Anda di halaman 1dari 14

Keterlibatan Hukum Penggunaan Data Pribadi Masyarakat

Terhadap Layanan Pinjaman Berbasis Fintech Dari Sudut Pandang


Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Disusun Oleh:
KELOMPOK B (AB-45-01)
Ayu Amelia Waniar (1501213177)
Laila Janina Bey (1501213354)
Teguh Dharmawan (1501204295)

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS
TELKOM UNIVERSITY
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pinjaman online melalui financial technology (fintech) saat ini sedang menjadi
gebrakan baru di masyarakat Indonesia. Fasilitas dan kemudahan dalam
mengajukan pinjaman sangat menarik. Namun, praktik pinjaman online ini
seringkali menimbulkan masalah hukum, salah satunya adalah penyalahgunaan
data pribadi. Artikel ini menganalisis penggunaan data pribadi orang lain dalam
layanan fintech. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan
pendekatan undang-undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan
data pribadi belum diatur secara tegas dalam undang-undang. Ini membuktikan
bahwa privasi bukanlah hal yang mendesak untuk dijaga. Hal ini kemudian
berimplikasi pada banyaknya kasus pencurian data pribadi di pinjaman online.
Operator layanan fintech bertanggung jawab untuk melindungi data pribadi
pelanggan. Mereka yang terbukti bersalah menyalahgunakan data pribadi akan
dikenakan sanksi pidana.
Pinjaman online melalui teknologi finansial menjadi trend baru masyarakat
Indonesia. Berbagai fasilitas dan kemudahan dalam pengajuan pinjaman
menjadi daya tarik tersendiri. Namun, praktik pinjaman online sering
menimbulkan masalah hukum, salah satunya adalah pelanggaran data pribadi.
Artikel ini bertujuan menganalisis penggunaan data pribadi orang lain dalam
layanan teknologi finansial.
Fintech adalah singkatan dari Financial Technology atau di Indonesia disebut
sebagai Teknologi Finansial (TekFin). Menurut The National Digital Research
Center (NDRC) di Dublin, Irlandia, Fintech didefinisikan sebagai “inovasi dalam
layanan keuangan” yang merupakan terobosan dari sektor keuangan yang
memiliki arti teknologi modern.
Realisasi Fintech berbasis peer-to-peer lending memerlukan pengaturan
tertentu karena Fintech termasuk dalam microprudential sehingga kegiatannya
selalu diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu faktor penting
dalam keberlangsungan sistem Fintech Indonesia adalah kepercayaan
masyarakat terhadap jaminan keamanan data pribadi yang digunakan dalam
layanan pinjaman online, sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
No. 20 Tahun 2016 tentang Pengamanan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
Data pribadi adalah data perseorangan yang terjaga dan dijaga keabsahan dan
kerahasiaannya. Praktis, munculnya perusahaan Fintech yang resmi terdaftar
dan diawasi oleh OJK ini juga menimbulkan masalah hukum baru.
Ambil contoh RupiahPlus, aplikasi pinjaman online tiba-tiba memanggil pihak
yang tidak pernah sekalipun memiliki bisnis yang berhubungan dengan utang.
Saat itu, Ali Akbar ditelepon RupiahPlus atas utang yang dilakukan teman SMP-
nya, padahal mereka sudah lama tidak berhubungan. Karena itu, OJK
mengeluarkan Surat Peringatan resmi level 1 kepada RupiahPlus. Menurut surat
itu, RupiahPlus setidaknya melanggar dua aturan. Pertama, melanggar
Peraturan OJK (disebut POJK) No. 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Data
Konsumen Jasa Keuangan. Kedua, perusahaan melanggar Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika No. 20 Tahun 2016 tentang Pengamanan Data
Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
Untuk keperluan verifikasi data, KTP dan foto diri peminjam kemudian
disimpan, disebarkan, bahkan disalahgunakan oleh pengembang aplikasi
pinjaman online. Selain itu, LBH di Jakarta juga mencatat bahwa pengembang
aplikasi mengakses hampir semua data dari perangkat peminjam. Ini menjadi
akar masalah penyebaran data pribadi dan informasi dari perangkat peminjam.
Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak privasi. Berdasarkan pengaduan
yang diterima LBH di Jakarta, 48% informan menggunakan 1 hingga 5 aplikasi
pinjaman online, namun ada juga yang menggunakan 36 hingga 40 aplikasi.
Para informan menggunakan banyak aplikasi pinjaman online karena mereka
perlu mengajukan pinjaman dari aplikasi yang berbeda untuk menutupi bunga,
denda, atau bahkan provisi dari hutang sebelumnya. “Hal ini menyebabkan
pengguna aplikasi terjebak dalam 'lingkaran setan' penggunaan aplikasi
pinjaman online,” kata Jeany seperti dikutip dari situs LBH Jakarta. Parahnya, 25
dari 89 operator aplikasi yang dilaporkan ke LBH adalah yang terdaftar di OJK.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun aplikasi pinjaman online tersebut resmi
terdaftar di data base OJK, namun tidak lepas dari masalah. Selain itu, data
pribadi pengguna dapat dengan mudah dieksploitasi oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan lebih. Salah satu
kejahatannya adalah merampok data, kemudian memperbanyaknya untuk
dijadikan identitas peminjam fiktif di berbagai aplikasi fintech layanan pinjaman.
Salah satu wujud pengamanan data pribadi tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Teknologi dan Informasi Elektronik, Pasal 26 menyatakan
bahwa Pasal (1) kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik mengenai data pribadi
seseorang harus diketahui oleh yang bersangkutan. Pasal (2) Mereka yang
haknya dilanggar menurut ayat (1) dapat mengajukan gugatan kerugian
berdasarkan undang-undang ini. Berdasarkan pasal tersebut di atas,
penggunaan teknologi informasi dan pengamanan data pribadi merupakan hak
privasi, sehingga apabila terjadi penyalahgunaan nomor KTP dan Daftar
Keluarga, berarti tidak ada jaminan atas keamanan dan perlindungan data
pribadi. Berdasarkan uraian latar belakang ini, penulis tertarik untuk menulis
artikel yang berjudul “Keterlibatan Hukum Penggunaan Data Pribadi Masyarakat
Terhadap Layanan Pinjaman Berbasis Fintech Dari Sudut Pandang Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia”. Adapun Rumusan Masalah sebagai berikut:
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keterlibatan Hukum Penggunaan Data Pribadi Masyarakat
Terhadap Layanan Pinjaman Berbasis Fintech Dari Sudut Pandang Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Keterlibatan Hukum Penggunaan Data Pribadi Masyarakat
Terhadap Layanan Pinjaman Berbasis Fintech Dari Sudut Pandang Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


Teknologi keuangan dan data pribadi yang memiliki keterkaitan dan secara
tidak langsung memberikan manfaat bagi notaris. Bidang Fintech adalah sebuah
pendirian di sektor perbankan berbasis teknologi. Kredit perbankan memiliki
hubungan yang kuat dengan notaris, selain itu perlindungan data pribadi
merupakan hal yang harus lebih diperhatikan oleh notaris. Notaris harus
mengambil peran dalam melindungi data pribadi yang tertulis dalam akta yang
diterbitkan, ditinjau dalam Pasal 4 Ayat 2, Undang-Undang tentang Kenotariatan
menyatakan bahwa notaris akan merahasiakan isi akta serta informasi yang
diperoleh dalam pelaksanaan notaris. Artinya, notaris tidak diperkenankan
menyebarkan informasi yang tertulis dalam akta maupun isi dari pengunjuk akta
yang memuat identitas pihak-pihak yang terkait dengan akta notaris. Sehingga,
notaris ikut andil dalam melindungi data pribadi dari kebocoran yang dapat
disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hukum Positif di
Indonesia yang Memberikan Perlindungan Hukum Terkait Data Pribadi
Pengguna Jasa Pinjaman Berbasis Fintech Masalah keamanan dan kerahasiaan
data merupakan dua aspek penting dari sebuah sistem informasi. Hal ini
menunjukkan betapa berbobotnya suatu informasi untuk dikirim dan diterima
oleh pihak yang berkepentingan. Informasi tersebut tidak akan berguna jika
dalam perjalanannya disadap atau disadap oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab. Oleh karena itu, keamanan sistem informasi telah menjadi desas-desus
ketika transaksi elektronik pertama kali diperkenalkan. Perkembangan teknologi
keamanan dan informasi yang ketat dan canggih tidak memberikan kontribusi
yang besar bagi masyarakat.
Konektivitas sistem informasi dan internet memberikan peluang tinggi untuk
kejahatan dunia maya. Ini tantangan bagi penegak hukum. Hukum di sebagian
besar negara tidak mencakup dunia maya. Kini, hampir semua negara
berlomba-lomba menyiapkan landasan hukum bagi internet. Sehubungan
dengan kejadian yang ada dan kebutuhan keamanan data di komputer, ruang
lingkup keamanan data sistem komputer mencakup semua aspek termasuk
keamanan fisik, akses, file dan data, serta jaringan.
Kebijakan data pribadi adalah hal yang diakomodasi oleh penyedia layanan
untuk melindungi data pribadi pengguna layanan. Ini juga mencakup berbagai
klausul mengenai pemanfaatan dan tabulasi data pribadi. Hingga saat ini,
pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia masih tersebar dalam
beberapa aturan. Oleh karena itu, pengaturan perlindungan data pribadi yang
komprehensif sangat diperlukan karena belum ada undang-undang yang
menjadi lex specialis tentang perlindungan data pribadi, khususnya di bisnis
fintech.
Berikut adalah ketentuan tentang data pribadi yang wajib dijaga dan diatur: 1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 58 Ayat (2); 2) Perlindungan
hukum terhadap data nasabah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 26 Ayat (1); 3)
Perlindungan hukum atas data pribadi dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; dan POJK No. 77/01 Tahun
2016 Pasal 29 (d). Aplikasi pinjaman online seperti Tunaiku adalah salah satu
contoh bahwa persyaratan dalam mendaftar aplikasi pinjaman sangat
sederhana. Yaitu mengunggah foto diri dengan KTP, mengisi data berdasarkan
KTP, dan menjadi warga negara Indonesia. Aplikasi pinjaman online lainnya
adalah UangTeman yang hanya mensyaratkan nasabahnya untuk menyiapkan
dokumen pendukung seperti foto KTP, foto diri baru, dan fotokopi slip gaji.
Hukum administrasi warga negara belum mencakup perlindungan data pribadi
yang digunakan dalam aplikasi tekfin. Potret diri harus dikategorikan dalam data
pribadi yang harus dijaga agar tidak memicu penyalahgunaan data pribadi orang
lain untuk mengambil pinjaman dalam aplikasi online, sehingga dapat
diasumsikan bahwa ada kebocoran data pribadi yang digunakan oleh pihak
ketiga yang tidak bertanggung jawab. Pihak untuk mendaftar dalam aplikasi
pinjaman online.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 26 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan
perlindungan terhadap penggunaan data pribadi secara tidak sah. Pasal
tersebut di atas mewajibkan secara sah untuk meminta izin kepada pemilik data
sebelum menggunakan informasi pribadi tersebut di media elektronik. Mereka
yang tidak mematuhi aturan ini dapat diajukan untuk kerugian. Dalam penjelasan
pasal tersebut disebutkan bahwa data pribadi merupakan salah satu hak privasi.
Pada ayat (1) pasal tersebut juga dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian
hak privasi. Isinya, dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data
pribadi merupakan bagian dari hak privasi.
Berdasarkan analisis teori perlindungan hukum, Pasal 26 Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik secara tegas menyatakan bahwa perwujudan
perlindungan hukum bagi seseorang dalam memanfaatkan teknologi informasi
tertentu adalah kewajiban seseorang untuk memiliki izin atas setiap penggunaan
milik orang. Data pribadi dalam suatu sistem teknologi informasi kecuali diatur
lebih lanjut oleh Undang-Undang dan dijamin hak seseorang untuk mengajukan
gugatan jika merasa dirugikan karena penggunaan data pribadinya secara tidak
sah. Karena hukum melindungi kepentingan seseorang dengan memberinya
kewenangan untuk berusaha memenuhi kebutuhannya. Kewenangan tersebut
atau sering disebut dengan hak, dipenuhi dalam ukuran yang tepat. Dalam
perspektif teori perlindungan hukum, Pasal 30 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik dengan tegas mengatakan, Wujud perlindungan hukum bagi
seseorang dalam memanfaatkan suatu teknologi informasi tertentu adalah
dilarang memperoleh informasi elektronik dengan cara tidak menaati, merusak,
melampaui, atau mendobrak sistem keamanan. Artinya, setiap perbuatan
seseorang yang tidak mendapat izin pemilik data atau yang tidak memiliki
kewenangan untuk menggunakan data pribadi tertentu, kecuali diatur lebih lanjut
dengan Undang-Undang, dilarang berdasarkan pasal ini.
Pasal 31 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan
bahwa penyadapan termasuk salah satu perbuatan yang dilarang, kecuali jika
dilakukan oleh pihak-pihak berbadan hukum yang berwenang, yang diatur lebih
lanjut berdasarkan undang-undang. Menurut teori perlindungan hukum, pasal
tersebut di atas dengan tegas menyatakan, dalam rangka mewujudkan
perlindungan hukum bagi seseorang yang menggunakan teknologi informasi
tertentu, bahwa penyadapan terhadap data pribadi orang lain tanpa hak dan
kepentingan pemiliknya dianggap melanggar pasal ini.
Menurut Satjipto Raharjo yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah
memberikan pembelaan terhadap Hak Asasi Manusia yang dilanggar oleh orang
lain dan perlindungan ini diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan
untuk menemukan perlindungan, yang tidak hanya adaptif dan fleksibel, tetapi
juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan bagi mereka yang lemah dan
tidak berdaya secara sosial, ekonomi, dan politik untuk memperoleh keadilan
sosial. Dengan demikian, Pasal 31 Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik dapat memberikan batasan sejauh mana seseorang berhak
mengakses data pribadi seseorang untuk kepentingan penegakan hukum.
Sedangkan jika hanya ada keterlibatan pengolah data dalam tindakan korupsi,
analisis konsumen ilegal, penipuan, pencucian uang, dana terorisme,
penggelapan, dan lain sebagainya, dan jika diketahui tetapi dianggap sebagai
tindakan pembiaran yang disengaja oleh pemilik usaha, maka yang
bersangkutan akan dikenakan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 31 Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik melarang setiap
orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan data pribadi
orang lain seolah-olah asli dan penipuan sebagai pemilik sebenarnya. Padahal,
diketahui bahwa data tersebut digunakan tanpa sepengetahuan pemilik data
sebenarnya. Jika ditelaah, teori perlindungan hukum adalah yang diberikan
kepada subjek hukum dalam bentuk instrumen, baik preventif maupun represif.
Dengan kata lain, perlindungan hukum merupakan potret diri dari fungsi hukum
yang berkonsep bahwa hukum memberikan keadilan, kepastian, kemaslahatan,
dan ketentraman. Kemudian perwujudan perlindungan hukum dalam ketentuan
pasal tersebut adalah tentang larangan bagi siapa saja yang dengan sengaja
melanggar hukum dengan melakukan manipulasi, pembuatan, perubahan,
penghilangan, dan pemusnahan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar informasi tersebut dianggap sebagai data asli.
2.2 Pembahasan dan Hasil
Urgensi Regulasi Perlindungan Data Pribadi Berbasis Fintech Layanan
Pinjaman
Pesatnya perkembangan industri berbasis teknologi informasi telah
menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga kerahasiaan data
pribadinya dari berbagai ancaman penyalahgunaan data. Kekhawatiran tentang
pelanggaran privasi dan perlindungan data pribadi telah menyebar di
masyarakat di Indonesia. Hal itu terjadi karena secara sosiologis, sebagian
besar negara di Asia termasuk Indonesia awalnya tidak memiliki kesadaran
tentang privasi. Hal ini tidak terlepas dari sejarah masyarakat Asia yang selama
ini hidup dalam masyarakat komunal yang tidak memperhatikan privasi. Pada
dasarnya istilah privasi yang diasosiasikan dengan hak asasi manusia berasal
dari Barat (bukan dari Indonesia). Privasi nantinya menjadi hal yang krusial di
era teknologi informasi dan komunikasi, sehingga kebutuhan akan
pemberlakuan undang-undang yang mengatur perlindungan privasi dan data
pribadi menjadi agenda yang mendesak. Insiden penyalahgunaan data pribadi
yang marak belakangan ini membuktikan pentingnya hukum yang mengatur
perlindungan data pribadi
Hal ini membuat para penyedia financial technology (fintech) resah karena
banyak orang yang mengajukan pinjaman online menggunakan identitas palsu.
Akun Twitter @hendralm pernah mengungkap adanya jual beli data yang
melibatkan nomor identitas, KK, dan foto potret diri seseorang saat memegang
Kartu Tanda Penduduk. Data ini diperoleh melalui berbagai saluran yang
menawarkan pinjaman cepat. Perdagangan data ini dilakukan di berbagai media
sosial seperti Instagram dan Facebook. Sayangnya, permintaannya cukup tinggi.
Para oknum ini sengaja menggunakan data orang lain untuk mengajukan
pinjaman online ke platform peer-to-peer (P2P) lending atau fitur paylater yang
disediakan oleh raksasa e-commerce manapun. Jika pinjaman sudah cair,
mereka tidak akan dikenakan biaya apapun. Akibatnya, pemilik asli KTP menjadi
korban. Kasus lain diungkapkan oleh layanan pinjaman berbasis fintech
bernama Danamas, sebuah perusahaan pinjaman P2P, anak perusahaan Grup
Sinarmas, yang berfokus pada pembiayaan pinjaman produktif kepada penjual
pulsa telepon. Danamas juga menyediakan fitur pinjaman melalui Traveloka.
Penipuan tersebut dilakukan oleh pelanggan Danamas dan Traveloka. Para
peminjam gadungan mengajukan pinjaman ke Danamas dengan menggunakan
data orang lain, foto potret diri menunjukkan kartu identitas orang lain. Untuk
mengelabui fintech yang menjalankan verifikasi lokasi, para penipu ini sengaja
mendatangi kediaman pemilik KTP. Akibatnya, dana yang telah dicairkan tidak
bisa dikembalikan, dan Danamas pun tidak bisa berbuat banyak. Itu hanya bisa
mendorong para korban, pemilik asli kartu identitas, untuk melaporkan kasus ini
ke polisi karena yang mengalami kerugian bukan platform, tetapi pemberi
pinjaman atau penyandang dana. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
keaslian data verifikasi yang dilakukan dengan prinsip mengenal nasabah yang
diterapkan oleh penyedia layanan pinjaman berbasis online, tidak dapat
sepenuhnya mencegah penyalahgunaan data pribadi orang lain untuk
keuntungan sepihak yang dilakukan oleh penipu.
Bahaya dapat muncul dari pencurian data pribadi, kerusakan sistem yang
memungkinkan pembobolan data (termasuk data pribadi), penyalahgunaan data
pribadi yang telah dikuasai oleh penipu. Ancaman yang ditimbulkan oleh
kekosongan hukum mengenai perlindungan data pribadi tersebut akan sangat
merugikan konsumen karena banyaknya ancaman yang diakibatkan oleh
kelalaian dan pencurian. Hal ini dapat dipicu oleh tidak memadainya sistem
perlindungan data pribadi yang diprakarsai oleh para pelaku usaha fintech atau
kesengajaan para pengusaha atau buruh bidang usaha fintech yang berniat
membobol data pribadi masyarakat untuk tujuan tertentu. Risiko ini dapat
menyebabkan negara lain yang telah memiliki regulasi perlindungan data pribadi
yang lebih baik, konsumen, dan calon konsumen layanan fintech memberi label
buruk pada fintech di Indonesia
Implikasi yuridis terhadap orang yang menyalahgunakan data pribadi
orang lain dan pemilik asli data pribadi yang digunakan orang lain dalam
hubungan hukum jasa pinjaman antara para pihak yang terlibat dalam jasa
pinjaman:
• Hubungan Hukum antara Penyedia dan Penerima Pinjaman→Penyedia dan
Penerima Pinjaman memiliki hubungan hukum yang didokumentasikan dalam
bentuk perjanjian. Perjanjian ini merupakan perjanjian layanan pinjaman
berbasis Teknologi Informasi. Dikeluarkan ketika peminjam telah menerima
semua persyaratan penggunaan yang ditentukan oleh penyedia dan
mengajukan permohonan pinjaman berdasarkan kondisi yang telah
ditentukan oleh penyedia.
• Hubungan Hukum antara Penyedia dan Pemberi Pinjaman→Penyedia
dan Pemberi Pinjaman memiliki hubungan hukum yang didokumentasikan
dalam bentuk perjanjian tentang penyelenggaraan layanan pinjaman
berbasis Teknologi Informasi. Dikeluarkan karena pemberi pinjaman
mengikatkan dirinya kepada pemberi pinjaman untuk memberikan
pinjaman/pembiayaan bagi peminjam yang mengajukan permohonan
pinjaman melalui pemberi pinjaman. Perjanjian pelaksanaan ini dianggap
sebagai awal dari perjanjian pinjaman yang akan terjadi.
• Hubungan Hukum antara Peminjam dan Pemberi Pinjaman→Pemberi
pinjaman dan peminjam memiliki hubungan hukum yang
didokumentasikan dalam bentuk perjanjian pinjaman. Pinjam meminjam,
menurut Pasal 1754 KUH Perdata, adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu memberikan kepada pihak lain sejumlah barang yang
dapat habis pakai, dengan syarat pihak yang terakhir itu akan
mengembalikan barang yang sama banyaknya jenis dan kualitas yang
sama.
Implikasi Yuridis Pengguna Data Orang Lain dalam Layanan Pinjaman
Berdasarkan teori hukum progresif bahwa penggunaan data pribadi orang lain
dikategorikan sebagai penipuan identitas, maka hal ini memang merupakan
tindakan yang sangat meresahkan masyarakat. Era digital memudahkan
seseorang untuk menemukan dan mengakses data pribadi kita, seperti foto dan
identitas pribadi. Sebaliknya, isi Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang nomor 24
tahun 2013 tidak menyebutkan bahwa foto seseorang merupakan data pribadi
yang harus dilindungi.
Juga tidak ada peraturan lain tentang perlindungan data pribadi yang
menyatakan foto dan data pribadi juga harus dikategorikan sebagai data pribadi,
mengingat perspektif kemajuan teknologi. Ini bisa menjadi penyebab mengapa
data pribadi masih mudah disalahgunakan oleh orang lain untuk aplikasi
pinjaman online. Pembentukan undang- undang perlindungan data pribadi
sangat dibutuhkan karena perkembangan teknologi juga maju dengan sangat
pesat. Melalui adanya undang-undang yang memadai, perkembangan teknologi
dapat digunakan secara aman.
Implikasi Yuridis Pemilik Asli Data Pribadi dalam Pinjaman Jasa
Pemilik data asli akan mendapat masalah jika ternyata data yang akan
didaftarkan ke salah satu penyedia layanan pinjam meminjam sudah terdaftar
atau sudah aktif secara pinjam meminjam. Proses verifikasi yang telah dilakukan
dengan mematuhi aturan seharusnya tidak menimbulkan masalah dalam
kegiatan tekfin tersebut. Sikap proaktif dari penyedia layanan wajib untuk
memastikan otentikasi data yang akan diterima sebelum memvalidasi akun di
data layanan mereka.
Berdasarkan teori hukum progresif, penyedia layanan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan dalam mencegah penyalahgunaan data pribadi
dan perlindungan data pribadi pengguna. Apabila peraturan perundang-
undangan belum memberikan perlindungan hukum yang menyeluruh bagi
pemilik data pribadi asli, maka penyedia jasa pinjaman dan aparat hukum harus
bekerjasama untuk menghasilkan koordinasi dan harmonisasi hukum guna
terciptanya produk hukum dan terselenggaranya perlindungan hukum bagi
kesejahteraan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan perkembangan teknologi keuangan, nomor telepon, foto, dan
data pribadi dalam bentuk digital apapun juga harus dilindungi, namun Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, khususnya Pasal 58 ayat
(2), tidak menyebutkan bahwa data yang disimpan dalam bentuk digital
dikategorikan sebagai data pribadi yang wajib dilindungi. Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjaman Berbasis
Teknologi, khususnya Pasal 26, tidak melindungi data pribadi karena pasal 26
poin 5 menyatakan bahwa pemilik data pribadi akan diberitahu jika tidak
menjaga kerahasiaan data pribadi. Pasal ini tidak memberikan penjelasan
tentang pertanggungjawaban dan hak pemilik data jika terjadi kegagalan dalam
menjaga kerahasiaan data pribadi. Pasal 39 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
77/2016 menyebutkan bahwa penyelenggara tekfin dilarang menyebarkan data
pribadi pengguna jasa kepada pihak ketiga tanpa izin pemilik data. Penjelasan
yang diberikan dalam artikel ini cukup untuk melindungi data pribadi pengguna
layanan fintech. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa yang
bertanggung jawab atas data pribadi pengguna jasa tekfin adalah
penyelenggara sistem elektronik. Pedoman perlindungan diatur dalam Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
3.2 Saran
Perlu adanya kepastian hukum mengenai perlindungan data pribadi, sebab
selama ini kepastian hukum berkaitan dengan perlindungan data pribadi belum
diatur secara tegas dalam undang-undang. Ini membuktikan bahwa privasi
bukanlah hal yang mendesak untuk dijaga. Hal ini kemudian berimplikasi pada
banyaknya kasus pencurian data pribadi di pinjaman online. Operator layanan
tekfin bertanggung jawab untuk melindungi data pribadi pelanggan. Mereka yang
terbukti bersalah menyalahgunakan data pribadi akan dikenakan sanksi pidana.
Diharapkan pihak pemerintah dan OJK mempertimbangkan pembuatan UU
supaya konsumen merasa terlindungi dan aman.
REFERENCES

Halim, E. J. (2021). TANTANGAN PERLINDUNGAN KEAMANAN DATA PRIBADI


KONSUMEN FINTECH DI INDONESIA. 6.

Herdiani, F. D. (2021). Analysis of Abuse and Fraud in the Legal and Illegal Online
Loan Fintech Application Using the Hybrid Method. Enrichment: Journal of
Management , 5.

Kesuma, A. D., Budiartha, I., & Wesna, P. S. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM


TERHADAP KEAMANAN DATA PRIBADI KONSUMEN TEKNOLOGI
FINANSIAL DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK. Jurnal Preferensi Hukum, 6.

Subawa, I. M. (2020). PROTECTING PERSONAL DATA IN


FINANCIALTECHNOLOGY IN INDONESIA. International Journal of
Business, Economics and Law, Vol. 22, Issue 1 (AUGUST) ISSN 2289-1552,
10.

Anda mungkin juga menyukai