SKRIPSI
Oleh:
NIM.175010107111001
1
rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.3
Secara konvensional sebelum adanya perkembangan lembaga keuangan di
era digital, jika seorang masyarakat membutuhkan kebutuhan jasa keuangan, baik
untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan bisnisnya, pilihan pertama
yang akan dipilih adalah menggunakan lembaga keuangan resmi seperti bank. 4 Bank
memiliki beberpa jasa yang ditawarkan selaian salah satunya adalah pinjaman dana.
Bagi seorang yang mengajukan pinjaman kepada bank, hal utama yang harus
dipenuhi adalah apakah dia memiliki syarat berupa jaminan, syarat jaminan dalam
pengajuan pinjaman inilah yang tidak semua orang dapat memenuhinya, terutama
bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Adanya peningkatan kebutuhan
masyarakat akan dana, masyarkat dituntut untuk mulai mencari alternatif sumber
dana dari berbagai macam lembaga keuangan. Salah satu cara yang dilakukan
adalah mengajukan pinjaman dana ke bank melalui sistem kredit. Namun dalam
pelaksanaan pengajuan pinjaman uang dalam perbankan memiliki persyaratan ketat
yang harus dipenuhi untuk memperoleh pinjaman, dan mengingat setiap bank
terikat untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, maka banyak orang mencari
alternatif pembiayaan lain di luar jasa yang disediakan oleh bank . Kemudian dengan
adanya perkembangan teknologi, muncul sarana jasa keuangan secara online
dengan menawarkan sistem pengajuan pinjaman yang lebih mudah tanpa jaminan.
Salah satunya adalah hadirnya layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi atau peer to peer lending. Layanan pinjaman peer to peer lending ini
dapat diakses oleh masyarakat melalui aplikasi pada gawai dua puluh empat jam
tanpa henti. Melalui pinjaman peer to peer lending ini, masyarakat yang
membutuhkan dana dalam jumlah mikro dapat mendapatkan pinjaman dengan
cepat melaluib online tanpa perlu mengajukan kredit ke bank. Website
penyelenggara peer to peer lending diibaratkan seperti sebuah marketplace lending
yang akan mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Layanan
3
Ibid,.
4
Adi Setiadi Saputra, “Perlindungan Terhadap Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen Dan Tanggung
Jawab Penyelenggara Peer To Peer Lending Dalam Kegiatan Peer To Peer Lending Di Indonesia”.
2
pinjaman peer to peer lending juga dapat memberi pinjaman dana untuk kebutuhan
pribadi selain kebutuhan untuk modal bisnis.
Perkembangan layanan dibidang pinjam meminjam online ( Peer to Peer
Lending) ini perlu adanya suatu kebijakan dalam hal perlindungan hukum dan
kepastian hukum terhadap para pihak itu sendiri dan objek sebagai perlindungan
terhadap hak dan kewajiban para pihak, tetutama pada pelindungan data pribadi
berkaitan penggunaan data penerima pinjaman yang diberikan kepada
penyelenggara. Penggunaan layanan pinjam meminjam online (P2P Lending)
kaitannya sangat erat dengan peyimpanan data pribadi nasabah berbasis teknologi
informasi, karena penyelenggara atau lembaga peer to peer lending sendiri
merupakan lembaga keuangan non-bank yang memiliki kegiatan dibidang
pembiayan, maka juga memerlukan data nasabah peminjam sebagai penentu
pemberian pinjaman. Sesuai dengan kegiatanya bahwa layanan Pinjam Meminjam
Online (P2P) merupakan layanan jasa keuangan melalui sistem elektronik dengan
menggunakan jaringan internet, data yang disimpan berbentuk dokumen elektronik. 5
Akan tetapi terkait peraturan yang secara khusus yang mengatur data pribadi di
Indonesia masih belum ada dan belum dapat mencangkup keseluruhan sengketa
yang timbul dari penyebaran data pribadi. Perlu dibuat peraturan yang sistematis
terkait dengan macam-macam perbuatan yang menimbulkan akibat hukum, sanksi
yang tepat, pengawasan terhadap tindak kejahatan maupun pelanggaran, dan
penyelesaian sengketa sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pengguna layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,
baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.6 Perlindungan hukum berhubungan secara langsung dengan kepastian
5
Pasal 1 angka 3 dan 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/ 2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
6
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2014, hlm. 74.
3
hukum, dimana dirasakan perlu adanya perlindungan maka harus ada kepastian
mengenai eksistensi norma hukum dan kepastian bahwa norma hukum tersebut
memang dapat ditegakkan. Hal ini sesuai dengan asas perlindungan hukum yang
menghendaki adanya keimbangan, keserasian, dan keselarasan antara para pihak
yang berhubungan.7 Kepastian Hukum ini merupakan prinsip terpenting dalam
pembentukan kebijakan hukum atau produk hukum.
Adapun asas hukum yang berkaitan dengan pinjaman peer to peer lending
ini adalah asas kebebasan berkontrak, dimana pihak pemberi pinjaman dan
penerima pinjaman bebas untuk mengadakan perjanjian dalam bentuk apapun.
Selain itu juga ada asas kepercayaan, dimana semua pihak yang mengadakan
perjanjian pasti akan memenuhi setiap prestasi yang sebagaimana diperjanjikan.
Asas lainnya adalah asas keseimbangan, yaitu asas yang menghendaki kedua pihak
untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjiannya. Dengan adanya asas-asas
tersebut menjamin bahwa setiap pelaksananaan Pinjam Meminjam Online ( Peer to
Peer Lending) selain berdasarkan kehendak para pihak tetapi juga harus
berdasarakan peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum kegiatan
tersebut.
Payung hukum bagi kegiatan peer to peer lending di Indonesia saat ini
adalah Pasal 1 angka (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/
2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Berdasarkan peraturan ini peer to peer lending diartikan sebagai berikut:
“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk
mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata
uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan
menggunakan jaringan internet.”8
4
yang terdiri dari pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Kedua, yaitu adanya
mata uang rupiah melalui sistem elektronik atau sering disebut e-Money. Dari unsur-
unsur tersebut didapat suatu hubungan hukum antara para pihak melalui kegiatan
pinjam meminjam dengan objek hukum mata uang rupiah elektronik atau e-Money.
Dengan adanya hubungan hukum tersebut maka menimbulkan adanya kewajiban
para pihak. Dalam kegiatan Peer to Peer Lending ini, kewajiban-kewajiban para
pihak yaitu antara penyelenggara layanan, pemberi pinjaman selaku kreditur dan
penerima pinjaman selaku debitur. Kewajiban masing-masing para pihak dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau yang disingkat POJK No. 77/POJK.01/ 2016
tidak diatur secara sistematis dan tersusun dalam satu pasal melainkan membaur
dalam setiap pasalnya. Terkait dengan pengaturan kewajiban penyelenggara
terhadap data pengguna pinjam meminjam secara online terdapat dalam Pasal 26
POJK No. 77/POJK.01/ 2016 menyatakan bahwa:
“Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan
ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang
dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang
diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.....” 9
Dari Pasal tesebut jelas bahwa setiap penyelenggara peer to peer lending wajib
menjaga kerahasiaan,keutuhan, dan ketersediaan data pribadi. Penggunaan dan
pengungkapan data pribadi harus berdasarkan persetujuan pemilik. Akan tetapi
dalam pasal tersebut belum ada ketentuan yang mengatur tentang sejauh mana
penggunaan dan pengungkapan data pribadi pengguna jasa peer to peer lending
yang dapat digunakan oleh penyelenggara peer to peer lending dan bagaimana
bentuk persetujuan pemilik data yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang
menyatakan bahwa persetujuan tersebut benar-benar terjadi.
Pengaturan yang kurang rinci tersebut dapat menimbulkan masalah dalam
kegiatan pinjam meminjam online (peer to peer lending). Menurut sumber yang ada,
bisnis peer to peer lending semakin menanjak dan diminati masyarakat,
9
Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
5
berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pinjaman industri ini mencapai Rp
Rp 54,71 triliun per Agustus 2019. Nilai ini tumbuh 141,4% year to date (YTD) dari
posisi Desember 2018 senilai Rp 22,66 triliun. Kendati demikian, tingkat wanprestasi
keberhasilan pengembalian pinjaman (TWP) Peer to Peer Lending menanjak. Pada
delapan bulan pertama 2019, TWP di level 3,06%. Nilai ini meningkat dibandingkan
Juni 2019 di posisi 1,75% maupun Desember 2018 di level 1,45%. 10
Adanya perkembangan layanan jasa keuangan dibidang pinjam meminjam
online (Peer to Peer Lending ) memberikan kemudahan pengajuan pinjaman dana
kepada calon debitur atau yang sering disebut calon penerima pinjaman dalam
pengajuan dana karena menawarkan pinjaman tanpa agunan dengan sistem
pencairan yang cepat, tanpa melalui tahapan survey atau analisis kelayakan terlebih
dahulu. Sehingga potensi terjadinya kredit macet / non-performing loan menjadi
tinggi. Untuk mencegah hal tersebut, biasanya pihak perusahaan P2P Lending
memiliki ketentuan bahwa pihaknya dapat mengakses daftar nomor kontak yang
terdapat pada ponsel debitur. Hal ini dapat diketahui ketika seorang calon debitur
mulai meng-install suatu aplikasi, pada proses tersebut debitur diminta untuk
menyetujui akses terhadap phone-book atau contact. Hal tersebut semula
digunakan untuk melakukan verifikasi data debitur, namun dalam praktiknya, terjadi
penyimpangan dalam pemanfaatan data daftar kontak tersebut. Jika debitur
mengalami keterlambatan atau kegagalan pembayaran, maka pihak kreditur secara
langsung menghubungi nama-nama yang berada di daftar kontak debitur tersebut,
baik melalui telepon ataupun pesan singkat, dengan tujuan melakukan penagihan.
Tindakan seperti ini tentunya menimbulkan ketidaknyamanan yang dirasakan
oleh rekan-rekan debitur yang sebenarnya sejak awal tidak pernah terlibat dalam
transaksi utang piutang tersebut. Tindakan penagihan dengan cara menelepon atau
mengirim pesan singkat tersebut seringkali juga disertai dengan ancaman seperti
misalnya dalam pesan singkat ditulis: “mohon menghubungi Sdr.X, untuk melakukan
pembayaran sejumlah x rupiah. Jika X tidak membayar, maka kami akan
menghubungi anda terus, karena anda adalah kontak yang dicantumkan oleh X”.
10
Maizal Walfajri, Tingkat wanprestasi pinjaman fintech menanjak ke level 3,06%, ini kata
OJK,https://today.line.me/id/pc/article/Tingkat+wanprestasi+pinjaman+fintech+menanjak+ke+level+
3+06+ini+kata+OJK-PpxxGM, diakses pada 21 Oktober 2019 pukul 18.30
6
Hal ini pernah terjadi pada bulan awal Juli 2020 yaitu kegiatan penagihan yang
dilakukan oleh platform peer to peer lending RupiahPlus atau Rupiah Cepat dengan
cara menghubungi data kontak milik penerima pinjaman yang dapat didapat melalui
akses kontak pada aplikasi peer to peer lending .11 Pesan tersebut berisi yang
ditujukan kepada kerabat atau keluarga yang dihubungi sebagai kontak darurat
tersebut agar menyampaikan kepada penerima pinjaman membayar tagihan uang,
sedangkan kontak yang diakses oleh aplikasi belum tentu adalah kerabat dekat
maupun keluarga terdekat yang mengetahui permasalahan penerima pinjaman, dan
permasalahan meminjam uang tersebut merupakan hal privasi setiap orang. Selain
itu tata cara penyampaian dapat berupa ancaman (intimidasi) dan pihak ketiga yaitu
yang dijadikan kontak darurat oleh platform peer to peer lending tanpa
sepengatahuan pemilik nomor telepon merupakan permasalahan dibidang
penggunaan data pribadi seseorang karena dapat mengganggu privasinya
Negara perlu mengatur dan mengawasi tindakan penagihan yang dilakukan oleh
perusahaan pinjaman online, sehingga tindakan penagihan yang dilakukan secara
intimidatif dan melanggar privasi pihak ketiga dapat dihentikan. Demikian pula
negara harus secara tegas menerapkan ketentuan hukum pidana atas tindakan-
tindakan pelanggaran privasi dan tindakan penagihan yang mengandung intimidasi
tersebut.
Sehingga peneliti...
Dibawah ini peneliti akan menyajikan pembahasan yang dirasa saling berkaitan
dengan materi yang akan dibahas oleh peneliti:
Tabel 1
Orisinalitas Penelitian
7
Prasetya Virtual (virtual Virtual penelitian
currency) (virtual penulis teliti
Sebagai Alat currency) yaitu sama-
Transaksi Sebagai Alat sama meneliti
Dalam Transaksi produk
Perdagangan Dalam fintech.
Indonesia Perdagangan Perbedaannya
Indonesia ? penelitian ini
2. Bagaimana meneliti
urgensi tentang
pengaturan urgensi
penggunaan pengaturan
mata uang penggunaan
Virtual mata uang
(virtual virtual,
currency) sedangkan
Sebagai Alat objek
Transaksi penelitian
Dalam penulis adalah
Perdagangan kegiatan peer
Indonesia ? to peer
lending.
2. Devi Puspita Analisis 1. Bagaimana 2019 Penelitian ini
Sari Yuridis analisis memiliki
Kebijakan yuridis kesamaan
Privasi kebijakan objek
Aplikasi privasi penelitian
Fintech Peer layanan yang penulis
to Peer berbasis peer teliti yaitu
Lending to peer kegiatan peer
Berbasis lending pada to peer
8
Andorid smartphone lendingi.
menurut UU Namun, yang
ITE No. 11 membedakan
Tahun 2008, yaitu penulis
POJK No. tidak meneliti
7/POJK.01/20 tentang
16, PP PSTE kebijakan
No. 82 Tahun privasi
2012, UU No. pengguna,
19 Tahun yang diteliti
2016 oleh penulis
Perubahan adalah
UU No. 11 perlunya
Tahun 2008 penguatan
tentang hukum
Informasi terhadap
Dan tanggung
Transaksi jawab
Elektronik ? penyelenggara
2. Bagaimana peer to peer
perlindungan lending
hukum para kepada
pihak jika pemberi
kebijakan pinjaman
privasi akibat dari
aplikasi wanprestasi
fintech yang dilakukan
berbasis oleh penerima
android tidak pinjaman
sesuai
dengan UU
9
ITE No. 11
Tahun 2008,
POJK No.
7/POJK.01/20
16, PP PSTE
No. 82 Tahun
2012, UU No.
19 Tahun
2016
Perubahan
UU No. 11
Tahun 2008
tentang
Informasi
Dan
Transaksi
Elektronik ?
2 Selly Kusuma Tanggung 1. Bagaimana 2017 Penelitian ini
Wardhani Jawab Hukum tanggung memiliki objek
Produk jawab yang berbeda
Fintech hukum dengan objek
Terhadap penerbit penetian yang
Pengguna T- fintech diteliti oleh
Cash Sebagai Terhadap penulis.
Aplikasi Pengguna Keduanya
Berbasis T-Cash sangat
Mobile Sebagai berbeda.
Payment Atas Aplikasi Tetapi
Kehilangan Berbasis penelitian ini
Saldo Dalam Mobile menggunakan
Pembayaran Payment metode
10
Online Atas pendekatan
Kehilangan dan jenis
Saldo penelitian
Dalam yang hampir
Pembayaran sama denga
Online yang diteliti
berdasarkan oleh peneliti.
UU No. 8
Tahun 1999
dan
Peraturan
BI No.
16/1/PBL/2
014 ?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka dapat ditentukan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah klausul akses kontak debitur memberikan hak bagi perusahaan P2P
Lending untuk mengakses kontak debitur dalam perjanjian elektronik antara
perusahaan P2P Lending dan debitur diperbolehkan oleh aturan hukum
Indonesia?
2. Bagaimana Perlindungan Hukum Data Pribadi Penerima Pinjaman Peer To Peer
Lending Terkait Penggunaan Klausula Akses Kontak Dalam Penagihan Utang?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan klausul debitur memberikan hak bagi perusahaan
P2P Lending untuk mengakses kontak debitur dalam perjanjian elektronik
11
antara perusahaan P2P Lending dan debitur diperbolehkan oleh aturan
hukum Indonesia.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa Perlindungan HukumData
Pribadi Penerima Pinjaman Peer To Peer Lending Terkait Penggunaan
Klausula Akses Kontak Dalam Penagihan Utang.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan Tujuan Penelitian diatas, maka Manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan berguna untuk
mengembangkan ilmu hukum perdata bisnis dibidang jasa keuangan,
khususnya sebagai sumber informasi agar masyarakat mengetahui
tentang pelaksanaan Pinjam Meminjam Online ( Peer to Peer Lending )
serta pencegahan terjadinya sengketa akibat dari pengelolaan data
pribadi pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi(Debitur) menggunakan klausula akses kontak pada penagihan
utang yang dilakukan oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi.
2. Manfaat Praktis
Bagi Pembuat Kebijakan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendorong perlindungan
hukum dan memberi kepastian hukum atas pembentukan suatu
kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah, terutama dibidang transaksi
keuangan yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Diharapkan
lembaga tersebut dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum
melalui kebijakan yang berkaitan dengan dari penggunaan data pribadi
pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
yang dilakukan oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi.
Bagi Penegak Hukum
12
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendorong perlindungan
hukum dan memberi kepastian hukum atas pelaksanaan suatu kebijakan
yang telah dibuat oleh pemerintah. Diharapkan dapat memberikan
kepastian hukum dan memberikan penyelesaian yang berkaitan dengan
dari penggunaan data pribadi pengguna layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi yang dilakukan oleh penyelenggara layanan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Bagi Para Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan dasar objektif
bagi para pengguna layanan pinjaman online agar lebih selektif dan hati-
hati dalam memilih dan melaksanakan layanan pinjam meminjam online
terutama terkait penyimpanan data pribadi oleh penyelenggara layanan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, serta memberikan
perlindungan hukum hak-hak dan kepentingan masyarakat di bidang
pengelolaan data pribadi.
F. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Terkait Perlindungan Hukum Data Pribadi
a. Tinjauan Umum Terkait Perlindungan Hukum
Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan
yang biasa bertentangan antara satu sama lain. Maka dari itu, hukum
harus bisa mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan
kepentingan itu dapat ditekan seminimal mungkin.
Pengertian terminologi hukum dalam Bahasa Indonesia menurut
KBBI adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah,
undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat, patokan atau kaidah tentang peristiwa
13
alam tertentu, keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh
hakim dalam pengadilan, atau vonis.12
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum hadir dalam
masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa
bertubrukan satu sama lain. Pengkoordinasian kepentingan-
kepentingan tersebut dilakukan dengan cara membatasi dan
melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.13 Hukum melindungi
kepentingan seseorang dengan cara memberikan kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya
tersebut. Pemberian kekuasaan, atau yang sering disebut dengan hak
ini, dilakukan secara terukur, keluasan dan kedalamannya.
Sebagai bagian dari beberapa macam upaya pihak pemerintah
dalam suatu negara melalui sarana-sarana hukum yang tersedia.
Termasuk membantu subyek hukum mengenal dan mengetahui hak-
hak dan kewajibannya serta dalam menghadapi permasalahan
kesulitan memperoleh prasarana dan sarana untuk memperoleh hak-
haknya. Pemerintah yang merepresentasi negara, sebagaimana
tujuan negara itu sendiri maka pemerintah harus memastikan
pelaksanaan hak dan kewajiban, juga untuk melindungi segenap
bangsa di dalam suatu negara serta mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat dari negara itu adalah termasuk di dalam makna
perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi setiap warga
negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUDNRI 1945), untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh
legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan
perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu
menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang
12
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus BesarBahasa Indonesia,
Edisi kedua, cet. 1,(Jakarta: Balai Pustaka, 1991) Hal 595.
13
Satjipto Rahardjo, op.cit ., hlm.53
14
di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang
mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap
warga Negara.
Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahas Inggris
disebut dengan protection. Istilah perlindungan menurut KBBI dapat
disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau
perbuatan memperlindungi, sedangkanmenurut Black’s Law
Dictionary, protection adalah the act of protecting.14
Fitzgerald menjelaskan : “That the law aims to integrate and
coordinate various interests in society by limiting the variety of
interests such as in a traffic interest on the other” (bahwa hukum
bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagi
kepentingan dalam masyarakat dengan cara membatasi berbagai
kepentingan tersebut karena dalam suatu lalulintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tersebut hanya dapat dilakukan
dengan cara membatasi kepentingan di lain pihak). 15 Pound
mengklasifikasikan kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh
hukum dalam 3 (tiga) kategori pokok, meliputi kepentingan-
kepentingan umum (public interests), Kepentingan-kepentingan
kemasyarakatan (social interests), kepentingan-kepentingan pribadi
(private interests).16
Menurut Dworkin, sebagaimana yang dikutip oleh Piter Mahmud
Marzuki menyatakan, “hak bukan apa yang dirumuskan melainkan
nilai yang mendasari perumusan itu”. Hakekat hak begitu berharga
sehingga memunculkan teori kepentingan dan teori kehendak,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Jeremy Bentem dan Rudolf Von
14
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, (St. paul: West, 2009), h. 1343.
15
JP. Frtzgerald, salmond on Jurisprudenc e, sweet & Mazwell , Lindon, 1966, h. 53.
16
Lawrence Friedman, The Legal System: A Social Scine Perpective, Russell Sage Foundation,
1975 h. 164
15
Ihering, memandang bahwa, “hak adalah kepentingan-kepentingan
yang dilindungi oleh hukum”.17
Hak merupakan sesuatu yang melekat pada manusia secara
kodrati dan karena adanya hak inilah diperlukan hukum untuk
menjaga kelangsungan eksistansi hak dalam pola kehidupan
bermasyarakat, dan karena adanya hak inilah maka hukum
diciptakan. Kepentingan-kepentingan ini bukan diciptakan oleh negara
karena kepentingan-kepentingan itu telah ada dalam kehidupan
bermasyarakat dan negara hanya memilihnya mana yang harus
dilindungi. Menurut Peter Mahmud terdapat 3 (tiga) unsur pada suatu
hak, yaitu 1. Unsur perlindungan; 2. Unsur pengakuan; dan 3. Unsur
kehendak. “Apabila prinsipkeadilan dijalankan maka lahir bisnis yang
baik dan etis.”18
Adapun pendapat yang dikutip dari bebearpa ahli mengenai
perlindungan hukum sebagai berikut:
a. Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya
upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya
untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. 19
b. Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai
atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan
dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup
antara sesama manusia.20
c. Menurut Hetty Hasanah perlindungan hukum yaitu merupakan
segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum,
17
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006,
hlm. 176
18
Satjipto Rahardjo, 2010, Teori Hukum Strategi tertib manusia linmas ruang dan General ,
Genta Publishing, Yogyakarta, h. 44
19
Satjipto Rahardjo,loc.cit.,
20
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia , (Surakarta: Disertasi S2
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003), h. 14.
16
sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-
pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum. 21
17
perundangan yang tidak boleh berat sebelah dan bersifat memihak,
secara proporsional juga wajib diberikan perlindungan hukum yang
seimbang sedini mungkin kepada pihak lainnya”. 24 Sebab mungkin
saja pada awal dibuatnya perjanjian, ada suatu pihak yang relatif
lebih kuat dari pihak mitranya, tetapi dalam pelaksanaan perjanjian
pihak yang semula kuat itu, terjerumus justru menjadi pihak yang
teraniaya, yakni misalnya saat debitor wanprestasi, maka kreditor
selayaknya perlu perlindungan hukum juga.
24
Ibid., hlm. 163
25
Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm. 54.
26
Dahana, Made Metu, 2012, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan, Paramita,
Surabaya, h.58.
18
bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan
atau sengketa.27 Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dengan maksud mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan batasan dalam melakukan suatu perbuatan.
Perlindungan Hukum Represif, bertujuan untuk menyelesaikan
suatu permasalahan atau sengketa. Perlindungan hukum ini
merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda,
penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila
sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu
pelanggaran.28 Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan oleh
badan peradilan yang berwenang. Secara umum perlindungan
hukum represif diwujudkan dalam bentuk memberikan
berbagai beban kewajiban bagi para pihak yang terkait, dan
diikuti dengan sanksi. Apabila kewajiban-kewajiban tersebut
dilanggar atau tidak dipenuhi, maka dijatuhkan sanksi hukum.
19
pembocoran informasi akan jauh lebih besar. 29 Era digital yang
tengah berlangsung ini telah memicu ledakan pertumbuhan data
pribadi yang dibuat, disimpan dan ditransmisikan pada komputer,
situs internet, bahkan sosial media. 30 Pasal 1 ayat 1 Data Protection
Act Inggris tahun 1998 menentukan bahwa:
“Data adalah setiap informasi yang diproses melalui
peralatan yang berfungsi secara otomatis menanggapi
instruksi-instruksi yang diberikan bagi tujuannya dan disimpan
dengan maksud untuk dapat diproses. Data juga termasuk
informasi yang merupakan bagian tertentu dari catatancatatan
kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau yang disimpan
sebagai bagian dari suatu sistem penyimpanan yang
relevan.”31
Paul Marrett, Information Law in Practice: 2nd Edition, MPG Books Ltd., Cornwall, 2002, hlm. 95.
29
30
Cameron G. Shilling, Privacy and Data Security: New Challenges of The Digital Age , New Hampshire
Bar Journal, New Hampshire, 2011, h. 28.
31
Data Protection Act Inggris tahun 1998
32
Regulasi Umum Perlindungan Data (General Data Protection Regulation/GDPR) Uni Eropa 2016.
20
Suatu data adalah data pribadi apabila data tersebut
berhubungan dengan seseorang, sehingga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi orang tersebut, yaitu pemilik data. 33
Dari pengertian data pribadi di atas, dapat terlihat bahwa
seseorang yang dapat diidentifikasi adalah seseorang yang dapat
dikenali/diidentifikasi secara angsung maupun tidak langsung
berdasarkan nomor tanda pengenal atau berdasarkan satu atau
lebih faktor spesifik dari identifikasi fisik, psikologi, mental, budaya
atau sosial. Entitas yang dilindungi dalam mekanisme perlindungan
data pribadi adalah “orang perorangan”( natural person) bukan
“badan hukum” (legal person).34
Secara umum data pribadi terdiri atas fakta-fakta yang
berkaitan dengan individu yang merupakan informasi sangat pribadi
sehingga orang yang bersangkutan ingin menyimpan untuk dirinya
sendiri dan/atau membatasi orang ain untuk menyebarkannya
kepada pihak lain maupun menyalahgunakannya. Secara khusus,
data pribadi menggambarkan suatu informasi yang erat kaitannya
dengan seseorang yang akan membedakan karakteristik masing-
masing individu.35 Sehingga dapat disimpulkan bahwa ata pribadi
adalah data yang berhubungan dengan seseorang individu yang
hidup yang dapat diidentifikasikan dari data atau dari data-data atau
informasi yang dimiliki atau akan dimiliki oleh data controller. Di lain
hal, data pribadi juga merupakan data yang berkenaan dengan ciri
responden misalnya umur, nama, jenis kelamin, pendidikan, dan
sebagainya.36
33
European Union Agency for Fundamental Rights and Council of Europe, Handbook on European
Data Protection Law, Belgium, 2014, hlm. 36
34
Mengenai istilah “badan hukum”, Pasal 1653 Kitab Undang –Undang Hukum Perdata menyatakan:
“Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-
undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian,
entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu
maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.”
35
Jerry Kang,” Information Privacy in Cyberspace Transaction”, Stanford Law ReviewVol. 50 Issue 4,
Standford, 1998, h. 5.
36
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, op.cit.,hlm. 319.
21
Di Indonesia belum ada regulasi mengenai perlindungan data
pribadi dalam suatu peraturan perundang-undangan khusus.
Perlindungan terhadap perlindungan data pribadi ini pada dasarnya
telah bertumpu pada Pasal 28 G Ayat (1) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “ setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi....”. Di samping itu juga, terdapat
beberapa peraturan perundang-undangan yang di dalamnya
tercermin mengenai perlindungan data pribadi secara umum, yakni
dijabarkan sebagai berikut.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan.
Ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan data
pribadi dalam undang- undang ini ialah menyangkut rahasia
bank. Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, bank diwajibkan untuk merahasiakan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A,
Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Pasal-pasal
pengecualian tersebut adalah apabila untuk kepentingan
perpajakan, untuk penyelesaian piutang bank, untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, serta atas
permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan,
maka bank dapat melanggar ketentuan mengenai
rahasia bank ini namun dengan prosedur-prosedur
tertentu.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam UU ITE tidak dijelaskan secara eksplisit
mengenai data pribadi, namun di dalamnya tercermin
perlindungan terhadap data pribadi itu sendiri. Pasal 26 ayat
22
(1) mengatur bahwa setiap informasi melalui media elektronik
yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan
atas persetujuan orang yang bersangkutan, bahkan dalam
Pasal 26 ayat (2) menentukan setiap orang yang dilanggar
haknya sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa dalam
UU ITE perlindungan data pribadi merupakan salah satu
bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hal ini pun
selanjutkan dalam penjelasan Pasal 26 ayat (1) dijabarkan
kembali mengenai pengertian hak pribadi yakni: (a) hak
pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi
dan bebas dari segala macam gangguan; (b) hak pribadi
merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan (orang
lain tanpa tindakan memata-matai); dan (c) hak pribadi
merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang
kehidupan pribadi dan data seseorang.
23
Fintech berasal dari istilah Fintech berasal dari istilah financial
technology atau teknologi finansial. Menurut The National Digital
Research Centre (NDRC), di Dublin, Irlandia, mendefinisikan fintech
sebagai “innovation infinancial services” atau “inovasi dalam layanan
keuangan fintech” yang merupakan suatu inovasi pada sektor
finansial yang mendapat sentuhan teknologi modern. Transaksi
keuangan melalui fintech ini meliputi pembayaran, investasi,
peminjaman uang, transfer, rencana keuangan dan pembanding
produk keuangan.38
38
Ernama Santi, 2017, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology
(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 77/pojk.01/2016) , Diponegorolaw Journal, Volume
6, Nomor 3
39
Budi Wibowo, Analisa Regulasi Fintech dalam Membangun Perekonomian di Indonesia, Jakarta,
Indonesia
24
Menurut Hsueh (2017)40, Terdapat tiga tipe financial technology
yang utama yaitu :
1. Sistem pembayaran melalui pihak ketiga ( Third-party
payment systems) Contoh - contoh sistem pembayaran
melalui pihak ketiga yaitu crossborde EC, online-to-offline
(O2O), sistem pembayaran mobile, dan platform pembayaran
yang menyediakan jasa seperti pembayaran bank dan
transfer.
2. Peer-to-Peer (P2P) Lending
Peer-to-Peer Lending merupakan platform yang
mempertemukan pemberi pinjaman dan peminjam melalui
internet. Peer-to-Peer Lending menyediakan mekanisme
kredit dan manajemen risiko. Platform ini membantu pemberi
pinjaman dan peminjam memenuhi kebutuhan masing-
masing dan menghasilkan penggunaan uang secara efisien.
3. Crowdfunding
Crowdfunding merupakan tipe FinTech di mana sebuah
konsep atau produk seperti desain, program, konten, dan
karya kreatif dipublikasikan secara umum dan bagi
masyarakat yang tertarik dan ingin mendukung konsep atau
produk tersebut dapat memberikan dukungan secara
finansial. Crowdfunding dapat digunakan untuk mengurangi
kebutuhan finansial kewirausahaan, dan memprediksi
permintaan pasar.
40
Irma Muzdalifa dkk,2018, Peran Fintech dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif pada UMKM di
Indonesia, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 3, No. 1. Hlm. 7
25
sektor layanan jasa keuangan. Salah satunya yaitu kegiatan pinjaman
berbasis teknologi informasi atau sering disebut Peer to Peer (P2P)
Lending. Secara teoritis, Peer-to-peer lending adalah kegiatan pinjam
meminjam antar perseorangan. Praktisi ini sudah lama berjalan dalam
bentuk yang berbeda, seringkali dalam bentuk perjanjian informal.
Dengan berkembangnya teknologi dan e-commerce, kegiatan
peminjaman turut berkembang dalam bentuk online dalam bentuk
platform serupa dengan e-commerce. Dengan itu, seorang peminjam
bisa mendapatkan pendanaan dari banyak individu. Dalam peer
lending, kegiatan dilakukan secara online melalui platform website
dari berbagai perusahaan peer lending. Terdapat berbagai macam
jenis platform, produk, dan teknologi untuk menganalisa kredit.
Peminjam dan pendana tidak bertemu secara fisik dan seringkali tidak
saling mengenal. Peer lending tidak sama dan tidak bisa
dikategorikan dalam bentuk-bentuk institusi finansial tradisional:
himpunan deposito, investasi, ataupun asuransi. Karena itu, peer
lending dikategorikan sebagai produk finansial alternatif. 41 Adapun
pengertian dari Peer to Peer Lending adalah sebagai berikut:
“peer to peer lending is a method of debt financing that
enables individuals to borrow and lend money without the use
of an official financial institutions as an intermediary. Peer to
peer lending removes the middleman from the process, but
also involves more time, effort and risk than the general brick
and mortal lending scenarios.”42
41
Gita Andini, 2017, “Faktor-Faktor Yang Menentukan Keputusan Pemberian Kredit Usaha Mikro Kecil
dan Menengah(UMKM) Pada Lembaga Keuangan Mikro Peer to Peer Lending,” Skripsi, FEB, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, , hlm. 51
42
https://www.investopedia.com/terms/p/peer-to-peer-lending.asp diakses pada 10 November 2019
pukul 20.52
26
penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam
meminjam dalam mata uang rupiah secara lansung melalui sistem
elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Dalam perjanjian layanan pinjam meminjam uang yang diatur di
dalam fintech berdasarkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
(LPMUBT). Diatur bahwa dalam Pasal 18 POJK, Perjanjian
pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi meliputi:
a. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman
b. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman.
Bahwa selanjutnya dalam Pasal 19, dijelaskan bahwa Perjanjian
penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman
dituangkan dalam dokumen elektronik.
Sehingga para pihak dalam Peer to Peer (P2P) Lending ada 3
yaitu:
1. Penyelenggara Pinjaman.
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut
Penyelenggara menurut Pasal 1 Angka 6 POJK Nomor
77/POJK.01/2016 adalah badan hukum Indonesia yang
menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
Penyelenggara dalam pelaksanaan perjanjian pinjam
meminjam uang online ini sebagai Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya yang berbentuk badan hukum berupa
perseroan terbatas atau koperasi. Badan hukum yang
menjadi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang
27
berbasis Teknologi Informasi tersebut wajib mengajukan
pendaftaran dan perizinan kepada OJK.
2. Pemberi Pinjaman.
Penerima pinjaman menurut Pasal 1 Angka 7 POJK
Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang dan/atau badan
hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan
pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.
Penerima pinjaman dana yang kemudian dipertemukan
oleh penyelenggara dengan pemberi pinjaman. Ketentuan
penerima pinjaman menurut POJK Nomor
77/POJK.01/2016 adalah orang perseorangan Warga
Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Ketentuan mengenai syarat-syarat penerima pinjaman
merupakan kebijakan masing-masing penyelenggara.
3. Penerima Pinjaman.
Pemberi pinjaman menurut Pasal 1 Angka 8 POJK
Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang, badan hukum
dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena
perjanjian layanan pinjam meminjma berbasis Teknologi
Informasi. Penerima pinjaman merupakan pihak yang
memberikan pinjaman atau pendanaan kepada penerima
pinjaman yang membutuhkan dana yang kemudian
dipertemukan oleh penyelenggara. Ketentuan pemberi
pinjaman menurut POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah
orang perseorangan Warga Negara Indonesia, orang
perseorangan Warga Negara Asing, badan hukum
Indonesia atau asing, badan usaha Indonesia atau asing
dan/atau lembaga Internasional. Ketentuan mengenai
syarat-syarat pemberi pinjaman merupakan kebijakan
masing-masing penyelenggara.
28
Akan tetapi pengaturan dalam peraturan ini tidak mencantumkan
atau mengatur tentang bagaimana tanggung jawab ketika terjadi
gagal bayar dalam peer to peer lending, mitigasi risiko dari gagal
bayar diserahkan kepada pihak penyelenggara dalam perjanjian baku
antara pemberi pinjaman dan platform peer to peer lending.43
Masalah perlindungan konsumen akan senantiasa berbanding lurus
dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan
konsumen sendiri sebagai manusia yang senantiasa berubah. 44 Dalam
peer to peer lending di Indonesia, pengguna dalam arti pemberi
pinjaman memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi hal ini
dikarenakan pemberi pinjaman memberikan pinjaman tanpa agunan
dan tidak mengenal langsung peminjam, pemberi pinjaman hanya
mengetahui informasi tentang peminjam berdasarkan informasi yang
ada di platform peer to peer lending, akan tetapi hal ini diacuhkan
mengingat peer to peer lending memberikan keuntungan dari suku
bunga yang tinggi, lebih tinggi daripada instrumen investasi biasa,
suku bunga peer to peer lending di Indonesia saat ini mencapai 20%
(dua puluh persen) bahkan lebih.45
43
Lihat Pasal 21 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
44
Johannes Gunawan. Fungsi Lembaga Pertanggungjawaban Produk dalam Upaya Perlindungan
Konsumen di Indonesia. Tesis. 2003. Hlm 262.
45
https://investasi.kontan.co.id/news/imbal-hasil-p2p-lending-menandingi-hasil-reksadana diakses pada
tanggal 13 november 2019 pukul 14.00.
29
“Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”.
46
R. Subekti, Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, Bandung: PT. Cipta Aitya Bakti, 1995, hal. 126.
47
Abu Sura‟i Abdul Hadi, Bunga Bank dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, hal. 125.
30
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
pengertian pinjam meminjam, yaitu suatu perjanjian antara pihak
yang memberikan suatu jumlah benda yang habis karena pemakaian
dan memberikan manfaat yang halal kepada pihak lainnya dengan
syarat dikembalikan dengan sejumlah yang sama seperti keadaan
semula tanpa mengurangi atau merubah benda itu sendiri.
c. Wanprestasi
1) Memberikan sesuatu
48
Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak , Jakarta: Sinar Grafika, hal. 78-79.
49
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 202.
31
Dalam Pasal 1235 KUH Perdata, pengertian memberikan sesuatu
adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari
debitur kepada kreditur.
2) Berbuat sesuatu
Dalam perjanjian yang obyeknya ”berbuat sesuatu”, debitur wajib
melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam
perjanjian. Dalam melakukan perbuatan itu debitur
wajibmemenuhi semua ketentuan dalam perjanjian. Debitur
bertanggungjawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan
ketentuan perjanjian.
50
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, Malang: Serta Pres, 2016, hal. 75.
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 79.
51
52
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1986, hal. 50.
32
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilaksanakannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
a. Pemenuhan perikatan
b. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian
c. Ganti kerugian
d. Pembatalan perjanjian timbal balik
e. Pembatalan dengan ganti kerugian.
53
Salim H.S., Op. Cit., hal. 99.
33
mensyaratkan pernyataan lalai (sommasi) artinya debitur dapat
langsung dinyatakan wanprestasi, yaitu :54
34
3. Tinjauan Umum Terkait Akses Kontak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akses
4. Tinjauan Umum Terkait Tanggung Jawab (Keperdataan)
a. Pengertian Tanggung Jawab
55
Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005
56
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta,
hlm.48.
35
unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal
tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan
terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
a. adanya perbuatan;
b. adanya unsur kesalahan;
c. adanya kerugian yang diderita;
d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan
kerugian.
Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan
dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan
dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan
dalam masyarakat.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai
ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata
“dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah
penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri
dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan
bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan
untuk menghindarkan terjadinya kerugian. 57 Beban
pembuktian dalam prinsip ini ada pada tergugat.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada
hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi
kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi
57
E. Suherman, 1979, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara Dan Beberapa Masalah
Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan Karangan), Cet. II, Alumni, Bandung, h. 21.
36
oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari
penumpang.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering
diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute
liability) Menurut E. Suherman, strict liability disamakan
dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada
kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab,
kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak
yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.58
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
Jenis-jenis Pertanggungjawaban Perdata
Apabila seseorang dirugikan karena perbuatanseseorang lain,
sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu
perjanjian(hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang
undang juga timbul atauterjadi hubungan hukum antara orang
tersebut yang menimbulkan kerugian itu. Hal tersebut diatur dalam
pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut: “Tiap perbuatan melanggar
hukum yang membawa kerugian padaorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian
tersebut”. Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa
tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan
hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih
luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan
hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut
bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan
perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan
untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
58
Ibid, hlm. 23
37
dirugikan. Model dalam tanggung jawab hukum adalah sebagai
berikut:59
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan
(kesengajaan dan kelalaian) sebagaimanapun
terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu:
“tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan
khususnya kelalaian sebagaimana terdapat
dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap
orang bertanggungjawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian
atau kurang hati-hatinya.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan)
sebagaimana terdapat dala pasal 1367
KUHPerdata yaitu:
1.) seseorang tidak saja bertanggung jawab
untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk
kerugain yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya.
59
Komariah, SH, Msi, 2001, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang,
h. 12.
38
2.) Orang tua dan wali bertanggung jawab
tentang kerugian, yang disebabkan oleh
anak-anak belum dewasa, yang tinggal
pada mereka dan terhadap siapa mereka
melakukan kekuasaan orang tua dan wali.
3.) Majikan-majikan dan mereka yang
mengangkat orang-orang lain untuk
mewakili urusan-urusan mereka, adalah
bertanggung jawab tentang kerugian yang
diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau
bawahan-bawahan mereka di dalam
melakukan pekerjaan untuk mana orang-
orang ini dipakainya.
4.) Guru-guru sekolah dan kepala-kepala
tukang bertanggung jawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid
dan tukang-tukang mereka selama waktu
orang-orang ini berada dibawah
pengawasan mereka.
5.) Tanggung jawab yang disebutkan diatas
berkahir, jika orangtua, wali, guru sekolah
dan kepala-kepala tukang itu membuktikan
bahwa mereka tidak dapat mencegah
perbuatan untuk mana mereka seharusnya
bertanggung jawab.
Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum,
KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan
wanprestasti. Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak
dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan
perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak
melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan
39
kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas
dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum
berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata
berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya
hubungan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum. 60
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian hukum yuridis normatif (normative
law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku
hukum, misalnya mengkaji undang- undang. Pokok kajiannya adalah hukum
yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku dalam masyarakat
dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum
normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin
hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum,
taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 61
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menggunakan jenis penelitian
normatif sebagai metode penelitian karena membahas tentang tanggung
jawab penyelenggara pinjam-meminjam online terhadap wanprestasi yang
dilakukan oleh penerima pinjaman ini dalam lingkup mempelajari melalui
analisis-analisis ketentuan dalam peraturan, serta teori hukum atau doktrin-
doktrin para ahli sebagai penunjang penelitian dalam pembahasan hasil.
2. Pendekatan Penelitian
Djojodirdjo, M.A. Moegni, 1979, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid)
60
untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.
53.
61
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
hlm. 52
40
undangan (Statue Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual
Approach). Pendekatan peraturan perundang-undangan ( Statue Approach)
merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan
perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu
hukum) yang sedang dihadapi. Sedangkan pendekatan konseptual
(Conceptual Approach) merupakan Pendekatan yang beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan
pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang
relevan dengan permasalahan. Dalam penelitian yang akan peneliti ini
lakukan yaitu menganalisis dengan metode pendekatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada tentang tanggung jawab
penyelenggara pinjam-meminjam online (peer to peer lending) dengan
mengaitkan konsep atau teori-teori hukum yang ada.
Dalam penelitian yang peneliti teliti menggunakan jenis dan sumber bahan
hukum yaitu sebgai berikut:
41
- Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
1. Kamus Hukum
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia
3. Ensiklopedia
42
Sumber pengambilan bahan hukum yang digunakan peneliti dalam
penelitian yuridis normatif karena menggunakan metode studi
kepustakaan dan peraturan perundang-undangan maka sumber bahan
hukum peneliti diambil pada
62
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris , Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010, hal. 160.
63
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat , cet. 9,
Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 251-252.
43
Bahan hukum yang telah didapat selanjutnya dilakukan pembahasan,
pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk
diolah menjadi data informasi. Hasil analisa bahan hukum akan
diinterpretasikan menggunakan metode interpretasi (a) sistematis; (b)
gramatikal; dan (c) teleologis. 64 Pemilihan interpretasi sistematis ditujukan
untuk menetukan struktur hukum dalam penelitianini. Interpretasi sistematis
(systematische interpretatie, dogmatische interpretatie)adalah menafsirkan
dengan memperhatikan naskah-naskah hukum lain. Interpretasi gramatikal
(what does it linguitically mean?) yaitu metode penafsiran hukum pada makna
teks yang di dalam kaidah hukum dinyatakan. Interpretasi teleologis (what
does the articles would like to archieve)yang merupakan yang metode
penafsiran yang difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah
hukum menurut tujuan dan jangkauannya. Dalam penafsiran demikian juga
diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang aktual. 65 Bahan
hukum yang telah didapat selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu
menganalisis dengan memahami dan merangkai data yang telah didapat
kemudian disusun secara sistematis serta menarik kesimpulan. Kesimpulan
didapat dengan memakai cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang
mendasar pada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian menarik kesimpulan
tersebut secara khusus.
6. Definisi Konseptual
a. Tanggung jawab
Kitab Undang-Undang Hukum perdata membagi masalah pertanggung
jawaban terhadap perbuatan melawan hukum menjadi 2 golongan yaitu:
64
Interpretasi dibedakan menjadi interpretasi berdasarkan kata-kata undang-undang (leterlijk),
interpretasi gramatikal, interpretasi berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interpretasi
sistematis, interpretasi historis, interpretasi sosiologis, interpretasi sosio-historis, interpretasi filosofis,
interpretasi teleologis, interpretasi holistik dan interpretasi holistik tematis-sistematis. Lihat Jimly
Asshiddiqie. 1997.Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara.Jakarta: Ind. Hill.Co. Hal. 17-18
65
Ph. Visser’t Hoft, Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding, Penerjemah B. Arief Shidarta ,
Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan, 2001, Hal. 30.
44
1) Tanggung jawab langsung
Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dengan adanya
interprestasi yang luas sejak tahun 1919 (Arest Lindenbaun vs
Cohen) dari Pasal 1365 KUHPerdata ini, maka banyak hal-hal yang
dulunya tidak dapat dituntut atau dikenakan sanksi atau hukuman,
kini terhadap pelaku dapat dimintakan pertanggung jawaban untuk
membayar ganti rugi.
2) Tanggung jawab tidak langsung
Menurut Pasal 1367 KUHPerdata, seorang subjek hukum tidak hanya
bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukannya saja, tetapi juga untuk perbuatan yang dilakukan oleh
orang lain yang menjadi tanggungan dan barang-barang yang berda
di bawah pengawasannya. Tanggung jawab atas akibat yang
ditimbulkan oleh perbuatanmelawan hukum dalam hukum pedata,
pertanggung jawabannya selain terletak pada pelakunya sendirijuga
dapat dialihkan pada pihak lain atau kepada Negara, tergantung siapa
yang melakukannya.
b. Penyelenggara
Penyelenggara menurut KBBI adalah orang yang menyelenggarakan (dalam
berbagai-bagai arti seperti pengusaha, pengurus, pelaksana).
c. Pinjam Meminjam Online (peer to peer lending)
Pinjam meminjam online termasuk dalam layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut Pasal 1 angka 3
POJK 77/2016, pinjam meminjam adalah penyelenggaraan layanan jasa
keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata
uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan
jaringan internet.
H. Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-Undangan
45
Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
Buku
Subekti ,R. .1995. Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, Bandung: PT. Cipta
Aditya Bakti.
46
Suherman, E. .1979. Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara
Dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan
Karangan), Cet. II, Alumni:Bandung.
Sura‟i ,Abu dan Hadi ,Abdul.1993. Bunga Bank dalam Islam.Surabaya: Al-
Ikhlas.
Jurnal
Andini,Gita.2017.Faktor-Faktor Yang Menentukan Keputusan Pemberian
Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM) Pada Lembaga
Keuangan Mikro Peer to Peer Lending.Skripsi. FEB. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Website
Anonim. https://investasi.kontan.co.id/news/imbal-hasil-p2p-lending-
menandingi-hasil-reksadana diakses pada tanggal 13 november
2019 pukul 14.00.
Anonim. https://www.investopedia.com/terms/p/peer-to-peer-lending.asp
diakses pada 10 November 2019 pukul 20.52
47
48