Anda di halaman 1dari 11

Analisis Sanksi Pidana Terhadap kejahatan Carding dalam

bentuk Cyber Crime di Indonesia (Studi Putusan Nomor


1567/Pid.Sus/2020/PN Sby)
Proposal
Oleh:
Marwah
NIM: 632201110007

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang
Tahun 2022
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang pada saat ini sangat mempengaruhi masyarakat
global adalah teknologi informasi berupa internet. Internet pada awalnya hanya
diperuntukkan sebagai kepentingan militer, riset dan pendidikan yang semakin hari
berkembang memasuki seluruh bagian kehidupan manusia. Saat ini, internet
membentuk kebiasaan yang baru yang dimana masyarakat tidak lagi dibatasi dengan
teritorial antar negara yang dulu ditetapkan sebagai negara rigid. Masyarakat
sekarang sudah bebas beraktivitas dan berkreasi dengan sempurna akan tetapi dibalik
kebebasan tersebut melahirkan sebuah keresahan yang baru yang diantaranya muncul
kejahatan yang lebih canggih dalam bentuk cyber crime.1
Cyber Law ini bersandar pada disiplin ilmu hukum terdahulu antara lain:
Hukum perdata, HAKI, hukum perdata internasional dan hukum internasional. Dalam
hal ini mengingat ruang lingkup cyber law yang cukup luas karena saat ini
perkembangan e-commmerce (transaksi online) dan program e-government pada 9
juni pasca USA E-Government Act 2002 Publik Law semakin cepat.2
Perkembangan teknologi informasi pada saat ini melahirkan kejahatan dan
faktor yang mempengaruhinya yaitu: Pertama, teknis yang tidak bisa dipungkiri
bahwa dengan kemajuan teknologi informasi mempunyai dampak negatif bagi
kehidupan masyarakat. Berhasilnya teknologi tersebut menjadikan dunia ini seperti
begitu sempit karena dengan terhubungnya antara jaringan yang satu dengan jaringan
yang lainnya membuat pelaku kejahatan dengan mudah melakukan aksinya.
Kemudian, tidak meratanya penyaluran teknologi sehingga membuat yang satu lebih
kuat daripada yang lain. Hal ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab guna melakukan kejahatan. Kedua, Faktor sosio ekonomi,
cybercrime adalah produk ekonomi. Keamanan jaringan (security network)
mempunyai hubungan dengan kejahatan tersebut sehingga hal ini masuk sebagai isu
global karena isu global digulirkan berbarengan dengan internet. Sebagai komuditas
ekonomi sangat banyak negara yang tentunya membutuhkan keamanan jaringan ini.

1
Endah Lestari. Tinjauan Yuridis Kartu Kredit Di indonesia. Jurnal 2012. Surabaya; Universitas Narotama
Surabaya. Hlm 1.
2
Ridhokudik. Artikel Tentanf CyberLaw dalam http://ridhosukamusik.blogspot.co.id/ 2010/10/ artikel-
tentangcyber-law.html diakses pada hari Sabtu 15 oktober 2022 pukul 20.20 WIB.
Cybercrime berperan besar dalam skenario untuk kegiatan ekonomi dunia. Kita bisa
melihat pada saat memasuki tahun 2000 yang dimana virus Y2K yang akan
dihilangkan atau penghapusan data dan informasi tersebut nyatanya tidak pernah
terjadi. Hal ini membuat dunia perbankan dan pasar modal khawatir sehingga
membuat penyedia jasa berbondong-bondong untuk memberikan jaminan keamanan
data dan informasi yang terbebas dari Y2K.
Carding adalah salah satu kejahatan Cybercrime yang menggunakan kartu
kredit. Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang
berdsar di Texas- AS, Indonesia berada diurutan kedua setelah ukraina yang memiliki
carder. Hasil carding dari Indonesia melalui internet sebanyak 20% transaksi, yang
mengakibatkan banyak situs perbelanjaan online memblokir alamat IP dari indonesia.
Carding adalah cara berbelanja dengan menggunakan nomor dan identitas
kartu kredit orang lain yang diperolah secara ilegal, biasanya dengan mencuri dara
dari internet. Sebutan pelaku selain carder adalah cyberfroud alias penipuan di dunia
maya. Sifat carding secara umum adalah non-Violence menimbulkan kekacauan yang
tidak terlihat secara langsung, tapi dampak yang ditimbulkan bisa saja sangat besar
karena carding merupakan salah satu kejahatan yang berdasarkan aktivitasnya. Salah
satu contoh yaitu menggunakan nomor rekening orang lain untuk berbelanja secara
online demi memenuhi kebutuhan pelaku (carder) yang sebelumnya sudah mencuri
nomor rekening dari korban.3
Perbankan adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan banyak
masyarakat. Ini juga bertujuan untuk membantu pemerataan pembangunan nasional
hal ini didasarkan didalam pasal 4 UU Nomor 7 Tahun 1992 jo UU No 10 Tahun
1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa perbankan indonesia mempunyai tujuan
dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pengembangan
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak dalam stabilitas
3
Tonggo Pasaribuh. Makalah CyberCrime Carding dalam http://makalahcybercrimecarding
.blogspot.co.id/2016_04 _01_ archive.html diakses pada hari Sabtu 15 Oktober 2022 Pukul 20.50
WIB.
nasional yang lebih terarah. Semakin penting peran perbankan yang dianggap sangat
strategis dalam penunjangan ekonomi masyarakat, perbankan juga tidak bisa lepas
dari tindak pidana yang merugikan kepercayaan banyak masyarakat.
“Sutan Remy Sjadeini, mengemukakan yang
dimaksud dengan tindak pidana adalah perilaku yang melanggar
ketentuan pidana yang berlaku ketika pelaku itu melakukan, baik
perilaku tersebut berupa melakukan perbuatan tertentu yang
dilarang oleh ketentuan pidana maupun tidak melakukan
perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh ketentuan pidana.”4

Perkembangan internet di era globalisasi yang sangat pesat pada saat ini
berdampak positif bagi masyarakat, dengan memberikan berbagai keunggulan sistem
seperti bertransaksi elektronik contohnya yang sering digunakan oleh masyarakat saat
ini yaitu transfer dan pembayaran melalui kartu ATM, kartu kredit, kartu debit.
Jenis card not-present adalah pelaku carding yang bisa saja berada dimanapun
asalkan di negara yurisdiksi. Dalam hal ini konsep yurisdiksi yaitu dalam UU No 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang sekarang diubah
dengan UU No 19 Tahun 2016 tentang transasksi Elektronik, UU tersebut
diberlakukan ubtuk semua orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah
indonesia yang kemudian memiliki dampak hukum bagi indonesia ataupun diluar
wilayah hukum indonesia kemudian merugikan kepentingan indonesia.
Tindak pidana carding pada dasarnya menggunakan komputer maupun
jaringan komputer menjadi salah satu jenis kejahatan yang dapat dimasukkan dalam
legislasi kejahatan dunia maya (cyber crime law). Sebelumnya kejahatan ini hanya
dilakukan melalui pencurian kartu kredit kemudian memalsukan tanda tangannya.
Sebelum kartu kredit diratakan dengan alat cetak ulang pihak bank harus
mengeluarkan kartu kredit yang mempunyai foto terlebih dahulu. Semakin
berkembangnya zaman modus operandi telah diganti menggunakan metode

4
Sutan Remy Sjahdeini. 2006. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Safrizar (Ed). Jakarta: Grafiti
Pers. Hlm. 26-27.
penggandaan dengan sebuah alat sehingga data kartu kredit bisa dipindahkan ke kartu
palsu hingga batas kartu kredit yang asli tersebut ada dikartu kredit yang asli.
Semakin maju teknologi semakin berkembang juga modus kejahatan carder yaitu
dengan cara menanam kartu chip dalam mesin elektronik data yang ada di toko-toko.
Cara carder melakukannya dengan berpura-pura menjadi anggota bank untuk
memeriksa alat itu lalu meletakkan chip beberapa waktu, setelah itu mengambil chip
dan memindahkannya kedalan kartu kredit pulsu. Modus operandi terakhir kali adalah
penyadapan jalur telekomunikasi.5

Saat ini Indonesia dalam menangani tindak cyber crime menggunakan


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elekronika
akan tetapi sebelumnya para penyidik pasal-pasal yang ada di dalam KUHP misalnya
Pasal pemalsuan, penipuan dan pencurian untuk para carder, hal ini menimbulkan
banyak kesulitan dalam memberikan pembuktian dikarenakan karakteristik dari cyber
crime ini tidak bisa disamakan dengan pengendalian tindak pidana biasa.
Kasus Carding bisa dijerat dengan menggunakan pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48
ayat (1) UU No. 19 tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektronika jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP
yang berkaitan dengan Hacking karena salah satu langkah untuk mendapatkan nomor
kartu kredit korban, pelaku (carder) melakukan pembobolan ke situs resmi lembaga
yang khusus menyediakan kartu kredit untuk menembus sistem pengamanan dan
mencuri nomor-nomor kartu kredit.
Pasal 32 ayat (1): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi
elektronik dan/ atau dokumen elektronik milik orang lain atau
milik publik.”

5
Tb. Irman,2006 Anatomi Kejahatan Perbankan,
Pasal 48 ayat (1):“Setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).”
Pasal 55 ayat (1) KUHP: “Dipidana sebagai pelaku tindak
pidana:
1.mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan
yang turut serta melakukan perbuatan;
2.mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan
orang lain supaya melakukan perbuatan.

Tindak pidana cyber crime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini
berbeda dengan Kejahatan lain pada umumnya. Tindak pidana cyber crime ini dapat
tidak mengenal batas teritorial dan interaksi secara langsung antara carder dengan
korban, karena kejahatan ini menggunakan teknologi internet yang memiliki sifat
global maka semua negara akan beresiko terkena imbas perkembangan tindak pidana
cyber crime. Pada tahun 2020 di Jawa timur, terjadi kasus carding yang diamankan
oleh kepolisian Daerah Jawa Timur , dimana menurut pengakuan pelaku sendiri kartu
kredit itu mereka dapatkan lewat facebook lalu membelinya dengan harga yang cukup
murah yaitu antara Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu per CC, selain dari facebook ada
sejumlah database besar kartu kredit yang diperjual belikan di internet terutama lewat
darkweb. Database ini berasa dari kebocoran data perbankan, market place dan yang
paling sering adalah saat transaksi di kasir. Chairman lembaga riset keamanan siber
CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini
menambahkan proses pembayaran di EDC kasir, pelaku bisa menyertakan mesin
skimmer tambahan tanpa diketahui pihak lain. Kemudian mereka melakukan copy
data dan mencetak CC kloning, ada cara lain yaitu dengan mencatat data nomor,
nama dan tanggal berlaku kartu kredit plus 3 digit CVV dibelakang kartu. Para pelaku
melakukan transaksi di berbagai marketplace memang ada yang meminta tambahan
OTP SMS, namun tidak semua sehingga dalam kasus tiket kekinian ini CC Jepang
yang dipakai oleh pelaku kelihatannya tidak memerlukan SMS OTP, sehingga bisa
dipakai berkali-kali.
Penyadapan informasi elektronik disebut tindak pidana carding, delik ini
sangat meresahkan dan merugikan perekonomian masyarakat karena para carder bisa
kapan saja mencuri data orang lain. Untuk menangani tindak pidana carding ini
diperlukan sistem keamanan dalam bidang cyber agar bisa mencegah dan kejahatan
ini tidak terulang lagi.
B. Isu Hukum
Kekaburan hukum: Dalam pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 ayat (1) tentang ITE di pasal
ini tidak disebutkan secara spesifik tentang pernyataan tindak pidana carding, selain
itu carding sendiri sulit untuk di buktikan karena dalam carding sang carder hanya
menghadap komputer dan menekan tombol-tombol keyboard untuk membobol kartu
kredit seseorang. Selain itu dalam pasal 1 KUHP disebutkan “tidak ada perbuatan
pidana jika sebelumnya tidak dinyatakan dalam suatu ketentuan undang-undang
(Nullum Delictum Noela Poena Siena Praveia Legi Poenali)” yang artinya pasal itu
menegaskan kalau pelaku kejahatan cyber crime terutama tindak pidana carding
belum tentu dapat dikenakan sanksi pidana. Selain berbenturan dengan Pasal 1
KUHP, kesulitan dapat mempertanggung jawabkan pelaku tindak pidana carding
yang dilakukan baik secara offline maupun online berkaitan dengan masalah
pembuktian. Selain itu Penasihat hukum terdakwa yang pada pokoknya
berkesimpulan bahwa unsur-unsur sebagaimana yang diatur dalam pasal 32 ayat (1)
jo Pasal 48 ayat (1) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UURI
Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP yang diajukan oleh penuntut umum tidak terbukti secara keseluruhannya
sehingga terdakwa haruslah diputus bebas.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian adalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi pertimbangan Hukum hakim dalam menjatuhkan putusan
terhadap tindak pidana peretasan carding dalam Putusan Nomor
1567/Pid.Sus/2020/PN Sby?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana peretasan carding dalam putusan
Nomor 1567/Pid.Sus/2020/PN Sby
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, Maka diharapkan
dapat bermanfaat:
1. Bagi penulis : dapat menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui
analisis upaya Menangani CyberCrime Carding dalam Perspektif Hukum Di
Indonesia.
2. Bagi masyarakat : dapat memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan
kepada masyarakat tentang cyber crime carding.
3. Bagi Pemerintah: Bagi pemerintah agar lebih tegas untuk mengawasi dan
menindak lanjuti tindak pidana Carding yang ada diwilayah Jawa Timur

F. Tinjauan Pustaka
Cyber Crime adalah Bentuk kejahatan yang timbul karena memanfaatkan
teknologi guna menyerang fasilitas umum maupun kepemilikan pribadi. Metode
Cybercrime dibagi menjadi dua yaitu Offline Crime dan Cybercrime. Cybercrime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet berdasarkan kecanggihan teknologi komputer telekomunikasi.
Kemajuan teknologi informasi sudah hampir mengubah semua bagian
kehidupan yang dimana di lain sisi teknologi memberikan banyak manfaat dengan
mempermudah mendapatkan informasi, pekerjaan, pendidikan, dapat berpartisipasi
dalam politik dan kehidupan berdemokrasi serta keuntungan yang lain. Namun disisi
lain teknologi diselahgunakan oleh oknum untuk hacking yang bersifat merugikan
bagi masyarakat. Walaupun pada awalnya hacking ini mempunyai tujuan yang baik
yaitu untuk memperbaiki suatu sistem keamanan yang telah dibangun sekaligus
memperkuatnya.
Pertanggungjawaban Pidana Cyber crime memberlakukan asas yang ada
didalam hukum pidana, yang dimana seseorang tidak dapat diancam pidana apabila
tindak pidana tersebut belum dirumuskan didalam Undang-Undang, seiring
berkembangnya peradaban hukum pidana memperlihatkan bahwa asas tersebut tidak
lagi dipergunakan secara rigid (kaku). Namun asas ini sampai sekarang dipertahankan
sebagai asas yang sangat mendasar dalam hukum pidana walaupun dengan berbagai
modifikasi dan serangkaian perubahan.
Dengan begitu seseorang hanya akan dijatuhi pidana apabila orang tersebut
terbukti melakukan perbuatan yang telah dirumuskan didalam keputusan Undang-
Undang sebagai delik. Bisa juga hakim memutuskan untuk menjatuhi pidana apabila
telah menyatakan bahwa orang tersebut terbukti bersalah dengan memenuhi unsur-
unsur yang dirumuskan didalam Undang-Undang.6
Carding adalah tindak pidana yang dilakukan dengan meretas lalu mencuri
kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
Hilangnya batas ruang dan waktu di dunia maya mengubah banyak hal yang dimana
seorang carder dapat masuk ke sebuah server tanpa sebuah izin dari pemilik server
tersebut dengan maksud membeli barang tanpa membayar atau dengan maksud
mendapatkan uang yag tidak sah dari akun kredit yang di dapat.7
Target carder adalah pengguna layanan internet banking, penggunan shopping
online, jejaring sosial, situs iklan dan sejenisnya, Bagi seorang yang ceroboh dan
tidak teliti dalam melakukan transaksi secara online melalui situs online para carder
ini akan mengirimkan sejumlah e-mail ataupun lewat panggilan otomatis ke target
dengan tujuan mengupdate dan mengubah data sampai pelaku mendapatkan user ID
6
Yurizal.2018. Penegakan Hukum Tindak Pidana Cyber crime, Malang: Media Nusa Creative.
Hlm.16-29
7
Christian, Andre. Analisis Hukum Terhadap Kejahatan Carding Sebagai Bentuk Cyber Crime Di
Indonesia dalam https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26681 diakses pada hari senin 17
oktober 2022 Pukul 14.48 WIB
dan PIN nasabah melalui internet. Panggilan dan e-mail tersebut terlihat seperti
dikirimkan dari pihak resmi sehingga nasabah biasanya tidak menyadari kalau korban
sebenarnya sedang ditipu.8

G. Metode Penelitian
Pada penulisan penelitian ini menggunakan dalam penulisan proposal ini adalah
metode penelitisan yuridis sosiologis dimana penelitian hukum sosiologis atau
empiris merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektifitas hukum
dalam dinamika sosial masyarakat dengan sumber data primier dan data sekunder.

H. Daftar Pustaka
Endah Lestari. Tinjauan Yuridis Kartu Kredit Di indonesia. Jurnal 2012. Surabaya;
Universitas Narotama Surabaya.
Yurizal.2018. Penegakan Hukum Tindak Pidana Cyber crime, Malang: Media Nusa
Creative
Christian, Andre. Analisis Hukum Terhadap Kejahatan Carding Sebagai Bentuk
Cyber Crime Di Indonesia dalam
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26681 diakses pada hari senin
17 oktober 2022 Pukul 14.48 WIB
Okataviany Nurma.2018. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Carding
Dalam Kejahatan Cyber Crime.Skripsi.Uin Syarif Hidayatulla. Diakses pada
hari senin 17 oktober 2022 Pukul 15.07 WIB
Ridhokudik. Artikel Tentanf CyberLaw dalam http://ridhosukamusik.blogspot.co.id/
2010/10/ artikel-tentangcyber-law.html diakses pada hari Sabtu 15 oktober
2022 pukul 20.20 WIB.
Kurniawan. 2006. Penegakan Hukum Tindakan Pidana Kartu Kredit. Skripsi. Unair di
akses 17 oktober 2022 10.54 WIB.
Tb. Irman,2006 Anatomi Kejahatan Perbankan,
8
Okataviany Nurma.2018. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Carding Dalam Kejahatan
Cyber Crime.Skripsi.Uin Syarif Hidayatulla. Diakses pada hari senin 17 oktober 2022 Pukul 15.07
WIB
Sutan Remy Sjahdeini. 2006. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Safrizar (Ed).
Jakarta: Grafiti Pers. Hlm. 26-27.
Tonggo Pasaribuh. Makalah CyberCrime Carding dalam
http://makalahcybercrimecarding.blogspot.co.id/2016_04 _01_ archive.html
diakses pada hari Sabtu 15 Oktober 2022 Pukul 20.50 WIB.

Anda mungkin juga menyukai