijelaskan bahwa Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
a. sepuluh ibukota propinsi yaitu: Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
b. ibukota propinsi lainnya yaitu: Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Tanjung
Pinang, Jambi, Pangkal Pinang, Bengkulu, Bandar Lampung, Serang,
Jogjakarta, Mataram, Kupang, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda,
Gorontalo, Palu, Kendari, Ambon, Sofifi, Manokwari, Timika, dan Jayapura;
c. daerah lainnya yaitu Daerah/Kota yang tidak tercantum di atas.
Dalam KEP-536/PJ./2000 dicantumkan tarif untuk profesi Notaris dan
PPAT adalah 55% untuk wilayah Surabaya, itu artinya 55% dari penghasilan
bruto merupakan penghasilan neto, sedangkan 45% sisanya merupakan asumsi
biaya.
Untuk mengetahui kewajaran dari norma tersebut, maka dari informasi
keuangan Notaris dan PPAT yang sudah dijelaskan di atas (pada sub-bab 2.4)
penulis mencoba untuk membuat contoh.
Misalnya, Notaris dan PPAT “X” (K/2), membuat 500 akta dalam 1 tahun dengan
rincian sebagai berikut:

190 buah akta perjanjian pengikatan jual beli Rp127.500.000


43 buah akta pendirian Perseroan Terbatas Rp50.250.000
22 buah akta surat wasiat Rp67.000.000
34 buah akta perjanjian sewa menyewa Rp28.600.000
15 buah akta perjanjian kawin Rp9.500.000
30 buah akta perjanjian pembagian harta warisan Rp67.500.000
18 buah akta perjanjian kredit dan akta pengikatan
Rp25.000.000
jaminan  
71 buah pengurusan balik nama atas sertifikat Hak Guna Rp74.710.000

44 
Universitas Kristen Petra
Bangunan/Hak Milik
25 buah akta perjanjian kerjasama Rp66.800.000
25 buah akta kuasa untuk menjual Rp12.500.000
27 buah akta hibah Rp37.750.000
Total Penghasilan Bruto 1 tahun Rp567.110.000

Biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun:


Gaji karyawan (7 orang) Rp126.000.000
Biaya alat tulis kantor Rp10.085.550
Biaya fotocopy Rp687.500
Biaya perlengkapan kantor Rp55.000.000
Biaya telepon, fax, internet Rp12.389.033
Biaya listrik Rp20.758.020
Biaya air   Rp613.600
Biaya transport Rp22.828.045
Biaya parkir Rp514.000
Biaya penyusutan Rp23.560.500
Biaya perawatan dan servis Rp6.873.000
Biaya lain-lain Rp2.828.250
Total Biaya 1 tahun Rp282.137.498

45 
Universitas Kristen Petra
Sehingga, dari rincian di atas:
Jika Notaris dan PPAT tersebut menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto:

Tabel 2.3. Contoh Perhitungan PPh Terhutang Dengan Menggunakan


Norma Penghitungan

Penghasilan Bruto Rp567.110.000


% Norma 55%

Penghasilan Neto Rp311.910.500

PTKP Rp19.800.000

Penghasilan Kena Pajak Rp292.110.500


 

Pajak Terhutang 5% x Rp50.000.000 Rp2.500.000

15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000


25% x Rp42.110.500 Rp10.527.625

Rp43.027.625

Sumber: Olahan Penulis

46 
Universitas Kristen Petra
Jika Notaris dan PPAT tersebut menggunakan pembukuan:

Tabel 2.4. Contoh Perhitungan PPh Terhutang Dengan Menggunakan


Pembukuan

Penghasilan Bruto Rp567.110.000


Pengurang Rp282.137.498

Penghasilan Neto Rp284.972.502

PTKP Rp19.800.000

Penghasilan Kena Pajak Rp265.172.502

Pajak Terhutang 5% x Rp50,000,000 Rp2.500.000


15% x Rp200,000,000 Rp30.000.000
25% x Rp15.172.502 Rp3.793.125

Rp36.293.125

Sumber: Olahan Penulis

Dari contoh perhitungan di atas dapat dilihat bahwa presentase biaya jika
menggunakan pembukuan adalah 49,75%, sedangkan jika menggunakan Norma
Penghitungan asumsi biayanya adalah 45%. Dari perbandingan tersebut terdapat
selisih biaya yang cukup banyak.

47 
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai