Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS MENTAL MODEL DALAM KASUS KEMATIAN BAYI

DEBORA

ONENG SOEKIRATEN

1706005451

I. Pendahuluan
Cerita pilu bayi meninggal karena tak ditangani tepat waktu akibat terbentur biaya
kembali terjadi di Ibu Kota Indonesia. Bayi Debora meninggal karena sebuah rumah sakit
swasta tak mau melakukan perawatan tanpa uang muka.. Cerita bayi Debora mengundang
simpati . Kelanjutan kasus meninggalnya bayi Debora di RS.Mitra Keluarga Kalideres
mendominasi deretan paling banyak dibaca dari ibu kota selain beberapa berita viral media
sosial.. Kondisi yangmeninpa bayi Debora ini mendapat perhatian Gubernur DKI Jakarta
Djarot Saiful Hidayat. Menurut Djarot seharusnya pihak rumah sakit merawat terlebih dahulu
bayi Debora sebelum meminta uang muka saat bayi tersebut harus dirawat di ruang PICU.

II. Tinjauan Teoritis

1. Mental model adalah Lensa (kacamata) yang kita gunakan untuk mengamati dan
melihat realita yang ada Persepsi kita akan realita amat bergantung pada lensa

2. Mental models adalah struktur atau pola tentang realita yang ada di kepala kita

3. Mental model menjadi kerangka pikir/paradigma/cara pandang dalam


menginterpretasikan sebuah realita

4. Mental model akhirnya akan menjadi dasar bagi seseorang untuk menentukan pilihan
yang akan diambil atau tindakan yang akan dilakukannya

Mental Models ideal ialah Mental Models yang sesuai/sama dengan realitas objektif
disekitar kehidupan menuju persamaan pemahaman (shared meaning) baik di keluarga,
organisasi dan masyarakat Sehingga Keputusan yang kita ambil bisa efektif karena lebih
sesuai dengan realitas kolektif. .

III. Pembahasan

Setiap peristiwa pada dasarnya adalah netral, tidak bernilai apa-apa, kitalah yang memberi
label baik tidak, boleh tidak, pantas tidak, sopan tidak, dst, kita harus ,menerima apapun yang
terjadi . Apapun respon kita tidak akan mengubah peristiwa yang terjadi . Orang yang memilih
untuk melihat dunia dari sisi yang berbeda adalah orang yang beruntung, tidak tergantung
keadaan dan tidak melemparkan kesalahan pada situasi .

a) Orang Tua Bayi Debora


Minggu dini hari, 3 September 2017, sekitar pukul 02.30 WIB, bayi
Debora sesak nafas. Nafasnya tersengal satu-satu. Sebelumnya Debora batuk-
batuk. Batuknya berdahak. Ibu Henny segera membangunkan suaminya
Rudianto Simanjorang. Mereka memutuskan membawa bayinya segera ke
rumah sakit Mitra Keluarga Kalideres.Pukul 03.30 WIB, motor dihidupkan.
Pagi buta mereka menembus dinginnya malam membawa bayi mungil Debora
yang tampak pucat tertidur pulas. Diboncengan, Bu Henny melihat bayi
Debora sesak nafas.
Sesampai di rumah sakit sekitar pukul 03.40 WIB, Debora langsung di
bawa ke IGD. Ada dokter jaga di sana. Dokter Iren. Tindakan pertolongan
pertama diberikan. Bayi Debora dicek suhu tubuhnya. Lalu diberikan
penguapan untuk mengencerkan dahaknya. Sambil dilakukan pemeriksaan,
ayah Debora Rudianto diminta mengurus administrasi pasien. Pukul 04.10
WIB, kedua orang tua Debora dipanggil dokter Iren. Hasil diagnosa dokter
Iren mengatakan si bayi Debora harus segera dibawa ke ruang PICU.
Kondisinya memburuk. Pasien harus dimasukkan segera ke ruang PICU untuk
memberikan pertolongan maksimal. Kedua orang tuanya mengangguk cemas.
Terbayang wajah bayi mungil Debora yang mulai kesulitan bernafas. Dokter
Iren menyarankan segera mengurus ke bagian administrasi."Maaf, Pak, bapak
harus membayar uang muka sebesar Rp19.800.000 agar anak Bapak bisa
masuk PICU," ujar Ifa petugas administrasi.
"Kami ada BPJS, Mba, tolonglah masukkan ke PICU. Selamatkan dulu
anak kami," mohon Pak Rudianto sambil mengatupkan telapak tangannya di
dada memohon-mohon welas asih petugas.Maaf, Pak, rumah sakit ini belum
ada kerja sama dengan BPJS. Mohon selesaikan uang muka dulu agar anak
bapak bisa segera dimasukkan ke ruang PICU," ujar Tina, petugas
administrasi lainnya, sambil menyorongkan sehelai kertas berisi daftar harga
uang muka pelayanan perawatan. Di kertas daftar harga itu tertera angka
Rp19.800.000 untuk pelayanan PICU. Kedua orang tua Debora tampak
bingung. Mereka tidak membawa uang sepeserpun. Dompet dan tas mereka
tertinggal di rumah karena buru-buru membawa anaknya ke rumah sakit."Pa,
segera pulang Pa, ambil uang kita," ujar Bu Henny sambil bercucuran air
mata meminta suaminya segera mengambil uang balik ke rumah.
Rudianto, ayah bayi Debora segera berlari kecil menuju parkiran
motor. Keringat mengucur dari dahinya. Ia memeluk istrinya sambil
menguatkan agar istrinya menjaga putri mereka di ruang IGD. Ia segera
menghidupkan motornya. Mengebut membelah sunyinya jalan Peta Barat dan
Selatan dengan degub jantung berdetak kencang. Pukul 04.30 WIB ayah
Debora kembali ke RS Mitra Keluarga Kalideres. Ia langsung berlari ke salah
satu ATM di pojok rumah sakit itu. Ia menarik empat kali di ATM BCA.
Uangnya di rekening hanya tertinggal 5 juta lebih.
Ini, Mbak, lima juta rupiah. Barusan saya tarik dari ATM. Mohonlah
dimasukkan anakku di ruang PICU. Saya berjanji siang nanti akan mencari
kekurangannya," mohon ayah Debora sambil memelas. Uang dihitung Mbak
Tina petugas administrasi. Lima juta rupiah. "Tapi maaf, Pak, ini masih
kurang dari uang muka PICU," jawab mbak Tina datar.
Ayah Debora memohon sekali lagi. Hanya itu uang miliknya. Ia tidak
tahu harus mencari ke mana lagi karena masih subuh. Keluarganya yang lain
masih tidur. Ia berjanji siang hari akan membayar kekurangannya yang
penting bayinya segera dimasukkan ke PICU.

Pada lensa sebagai orang tua Debora tentu saja pada saat itu dalam keadaan panik,
mereka tidak lagi sempat berpikir untuk membawa bayinya ke rumah sakit yang memang
sudah bekerja sama dengan BPJS. Yang ada di pikiran mereka saat itu hanyalah lekas
membawa bayi mereka ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan pertolongan, dan
pada saat itu adalah Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres yang hanya berjarak 10 menit
dari tempat tinggal mereka. Dan tentu saja mereka tidak membayangkan untuk menyiapkan
atau membawa uang dalam jumlah yang banyak.

b) Pihak Rumah Sakit


"Saya harus telepon atasan saya dulu, Pak", balas Tina. Ayah Debora
segera bergegas ke ruang IGD menjenguk anaknya. Terlihat istrinya Henny
menangis sesunggukkan. "Bagaimana pa..sudah papa berikan uang muka
PICU?", tanya istrinya sambil kebingungan. Suaminya terdiam sesaat. Ia
hanya menjawab lirih "uang kita hanya ada lima juta ma". Sepuluh menit
kemudian petugas administrasi memanggil kedua orang tua Debora."Maaf pak
atasan saya tidak memberi izin anak bapak dimasukkan ke PICU sebelum
bapak menyelesaikan uang muka. Ini saya kembalikan uang lima jutanya", ujar
petugas administrasi itu. Mohonlah mbak..mohon..", ucap suami Bu Henny
mengiba-iba sambil membungkukkan badannya dengan kedua tangan
mengatup.
Tak ada jawaban. Petugas itu hanya menjawab datar. "Ini aturan rumah
sakit Pak..silahkan bayar uang muka sesuai daftar harga PICU". Dokter Iren
menemui kedua orang tua Debora. "Bagaimana bu sudah diselesaikan di
administrasi?", tanya dokter Iren. "Uang kami tidak cukup bu. Hanya lima
juta. Kami mohon agar bisa dimasukkan di PICU nanti siangan kekurangannya
akan kami penuhi", balas Bu Debora memelas. Dokter Iren tidak membantu
apa-apa. Ia hanya menyarankan memberi surat rujukan agar dibawa ke rumah
sakit yang ada kerjasama BPJSnya.
. Pukul 06.00 WIB, kondisi Debora terus menurun. Ia masih diruang
IGD. Pukul 09.00 WIB, Dokter Irfan menemui kedua orang tua Debora. Dokter
pengganti Dokter Iren ini memberi penjelasan. Pukul 09.39 WIB, Bu Henny
menyodorkan handphonenya ke dokter Irfan. Iyoh temannya berhasil menemui
dokter di RS Koja. Bayi Debora akan dievakuasi secepatnya ke RS Koja.
Pukul 10.00 WIB, perawat memanggil kedua orang tua Debora. Mereka
mengabarkan kondisi bayi Debora memburuk. Mereka memberikan tindakan
CPR karena jantung bayi Debora berhenti. Bu Henny memegang tangan
anaknya. Dingin sekali. Kedua mata bayi Debora hanya nampak putihnya.
Nyawa Debora sudah tidak bisa diselamatkan
Pada lensa sebagai pihak rumah sakit adalah pada saat Bayi Debora datang dalam
kondisi berat dengan diagnosis sepsis. Dokter UGD telah mengambil tindakan medis, yaitu
pembebasan jalan napas, membantu pernafasan pasien, dan menjaga sirkulasi pasien. Mereka
melakukan informed consent dengan baik sebelum melakukan tindakan. dokter UGD telah
melakukan tata laksana kegawat daruratan sesuai standar profesi dan kompetensi dokter
Indonesia," dokter UGD telah berkonsultasi dengan dokter ahli spesialis anak terkait tindakan
medisnya. Dokter konsultan anak tersebut sudah memberikan advice pada dokter UGD.
Namun, mereka tidak dapat hadir karena pada waktu yang sama sedang bertugas jaga di rumah
sakit lain.

Kita harus mengakui bahwa minat rumah sakit swasta untuk bergabung menjadi mitra
BPJS Kesehatan sejauh ini masih sangat rendah. Selain karena tidak diwajibkan dalam UU,
tidak adanya perbedaan tarif antara rumah sakit swasta dengan rumah sakit milik pemerintah
juga menjadi pertimbangan bagi pihak swasta untuk menjadi mitra. Selain tarif, pengelola
rumah sakit swasta juga mengeluhkan harga obat dan alat kesehatan yang dipatok terlalu
tinggi, seharusnya harga dan kemudahan obat serta alat kesehatan harus disamakan antara
rumah sakit swasta dengan rumah sakit pemerintah.

Untuk dapat bermitra terdapat sejumlah persyaratan bagi fasilitas kesehatan yang
hendak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Persyaratan tersebut sesuai dengan yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada JKN. “Untuk rumah sakit kelas D atau yang setara terdapat lima syarat, yakni
adanya surat izin operasional, surat izin praktik bagi tenaga kesehatan yang berpraktik, nomor
pokok wajib pajak badan ruah sakit serta surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang
terkait dengan JKN, “dan juga harus terakreditasi,” hal ini yang aga memberatkan pihak rumah
sakit swasta.

Alasan yang lain ketidakmauan RS Swasta bekerja sama adalah karena paket INA
CBGs yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2014 dinilai masih
rendah sehingga belum bisa masuk harga keekonomian RS Swasta.

c) Kemenkes dan Dinas Kesehatan

Dalam investigasinya, Menkes menemukan 14 fakta terkait meninggalnya bayi


Debora.Hasil investigasi Menkes tersebut dilaporkan kepada pimpinan Komisi IX DPR RI
tertanggal 13 September 2017, berkop Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan
ditandatangani. Berdasarkan 14 fakta hasil penelusuran investigasi, salah satu point dari
kesimpulan yang diambil Menkes adalah adanya kebijakan internal RS belum berjalan dengan
baik dan adanya kebijakan uang muka yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-
undangan. Berikut lima simpulan Menkes terkait meninggalnya bayi Debora:
1. Layanan medik sudah diberikan RS, tetapi untuk menilai kesesuaian dengan
standar akan ditindaklanjuti dengan audit medik oleh profesi.
2. . Terdapat kesalahan pada layanan administrasi dan keuangan yang diberikan oleh
RS terhadap status pasien.
3. Pasien tetap membayarkan biaya perawatan dan pihak RS tetap menerima
4. Kebijakan internal RS belum berjalan dengan baik dan adanya kebijakan uang
muka yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan.
5. Bahwa kebijakan RS belum secara utuh diketahui oleh petugas yang berada di
layanan informasi.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto menjatuhkan sanksi


tambahan kepada pemilik RS Mitra Keluarga Kalideres, yakni PT Ragam Sehat
Multifita. Sanksi yang dikeluarkan adalah PT Ragam Sehat Multifita harus
merestrukturisasi manajemen RS Mitra Keluarga Kalideres. "Dinkes DKI memberikan
sanksi kepada pemilik RS Mitra Keluarga Kalideres yaitu PT Ragam Sehat Multifita
untuk merestrukturisasi manajemen dalam hal ini termasuk unsur pimpinan sesuai
standar kompetensi paling lama dalam waktu satu bulan setelah ditetapkan surat
keputusan ini," tegasnya saat memberikan keterangan pers di Kantor Dinas Kesehatan
DKI, Jalan Kesehatan, Jakarta, Senin (25/9).
Selain itu, RS Mitra Keluarga Kalideres juga harus melaksanakan dan lulus
akreditasi rumah sakit paling lambat enam bulan setelah ditetapkan keputusan ini.
Apabila RS Mitra Keluarga Kalideres tidak melaksanakan dua poin tersebut maka
Dinkes DKI Jakarta akan menghentikan operasional RS. Lebih jauh, RS Mitra
Keluarga Kalideres juga harus melaksanakan peningkatan kapasitas dan kompetensi
tenaga medis, tenaga kesehatan, dan tenaga non kesehatan secara berkesinambungan.
Keputusan kepala Dinkes ini mulai berlaku sejak ditetapkan pada 25 September 2017.
Menurut Dinkes DKI, RS Mitra Keluarga Kalideres dianggap melakukan kesalahan
administrasi dalam penanganan kesehatan Tiara Debora Simanjorang.
IV. Penutup

Kasus meninggalnya bayi Debora di RS.Mitra Keluarga Kalideres adalah masalah


pelayanan kesehatan yang masih banyak kita temui di Negara kita ini, oleh sebab itu
masih banyak yang harus kita benahi dalam memperbaiki keadaan tersebut. Tentu saja
peran aktif dari berbagai pihak terkait sangat dibutuhkan sehingga pelayanan kesehatan
dapat lebih ditingkatkan
Refensi :

Dumilah Ayuningtyas, slide Mental Model, mata kuliah Kepemimpinan dan Strategis Berpikir
Sistem kelas PHS1804015C_Jambi - 2017

https://news.detik.com/berita/3635460/cerita-pilu-di-jakarta-bayi-debora-meninggal-karena-tak-
ada-biaya, diakses pada 13 Nopember 2017 Pukul : 14.10 Wib

http://news.metrotvnews.com/metro/Gbm6Q04k-hasil-audit-medis-kasus-bayi-debora diakses pada


13 Nopember 2017 Pukul : 19.18 Wib.

http://finansial.bisnis.com/read/20150222/215/405165/ini-alasan-rs-swasta-enggan-menjadi-mitra-
bpjs diakses pada 16 Nopember 2017 Pukul : 16.25 Wib

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/09/14/lima-kesimpulan-menkes-meninggalnya-
bayi-debora-di-rs-mitra-keluarga diakses pada 16 Nopember 2017 Pukul : 22.55 Wib

https://www.merdeka.com/peristiwa/rentetan-dosa-rs-mitra-keluarga-atas-kasus-bayi-debora.html

diakses pada 16 Nopember 2017 Pukul : 22.55 Wib

Anda mungkin juga menyukai