Anda di halaman 1dari 4

TUGAS TUTORIAL I

Nama : Yogi Afrian


NIM : 041603405
Mata Kuliah : Hukum Telematika
Prog.Study : Hukum
Semester :3
Kelas :A
Tutor : Novrianti Dwita, S.H.,M.H

Soal :
1. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan Hukum Telematika yang anda ketahui ?
Jawaban :
- Definisi Hukum Telematika, atau yang dikenal dengan cyber law, adalah keseluruhan
asas-asas, norma atau kaidah lembaga-lembaga, institusi-institusi dan proses yang
mengatur kegiatan virtual yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi
informasi, memanfaatkan multimedia dan infrastruktur telekomunikasi
- Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang
ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan
atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang
dimulai pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya.

2. Sebutkan dan Jelaskan sumber-sumber hukum telematika ?


Jawaban :
Sumber-sumber hukum telematika dapat dibagi menjadi sumber hukum yang sifatnya
internasional yang terdiri dari:
a. konvensi-konvensi internasional publik dan perdata,
b. kebiasaan-kebiasaan internasional,
c. policy international di bidang cyber law misalnya Uniform Domain Name Resolution
Dispute Policy (UDRP).
Di samping itu meskipun tidak bersifat norma terdapat pula beberapa pedoman yang
menjadi rujukan secara internasional dan menjadi guideline . Misalnya, UNCITRAL
model law on electronic digital signature.
Sumber hukum nasional berupa peraturan perundang-undangan di bidang cyber law
secara khusus. Ketentuan-ketentuan tentang cyber law yang tersebar di dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Misal, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor).
3. Saudara diminta untuk menganalisis Contoh Kasus dibawah ini, dari segi hukumnya ?
Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai
puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan
mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya
selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70
juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet
pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu
pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya,
banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang
tidak pernah dilakukannya. Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh
orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime
sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja
menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis
carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrime menyerang hak milik
(against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi
(against person).

Jawaban :

Sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan


Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur secara khusus tentang pemanfaatan
teknologi informasi, sebenaranya Indonesia dalam persoalan cybercrime tidak ada
kekosongan hukum, ini terjadi jika digunakan metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu
hukum dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak hukum dalam menghadapi
perbuatan-perbuatan yang berdimensi baru yang secara khusus belum diatur undang-
undang.
Nah dalam kasus ini carding juga termsuk kedalam cyber crime, Carding adalah
sebuah ungkapan mengenai aktivitas berbelanja secara maya atau melalui situs-situs
belanja yang disediakan internet, sedang cara pembayaran transaksi tersebut dengan
menggunakan kartu kredit orang lain, yang dalam hal ini adalah kartu kredit curian.
Artinya, para pelaku carding mencuri nomor-nomor kartu kredit dan tanggal exp-date yang
biasanya didapat dari hasil carding dan lain-lain. Kejahatan penggunaan kartu kredit orang
lain secara ilegal untuk suatu transaksi dan lain sebagainya merupakan kejahatan digital.
Pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP yang mengkriminalisasi terhadap
kejahatan dunia maya khusus carding :
a) Pasal 362 KUHP untuk kasus carding dimana pelaku mencuri kartu kredit milik orang
lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartuna saja yang diambil dengan
menggunakan software card generator di internet untuk melakukan transaksi di E-
Commerce.
b) Pasal 378 dan 362 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku
melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan
kartu kredit yang nomor kartu kreditnya merupakan hasil curian.

Kemudian setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan
menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah
satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke
situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya
dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.

a) Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum
menurut UU ITE berupa illegal access:

b) Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen
elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik
orang lain.”

c) Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak
bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik
tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan
atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang
ditransmisikan.”
Sanksi yang dapat diberikan kepada carder (pelaku cyber crime carding) yaitu :
Pasal 30 UU ITE. Pasal itu berisi tiga varian delik yang membuat peretas bisa dikenai
hukum pidana, yakni dengan sengaja dan tanpa hak:
 Mengakses komputer atau sistem elektronik,

 Mengakses komputer atu sistem elektronik dengan tujuan untuk memperoleh


informasi elektronik,
 Melampaui, menjebol, melanggar, sistem pengaman dari suatu komputer atau sistem
elektronik untuk dapat mengakses komputer atau sistem elektronik tersebut.
Ancaman terhadap pelanggaran Pasal 30 UU ITE adalah pidana penjara paling lama 8
tahundan/atau denda paling banyak Rp 800 juta sesuai yang tertuang pada Pasal 51 ayat 1
UU ITE.

Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama yaitu
pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE. Penanggulangan kasus
carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang kejahatan carding agar
kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi
khusus juga harus didukung dengan pengamanan sistem baik software maupun hardware,
guidelines untuk pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime
dan dukungan dari lembaga khusus.

Anda mungkin juga menyukai