Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS HUKUM

PENULISAN HUKUM

Tinjauan Yuridis dalam Kasus Pinjaman Online Ilegal di Yogyakarta


(Studi Kasus PT.AKS Yogyakarta)

Penulisan Hukum disusun untuk Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum


Dosen Pengampu : Dr. Agus Sudaryanto, S.H., M.Si.

Oleh:

Nama : ARDIA PUSPITA MAHARANI


NIM : 21/475748/PHK/11335
Departemen : Magister Hukum Bisnis

YOGYAKARTA
2021
I. Artikel
Detik News, Semarang
Polda Jawa Tengah memburu seorang warga negara asing (WNA) terkait kasus
pinjaman online (pinjol) ilegal di Yogyakarta. WNA itu berinisial W. "Untuk aplikasi
pinjol dari WNA, kita lagi ngejar juga, Mr. W," kata Dirreskrimsus Polda Jateng
Kombes Johanson Ronald Simamora di Mapolda Jateng, Selasa (19/10/2021). Dalam
penggerebekan pinjol ilegal yang dilakukan 13 Oktober 2021 lalu, Ditreskrimsus
Polda Jateng menetapkan satu tersangka dan menyegel satu kantor di Yogyakarta.
Kantor tersebut dipakai PT AKS yang berperan melakukan penagihan utang dalam
sindikat pinjol ilegal."Diamankan ada tiga orang yang satu DC (debt collector), satu
HRD, satu direktur. Dari yang diamankan ditetapkan satu sebagai tersangka, dia DC.
Kita juga lagi kejar manajernya (PT AKS),"jelasnya. Polisi menetapkan satu tersangka
dalam kasus ini, yaitu perempuan inisial AKA (26) warga Sragen. Johanson
mengatakan AKA melakukan pengancaman kepada korban dan menyebar foto editan
wajah korban yang dipasang ke foto bugil. "Tersangka debt collector karena dia spam
ancaman lewat SMS ke teman-teman dikontak korban,"ujarnya. Tersangka yang
bertugas menagih itu dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor
19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman maksimal penjara 6 tahun dan
denda Rp 1 miliar.

II. Analisis
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sendiri diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK
77/2016”). Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016 menerangkan bahwa layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa
keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam
rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara
langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Sedangkan untuk penagihan diatur didalam pada Pasal 26 tentang kerahasiaan
data yang diatur dalam POJK Nomor 77 POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi bahwa penyelenggara wajib:1
1. Menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi,
dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut
dimusnahkan;
2. Memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi dan validasi yang
mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi
data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang dikelolanya;
3. Menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfataan dan pengungkapan data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh Penyelenggara
Fintech berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data
keuangan kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan;
4. Menyediakan komunikasi lain selain Sitem Elektronik Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis teknologi Informasi untuk memastikan kelangsungan
layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call center, atau media
komunikasi lainnya; dan
5. Memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan
data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan
data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.
Maka berdasarkan aturan yang sudah diatur oleh POJK Nomor 77 POJK.01/2016
dapat disimpulkan bahwa dalam penagihannya PT.AKS yang merupakan
penyelenggara pihak Fintech pada kasus tersebut telah melanggar undang-undang
yang berlaku, dengan melakukan penagihan dengan cara mengancam dan
1
Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 324
mempermalukan nasabah. yang mana seharusnya dilakukan dengan cara Menjaga
kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data
keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan.
Dalam hal menyebarkan foto bugil yang dilakukan oleh PT. AKS terhadap nasabahnya
yang gagal bayar kepada kontak terdekat yang diambil dari akses terhadap data pribadi
nasabah merupakan suatu pelanggaran terhadap menjaga kerahasiaan data pribadi
sesuai dengan Pasal 32 ayat 1 jo ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Transaksi Elektronik yang berisi:2 Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melawan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi elektronik dan/atau dokumen Elektronik milik
orang lain atau milik publik.
Bersesuaian dengan masalah data pribadi, di dalam UndangUndang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 26 yaitu:3
(1) kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan, penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang
harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan,
(2) setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-
undang ini. Data pribadi yang dimaksud ialah merupakan bagian dari hak pribadi
(privacy rights).
Hak pribadi adalah hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala
macam gangguan, hak untuk berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan
memata-matai, dan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan
pribadi dan data seseorang.

2
Djam’an Santori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfa beta, 2009), h.,25
3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.,93
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penagihannya, penyelenggara pihak
Fintech pada kasus tersebut telah melanggar undang-undang yang berlaku, dengan
melakukan penagihan dengan cara mengancam dan mempermalukan nasabah. Maka
sesuai dengan Pasal 47 POJK Nomor 77 Tahun 2016 mulai dari peringatan tertulis,
denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin. Pelanggaran ketentuan
kerahasiaan data oleh penyelenggara atau perusahaan Fintech P2PLending dapat
dikenakan sanksi administratif. Dan berdasarkan sisi peminjam atau konsumen,
berdasarkan Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, setiap orang yang dilanggar haknya berdasarkan
ketentuan dalam Ayat (1) (penggunaan informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang timbul, jika
yang dilanggar berupa penyalahgunaan data pribadi maka dapat dikenakan Pasal 32
juncto (jo) Pasal 48 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).4

III. Rekomendasi
Dengan adanya Fintech memang memberikan kemudahan bagi masyarakat dijaman
era moderen ini yang dimana perkembangan teknologi finansial di indonesia
berkembang dengan pesat. dengan diberinya kemudahan bagi masyarakat untuk
melakukan transaksi peminjaman uang secara mudah, menjadikan pula banyak
peminjam yang gagal bayar, sehingga membuat Perusahaan fintech menghalalkan
segala cara untuk dapat terbayarkannya pinjaman yang dilakukan oleh peminjam.
Maka aturan Penagihan terhadap perusahaan penyelenggara Fintech ini pemerintah
harus memperjelas terkait aturan adanya layanan peminjaman online ini dan juga
terhadap sanksi dan aturan terkait penagihan dalam fintech guna mencegah terjadinya
kebocoran dari data pribadi milik masyarakat seperti yang marak terjadi dalam
4
Penjelasan Pasal 48 Ayat (2) pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transasksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843
masyarakat saat ini. Perlu juga aturan yang memberikan efek jera terhadap pelaku
penagihan yang tidak berasusila dengan melakukan penyebaran data pribadi terhadap
kontak terdekat atau keluarga. Namun perlu diatur juga sanksi terhadap nasabah yang
tidak mempunyai itikad baik membayar utangnya terhadap penyelenggara Fintech
agar hal-hal yang saat ini marak terjadi dapat dicegah dan dapat diberikan solusi atas
penyelesaiaannya.
Daftar Pustaka

Buku
Djam’an Santori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfa beta, Bandung, 2009.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
h.,93
Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi Secara Bertanggung Jawab, Asosiasi Fintech Indonesia, 2018.

Peraturan Perundang-undangan
Undang -Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ;
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Pelaporan
dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transasksi Elektronik

Jurnal/Skripsi
Ade Monny Andreany, Aspek Perlindungan Konsumen Atas Sistem Penagihan Dalam
Financial Technology (Fintech) (Studi Atas Fintech Adakami, Easycash, Dan Mitra
Pedagang), Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2020

Website
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5773860/polda-jateng-buru-wna-terkait-kasus-
pinjol-ilegal-yogya diakses pada 10 November 2021 Pukul 20.00

Anda mungkin juga menyukai