Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG CYBER LAW

Disusun oleh:

Tiwi Ambarwati
19730277
A.75.S1

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM IBLAM
JAKARTA, 2021
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia berhasil menemukan berbagai
macam teknologi yang dibuat semata-mata untuk membantu kehidupan sehari-hari
manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang sangat membantu dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari ialah internet. Adanya teknologi ini telah berhasil
memudahkan manusia untuk mengetahui beragam informasi dan menghubungkan
dengan manusia lainnya di berbagai belahan dunia. Meski begitu, tidak jarang ada
oknum yang memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melakukan tindak
kejahatan atau yang biasa disebut dengan cyber crime.
Cyber crime adalah kejahatan dunia maya yang dilakukan individu atau
sekelompok orang yang menyerang sistem keamanan komputer atau data-data yang
ada di dalam komputer. Kejahatan tersebut dilakukan dengan beragam motif, mulai
dari kepuasan diri hingga kejahatan yang dapat merugikan ekonomi atau politik.
Kejahatan dunia maya secara luas didefinisikan sebagai aktivitas ilegal apa pun yang
melibatkan komputer, perangkat digital lain, atau jaringan komputer. Adapun contoh
cyber crime di antaranya, yaitu ancaman keamanan cyber seperti rekayasa sosial,
eksploitasi kerentanan perangkat lunak, dan serangan jaringan. Dengan kata lain,
seseorang memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melakukan kejahatan.
Ada beberapa jenis cyber crime yang perlu di waspadai, di antaranya sebagai
berikut:
1. Pencurian Data
Pencurian Data biasanya dilakukan untuk memenuhi kepentingan komersial
karena ada pihak lain yang menginginkan data rahasia pihak lain. Tindakan ini tentu
bersifat ilegal masuk ke dalam aktivitas kriminal karena bisa menimbulkan kerugian
materil yang berujung pada kebangkrutan suatu lembaga atau perusahaan.
2. Cyber Terrorism
Cyber terrorism merupakan tindakan cyber crime yang sedang banyak
diperangi oleh negara-negara besar di dunia, termasuk Indonesia. Pasalnya, aktivitas
cyber terorism kerap kali mengancam keselamatan warga negara atau bahkan
stakeholder yang mengatur jalannya pemerintahan.
3. Carding
Istilah yang digunakan untuk menyebut penyalahgunaan informasi kartu kredit
milik orang lain. Para carder (pelaku carding) biasanya menggunakan akses cartu
credit orang lain untuk membeli barang belanjaan secara online. Kemudian, barang
gratisan tersebut dijual kembali dengan harga murah untuk mendapatkan uang.
4. Hacking
Tindakan berbahaya yang kerap kali dilakukan oleh para programer
profesional ini biasanya secara khusus mengincar kelemahan atau celah dari sistem
keamanan untuk mendapatkan keuntungan berupa materi atau kepuasan pribadi. Jika
menilik dari kegiatan yang dilakukan, hacking sebenarnya tidak selalu memiliki
konotasi buruk karena ada pula hacker positif yang menggunakan kemampuannya
untuk kegiatan bermanfaat dan tidak merugikan.

Cyber crime diatur dalam Undang-Undang Transaksi Elektronik Nomor 8


Tahun 2011 sebagaimana telah diubah menjadiUndang- Undang Nomor 19 Tahun
2016, ( “UU ITE”) khususnya pada pasal 27 sampai 30 mengenai perbuatan yang
dilarang. Lebih lanjut, aturan tentang hacking diatur dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan
(3) mengatakan bahwa:
1. Dengan sengaja tanpa hak dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses dan/ atau
sistem elektronik orang lain dengan cara apapun
2. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/
atau sistem orang lain dengan cara apapun untuk tujuan memperoleh Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/ atau
sistem elektronik dengan tujuan melanggar menerobos, melampaui, menjebol sistem
pengaman
Lebih lanjut sanksi bagi yang melanggar ketentuan pasal 30 UU ITE diatur di
dalam pasal 46 UU ITE berupa:
1. Ayat ( 1): dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2. Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
3. Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
B. Analisis Mengenai TTD Kontrak secara Elektronik
Dengan dimulainya Revolusi Industri 4.0, penggunaan teknologi di era digital
pada saat ini sudah tidak asing bahkan menjadi preferensi dalam melakukan hampir
segala aktifitas baik di dalam negeri maupun mancanegara. Hal tersebut juga
membawa pengaruh pada perubahan bentuk dari perjanjian yang kerap dilakukan
masyarakat dalam kegiatan sehari-harinya, salah satunya dengan penggunaan kontrak
elektronik dalam transaksi elektronik. Kontrak Elektronik atau istilah lain adalah
Kontrak online atau Kontrak daring yaitu kesepakatan para pihak untuk saling
mengikat demi tercapainya tujuan bersama yang dilakukan secara elektronik. Secara
umum kontrak elektronik diartikan sebagai kontrak yang dibuat dalam bentuk
elektronik.
Terhadap pelaksanaan dari kontrak elektronik tersebut, Pemerintah merespon
dan mengakomodir legalitas dari suatu kontrak elektronik melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PP 82/2012).
1. Syarat Sah Kontrak Elektronik
Dalam pengaturannya kontrak elektronik tersebut dianggap sah apabila
memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
a. Adanya kesepakatan para pihak
b. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau berwenang mewakili sesuai
dengan ketetuan peraturan perundang-undangan
c. Terdapat hal-hal tertentu
d. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
2. Harus Menggunakan Bahasa Indonesia dan Penyesuaian dengan Ketentuan
Klausula Baku
Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) PP 82/2012, Kontrak Elektronik dan bentuk
kontraktual lainnya yang ditujukan kepada penduduk Indonesia harus dibuat dalam
Bahasa Indonesia. Lebih lanjut dalam Pasal 48 ayat (2) dijelaskan bahwa Kontrak
Elektronik yang dibuat dengan klausula baku harus sesuai dengan ketentuan mengenai
klausula baku sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan Isi dalam Kontrak Elektronik
Terkait ketentuan isi dari suatu kontrak elektronik, PP 82/2012 mengatur
bahwa dalam kontrak elektronik setidak-tidak harus memuat:
a. Data identitas para pihak;
b. Objek dan spesifikasi;
c. Persyaratan transaksi elektronik;
d. Harga dan biaya;
e. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat
cacat tersembunyi; dan
g. Pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik.
4. Tanda Tangan Elektronik
Dengan dibuatnya kontrak elektronik dalam suatu transaksi elektronik,
keberadaan tanda tangan elektronik muncul sebagai urgensi dari pengesahan terhadap
kontrak elektronik yang melekat terhadapnya. PP 82/2012 mengatur bahwa pada
dasarnya penggunaan tanda tangan elektronik yang digunakan dalam Transaksi
Elektronik dapat dihasilkan melalui berbagai prosedur penandatanganan. Lebih lanjut,
suatu tanda tangan elektronik dapat memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah, apabila:
a. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda
tangan.
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan
hanya berada dalam kuasa penanda tangan.
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui.
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda
tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui
(berlaku sepanjang Tanda Tangan Elektronik digunakan untuk menjamin
integritas Informasi Elektronik).
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatangannya.
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa keberadaan dari suatu kontrak
elektronik adalah sah dan legal apabila ketentuan-ketentuan tersebut di atas terpenuhi
oleh para pihak. Jadi, di era yang sudah serba digital ini, sebenarnya kita sudah tidak
perlu ragu untuk memanfaatkan teknologi dalam perjanjian-perjanjian yang hendak
kita lakukan, asalkan tetap memperhatikan dengan aturan hukum yang berlaku.

C. E-Commerce
Electronic commerce atau ecommerce adalah segala aktivitas jual beli yang
dilakukan melalui media elektronik. Meskipun sarananya meliputi televisi dan
telepon, kini ecommerce lebih sering terjadi melalui internet. Karena pengertian e-
commerce tersebut, terkadang ada kesalahpahaman tentang ecommerce dan
marketplace. Istilah ecommerce digunakan untuk mendeskripsikan semua transaksi
yang memakai media elektronik.
Marketplace adalah salah satu model ecommerce, di mana ia berfungsi sebagai
perantara antara penjual dan pembeli. Penjual yang berdagang di marketplace hanya
perlu meladeni pembelian. Semua aktivitas lain seperti pengelolaan website sudah
diurus oleh platform tersebut. Situs-situs seperti Shopee dan Lazada adalah dua
contoh marketplace.
Dengan seiring perkembangan jaman, menjadikan e-commerce berkembang
sangat pesat di Indonesia dan memiliki banyak kelebihan, yaitu:
a. Jangkauan yang luas
Sebagai pemilik toko konvensional, Anda hanya dapat menjangkau pembeli
dari daerah yang sama. Lain halnya jika Anda memiliki sebuah website ecommerce.
Manfaat e commerce yang pertama, pembeli dari berbagai penjuru negeri dapat
melakukan transaksi di toko Anda.
b.Tidak dibatasi oleh waktu
Toko di dunia nyata bisa beroperasi selama 24 jam setiap hari, tetapi biaya
untuk mendukungnya pun akan sangat besar. Melalui internet, pembeli tetap dapat
mengakses dan membeli dari toko walaupun Anda tertidur lelap. Manfaat e commerce
satu ini tentu sangat membantu kita semua.
c. Biaya yang lebih murah
Biaya operasional lapak online sangat rendah dibandingkan toko berbentuk
bangunan. Setidaknya, Anda tidak perlu memikirkan gaji karyawan, sewa bangunan,
serta ongkos listrik.
d. Tidak perlu stok barang sendiri
Dalam industri ecommerce, Anda bisa menjadi seorang dropshipper. Teknik
pemasaran ini memungkinkan Anda berjualan tanpa memiliki stok barang. Ketika
order datang, Anda tinggal meneruskannya kepada produsen barang yang diinginkan.
Untuk memahami bisnis dropshipping lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel ini.
e. Kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman
Dengan memiliki toko online, Anda tidak perlu pusing memikirkan cara
transaksi dan pengiriman barang. Kini sudah ada berbagai layanan pembayaran
elektronik yang dilakukan melalui internet. Selain itu, barang kiriman dapat dilacak
secara online.
f. Anda mampu mempelajari kebiasaan pelanggan
Menjalankan bisnis online tanpa memahami perilaku pelanggan akan menyia-
nyiakan investasi Anda. Saat ini sudah banyak tool analytic yang dapat digunakan
untuk mempelajari data toko online Anda, seperti Google Analytics.
g. Kerja dari manapun
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, satu dari manfaat e commerce
adalah dapat diakses kapanpun. Oleh karena itu, Anda pun dapat menjalankannya dari
mana saja asal memiliki perangkat dan koneksi internet yang memadai.

Dari sekian kelebihan berjualan di e-commerce, masih banyak lagi manfaat


lainnya. Selain itu, e-commerce juga memiliki beberapa jenis yang dibagi menjadi
enam golongan:
1. Business to Business (B2B)
B2B ialah jenis e-commerce di mana sebuah perusahaan menjual produk atau
jasa kepada perusahaan lainnya. Dalam model e-commerce B2B, biasanya pembeli
memesan barang dalam jumlah besar. Contohnya ialah sebuah perusahaan yang
membeli perlengkapan kantor dari sebuah produsen. Contoh e-commerce berjenis
B2B ialah Electronic City, Ralali, dan Mbiz.
2. Business to Consumer (B2C)
B2C ialah jenis e-commerce dimana sebuah perusahaan menjual produk atau
jasa kepada konsumen. Umumnya, pelanggan dalam e-commerce B2C hanya
membeli barang berjumlah satuan, atau mengecer. Contoh e-commerce berjenis B2C
ialah Lazada, Shopee, dan Tokopedia.
3. Consumer to Consumer (C2C)
Jenis e-commerce ini merupakan aplikasi dimana penjual menjual
dagangannya kembali atau yang disebut menjual barang bekas. Dengan kata lain, C2C
merupakan transaksi online antara 2 individu. Contoh dari e-commerce ini ialah OLX,
Kaskus, dan Carousel.
4. Consumer to Business (C2B)
Berkebalikan dengan B2C, ecommerce C2B adalah skenario di mana
seseorang menjual produk atau layanan kepada sebuah perusahaan. Seorang graphic
designer, misalnya, menawarkan dan menjual logo buatannya kepada sebuah bisnis
makanan. Contoh e-commerce jenis ini ialah Freelancer, Upwork, dan iStock.
5. Business to Public Administration (B2A)
Model ecommerce ini mirip dengan B2B, tetapi pelakunya adalah bisnis dan
lembaga pemerintah. Contoh B2A adalah jasa pembuatan website untuk sistem
administrasi online. Contoh e-commerce ini ialah Qlue dan Accela.
6. Consumer to Public Administration (C2A)
Jenis ecommerce satu ini berjalan seperti C2B. Namun, transaksi dilakukan
oleh individu dan lembaga pemerintah. Ecommerce dengan model C2A jarang
ditemui di Indonesia. Jenis transaksi yang terjadi biasanya berbentuk jasa.

Dari sekian banyaknya manfaat dan jenis-jenis dari e-commerce, tidak


dipungkiri bahwa untuk terjadinya kejahatan online melalui e-commerce sangat
dimungkinkan untuk terjadi. Berikut ialah lima ancaman cyber crime yang paling
umum terjadi bagi bisnis online.
1. Malware
Malware merupakan alat yang paling sering dimanfaatkan kriminal di seluruh
dunia untuk mendapatkan akses pada sistem dan data rahasia. Dalam bisnis online,
modus operandi ini kerap disusupkan ke laman situs e-commerce untuk mencuri data
para pelanggan.
2. Serangan Aplikasi
Menggunakan kredensial dan informasi curian, serangan ini mampu
menargetkan celah-celah keamanan di dalam aplikasi web, terutama pada situs e-
commerce dan perbankan. Biasanya pelanggan akan diarahkan pada situs web palsu
yang dapat menyedot informasi pribadi. Data inilah yang kerap digunakan oleh
penjahat cyber.
3. Serangan Botnet
Ini adalah skema yang cukup canggih. Dengan memanfaatkan serangan
bruteforce serta algoritma dan botnet yang canggih, para penjahat cyber berusaha
mencuri berbagai data transaksi milik korban, lalu menjualnya secara online.
4. Ancaman orang dalam
Ancaman di dalam perusahaan sendiri juga banyak terjadi. Akses masuk ke
dalam situs perusahaan yang tidak begitu aman memudahkan penjahat mengakses
berbagai data rahasia perusahaan melalui akun karyawan.
5. Serbuan Trafik
Jenis serangan melalui trafik yang besar ini kerap dimanfaatkan para penjahat
cyber untuk membuat sistem jaringan suatu web kewalahan. Jenis serangan ini
merupakan yang paling umum dilakukan penjahat cyber.

D. Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law,
yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet/elektronik yang dimulai pada saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber
atau maya. Pada negara yang telah maju dalam penggunaan internet/elektronik
sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan
hukum dunia maya sudah sangat maju.
Jonathan Rosenoer (1997) membagi ruang lingkup Cyber Law dalam beberapa
hal diantaranya: Copyright (hak cipta), Trademark (hak merek), Defamation
(pencemaran nama baik), Hate Speech (penistaan, penghinaan, fitnah), Hacking,
Viruses, Illegal Access, (penyerangan terhadap komputer lain), Regulation Internet
Resource (pengaturan sumber daya internet), Privacy (kenyamanan pribadi), Duty
Care (kehati-hatian), Criminal Liability (kejahatan menggunakan IT), Procedural
Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan, dll.), Electronic Contract (transaksi
elektronik), Pornography, Robbery (pencurian lewat internet), Consumer Protection
(perlindungan konsumen), dan E-Commerce, E-Government (pemanfaatan internet
dalam keseharian).
Cyber Law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak
pidana, maupun penanganan tindak pidana. Cyber Law akan menjadi dasar hukum
dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana
elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan
terorisme. Dengan kata lain, Cyber Law diperlukan untuk menanggulangi kejahatan
Cyber.
Cyber Law penting diberlakukan sebagai hukum di Indonesia. Hal tersebut
disebabkan oleh perkembangan zaman. Menurut pihak yang pro terhadap Cyber Law,
sudah saatnya Indonesia memiliki Cyber Law, mengingat hukum-hukum tradisional
tidak mampu mengantisipasi perkembangan dunia maya yang pesat.
Salah satu contoh kasus dalam kejahatan cyber adalah kasus yang dialami oleh
Wakil Ketua MPR periode 2009-2014 Lukman Hakim Saifuddin, di mana e-mail
beliau dibajak oleh seseorang untuk mendapatkan kepentingan dengan sejumlah uang
dengan mengirimkan surat kepada kontak-kontak yang ada di e-mail milik beliau.
Lukman Hakim Saifuddin memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 26
ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(“UU ITE”) yang mengatakan bahwa “setiap orang yang dilanggar haknya
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian
yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.”
Dengan hak yang telah disebutkan di atas, Lukman Hakim Saifuddin berhak
untuk mengajukan gugatan yang berdasarkan pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang
berbunyi, “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik”, di mana hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang.
Sejalan dengan itu, pelaku dapat dikenakan pidana sesuai ketentuan Pasal 45A
UU ITE yang berbunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dalam kasus yang menimpa Lukman Hakim Saifuddin tersebut, pelaku
kejahatan dunia maya yang membajak e-mail beliau juga dapat diterapkan dengan
pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan yang berbunyi, “Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
dengan memakai nama palsu atau martabat (hoendanigheid) palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, mengerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun.”

E. Kesimpulan
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia pun semakin berkembang
dalam bidang teknologi sehingga terciptanya salah satu teknologi e-commerce.
Teknologi tersebut dibuat semata-mata untuk mempermudah kehidupan manusia.
Namun, semakin berkembangnya teknologi juga tidak menutup kemungkinan untuk
berkembangnya kejahatan online yang disebut cyber crime. Oleh karena itu, kita
sebagai pengguna teknologi terkini harus lebih berhati-hati dalam menyimpan data-
data kita sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya cyber crime. Untuk
mengurangi terjadinya cyber crime, pemerintah juga membuat peraturan hukum yang
disebut cyber law, yaitu aspek hukum yang isinya mengatur tentang tata cara
perseorangan atau kelompok yang menggunakan teknologi internet tersebut. Tidak
hanya itu, sekarang juga sudah banyak perusahaan atau perseorangan yang melakukan
tanda tangan kontrak secara online. Hal tersebut ialah hal yang legal dan aman
asalkan masing-masing individu memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai