Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

[TANGGUNG JAWAB HUKUM BAGI PENYELENGGARA


PINJAMAN ONLINE KEPADA PEMBERI PINJAMAN TERHADAP
WANPRESTASI YANG DILAKUKAN PENERIMA PINJAMAN]

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum

Oleh:

SHERLY MUTIA DANU [175010101111094]

DIDHA NARIN AIZA [175010107111001]

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2019
A. Judul
Tanggung Jawab Hukum Bagi Penyelenggara Pinjaman Online Kepada
Pemberi Pinjaman Terhadap Wanprestasi yang Dilakukan oleh Penerima
Pinjaman.

B. Latar Belakang
Perkembangan dunia digital sekarang telah memberikan layanan yang
memudahkan masyarakat, memunculkan layanan-layanan berbentuk aplikasi digital
yang mendasar bagi kebutuhan masyarakat yang dapat diakses melalui benda-
benda digital elektronik. Salah satunya adalah hadirnya layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi atau peer to peer lending. Layanan pinjaman peer
to peer lending ini dapat diakses oleh masyarakat melalui aplikasi pada gawai dua
puluh empat jam tanpa henti. Melalui pinjaman peer to peer lending ini, masyarakat
yang membutuhkan dana dalam jumlah mikro dapat mendapatkan pinjaman dengan
cepat melaluib online tanpa perlu mengajukan kredit ke bank. Website
penyelenggara peer to peer lending diibaratkan seperti sebuah marketplace lending
yang akan mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Layanan
pinjaman peer to peer lending juga dapat memberi pinjaman dana untuk kebutuhan
pribadi selain kebutuhan untuk modal bisnis. Pada masa lalu, jika seorang individu
membutuhkan pinjaman dana, baik itu untuk kepentingan pribadi maupun untuk
kepentingan bisnisnya, pilihan pertama yang akan dipilih adalah mengajukan
pinjaman kepada lembaga keuangan resmi seperti bank. Pada masa lalu juga jika
seorang individu memiliki dana berlebih yang ingin diinvestasikan dalam rangka
mendapatkan penghasilan tambahan, pilihan utama yang dipilih adalah instrumen
investasi seperti reksadana atau deposito bank. Bagi seorang yang mengajukan
pinjaman kepada bank, hal utama yang harus dipenuhi adalah apakah dia memiliki
syarat berupa jaminan, syarat jaminan dalam pengajuan pinjaman inilah yang tidak
semua orang dapat memenuhinya, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah
(UMKM).
Dengan adanya perkembangan layanan dibidang pinjam meminjam online
(Peer to Peer Lending) ini perlu adanya suatu kebijakan dalam hal perlindungan

1
hukum dan kepastian hukum terhadap para pihak itu sendiri dan objek, terutama
apabila terjadi wanprestasi yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak dan
kewajiban para pihak. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada
hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan
kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya
hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa
aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari
pihak manapun.1 Perlindungan hukum berhubungan secara langsung dengan
kepastian hukum, dimana dirasakan perlu adanya perlindungan maka harus ada
kepastian mengenai eksistensi norma hukum dan kepastian bahwa norma hukum
tersebut memang dapat ditegakkan. Hal ini sesuai dengan asas perlindungan hukum
yang menghendaki adanya keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara para
pihak yang berhubungan.2 Kepastian Hukum ini merupakan prinsip terpenting dalam
pembentukan kebijakan hukum atau produk hukum.
Adapun asas hukum yang berkaitan dengan pinjaman peer to peer lending
ini adalah asas kebebasan berkontrak, dimana pihak pemberi pinjaman dan
penerima pinjaman bebas untuk mengadakan perjanjian dalam bentuk apapun.
Selain itu juga ada asas kepercayaan, dimana semua pihak yang mengadakan
perjanjian pasti akan memenuhi setiap prestasi yang sebagaimana diperjanjikan.
Asas lainnya adalah asas keseimbangan, yaitu asas yang menghendaki kedua pihak
untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjiannya. Dengan adanya asas-asas
tersebut menjamin bahwa setiap pelaksananaan Pinjam Meminjam Online ( Peer to
Peer Lending) selain berdasarkan kehendak para pihak tetapi juga harus
berdasarakan peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum kegiatan
tersebut.

Payung hukum bagi kegiatan peer to peer lending di Indonesia saat ini
adalah Pasal 1 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/

1
Satjipto Rahardjo, 2014, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 74.
2
CST Kansil.2011.Pengatar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,hlm. 102

2
2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Berdasarkan peraturan ini peer to peer lending diartikan sebagai berikut:
“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk
mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata
uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan
menggunakan jaringan internet.”

Dari pengertian tersebut didapat beberapa unsur bahwa dalam


penyelenggaraan Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
(Peer to Peer Lending  ) harus terpenuhinya unsur yang pertama, yaitu para pihak
yang terdiri dari pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Kedua, yaitu adanya
mata uang rupiah melalui sistem elektronik atau sering disebut e-Money. Dari unsur-
unsur tersebut didapat suatu hubungan hukum antara para pihak melalui kegiatan
pinjam meminjam dengan objek hukum mata uang rupiah elektronik atau e-Money.
Dengan adanya hubungan hukum tersebut maka menimbulkan adanya tanggung
jawab para pihak. Tanggung jawab tersebut dilakukan apabila terjadi wanprestasi
yang dilakukan salah satu pihak. Dalam kegiatan Peer to Peer Lending ini, tanggung
jawab para pihak tidak diatur secara rinci dalam pasal-pasal peraturan tersebut.
Dalam penjelasan ketentuan umum POJK No. 77/POJK.01/ 2016 menyatakan bahwa
“...Segala manfaat ekonomi, kerugian yang ditimbulkan, serta dampak
hukum dari kegiatan pinjam meminjam yang dilakukan secara langsung
sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak sesuai dengan kesepakatan
yang telah diperjanjikan...”

Sehingga tanggung jawab para pihak tersebut tidak diatur secara rinci dalam
POJK melainkan diatur oleh para pihak sendiri dalam perjanjian. Akan tetapi pada
beberapa pasal dan penjelasan mengenai batas tanggung jawab penyelenggara
pinjam meminjam online (Peer to Peer Lending) yaitu dalam pasal 37 dan
penjelasannya yang menyatakan bahwa
“Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian Pengguna yang
timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, Direksi, dan/atau pegawai
Penyelenggara.”
Dan penjelasan pasal yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “kesalahan
dan/atau kelalaian” pada pasal ini adalah kesalahan dan/atau kelalaian dalam

3
menjalankan kegiatan usaha penyelenggara, baik yang dilaksanakan oleh pengurus,
pegawai penyelenggara atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan
penyelenggara. Maka dapat disimpulkan bahwa penyelenggara tidak bertanggung
jawab apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor luar dari penyelenggara
dalam kegiatan peer to peer lending.

Pengaturan yang kurang rinci tersebut dapat menimbulkan masalah dalam


kegiatan pinjam meminjam online (peer to peer lending). Menurut sumber yang ada,
bisnis peer to peer lending  semakin menanjak dan diminati masyarakat,
berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pinjaman industri ini mencapai Rp
Rp 54,71 triliun per Agustus 2019. Nilai ini tumbuh 141,4% year to date  (YTD) dari
posisi Desember 2018 senilai Rp 22,66 triliun. Kendati demikian, tingkat wanprestasi
keberhasilan pengembalian pinjaman (TWP) Peer to Peer Lending  menanjak. Pada
delapan bulan pertama 2019, TWP di level 3,06%. Nilai ini meningkat dibandingkan
Juni 2019 di posisi 1,75% maupun Desember 2018 di level 1,45%. 3
Adapun pendapat para ahli bahwa pengaturan terkait tanggung jawab perlu
ditegakkan
Sehingga dengan adanya masalah terkait tanggung jawab hukum bagi
penyelenggara pinjaman online kepada pemeberi pinjaman tehadap wanprestasi
yang dilakukan oleh penerima pinjaman, maka kami peneliti berkeinginan untuk
melakukan sebuah penelitian tentang pentingnya penguatan hukum tanggung jawab
hukum bagi penyelenggara pinjaman online kepada pemeberi pinjaman tehadap
wanprestasi yang dilakukan oleh penerima pinjaman.

Dibawah ini peneliti akan menyajikan pembahasan yang dirasa saling berkaitan
dengan materi yang akan dibahas oleh peneliti:

3
Maizal Walfajri, Tingkat wanprestasi pinjaman fintech menanjak ke level 3,06%, ini kata
OJK,https://today.line.me/id/pc/article/Tingkat+wanprestasi+pinjaman+fintech+menanjak+ke+level+
3+06+ini+kata+OJK-PpxxGM, diakses pada 21 Oktober 2019 pukul 18.30

4
Tabel 1

Orisinalitas Penelitian

No. Nama Peneliti Judul Rumusan Tahun Keterangan


Masalah
1. Muhammad Tinjaun 1. Bagaimana 2019 Persamaan
Ade Surya Yuridis peraturan penelitian ini
Andar Terhadap mata uang dengan
Prasetya Virtual (virtual Virtual penelitian
currency) (virtual penulis teliti
Sebagai Alat currency) yaitu sama-
Transaksi Sebagai Alat sama meneliti
Dalam Transaksi produk
Perdagangan Dalam fintech.
Indonesia Perdagangan Perbedaannya
Indonesia ? penelitian ini
2. Bagaimana meneliti
urgensi tentang
pengaturan urgensi
penggunaan pengaturan
mata uang penggunaan
Virtual mata uang
(virtual virtual,
currency) sedangkan
Sebagai Alat objek
Transaksi penelitian
Dalam penulis adalah
Perdagangan kegiatan peer
Indonesia ? to peer
lending.

5
2. Devi Puspita Analisis 1. Bagaimana 2019 Penelitian ini
Sari Yuridis analisis memiliki
Kebijakan yuridis kesamaan
Privasi kebijakan objek
Aplikasi privasi penelitian
Fintech Peer layanan yang penulis
to Peer berbasis peer teliti yaitu
Lending to peer kegiatan peer
Berbasis lending pada to peer
Andorid smartphone lendingi.
menurut UU Namun, yang
ITE No. 11 membedakan
Tahun 2008, yaitu penulis
POJK No. tidak meneliti
7/POJK.01/20 tentang
16, PP PSTE kebijakan
No. 82 Tahun privasi
2012, UU No. pengguna,
19 Tahun yang diteliti
2016 oleh penulis
Perubahan adalah
UU No. 11 perlunya
Tahun 2008 penguatan
tentang hukum
Informasi terhadap
Dan tanggung
Transaksi jawab
Elektronik ? penyelenggara
2. Bagaimana peer to peer
perlindungan lending
hukum para kepada

6
pihak jika pemberi
kebijakan pinjaman
privasi akibat dari
aplikasi wanprestasi
fintech yang dilakukan
berbasis oleh penerima
android tidak pinjaman
sesuai
dengan UU
ITE No. 11
Tahun 2008,
POJK No.
7/POJK.01/20
16, PP PSTE
No. 82 Tahun
2012, UU No.
19 Tahun
2016
Perubahan
UU No. 11
Tahun 2008
tentang
Informasi
Dan
Transaksi
Elektronik ?
2 Selly Kusuma Tanggung 1. Bagaimana 2017 Penelitian ini
Wardhani Jawab Hukum tanggung memiliki objek
Produk jawab yang berbeda
Fintech hukum dengan objek
Terhadap penerbit penetian yang

7
Pengguna T- fintech diteliti oleh
Cash Sebagai Terhadap penulis.
Aplikasi Pengguna Keduanya
Berbasis T-Cash sangat
Mobile Sebagai berbeda.
Payment Atas Aplikasi Tetapi
Kehilangan Berbasis penelitian ini
Saldo Dalam Mobile menggunakan
Pembayaran Payment metode
Online Atas pendekatan
Kehilangan dan jenis
Saldo penelitian
Dalam yang hampir
Pembayaran sama denga
Online yang diteliti
berdasarkan oleh peneliti.
UU No. 8
Tahun 1999
dan
Peraturan
BI No.
16/1/PBL/2
014 ?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Tanggung Jawab Hukum Bagi Penyelenggara Pinjaman Online
Kepada Pemberi Pinjaman Terhadap Wanprestasi yang Dilakukan oleh
Penerima Pinjaman?

8
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Tanggung Jawab Hukum Bagi
Penyelenggara Pinjaman Online Kepada Pemberi Pinjaman Terhadap
Wanprestasi yang Dilakukan oleh Penerima Pinjaman

E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan Tujuan Penelitian diatas, maka Manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan berguna untuk
mengembangkan ilmu hukum perdata bisnis dibidang jasa keuangan,
khususnya sebagai sumber informasi agar masyarakat mengetahui
tentang pelaksanaan Pinjam Meminjam Online ( Peer to Peer Lending )
serta pencegahan terjadinya sengketa akibat dari wanprestasi yang
dilakukan oleh para pihak.
2. Manfaat Praktis
 Bagi Pembuat Kebijakan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendorong
perlindungan hukum dan memberi kepastian hukum atas
pembentukan suatu kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah,
terutama dibidang transaksi keuangan yaitu Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan. Diharapkan lembaga tersebut dapat
memberikan perlindungan dan kepastian hukum melalui kebijakan
yang berkaitan dengan tanggung jawab penyelenggara pinjaman
online kepada pemberi pinjaman terhadap wanprestasi yang
dilakukan oleh penerima pinjaman.
 Bagi Penegak Hukum

9
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendorong
perlindungan hukum dan memberi kepastian hukum atas
pelaksanaan suatu kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.
Diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan memberikan
penyelesaian yang berkaitan dengan tanggung jawab
penyelenggara pinjaman online kepada pemberi pinjaman
terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh penerima pinjaman.
 Bagi Para Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan dasar
objektif bagi para pengguna layanan pinjaman online agar lebih
selektif dalam memilih dan melaksanakan layanan pinjam
meminjam online.

F. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Terkait Financial Technology
a. Pengertian Financial Technology
Sebelum membahas fintech lebih jauh, perlu lebih dahulu
mengetahui apa itu fintech. Financial Technology (Fintech) adalah
salah satu bentuk penerapan teknologi informasi di bidang keuangan.
Meskipun tidak terdapat definisi yang baku, pada dasarnya fintech
adalah sebuah segmen dari dunia start-up yang memiliki fokus untuk
memaksimalkan penggunaan teknologi guna mempercepat atau
mempertajam berbagai aspek dari layanan keuangan yang tersedia
saat ini. Mulai dari metode pembayaran, transfer dana, pinjaman,
pengumpulan dana, hingga pengelolaan aset.4

Fintech berasal dari istilah Fintech berasal dari istilah financial


technology atau teknologi finansial. Menurut The National Digital
Research Centre (NDRC), di Dublin, Irlandia, mendefinisikan fintech
sebagai “innovation infinancial services” atau “inovasi dalam layanan

4
Ana Sofa Yuking, 2018,Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam Era Bisnis
Fintech, , Jurnal Hukum dan Pasar Modal ,Vol III, Hlm. 3

10
keuangan fintech” yang merupakan suatu inovasi pada sektor
finansial yang mendapat sentuhan teknologi modern. Transaksi
keuangan melalui fintech ini meliputi pembayaran, investasi,
peminjaman uang, transfer, rencana keuangan dan pembanding
produk keuangan.5

Secara yuridis, pengertian Fintech ditemukan pada Peraturan


Bank Indonesia (PBI) Fintech. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PBI No.
19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial
(selanjutnya disebut PBI Fintech):
“Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam
sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan,
teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak
pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau
efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem
pembayaran.”

Dapat disimpulkan bahwa Financial Technology merupakan


sistem bisnis keuangan berbasis teknologi digital, dimana
penggunaannya membantu mempercepat dan mempertajam jalannya
sistem transaksi keuangan. 6

Fintech saat ini telah berkembang secara pesat di berbagai


sektor keuangan, mulai dari pembayaran, pinjaman ( Peer-to-Peer
(P2P) Lending), pembiayaan (Crowdfunding), perencanaan keuangan,
investasi ritel, remitansi, riset keuangan dan lain-lain.
 Klasifikasi Financial Technology
Menurut Hsueh (2017)7, Terdapat tiga tipe financial technology
yang utama yaitu :

5
Ernama Santi, 2017, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology
(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 77/pojk.01/2016) , Diponegorolaw Journal, Volume
6, Nomor 3
6
Budi Wibowo, Analisa Regulasi Fintech dalam Membangun Perekonomian di Indonesia, Jakarta,
Indonesia
7
Irma Muzdalifa dkk,2018, Peran Fintech dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif pada UMKM di
Indonesia, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 3, No. 1. Hlm. 7

11
1. Sistem pembayaran melalui pihak ketiga ( Third-party
payment systems) Contoh - contoh sistem pembayaran
melalui pihak ketiga yaitu crossborde EC, online-to-offline
(O2O), sistem pembayaran mobile, dan platform pembayaran
yang menyediakan jasa seperti pembayaran bank dan
transfer.
2. Peer-to-Peer (P2P) Lending
Peer-to-Peer Lending merupakan platform yang
mempertemukan pemberi pinjaman dan peminjam melalui
internet. Peer-to-Peer Lending menyediakan mekanisme
kredit dan manajemen risiko. Platform ini membantu pemberi
pinjaman dan peminjam memenuhi kebutuhan masing-
masing dan menghasilkan penggunaan uang secara efisien.
3. Crowdfunding
Crowdfunding merupakan tipe FinTech di mana sebuah
konsep atau produk seperti desain, program, konten, dan
karya kreatif dipublikasikan secara umum dan bagi
masyarakat yang tertarik dan ingin mendukung konsep atau
produk tersebut dapat memberikan dukungan secara
finansial. Crowdfunding dapat digunakan untuk mengurangi
kebutuhan finansial kewirausahaan, dan memprediksi
permintaan pasar.

b. Pengertian Peer to Peer (P2P) Lending


Seiring dengan adanya globalisasi yang menghadirkan internet
dengan berbagai fasilitas serta keunggulan yang dimilikinya
melahirkan kegiatan online atau berbasis teknologi Informasi dalam
sektor layanan jasa keuangan. Salah satunya yaitu kegiatan pinjaman
berbasis teknologi informasi atau sering disebut Peer to Peer (P2P)
Lending. Secara teoritis, Peer-to-peer lending adalah kegiatan pinjam
meminjam antar perseorangan. Praktisi ini sudah lama berjalan dalam

12
bentuk yang berbeda, seringkali dalam bentuk perjanjian informal.
Dengan berkembangnya teknologi dan e-commerce, kegiatan
peminjaman turut berkembang dalam bentuk online dalam bentuk
platform serupa dengan e-commerce. Dengan itu, seorang peminjam
bisa mendapatkan pendanaan dari banyak individu. Dalam peer
lending, kegiatan dilakukan secara online melalui platform website
dari berbagai perusahaan peer lending. Terdapat berbagai macam
jenis platform, produk, dan teknologi untuk menganalisa kredit.
Peminjam dan pendana tidak bertemu secara fisik dan seringkali tidak
saling mengenal. Peer lending tidak sama dan tidak bisa
dikategorikan dalam bentuk-bentuk institusi finansial tradisional:
himpunan deposito, investasi, ataupun asuransi. Karena itu, peer
lending dikategorikan sebagai produk finansial alternatif. 8 Adapun
pengertian dari Peer to Peer Lending adalah sebagai berikut:
“peer to peer lending is a method of debt financing that
enables individuals to borrow and lend money without the use
of an official financial institutions as an intermediary. Peer to
peer lending removes the middleman from the process, but
also involves more time, effort and risk than the general brick
and mortal lending scenarios.”9

Dalam Pasal 1 angka 3 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang


Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
(LPMUBT), bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi didefinisikan sebagai penyelenggaraan layanan jasa
keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan
penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam
meminjam dalam mata uang rupiah secara lansung melalui sistem
elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

8
Gita Andini, 2017, “Faktor-Faktor Yang Menentukan Keputusan Pemberian Kredit Usaha Mikro Kecil
dan Menengah(UMKM) Pada Lembaga Keuangan Mikro Peer to Peer Lending,” Skripsi, FEB, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, , hlm. 51
9
https://www.investopedia.com/terms/p/peer-to-peer-lending.asp diakses pada 10 November 2019
pukul 20.52

13
Dalam perjanjian layanan pinjam meminjam uang yang diatur di
dalam fintech berdasarkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
(LPMUBT). Diatur bahwa dalam Pasal 18 POJK, Perjanjian
pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi meliputi:
a. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman
b. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman.
Bahwa selanjutnya dalam Pasal 19, dijelaskan bahwa Perjanjian
penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman
dituangkan dalam dokumen elektronik.
Sehingga para pihak dalam Peer to Peer (P2P) Lending ada 3
yaitu:
1. Penyelenggara Pinjaman.
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut
Penyelenggara menurut Pasal 1 Angka 6 POJK Nomor
77/POJK.01/2016 adalah badan hukum Indonesia yang
menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
Penyelenggara dalam pelaksanaan perjanjian pinjam
meminjam uang online ini sebagai Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya yang berbentuk badan hukum berupa
perseroan terbatas atau koperasi. Badan hukum yang
menjadi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang
berbasis Teknologi Informasi tersebut wajib mengajukan
pendaftaran dan perizinan kepada OJK.
2. Pemberi Pinjaman.

14
Penerima pinjaman menurut Pasal 1 Angka 7 POJK
Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang dan/atau badan
hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan
pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.
Penerima pinjaman dana yang kemudian dipertemukan
oleh penyelenggara dengan pemberi pinjaman. Ketentuan
penerima pinjaman menurut POJK Nomor
77/POJK.01/2016 adalah orang perseorangan Warga
Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Ketentuan mengenai syarat-syarat penerima pinjaman
merupakan kebijakan masing-masing penyelenggara.
3. Penerima Pinjaman.
Pemberi pinjaman menurut Pasal 1 Angka 8 POJK
Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang, badan hukum
dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena
perjanjian layanan pinjam meminjma berbasis Teknologi
Informasi. Penerima pinjaman merupakan pihak yang
memberikan pinjaman atau pendanaan kepada penerima
pinjaman yang membutuhkan dana yang kemudian
dipertemukan oleh penyelenggara. Ketentuan pemberi
pinjaman menurut POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah
orang perseorangan Warga Negara Indonesia, orang
perseorangan Warga Negara Asing, badan hukum
Indonesia atau asing, badan usaha Indonesia atau asing
dan/atau lembaga Internasional. Ketentuan mengenai
syarat-syarat pemberi pinjaman merupakan kebijakan
masing-masing penyelenggara.

Akan tetapi pengaturan dalam peraturan ini tidak mencantumkan


atau mengatur tentang bagaimana tanggung jawab ketika terjadi
gagal bayar dalam peer to peer lending, mitigasi risiko dari gagal

15
bayar diserahkan kepada pihak penyelenggara dalam perjanjian baku
antara pemberi pinjaman dan platform peer to peer lending.10
Masalah perlindungan konsumen akan senantiasa berbanding lurus
dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan
konsumen sendiri sebagai manusia yang senantiasa berubah. 11 Dalam
peer to peer lending di Indonesia, pengguna dalam arti pemberi
pinjaman memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi hal ini
dikarenakan pemberi pinjaman memberikan pinjaman tanpa agunan
dan tidak mengenal langsung peminjam, pemberi pinjaman hanya
mengetahui informasi tentang peminjam berdasarkan informasi yang
ada di platform peer to peer lending, akan tetapi hal ini diacuhkan
mengingat peer to peer lending memberikan keuntungan dari suku
bunga yang tinggi, lebih tinggi daripada instrumen investasi biasa,
suku bunga peer to peer lending di Indonesia saat ini mencapai 20%
(dua puluh persen) bahkan lebih.12

2. Tinjauan Umum Pinjam Meminjam


a. Pengertian Pinjam Meminjam

Pengaturan pinjam meminjam di Indonesia telah diatur jelas


dalam Buku Ke-III KUHPerdata. Perjanjian pinjam-meminjam
termasuk kedalam perjanjian yang bernama yang diatur dalam Pasal
1754 – Pasal 1773 KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata memberikan
pengertian perjanjian pinjam-meminjam sebagai berikut:

“Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana


pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan

10
Lihat Pasal 21 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
11
Johannes Gunawan. Fungsi Lembaga Pertanggungjawaban Produk dalam Upaya Perlindungan
Konsumen di Indonesia. Tesis. 2003. Hlm 262.
12
https://investasi.kontan.co.id/news/imbal-hasil-p2p-lending-menandingi-hasil-reksadana diakses pada
tanggal 13 november 2019 pukul 14.00.

16
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”.

Pasal 1 Angka 7 Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1995,


menentukan:

“Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang


dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antar koperasi dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi
hutangnya setelaha jangka waktu tertentu disertai
pembayaran sejumlah imbalan”.

Dalam bahasa Belanda, secara harafiah pinjam meminjam


disebut dengan verbruik-lening. Verbruik berasal dari verbruiken yang
berarti menghabiskan, dapat juga terjadi bahwa barang yang habis
karena pemakaian.13

Pinjam meminjam menurut ahli fiqih adalah transaksi antara dua


pihak. Misalnya orang menyerahkan uang (barang) kepada orang lain
secara sukarela, dan uang (barang) itu dikembalikan lagi kepada
pihak pertama dalam waktu yang berbeda, dengan hal yang serupa. 14

Dalam bahasa Arab pinjam meminjam dikenal dengan sebutan


'ariyah yang artinya adalah pinjam. Sedangkan menurut syari'at
Islam, pinjam meminjam adalah akad atau perjanjian yang berupa
pemberian manfaat dari suatu benda yang halal dari seseorang
kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan tidak mengurangi
ataupun merubah barang tersebut dan nantinya akan dikembalikan
lagi setelah diambil manfaatnya.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan


pengertian pinjam meminjam, yaitu suatu perjanjian antara pihak
yang memberikan suatu jumlah benda yang habis karena pemakaian
dan memberikan manfaat yang halal kepada pihak lainnya dengan

13
R. Subekti, Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, Bandung: PT. Cipta Aitya Bakti, 1995, hal. 126.
14
Abu Sura‟i Abdul Hadi, Bunga Bank dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, hal. 125.

17
syarat dikembalikan dengan sejumlah yang sama seperti keadaan
semula tanpa mengurangi atau merubah benda itu sendiri.

b. Para Pihak Dalam Pinjam Meminjam

Subjek dalam perjanjian pinjam-meminjam adalah pemberi


pinjaman (kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Kreditur adalah
orang yang memberikan pinjaman uang kepada debitur, sedangkan
debitur adalah orang yang menerima pinjaman dari kreditur.15

c. Wanprestasi

Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam


setiap perjanjian dan merupakan obyek perikatan. Dalam hukum
perdata, kewajiban memenuhi prestasi adalah selalu disertai jaminan
harta kekayaan debitur. Pada pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata
dinyatakan bahwa harta kekayaan debitur baik bergerak maupun
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi
jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan
umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda
tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak. 16

Berdasarkan pasal 1234 KUHPerdata terdapat 3 (tiga)


kemungkinan wujud prestasi, yaitu:

1) Memberikan sesuatu
Dalam Pasal 1235 KUH Perdata, pengertian memberikan sesuatu
adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari
debitur kepada kreditur.

2) Berbuat sesuatu

15
Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak , Jakarta: Sinar Grafika, hal. 78-79.
16
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 202.

18
Dalam perjanjian yang obyeknya ”berbuat sesuatu”, debitur wajib
melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam
perjanjian. Dalam melakukan perbuatan itu debitur
wajibmemenuhi semua ketentuan dalam perjanjian. Debitur
bertanggungjawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan
ketentuan perjanjian.

3) Tidak berbuat sesuatu


Dalam perjanjian yang obyeknya ”tidak berbuat sesuatu”, debitur
tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam
perjanjian. Apabila debitur berbuat sesuatu yang berlawanan
dengan perjanjian ini, ia harus bertanggungjawab karena telah
melanggar perjanjian

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, “ wanprestasie” yang


memiliki arti prestasi buruk atau cedera janji. Dalam Bahasa Inggris,
wanprestasi disebut breach of contract, yang berarti tidak
dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak.17 Wanprestasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia
dapat dipersalahkan.18

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat


berupa empat macam : 19

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilaksanakannya.


2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

17
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, Malang: Serta Pres, 2016, hal. 75.
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 79.
18

19
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1986, hal. 50.

19
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.

Wanprestasi dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak lain


(kreditur), karena kreditur kehilangan kesempatan dari hak yang
seharusnya dia terima dari kewajiban debitur. Dalam hal debitur
melakukan wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut diantara
kemungkinan tuntutan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1267
KUH Perdata, yaitu:

a. Pemenuhan perikatan
b. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian
c. Ganti kerugian
d. Pembatalan perjanjian timbal balik
e. Pembatalan dengan ganti kerugian.

Salim H.S. berpendapat bahwa seorang debitur baru dikatakan


wanprestasi apabila ia telah diberikan sommasi oleh kreditur atau juru
sita. Sommasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh
kreditur atau juru sita. Apabila sommasi itu tidak diindahknanya,
maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan
pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi
atau tidak.20

Namun demikian menurut Niewenhuis yang dikutip Salim H.S.


dalam bukunya mengemukakan lima macam peristiwa yang tidak
mensyaratkan pernyataan lalai (sommasi) artinya debitur dapat
langsung dinyatakan wanprestasi, yaitu :21

1. Debitur menolak pemenuhan.


Seorang kreditur tidak perlu mengajukan sommasi apabila
debitur menolak pemenuhan prestasinya, sehingga kreditur

20
Salim H.S., Op. Cit., hal. 99.
21
Ibid, hal. 98.

20
boleh berpendirian bahwa dalam sikap penolakan demikian
suatu sommasi tidak akan menimbulkan suatu perubahan (HR
1-2-1957).

2. Debitur mengakui kelalaiannya.


Pengakuan demikian dapat terjadi secara tegas, akan tetapi
juga secara diam-diam, misalnya dengan menawarkan ganti
rugi.

3. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan.


Debitur lalai tanpa adanya sommasi, apabila prestasi (diluar
peristiwa overmacht) tidak mungkin dilakukan, misalnya karena
debitur kehilangan barang yang harus diserahkan atau barang
tersebut musnah. Tidak perlunya pernyataan lalai dalam hal ini
sudah jelas dari sifatnya (sommasi untuk pemenuhan prestasi).

4. Pemenuhan tidak berarti (zinloos)


Tidak diperlukannya sommasi, apabila kewajiban debitur untuk
memberikan atau melakukan, hanya dapat diberikan atau
dilakukan dalam batas waktu tertentu, yang dibiarkan lampau.
Contoh klasik, kewajiban untuk menyerahkan pakaian pengantin
atau peti mati. Penyerahan kedua barang tersebut setelah
perkawinan atau setelah pemakaman tidak ada artinya lagi.

5. Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.

3. Tinjauan Umum Terkait Tanggung Jawab (Keperdataan)


a. Pengertian Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Tanggung


Jawab merupakan kewajiban menanggung segala sesuatunya apabila
terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan,dan diperkarakan.

21
Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi
seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya. 22
Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat
atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang
berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu
perbuatan. Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban
dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan
demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan
(lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa
kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal dengan
tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy). 23
 Prinsip-prinsip pertanggungjawaban
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
(fault liabilityatau liability based on fault) adalah prinsip yang
cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya
pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara
teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada
unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal
tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan
terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
a. adanya perbuatan;
b. adanya unsur kesalahan;
c. adanya kerugian yang diderita;
d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan
kerugian.
22
Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005
23
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta,
hlm.48.

22
Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan
dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan
dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan
dalam masyarakat.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai
ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata
“dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah
penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri
dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan
bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan
untuk menghindarkan terjadinya kerugian. 24 Beban
pembuktian dalam prinsip ini ada pada tergugat.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada
hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi
kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi
oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari
penumpang.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering
diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute
liability) Menurut E. Suherman, strict liability disamakan
dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada
kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab,

24
E. Suherman, 1979, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara Dan Beberapa Masalah
Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan Karangan), Cet. II, Alumni, Bandung, h. 21.

23
kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak
yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.25
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
 Jenis-jenis Pertanggungjawaban Perdata
Apabila seseorang dirugikan karena perbuatanseseorang lain,
sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu
perjanjian(hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang
undang juga timbul atauterjadi hubungan hukum antara orang
tersebut yang menimbulkan kerugian itu. Hal tersebut diatur dalam
pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut: “Tiap perbuatan melanggar
hukum yang membawa kerugian padaorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian
tersebut”. Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa
tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan
hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih
luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan
hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut
bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan
perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan
untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan. Model dalam tanggung jawab hukum adalah sebagai
berikut:26
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan
(kesengajaan dan kelalaian) sebagaimanapun
terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu:
“tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain,
25
Ibid, hlm. 23
26
Komariah, SH, Msi, 2001, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang,
h. 12.

24
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan
khususnya kelalaian sebagaimana terdapat
dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap
orang bertanggungjawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian
atau kurang hati-hatinya.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan)
sebagaimana terdapat dala pasal 1367
KUHPerdata yaitu:
1.) seseorang tidak saja bertanggung jawab
untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk
kerugain yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya.
2.) Orang tua dan wali bertanggung jawab
tentang kerugian, yang disebabkan oleh
anak-anak belum dewasa, yang tinggal
pada mereka dan terhadap siapa mereka
melakukan kekuasaan orang tua dan wali.
3.) Majikan-majikan dan mereka yang
mengangkat orang-orang lain untuk
mewakili urusan-urusan mereka, adalah
bertanggung jawab tentang kerugian yang
diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau

25
bawahan-bawahan mereka di dalam
melakukan pekerjaan untuk mana orang-
orang ini dipakainya.
4.) Guru-guru sekolah dan kepala-kepala
tukang bertanggung jawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid
dan tukang-tukang mereka selama waktu
orang-orang ini berada dibawah
pengawasan mereka.
5.) Tanggung jawab yang disebutkan diatas
berkahir, jika orangtua, wali, guru sekolah
dan kepala-kepala tukang itu membuktikan
bahwa mereka tidak dapat mencegah
perbuatan untuk mana mereka seharusnya
bertanggung jawab.
Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum,
KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan
wanprestasti. Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak
dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan
perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak
melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan
kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas
dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum
berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata
berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya
hubungan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum. 27

Djojodirdjo, M.A. Moegni, 1979, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid)
27

untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.
53.

26
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian hukum yuridis normatif (normative
law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku
hukum, misalnya mengkaji undang- undang. Pokok kajiannya adalah hukum
yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku dalam masyarakat
dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum
normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin
hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum,
taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 28
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menggunakan jenis penelitian
normatif sebagai metode penelitian karena membahas tentang tanggung
jawab penyelenggara pinjam-meminjam online terhadap wanprestasi yang
dilakukan oleh penerima pinjaman ini dalam lingkup mempelajari melalui
analisis-analisis ketentuan dalam peraturan, serta teori hukum atau doktrin-
doktrin para ahli sebagai penunjang penelitian dalam pembahasan hasil.
2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan


pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai
aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Metode
pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-
undangan (Statue Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual
Approach). Pendekatan peraturan perundang-undangan ( Statue Approach)
merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan
perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu
hukum) yang sedang dihadapi. Sedangkan pendekatan konseptual
(Conceptual Approach) merupakan Pendekatan yang beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan
28
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
hlm. 52

27
pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang
relevan dengan permasalahan. Dalam penelitian yang akan peneliti ini
lakukan yaitu menganalisis dengan metode pendekatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada tentang tanggung jawab
penyelenggara pinjam-meminjam online (peer to peer lending) dengan
mengaitkan konsep atau teori-teori hukum yang ada.

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian yang peneliti teliti menggunakan jenis dan sumber bahan
hukum yaitu sebgai berikut:

 Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.


Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
peraturan perundang-undangan yaitu:

- Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang


Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
(LPMUBT).

Serta peraturan perundang-undangan lainnya yang dapat


mendukung dalam penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

28
Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku, jurnal, dan artikel
ilmiah serta literatur lainnya yang berhubungan dengan tanggung
jawab penyelenggara pinjam-meminjam online ( peer to peer lending)
kepada pemberi pinjaman tehadap wanprestasi yang dilakukan oleh
penerima pinjaman.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk


maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, meliputi :

1. Kamus Hukum
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia
3. Ensiklopedia

 Sumber Bahan Hukum

Sumber pengambilan bahan hukum yang digunakan peneliti dalam


penelitian yuridis normatif karena menggunakan metode studi
kepustakaan dan peraturan perundang-undangan maka sumber bahan
hukum peneliti diambil pada

a. Perpustakaan dalam bentuk buku-buku hardfile

b. Internet dalam bentuk jurnal dan artikel ilmiah

c. Website Resmi badan-badan atau instansi terkait penelitian.

4. Teknik Penelusuran Bahan Hukum


Teknik penelusuran bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah library research, dengan teknik penelusuran sebagai berikut :

29
a. Dokumenter, yaitu penelusuran bahan hukum dengan cara
mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
disesuaikan dengan pokok permasalahan yang dikaji.
b. Studi pustaka, yaitu melakukan penelusuran bahan-bahan hukum dengan
membaca, melihat dan mendengarkan, maupun kini penelusuran banyak
dilakukan dengan melalui internet. 29 Studi pustaka dilakukan untuk
menghimpun bahan hukum sekunder yang dijadikan bahan penunjang
dalam penelitian.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Data dalam penelitian hukum normative diolah dengan dengan cara


mesistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarati
membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.30

Bahan hukum yang telah didapat selanjutnya dilakukan pembahasan,


pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk
diolah menjadi data informasi. Hasil analisa bahan hukum akan
diinterpretasikan menggunakan metode interpretasi (a) sistematis; (b)
gramatikal; dan (c) teleologis. 31 Pemilihan interpretasi sistematis ditujukan
untuk menetukan struktur hukum dalam penelitianini. Interpretasi sistematis
(systematische interpretatie, dogmatische interpretatie)adalah menafsirkan
dengan memperhatikan naskah-naskah hukum lain. Interpretasi gramatikal

29
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris , Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010, hal. 160.
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat , cet. 9,
Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 251-252.
31
Interpretasi dibedakan menjadi interpretasi berdasarkan kata-kata undang-undang (leterlijk),
interpretasi gramatikal, interpretasi berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interpretasi
sistematis, interpretasi historis, interpretasi sosiologis, interpretasi sosio-historis, interpretasi filosofis,
interpretasi teleologis, interpretasi holistik dan interpretasi holistik tematis-sistematis. Lihat Jimly
Asshiddiqie. 1997.Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara.Jakarta: Ind. Hill.Co. Hal. 17-18

30
(what does it linguitically mean?) yaitu metode penafsiran hukum pada makna
teks yang di dalam kaidah hukum dinyatakan. Interpretasi teleologis (what
does the articles would like to archieve)yang merupakan yang metode
penafsiran yang difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah
hukum menurut tujuan dan jangkauannya. Dalam penafsiran demikian juga
diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang aktual. 32 Bahan
hukum yang telah didapat selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu
menganalisis dengan memahami dan merangkai data yang telah didapat
kemudian disusun secara sistematis serta menarik kesimpulan. Kesimpulan
didapat dengan memakai cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang
mendasar pada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian menarik kesimpulan
tersebut secara khusus.

6. Definisi Konseptual
a. Tanggung jawab
Kitab Undang-Undang Hukum perdata membagi masalah pertanggung
jawaban terhadap perbuatan melawan hukum menjadi 2 golongan yaitu:
1) Tanggung jawab langsung
Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dengan adanya
interprestasi yang luas sejak tahun 1919 (Arest Lindenbaun vs
Cohen) dari Pasal 1365 KUHPerdata ini, maka banyak hal-hal yang
dulunya tidak dapat dituntut atau dikenakan sanksi atau hukuman,
kini terhadap pelaku dapat dimintakan pertanggung jawaban untuk
membayar ganti rugi.
2) Tanggung jawab tidak langsung
Menurut Pasal 1367 KUHPerdata, seorang subjek hukum tidak hanya
bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukannya saja, tetapi juga untuk perbuatan yang dilakukan oleh

32
Ph. Visser’t Hoft, Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding, Penerjemah B. Arief Shidarta ,
Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan, 2001, Hal. 30.

31
orang lain yang menjadi tanggungan dan barang-barang yang berda
di bawah pengawasannya. Tanggung jawab atas akibat yang
ditimbulkan oleh perbuatanmelawan hukum dalam hukum pedata,
pertanggung jawabannya selain terletak pada pelakunya sendirijuga
dapat dialihkan pada pihak lain atau kepada Negara, tergantung siapa
yang melakukannya.
b. Penyelenggara
Penyelenggara menurut KBBI adalah orang yang menyelenggarakan (dalam
berbagai-bagai arti seperti pengusaha, pengurus, pelaksana).
c. Pinjam Meminjam Online (peer to peer lending)
Pinjam meminjam online termasuk dalam layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut Pasal 1 angka 3
POJK 77/2016, pinjam meminjam adalah penyelenggaraan layanan jasa
keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata
uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan
jaringan internet.

H. Daftar Pustaka
 Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan


Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT).

 Buku

Djojodirdjo dan Moegni ,M.A. .1979. Perbuatan melawan hukum : tanggung


gugat (aansprakelijkheid) untuk kerugian, yang disebabkan karena
perbuatan melawan hukum. Jakarta:Pradnya Paramita.

32
Fajar,Mukti dan Achmad,Yulianto.2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif
& Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

H.S ,Salim.2003.Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak ,


Jakarta: Sinar Grafika.

Hamzah,Andi.2005. Kamus Hukum.Jakarta:Ghalia Indonesia

Hoft, Ph. Visser’t.2001.Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding,


Penerjemah B. Arief Shidarta.Bandung: Laboratorium Hukum FH
Universitas Parahiyangan.

Komariah.2001. Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

Muhammad, Abdulkadir.2000.Hukum Perdata Indonesia.Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti,

Muhammad,Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum Cet. 1.


Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Raharjo,Handri.2009.Hukum Perjanjian Di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka


Yustisia.

Santoso,Lukman.2016.Hukum Perikatan.Malang: Serta Pres.

Soekanto,Soerjono dan Mamudji, Sri.2006.Penelitian Hukum Normatif : Suatu


Tinjauan Singkat, cet. 9.Jakarta: Rajawali Press.

Subekti ,R. .1995. Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, Bandung: PT. Cipta
Aditya Bakti.

Suherman, E. .1979. Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara


Dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan
Karangan), Cet. II, Alumni:Bandung.

Sura‟i ,Abu dan Hadi ,Abdul.1993. Bunga Bank dalam Islam.Surabaya: Al-
Ikhlas.

Triwulan,Titik dan Febrian,Shinta.2010. Perlindungan Hukum.Jakarta:Prestasi


Pustaka.

 Jurnal
Andini,Gita.2017.Faktor-Faktor Yang Menentukan Keputusan Pemberian
Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM) Pada Lembaga

33
Keuangan Mikro Peer to Peer Lending.Skripsi. FEB. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.

Muzdalifa, Irma dkk.2018.Peran Fintech dalam Meningkatkan Keuangan


Inklusif pada UMKM di Indonesia, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 3, No. 1.

Santi, Ernama.2017.Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial


Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor
77/pojk.01/2016). Diponegorolaw Journal, Volume 6, Nomor 3.

Yuking, Ana Sofa.2018.Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam


Era Bisnis Fintech . Jurnal Hukum dan Pasar Modal .Vol III.

 Website
Anonim. https://investasi.kontan.co.id/news/imbal-hasil-p2p-lending-
menandingi-hasil-reksadana diakses pada tanggal 13 november
2019 pukul 14.00.
Anonim. https://www.investopedia.com/terms/p/peer-to-peer-lending.asp
diakses pada 10 November 2019 pukul 20.52

Walfajri,Maizal.Tingkat wanprestasi pinjaman fintech menanjak ke level


3,06%, ini kata OJK.
https://today.line.me/id/pc/article/Tingkat+wanprestasi+pinjaman+f
intech+menanjak+ke+level+3+06+ini+kata+OJK-PpxxGM, diakses
pada 21 Oktober 2019 pukul 18.30

34

Anda mungkin juga menyukai