Anda di halaman 1dari 21

-1-

BAB III
HASIL TEMUAN

3.1 Masalah/Kasus pertama


 Analisis Masalah
Analisis jabatan dan beban kerja.
Biasanya ini menjadi salah satu bahan untuk persyaratan pindah /mutasi pegawai.
pada analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK) ini sudah tertuang
berapa jumlah pegawai yang ada dan berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan
setelah dihitung beban kerjanya. Semua pegawai memilik anjab dan ABK
kemudian direkap serta dibuat satu dokumen dan dilaporkan langsung ke bagian
organisasi Pemerintah Daerah. Permasalahan yang sering muncul bagi pegawai
yang ingin pindah, bila dilihat dari anjabnya adalah jumlah pegawai lebih sedikit
dibandingkan dengan beban kerja. Namun sering dipaksakan untuk dibuat ulang
agar jumlah pegawainya seakan akan berlebih padahal sesuai anjabnya sudah
berkurang
 Penyebab masalah
 Tidak ada kekuatan kebijakan dari atasan bahwa dokumen anjab tidak bisa
dirubah, apalagi untuk kepentingan pribadi. Karena untuk menyusun anjab
memerlukan analisis yang panjang.
 Pemecahan masalah
Perlu ada komitmen bersama pemangku kebijakan untuk dapat mentaati peraturan
kepegawaian yang ada.
 Rencana Tindak Lanjut
 Menggunakan metode WISN dalam menyusun analisis beban kerja.
 Untuk pembuatan Dokumen Anjab sebaiknya dikonsultasikan dan dibuat oleh
konsultan bidang Anjab dengan sistem komputerisasi atau sistem informasi
analisa jabatan kerja berbasis web.
 Anjab dihubungkan dengan penilaian kinerja tiap karyawan dan dimonitor
langsung oleh pimpinan unit kerja.

3.2 Masalah/Kasus kedua


-2-

 Analisis Masalah
Pada proses pelaksanaan Pembuatan Analisa Jabatan di RSUD Dr. Muhammad
Zein Painan telah dibentuk Tim Analisa Jabatan namun untuk pembagian tugas
belum jelas.
 Penyebab masalah
 Kurangnya Koordinasi dan peranan antar pihak-pihak yang harusnya ikut andil
dalam pembuatan Anjab.
 Anjab dianggap suatu dokumen yang tidak penting bagi semua pihak/unit.
 Pemecahan masalah
 Membuat rapat berkala dengan unit-unit yang bersangkutan untuk sosialisasi
Anjab dan pembentukan tim Anjab.
 Rencana Tindak Lanjut
 Membuat kebijakan dari Direktur mengenai pembuatan Anjab dan Tim Anjab.

3.3 Masalah/Kasus ketiga


 Analisis Masalah
Anggota Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja belum
mengikuti pelatihan dan/atau bimbingan teknis analisis jabatan serta analisis
beban kerja.
 Penyebab masalah
 Pembuatan Anjab dijadikan tupoksi tetap bagi yang bekerja sebagai staf di
bagian kepegawaian.
 Perintah atasan untuk staf dalam pembuatan Anjab ini meskipun staf tidak
pernah mengikuti pelatihan Anjab.
 Tidak ada anggaran dari awal untuk pelatihan khusus Anjab.
 Pemecahan Masalah
 Anggota tim diberikan Pelatihan khusus Anjab.
 Untuk dana Pelatihan sudah dianggarkan awal tahun dan dituangkan dalam
RBA.
 Rencana Tindak Lanjut
 Pelatihan Anjab diadakan setiap tahun baik inhouse maupun internal.
-3-

3.4 Masalah/Kasus keempat


 Analisis Masalah
Untuk pengumpulan data jabatan tidak dilakukan wawancara hanya berdasarkan
uraian jabatan yang diperoleh dari atasan unit masing-masing.
 Penyebab masalah
 Tim yang ditunjuk tidak hanya mengerjakan tupoksi Anjab, namun merangkap
pada tupoksi pekerjaan yang lain.
 Pemecahan masalah
 Untuk tim Anjab diberikan waktu untuk memprioritaskan penyelesaian Anjab,
tidak mengerjakan pekerjaan lain.
 Rencana Tindak Lanjut
 Dengan mengikuti pelatihan, hendaknya tim dapat dan mampu megikuti semua
tahapan dalam pembuatan Anjab secara prosedur yang tepat.
3.5 Masalah/Kasus kelima
 Analisis Masalah
Pola remunerasi yang ditetapkan tidak bisa memuaskan atau diterima oleh seluruh
pegawai. Hal ini sangat sensitif sekali karena terkait kesejahteraan pegawai. Sering
terjadi perselisihan meskipun sudah ada IKI dan IKU dari masing-masing unit
kerja.
 Penyebab masalah
 Panduan remunerasi yang tidak disusun berdasarkan aturan yang berlaku
kesepakatan bersama.
 Keterbatasan pendapatan RS.
 Pemecahan masalah
 Melakukan pengkajian tentang dasar-dasar penyusunan panduan remunerasi.
 Menampung masukan dalam penyusunan panduan remunerasi.
 Mengacu pada panduan atau mengadopsi pola remunerasi yang telah diakui
secara nasional dan disesuaikan dengan keadaan RS.
 Pembahasan mengenai remunerasi harus melibatkan semua pihak atau profesi.
 Perlunya ketegasan dan keadilan pimpinan dalam penerapan pola remunerasi
tanpa berpihak kemanapun.
 Rencana Tindak Lanjut
-4-

 Memberikan kesempatan kepada unit kerja untuk menunjuk perwakilan sebagai


tim penyusun remunerasi.
 Memberikan pelatihan kepada tim penyusun remunerasi.
 Meningkatkan komitmen pegawai dalm rangka peningkatan pendapatan RS
berbasis kinerja.
 Tim penyusun harus merupakan perwakilan semua pihak di RS.

3.6 Masalah/Kasus keenam


 Analisis Masalah
Ketidakseimbangan pendapatan RS dan pengeluaran RS yaitu biaya operasional
dan biaya pegawai.
 Penyebab masalah
 Perbedaan cara pandang karyawan terhadap pengaruh kinerja terhadap
pendapatan RS.
 Perbedaan cara pandang karyawan terhadap pengaruh budaya efisiensi terhadap
beban biaya.
 Perbedaan cara pandang tenaga medis terhadap pengaruh kelengkapan berkas
rekam medik terhadap pendapatan RS.
 Belum memberikan pelayanan prima.
 Budaya efisien dan efektif belum diterapkan.
 Pengeluaran RS lebih banyak dari pemasukan.
 Perencanaan keuangan kurang efektif dan efisien.
 Pemecahan masalah
 Peningkatan kesepahaman civitas hospital terhadap pengaruh kepuasan
pelanggan terhadap peningkatan pendapatan.
 Peningkatan kesepahaman civitas hospital terhadap pengaruh budaya efisiensi
terhadap beban biaya yang harus ditanggung RS.
 Peningkatan kesepahaman civitas hospital terhadap perlunya melengkapi berkas
rekam medik untuk meminimalisir dispute klaim.
 Pelayanan prima.
 Meningkatkan budaya efisiensi tanpa mengurangi kualitas layanan.
 Meningkatkan pemasukan RS.
 Melakukan perencanaan keuangan secara efektif dan efisien.
-5-

 Rencana Tindak Lanjut


 Membuat komitmen bersama untuk memberikan pelayanan prioma dan bersama
meningkatkan efisiensi terhadap penggunaan alat, BHP dll.
 Meningkatkan pelayanan prima.
 Meningkatkan profesionalitas pegawai.
 Membangun budaya enterpreneur sehingga dapat mengambil segala peluang
yang dapat menguntungkan RS.

3.7 Masalah/Kasus ketujuh


 Analisis Masalah
Penilaian kinerja terkadang hanya hanya bersifat rutinitas tetapi tidak bisa dijadikan
bahan pertimbangan kepegawaian yang lain seperti promosi, demosi, remunerasi,
dan lain-lain
 Penyebab masalah
 Karena tidak berpengaruh terhadap urusan kepegawaian baik untuk
penghargaan pegawai maupun sanksi.
 Pejabat penilai memiliki pandangan bahwa dia dinilai dan menilai sehingga
banyak bersifat subjektif.
 Pemecahan Masalah
 Komitmen dari pemangku kebijakan terhadap penilaian yang dilakukan secara
bertingkat dari staf, eselon v sampai dengan eselon II dilaksanakan secara
objektif, adil dan transparan dan dapat dijadikan dasar untuk penghargaan dan
sanksi.
 Rencana Tindak Lanjut
 Memberikan masukan kepada tim reformasi birokrasi di Kabupaten/Kota yang
diketuai Bupati/Walikota dan pelaksana teknis oleh kepala OPD.

3.8 Masalah/Kasus kedelapan


 Analisis Masalah
Rekrutmen sudah dilaksanakan berdasarkan teori yang ada, tapi pada akhirnya
selalu tidak konsisten akan hasil perangkingan peserta seperti kelulusan
pengangkatan karyawan Non PNS terkadang banyak unsur KKN (Korupsi Kolusi
dan Nepotisme)
-6-

 Penyebab masalah
 Tidak adanya regulasi internal yang jelas tentang proses rekrutmen pegawai non
PNS.
 Tidak adanya keterbukaan tentang mekanisme rekruitmen dan seleksi.
 Kurangnya komitmen stakeholder dalam melaksanakan proses rekruitmen
sesuai dengan regulasi.
 Pemecahan masalah
 Perlu adanya regulasi internal yang jelas tentang proses rekrutmen non PNS .
 Perlu adanya keterbukaan mekanisme dan proses rekrutmen.
 Meningkatkan komitmen stakeholder tentang pengaruh proses rekrutmen
terhadap kinerja.
 Rencana Tindak Lanjut
 Menyusun regulasi proses rekrutmen non PNS sesuai dengan aturan yang
berlaku dan kebutuhan organisasi.
 Memanfaatkan sistem informasi dalam proses rekrutmen.
 Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder.
-7-

BAB IV
PEMBAHASAN

1.1 Masalah/Kasus pertama


Salah satu fenomena yang banyak dihadapi oleh suatu rumah sakit saat
ini yaitu stress kerja yang dialami oleh SDM akibat beban kerja yang
berlebihan. Stress kerja akan menyebabkan SDM meninggalkan pekerjaannya.
Rumah sakit membutuhkan tenaga sumber daya manusia yang memiliki
pengetahuan yang baik sebagai tenaga medis yang diharapkan mampu
menangani berbagai masalah yang dihadapi. Selain peralatan yang modern,
rumah sakit sebagai tempat pelayanan publik dalam melayani masyarakat, juga
sebaiknya ditunjang dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang
baik.
Tingginya aktivitas petugas dalam melayani pasien akan mempengaruhi
hasil kerjanya. Akibat dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh kelebihan
beban kerja tersebut maka suatu metode perhitungan beban kerja perlu diadakan
oleh suatu rumah sakit dalam mengevaluasi efektifitas dan efisiensi kerja serta
prestasi kerja pegawai. Salah satu cara dalam mempertimbangkan jumlah SDM
kesehatan adalah dengan menganalisis dan menghitung beban kerja. Analisis
beban kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan secara sistematis
untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektifitas dan efisiensi kerja
berdasarkan volume kerja. Dengan melakukan analisis beban kerja maka akan
diperoleh informasi mengenai jumlah kebutuhan pegawai, efektifitas dan
efisiensi kerja, serta prestasi kerja suatu unit dalam perusahaan/organisasi.
Perhitungan Kebutuhan Tenaga Kerja Berdasarkan Rumus WISN (Workload
Indicators Staffing Needs) Metode perhitungan WISN yaitu menghitung
kebutuhan tenaga berdasarkan indikator beban kerja. Rumus Beban Kerja = ( A
– ( B+C+D+E) ) x F
Keterangan :
A : Hari Kerja
B : Cuti Tahunan
-8-

C : Pendidikan dan Pelatihan


D : Hari Libur Nasional
E : Ketidakhadiran Kerja
F : Waktu Kerja
Waktu kerja tersedia
std beban kerja=
Rerata waktu penyelesaian kegiatan pokok

Data yang diperlukan adalah sebagai berikut :


a. Waktu kerja tersedia.
b. Bagan struktur organisasi.
c. Kegiatan pokok (Kegiatan pokok dan uraian kegiatan, sertatanggung jawab
masingmasing kategori SDM).
d. Rerata waktu selama menyelesaikan jenis kegiatan pokok.
e. Standar profesi.
f. Menetapkan waktu berdasarkan kesepakatan

1.2 Masalah/Kasus kedua


Masalah utama RSUD painan adalah belum adanya dokter spesialis radiologi.
Jumlah kunjungan rata-rata radiologi adalah sebanyak 520 pasien/tahun. Saat
RSUD M Zein painan masih melakukan kerjasama dengan dokter mitra. Jumlah
dokter radiologi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan metode WISN
sebagaimana berikut:
Data :
Rata-rata Pasien /th 520

A Hari kerja 5 hari /minggu 240 Hari/th


B cuti tahunan 12 Hari/th
C Diklat 6 Hari/th
D Hari libur 17 Hari/th
E Rata2 ketidakhadiran 5 Hari/th
F Waktu kerja 8 Jam/hari
total hari kerja 280 Hari/th
total waktu kerja tersedia 1.600 Jam/th
total waktu kerja dalam menit 96.000 Menit/th
-9-

Kegiatan Pokok
kuantitas Waktu/kegiatan
no kegiatan pokok
/th (menit)
1 Ekspertise citra radiologi 520 20
2 Kegiatan ilmiah 24 60
Standar kelonggaran
No Kegiatan Rata perbulan SK
1 Rapat bulanan 60 0,0075
2 Laporan bulanan 60 0,0075
3 Waktu istirahat 2400 0,3
Jumlah 0,315
standar beban kerja
no kegiatan pokok kk sbk kt
1 Kegiatan ilmian 24 1600 0,015
2 Ekspertise 520 4800 0,108333
Jumlah 0,123333

Kebutuhan tenaga Dokter spesialis radiologi adalah 0,12 orang atau


dibulatkan menjadi 1 orang.

1.3 Masalah/Kasus ketiga


Prosedur penempatan karyawan berkaitan erat dengan sistem dan proses
yang di gunakan. Berkaitan dengan sistem penempatan yang dikutip oleh
Suwanto mengemukakan “Harus terdapat maksud dan tujuan dalam
merencanakan sistem penempatan karyawan”
Untuk mengetahui prosedur penempatan karyawan harus memenuhi
persyaratan :
 Harus ada wewenang untuk menempatkan personalia yang datang dari
daftar personalia yang di kembangkan melalui analisis tenaga kerja.
 Harus mempunyai standar yang di gunakan untuk membandingkan calon
pekerjaan.
 Harus mempunyai pelamar pekerjaan yang akan di seleksi untuk di
tempatkan
Apabila terjadi salah penempatan, maka perlu di adakan suatu program
penyesuaian kembali karyawan yang bersangkutan sesuai dengan keahlian yang
di miliki, yaitu dengan melakukan:
 Menempatkan kembali pada posisi yang lebih sesuai.
- 10 -

 Menugaskan kembali dengan tugas-tugas yang sesuai dengan bakat dan


kemampuan

1.4 Masalah/Kasus keempat


Kegiatan pelatihan karyawan sangat dibutuhkan jika ingin karyawan
yang bekerja pada perusahaan, instansi, organisasi, ataupun lembaga lain
bekerja secara efektif. Pelatihan sendiri pada dasarnya dilakukan dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku dan mengingkatkan kemampuan sumber
daya manusia. Perubahan tingkah laku sumber daya manusia yang diinginkan
perusahaan, organisasi, instansi, ataupun lembaga lain tentunya berkaitan
dengan meningkatnya keahlian, keterampilan, sikap, pengetahuan, perilaku,
dan lainnya yang bisa berpengaruh pada produktivitas kerja. Oleh sebab itu,
perlu melakukan pelatihan yang tepat sasaran sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Menurut Notoatmodjojo (1991), pelaksanaan program pelatihan dapat
dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan tersebut terjadi suatu
proses transformasi dalam : (1) Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan
tugas dan (2) Perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin, dan etos
kerja.
Dengan diberikan pelatihan yang efektif maka karyawan dapat bekerja
dengan baik dan sukses pada jabatan yang ditekuni. Jika karyawan bisa bekerja
dengan baik dan sukses pastinya keuntungan perusahaan, organisasi, ataupun
lembaga yang bersangkutan bisa meningkat.
Pelatihan dapat mempengaruhi kinerja karyawan, bahkan melebihi dari
penilaian dan feedback  yang diberikan kepada karyawan. Ada lima tahap proses
pelatihan yang bisa diterapkan oleh perusahaan (tahapan tersebut biasa
disingkat menjadi “ADDIE”) :
1. Analysis. Pada tahap ini, HR harus menganalis kebutuhan pelatihan
disesuaikan dengan kompetensi karyawan. Namun perlu diperhatikan,
bahwa pelatihan dibuat bertujuan untuk rencana strategis (jangka panjang)
atau rencana saat ini (current).
2. Design. Desain berarti merencanakan program pelatihan secara
keseluruhan, termasuk objektif, metode penyampaian, dan evaluasi
program.
- 11 -

3. Develop. Tahapan ini, berarti membuat instruksi atau arahan. Dalam hal ini
HR perlu membuat konten dan materi program pelatihan, mendesain
bagaimana metode instruksional yang spesifik (apakah
dengan lecture, case study, atau web), memikirkan peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelatihan (iPad atau slide).
4. Implementation. Pada tahap implementasi, HR harus mengembangkan
prosedur untuk melatih fasilitator dan karyawan. Prosedur untuk fasilitator
mencakup kurikulum pelatihan, metode pelatihan yang digunakan, dan
sistem pengujian. Sedangkan prosedur untuk karyawan mencakup
persiapan karyawan saat menggunakan alat pelatihan (penggunaan iPad
atau PC).
5. Evaluation. Evaluasi menjadi tahapan yang penting bagi HR. Karena pada
tahapan inilah HR dapat melihat bagaimana hasil dari pelatihan yang
diberikan kepada karyawan. Mengukur hasil dari pelatihan dapat dilakukan
dengan dua cara :
a. Time Series. Perbandingan performance karyawan sebelum dan
setelah program pelatihan.
b. Controlled experimentation. Perbandingan performance pada
karyawan yang tidak mendapat pelatihan dengan  yang sudah
mendapat program pelatihan.

1.5 Masalah/Kasus kelima


Permasalahan ini tidak akan terjadi jika pola remunerasi menerapkan prinsip
dasar remunerasi :
a. Asas adil dan proporsional
b. Layak dan wajar
c. Sistem merit
d. Bersifat kompetitif
e. Transparan
Dasar hukum untuk remunerasi :
1. Amanat Pasal 36 PP 23 Tahun 2005
a. Pejabat Pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat
diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan
tuntutan profesionalisme
- 12 -

b. Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji,


tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon,
dan/atau pensiun
c. Penetapan remunerasi harus mempertimbangkan prinsip
proporsionalitas, kesetaraan, kepatutan .
d. Remunerasi ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan atas
usulan Menteri/Pimpinan Lembaga
2. Sebagai pedoman pelaksanaan pemberian remunerasi, telah ditetapkan
beberapa Keputusan Menteri Keuangan, yaitu:
a. No. 10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007 tentang
Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewas
dan Pegawai BLU
b. Nomor 217/PMK.05/2009 tentang Pedoman Pemberian Bonus Atas
Prestasi Bagi RS Eks-perjan yang Menerapkan PK BLU

1.6 Masalah/Kasus keenam


Rumah Sakit memerlukan manajemen keuangan yang betul-betul dikelola
secara profesional. Hal ini berarti bagaimana merencanakan dan memperoleh dana
atau biaya dan kemudian mempergunakan dengan efisien.
Pentingnya manajemen keuangan terletak pada usaha untuk mencegah
meningkatnya pembiayaan dan kebocoran. Manajemen rumah sakit sebagai suatu
lembaga yang "nirlaba/non profit" harus dikembangkan dengan perencanaan yang
sebaik-baiknya untuk menyediakan pelayanan yang bermutu, tetapi dengan biaya
yang seoptimal mungkin.
Proses perencanaan ini terdiri dari dua kegiatan pokok, yaitu penyusunan
rencana oleh pimpinan dan penyusunan anggaran oleh pihak yang terkait. Ruang
lingkup manajemen keuangan meliputi penyusunan anggaran belanja dan
pendapatan (penganggaran/budgeting), akuntansi (accounting), pemeriksaan
keuangan (auditing) dan pengadaan (purchase and supply). Ascobat (1986)
mengemukakan bahwa manajemen keuangan meliputi fungsifungsi
perencanaan/penganggaran, pengelolaan keuangan (termasuk pengawasan dan
pengendalian), pemeriksaan keuangan/auditing serta sistem akuntansi untuk
menunjang ketiga fungsi tersebut.
- 13 -

Dalam menyusun APBD Rumah Sakit perlu memperhatikan hal-hal teknis


sebagai berikut:
1. Secara materi perlu sinkronisasi antara Rencana Kerja (Renja SKPD)
dengan Rencana Strategis (Renstra SKPD), dan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RPJMD), antara KUA-PPAS dengan RKA-SKPD, sehingga APBD
merupakan wujud keterpaduan seluruh program Nasional dan Daerah dalam
upaya peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di
daerah.
2. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang
dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari
SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara di
masing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan. Pagu sementara
tersebut akan menjadi pagu definitif setelah peraturan daerah tentang APBD
disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD serta ditetapkan oleh Kepala
Daerah.
3. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan KUA dan PPAS,
Kepala Daerah menyampaikan kedua dokumen tersebut kepada DPRD
dalam waktu yang bersamaan yang selanjutnya hasil pembahasan kedua
dokumen tersebut ditandatangani pada waktu yang bersamaan, sehingga
keterpaduan KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih
efektif.
4. Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-
SKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada SKPKD memuat
prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan yang terkait, alokasi
plafon anggaran sementara untuk setiap program/kegiatan SKPD, batas
waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, dan dokumen sebagaimana
lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS, analisis standar
belanja dan standar satuan harga.
5. RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja
tidak langsung SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan
penghasilan, rincian anggaran belanja langsung menurut program dan
kegiatan SKPD.
6. Dalam rangka penyederhanaan dokumen penjabaran APBD, beberapa
informasi yang dituangkan dalam kolom penjelasan penjabaran APBD
- 14 -

ditiadakan, seperti dasar hukum penganggaran belanja, target/volume yang


direncanakan, dan tarif pungutan/harga satuan.

Prosedur Penyusunan APBD :


1. APBD disusun berdasarkan Rencana Kerja yang merupakan penjabaran dari
Rencana Strategis (Renstra) dengan memperhatikan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
2. SKPD Mengusulkan Rencana Kerja yang diperoleh dari pembahasan dari
seluruh bidang yang ada di rumah sakit
3. Rencana Kerja disampaikan ke Bappeda dengan menampilkan program,
kegiatan dan pagu defenitif
4. Selanjutnya dilakukan pembahasan antara SKPD, Bappeda, DPKAD,
Bagian Pembangunan
5. Bappeda mengeluarkan KUA PPAS
6. SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan KUA PPAS
7. RKA SKPD dibahas antara eksekutif dan legislatif
8. Hasil keputusan pembahasan RKA SKPD dituangkan menjadi Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA)

1.7 Masalah/Kasus ketujuh


Untuk penilaian kinerja pegawai RSUD Dr.Muhammad Zein Painan mengacu
pada pedoman pengelolaan SDM. Penilaian Prestasi Kerja Pegawai (PNS/Non
PNS) bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS/Non PNS yang
dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititkberatkan
pada sistem prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja Pegawai dilakukan
berdasarkan prinsip: a) objektif, b) terukur, c) akuntabel, d) partisipatif, dan e)
transparan. Penilaian prestasi kerja terdiri atas unsur SKP dan Perilaku Kerja.
1. Sasaran Kerja Pegawai (SKP)
a) Penyusunan SKP
1) Setiap Pegawai wajib menyusun SKP berdasarkan rencana kerja
tahunan instalasi
2) SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai
dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat
diukur.Setiap kegiatan tugas jabatan yang akan dilakukan harus
- 15 -

didasarkan pada tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan


uraian tugasnya yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur
organisasi dan tata kerja (SOTK)
3) SKP yang telah disusun tersebut harus disetujui dan ditetapkan oleh
pejabat penilai.
4) Dalam hal SKP yang disusun oleh Pegawai tidak disetujui oleh
pejabat penilai maka keputusannya diserahkan kepada atasan pejabat
penilai dan bersifat final.
5) SKP ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari.
6) Dalam hal terjadi perpindahan pegawai setelah bulan Januari maka
yang bersangkutan tetap menyusun SKP pada awal bulan sesuai
dengan surat perintah melaksanakan tugas atau surat perintah
menduduki jabatan.
7) Pegawai yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai disiplin pegawai
8) SKP menjadi dasar penilaian bagi pejabat penilai ,dan akan menjadi
dasar pertimbangan dalam penilaian kinerja individu (IKI)
9) Penilaian SKP meliputi aspek : kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya
sesuai dengan karakteristik, sifat, dan jenis kegiatan pada masing-
masing unit kerja.
10) Penilaian SKP dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi
kerja dengan target.
11) SKP tidak tercapai yang diakibatkan oleh faktor diluar kemampuan
individu Pegawai maka penilaian didasarkan pada pertimbangan
kondisi penyebabnya.
12) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan penilaian
SKP diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

b) Unsur-Unsur SKP
a. Kegiatan Tugas Pokok Jabatan
- Tugas pokok yang dilakukan harus didasarkan pada rincian tugas,
tanggung jawab dan wewenang jabatan sesuai yang ditetapkan dalam
struktur dan tata kerja unit kerja.
- 16 -

- Setiap kegiatan harus mengacu pada penetapan Kinerja/Rencana Kerja


Tahunan (RKT), sebagai implementasi kebijakan dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah ditetapkan dan harus
berorientasi pada hasil secara nyata dan terukur
- Dalam melaksanakan kegiatan tugas jabatan pada prinsipnya pekerjaan
dibagi habis dari tingkat jabatan yang tertinggi sampai dengan tingkat
jabatan yang terendah secara hierarki,
- Eselon II
Kegiatan tugas jabatan yang akan dilakukan harus mengacu pada SKP
pejabat struktural eselon I dijabarkan sesuai dengan tugas dan fungsi,
wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugasnya sebagai kegiatan
dalam SKP pejabat struktural eselon II.
- Eselon III
Harus mengacu pada SKP pejabat struktural eselon II dijabarkan
sesuai dengan tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan
uraian tugasnya sebagai kegiatan dalam SKP pejabat struktural eselon
III.
- Eselon IV
Harus mengacu pada SKP pejabat struktural eselon III dijabarkan
sesuai dengan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugasnya
sebagai kegiatan dalam SKP pejabat struktural eselon IV.
- Jabatan Fungsional Umum (JFU)
Penyusunan SKP pejabat fungsional umum, kegiatan tugas jabatan
yang akan dilakukan harus mengacu pada SKP pejabat struktural
eselon IV dan dijabarkan sesuai dengan tugas, wewenang, tanggung
jawab, dan uraian tugasnya.
- Jabatan Fungsional Tertentu (JFT)
Penyusunan SKP pejabat fungsional tertentu, kegiatan tugas
jabatannya disesuaikan dengan butir-butir kegiatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan
fungsional tertentu. Pejabat fungsional tertentu (JFT) harus
menetapkan target angka kredit yang akan dicapai dalam 1 (satu)
tahun.
b. Sasaran Kerja Yang Akan Dicapai
- 17 -

Setiap pelaksanaan kegiatan tugas pokok jabatan ditetapkan sesuai dengan


sasaran kerja yang akan dicapai sebagai penetapan bidang tugas prestasi
kunci untuk indikator keberhasilan kerja.
c. Target
Setiap pelaksanaan kegiatan tugas pokok jabatan yang telah ditetapkan
sasaran yang akan dicapai harus ditetapkan target yang diwujudkan dengan
jelas sebagai ukuran prestasi kerja, baik dari aspek kuantitas, kualitas,
waktu dan/atau biaya.
d. Tugas Tambahan dan atau Kreativitas
Apabila ada tugas tambahan terkait dengan jabatan, dapat ditetapkan
menjadi tugas tambahan dan/atau kreatifitas dalam pelaksanaan kegiatan
tugas pokok jabatan.
c) Penilaian SKP
Penilaian SKP dilakukan dengan menghitung tingkat capaian SKP yang telah
ditetapkan untuk setiap pelaksanaan kegiatan tugas jabatan, yang diukur
dengan 4 (empat) aspek yaitu aspek kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya
sebagai berikut:
a. Aspek kuantitas
Membandingkan antara realisasi sasaran kerja dengan target kuantitas.
Dalam menentukan Target Output (TO) dapat berupa dokumen, konsep,
naskah, surat keputusan, paket, laporan, dan lain-lain
b. Aspek kualitas
Dalam menetapkan Target Kualitas (TK) harus memprediksi pada mutu
hasil kerja yang terbaik, target kualitas diberikan nilai paling tinggi 100
(seratus).
Nilai prestasi kerja PNS dinyatakan dengan angka dan sebutan.
 91 – keatas : sangat baik
 76 – 90 : baik
 61 – 75 : cukup
 51 – 60 : kurang
 50 kebawah : buruk

Nilai Keterangan
- 18 -

91-100 Hasil kerja sempurna,dan pelayanan di atas Standar yg ditentukan tidak ada
kesalahan, tidak ada revisi.
76-90 Hasil kerja mempunyai 1 (satu) atau 2 (dua) kesalahan kecil,tidak ada kesalahan
besar, revisi, dan pelayanan sesuai Standar
61-75 Hasil kerja mempunyai 3 (tiga) atau 4 (empat) kesalahan kecil, dan tidak ada
kesalahan besar, revisi, dan pelayanan cukup memenuhi standar yang ditentukan

51-60 Hasil kerja mempunyai 5 (lima) kesalahan kecil dan ada kesalahan besar, revisi,
dan pelayanan tidak cukup memenuhi standar yang ditentukan

<=50 Hasil kerja mempunyai lebih dari 5 (lima) kesalahan kecil dan ada kesalahan
besar, kurang memuaskan, revisi, pelayanan di bawah standar yang ditentukan

c. Aspek waktu
Dalam menetapkan Target Waktu (TW) harus memperhitungkan berapa
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, misalnya
bulanan, triwulan, kwartal, semester, dan tahunan.
- Tingkat efisiensi aspek waktu yg dapat ditoleransi adalah <= 24%,
Artinya bila realisasi waktu sesuai target nilai baik = 76
- Bila realisasi waktu lebih cepat antara 1 s.d. 24% nilai amat baik = 91
sd 100
- Bila waktu melebihi target atau lebih cepat dari 24%, nilai sedang s.d.
buruk
d. Biaya (Target Biaya)
Dalam menetapkan Target Biaya (TB) harus memperhitungkan berapa
biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam 1
(satu) tahun, misalnya jutaan, ratusan juta, miliaran, dan lain-lain.

2. Perilaku Kerja
a. Nilai perilaku kerja Pegawai dinyatakan dengan angka dan sebutan sebagai
berikut:
a. 91 – ke atas : sangat baik
b. 76 _ 90 : baik
c. 61 _ 75 : cukup
- 19 -

d. 51 _ 60 : kurang
e. 50 _ ke bawah : buruk
b. Penilaian perilaku kerja meliputi aspek : a) orientasi pelayanan, b)integritas, c)
komitmen, d) disiplin, e) kerja sama, dan kepemimpinan ( hanya untuk pejabat
struktural)
c. Penilaian perilaku kerja dilakukan melalui pengamatan oleh pejabat penilai
terhadap pegawai sesuai kriteria yang ditentukan
d. Pejabat penilai dalam melakukan penilaian perilaku kerja pegawai dapat
mempertimbangkan masukan dari pejabat penilai lain yang setingkat di
lingkungan unit kerja masing-masing
e. Nilai Perilaku kerja dapat diberikan paling tinggi 100 (seratus)

3. Penilaian Prestasi Kerja SKP dan Perilaku Kerja


a. Penilaian prestasi kerja dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKP
dengan penilaian perilaku kerja.
b. Bobot nilai unsur SKP 60 % (enam puluh persen) dan perilaku kerja 40 %
c. Penilaian prestasi kerja pegawai dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam
1 (satu) tahun.
d. Penilaian prestasi kerja dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang
bersangkutan dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.
4. Penilaian Kinerja Individu Dan Unit Kerja
Komponen ini berkaitan dengan capaian target kinerja baik personal (IKI)
maupun unit kerja (IKU) dan dibayarkan secara periodik sesuai kebijakan
corporat berupa insentif dan/atau bonus (bersifat variable). Aspek yang dinilai
terdiri dari Aspek kuantitas, Kualitas dan Perilaku. Indikator penilaian IKI dan
IKU merupakan turunan dari indikator penilaian Kinerja Direktur Utama dengan
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemkes yang dikaitkan dengan
peningkatan mutu layanan di RSUD Dr.Muhammad Zein Painan.
1). Indeks Kinerja Individu (IKI)
Indeks Kinerja Individu (IKI) ditetapkan melalui suatu penilaian kinerja yaitu
dengan membandingkan antara pencapaian total target kinerja dengan Satuan
atau Standar Kinerja Individu (SKI).
Adapun hasil dari penilaian terhadap total kinerja individu dapat
dikelompokkan dalam sekurang-kurangnya 4 (empat) tingkatan yaitu :
- 20 -

Tabel Penilaian Kinerja Individu (IKI) RSUD Dr.Muhammad Zein Painan

KATEGORI TARGET KETERANGAN


NILAI KINERJA

BAIK SEKALI >100 Pencapaian target jauh melebihi


harapan
BAIK 80 – 100 Pencapaian sesuai target
SEDANG 50-79 Pencapaian target memenuhi harapan
KURANG < 50% Pencapaian target tidak memenuhi
harapan dan tidak dapat diterima

4.8 Masalah/Kasus kedelapan


Untuk pelaksanaan rekrutmen RSUD Dr.Muhammad Zein Painan juga mengacu
pada pedoman pengelolaan SDM RSUD Dr.Muhammad dan kebijakan-
kebijakan internal dari Direktur.
Pengadaan SDM :
a. Prinsip
1) Pengadaan Pegawai dilakukan berdasarkan prinsip objektif,
transparan, kompetitif, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme,
efektif, efisien, tidak diskriminatif dan tidak dipungut biaya
apapun.
2) Seluruh proses pengadaan pegawai / rekrutmen di RSUD
Dr.Muhammad Zein Painan dilaksanakan secara seragam
oleh Bagian SDM dengan prosedur dan ketentuan yang
berlaku.
3) Proses seleksi staf klinis dilakukan untuk menjamin bahwa
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi sesuai dengan
kebutuhan pasien.
4) Proses seleksi staf non klinis dilakukan untuk menjamin
bahwa pengetahuan, keterampilan dan kompetensi staf non
klinis sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai