Anda di halaman 1dari 8

Kegiatan pinjam meminjam uang secara langsung berdasarkan perjanjian baik tertulis

maupun tidak tertulis merupakan praktik yang telah berlangsung di tengah kehidupan
masyarakat. Pinjam meminjam secara langsung banyak diminati oleh pihak yang
membutuhkan dana cepat atau pihak yang karena sesuatu hal tidak dapat diberikan
pendanaan oleh industri jasa keuangan konvensional seperti perbankan, pasar modal atau
perusahaan pembiayaan.

Hal ini ditandai dengan digunakannya media internet sebagai media bertransaksi ketika
melakukan aktivitas perbankan. Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak
baru yang lebih populer dengan istilah digital economic atau ekonomi digital. Era
perkembangan ekonomi digital, masyarakat terus mengembangkan inovasi penyediaan
layanan dalam kegiatan pinjam meminjam yang salah satunya ditandai dengan adanya
layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang dinilai turut
berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional. Teknologi informasi
atau information technology (IT) telah mengubah masyarakat, telah menciptakan jenis-
jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru, serta menciptakan jenis pekerjaan dan karier
baru dalam pekerjaan manusia. Dari hal inilah muncul istilah kontrak elektronik atau
biasa dikenal dengan e-contract.

Kontrak elektronik merupakan salah satu jenis kontrak dimana regulasi aturannya
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, khususnya
ada pada Pasal 1 angka 17 yang kemudian dijelaskan kembali pada Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dalam
Pasal 1 angka 15. Kedua pasal tersebut memuat definisi yang sama tentang kontrak
elektronik, yaitu perjanjian para pihak yang dibuat melalui system elektronik. Sedangkan
Sistem Elektronik itu sendiri menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik adalah serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menanmpilkan, mengumumkan, mengirimkan,
dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

Sebelum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik, Indonesia selalu berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) sebagai perlindungan hukum, seperti terdapat pada Pasal 1313
KUHPerdata yang memuat definisi bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.3

J. Satrio membedakan perjanjian dalam arti luas dan sempit. Perjanjian dalam arti luas,
suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang
dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para pihak, termasuk di dalamnya
perkawinan, perjanjian kawin. Perjanjian dalam arti sempit, perjanjian hanya ditujukan
kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hubungan harta kekayaan saja
sebagaimana diatur dalam Buku III KUHPerdata.4

Salah satu transaksi elektronik yang berkaitan dengan e-contract yang sedang
berkembang saat ini adalah layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
atau yang lebih dikenal dengan fintech lending, dimana menawarkan beragam
kemudahan dalam meminjam uang/kredit. Teknologi finansial adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut suatu inovasi di bidang jasa finansial, dimana istilah tersebut
berasal dari kata financial dan technology yang mengacu pada inovasi finansial dengan
sentuhan teknologi modern. Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi
pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam
meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan
menggunakan jaringan internet.
Menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia) No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial (PBI Fintech) pada Pasal 1 ayat (1) menentukan, bahwa “Teknologi
Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan
produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan,
dan keandalan sistem pembayaran.” Fintech adalah penerapan dan pemanfatan teknologi
untuk peningkatan terhadap layanan jasa perbankan dan keuangan, yang biasanya
ditangani oleh startup (perusahaan rintisan) dengan menggunakan teknologi berupa
perangkat lunak (software), internet, komunikasi, dan komputerisasi terkini dengan
tujuan menghemat waktu pada proses pembayaran dan memungkinkan konsumen untuk
melakukan kegiatan finansial lainnya seperti menabung, melakukan investasi atau
melakukan pembayaran. 5

Banyaknya perusahaan pinjaman online tersebut menjadikan masyarakat semakin tergiur


dengan program yang ditawarkan walaupun bunga pinjaman online tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan bank. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi pengguna layanan
pinjaman online tersebut, terutama saat penagihan pembayaran sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi
yang mengatakan bahwa permasalahan paling tinggi dalam pinjaman online yang
dilaporkan konsumen adalah cara penagihan, yakni mencapai 39,5 persen. Kemudian,
pengalihan kontak 14,5 persen, permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5
persen. Administrasi 11,4 persen dan penagihan pihak ke-3. Selain itu juga permasalahan
pinjaman online setelah penagihan dengan teror adalah pengalihan kontak. Lender dapat
membaca semua transaksi HP dan Foto, sehingga perlindungan data pribadi masih
rendah. Ini anomali ke tiga. Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Perlindungan
Data Pribadi, sehingga pelaku usaha seenaknya saja. Begitupula dengan yang legal juga
bermain dua kaki 5 . Pernyataan tersebut berarti bahwa penagihan pinjaman online
menjadi suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian banyak pihak mengingat pengguna
layanan pinjaman online tersebut mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan,
bahkan mengarah pada pelanggaran HAM. Salah satu permasalahan dapat pemberitaan
iNews.id mengenai kasus yang dialami seorang karyawati yang melakukan peminjaman
uang melalui aplikasi CoCo Tek, yang termasuk perusahaan fintech.

ilegal sebesar Rp. 700.000,- Dalam pinjaman online itu, dia diharuskan membayar Rp1
juta dengan tenor 10 hari. Masalah muncul ketika jatuh tempo. Meski tenor 10 hari tiba,
ternyata tidak ada seorang pun yang menghubunginya, sehingga kebingungan saat akan
membayar tagihan tersebut, terlebih aplikasi CoCo Tek ternyata error, bahkan raib. Oleh
karena itu, ia mendiamkan begitu saja soal pinjaman online karena tidak dapat berbuat
apa-apa lagi. Akan tetapi pada hari ke-33 tiba-tiba muncul pesan via whatsapp untuk
menagih utang sebesar Rp3.632.000 dan bukan lagi Rp. 1.000.000,- Karyawati tersebut
menolak karena tidak sesuai perjanjian utang yang hanya Rp1 juta6 . Penolakan tersebut
berbuntut panjang. Mereka tidak hanya melakukan penagihan, namun juga melakukan
ancaman dan meneror. Mereka membuat gambar (semacam pamflet) yang menerangkan
bahwa karyawati tersebut adalah Daftar Pencarian Orang (DPO) penipuan online.
Gambar itu lengkap dengan wajah, alamat, serta nomor ponselnya. Selain itu juga gambar
tersebut disebar ke orang-orang yang berada di kontak ponselnya untuk
mempermalukannya. Pesan teror terus berlanjut dengan mengancam akan melaporkannya
ke polisi atas dugaan penggelapan uang. Ancaman ini juga disebarkan melalui short
message service (SMS) ke nomor-nomor di ponselnya7 .

OJK sebenarnya sudah banyak melakukan pemblokiran pinjol ilegal, namun pinjol ilegal
baru terus bermunculan, salah satu penyebabnya adalah kemudahan teknologi yang
membuat development aplikasi pinjol ilegal mudah dilakukan. Di sisi lain, masih banyak
masyarakat yang mudah tergiur dengan penawaran pinjol ilegal. Mudah, cepat dan praktis
adalah slogan yang biasa ditawarkan pinjol ilegal, padahal ada risiko berbahaya dibalik
slogan itu. Negara, melalui OJK sebenarnya telah memiliki instrumen hukum untuk
mengatur pinjol, bahkan sudah dibentuk Satgas Waspada Instansi yang beranggotakan
OJK dan instansi lainnya. Namun mengapa permasalahan-permasalahan pinjol ilegal ini
masih muncul dengan intensitas banyak. Terdapat 2 permasalahan utama yang akan
dibahas pada tesis ini, pertama, kedua . tesis ini ditulis dengan tujuan mencari akar
permasalahan problem ini, juga memberikan usulan tindakan-tindakan preventif maupun
problem solving.

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah


1.2.1 Identifikasi Masalah

1.2.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku pemerasan dan pengancaman
melalui penyebaran datapribadi.

2.

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Dalam peneliltian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia
kepustakaan tentang mata uang dan transaksi elektronik sehingga hasil penelitian ini
dapat dipakai sebagai salah satu acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk
dikembangkan pada tahap selanjutnya.
1.5 Kerangka Teori,Konseptual, Penelitian
1.5.1 Kerangka Teori

1.5.2 Kerangka Konseptual


1.5.3 Kerangka Pemikiran
1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian
yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia (hukum positif) yang ada kaitannya dengan regulasi/
peraturan Pinjaman online . Penelitian ini bersifat deskriptif analistis yang
mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum
yang dikaitkan dengan objek penelitian yang penulis kaji yaitu
1.6.3 Teknik Pengolahan Bahan Hukum
1. Pencatatan hasil pengumpulan bahan hukum secara kuantitatif
2. Analisa dan kontruksi bahan hukum secara kuantitatif
Hal yang ada di Pengolahan Bahan Hukum adalah :
a. Variabel
b. Skala Pengukuran ( Skala Nominal,Skala Ordinal, Skala Interval, Skala Ratio)
c. Instrumen Penulisan
d. Validalitas dan Reliabilitas Instrumen

1.6.4 Analisis Bahan Hukum


Pendekatan ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier dari masing-masing hukum normatif.
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat otoratif artinya mempunyai
otoritas.Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim19.
Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang- undang Nomor

b. Bahan hukum sekunder


Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan informasi atau hal-
hal yang berkaitan dengan isi sumber hukum primer serta implementasinya 1. Bahan
hukum sekunder ini antara lain :
1. Buku-buku teks
2. Kamus-kamus.
3. Jurnal-jurnal hukum
c. Bahan hukum tersier

Bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber


primer atau sumber sekunder. Bahan hukum tersier berupa kamus bahasa Indonesia
dan ensiklopedia.
Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian dan ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.Spesifikasi penelitian
hukum ini adalah penelitian deskriptif analitis yang diartikan sebagai suatu prosedur
pemecahan masalah yang diteliti dan dianalisis pada saat sekarang berdasarkan
gambaran fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

1.7 Sistematika Penulisan


Agar supaya dapat memberikan gambaran uraian yang tepat dan teratur, maka
Tesis ini terbagi menjadi 4 (empat) bab. Untuk jelasnya gambaran mengenai Tesis ini
dapat dilihat pada sistematika yang antara lain sebagai berikut :
Bab I
Pendahuluan
Yang mengawali seluruh rangkaian uraian dan pembahasan Tesis. Pada bab ini berisikan
sebagai landasan berpijak untuk pembahasan pada bab berikutnya. Penjabaran landasan
berpijak permasalahan diawali dengan sub bab latar belakang permasalahan. Dengan latar
belakang masalah ini akan diketahui permasalahan yang dikaji, yang diletakkan pada

1
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta : Raja Grafindo, 2001, hlm 31.
rumusan masalah. Pembahasan dalam Tesis ini sudah tentu ada hal-hal yang diharapkan
yang akan dituangkan dalam tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Dalam
pelaksanaannya agar sesuai dengan dasar penyusunan karya ilmiah, maka akan disajikan
cara-cara penulisan ilmiah dalam metode penelitian dengan harapan agar isi Tesis dapat
diketahui lebih awal sehingga diperlukan penyusunan secara sistematik. Untuk itu perlu
disusun kerangka penyusunan yang dituangkan dalam
sistematika penulisan.

Anda mungkin juga menyukai