Penulis :
Universitas Tidar
2022
Pinjaman Online dan Penyebaran Data Nasabah: Aksi 'Rentenir Digital'
Industri Fintech (Financial Technology) adalah sebuah produk baru dari kemajuan
teknologi digital yang kombinasikan dengan industri keuangan. Fintech telah menjadi sebuah
terobosan dalam sektor perekonomian yang implementasinya telah menjadi trend di
masyarakat mulai dari jual beli saham, pembayaran, sistem pinjaman uang (lending), transfer
dana, investasi retail, perencanaan keuangan (personal finance), dan lain sebagainya (Palinggi
& Allolinggi, 2020)
Beberapa aplikasi yang tertera pada Gambar 1.1 merupakan contoh sistem pinjaman
online berbasis web, sebuah aplikasi yang terintegrasi antara produk pinjaman dengan
teknologi informasi mulai dari proses pengajuan, persetujuan dan pencairan dilakukan secara
online dan didukung dengan SMS. Sehingga pemberi dan penerima pinjaman tidak perlu
bertemu atau bertatap muka langsung. Dahulu, debitor harus pergi ke bank atau lembaga
keuangan lainnya untuk mencari pinjaman, Namun sekarang dengan adanya aplikasi
pinjaman online, semua orang dapat mengajukan pinjaman kapanpun dan dimanapun selama
dia memiliki smartphone dan komputer yang digunakan terkoneksi dengan internet. Sistem
pinjaman online ini akan menjadi solusi efektif, efisien dan sangat membantu bagi orang
yang mengalami kesulitan keuangan tanpa harus mengabiskan waktu, biaya, dan tenaga.
persyaratan yang tidak rumit dan proses pencairan yang cepat (Supriyanto & Ismawati, 2019).
Akhir-akhir ini banyak kasus pinjaman online yang mulai muncul beserta dengan
dampaknya, Seperti pada saat penagihan yang bermasalah hingga penyalahgunaan data
pribadi nasabah. (Darmiwati & Syahfitri, 2021) . Banyak kita temukan di media sosial kisah
– kisah dari nasabah pinjaman online, yang mengeluhkan perilaku para penagih hutang yang
dianggap melanggar privasi.
Gambar 1.2 Ancaman Pinjol (Sumber : google)
Gambar 1.2 menunjukkan adanya pesan yang berisi ancaman dari pihak penyedia dana
(pinjaman), pesan yang dikirimkan melalui whatsapp di atas berisi nama lengkap nasabah
bahkan jumlah nominalnya pun juga disebutkan. Berdasarkan informasi yang didapat pesan
tersebut meneror nasabah secara berulang ulang hingga hutang dinyatakan lunas, bahkan ada
juga beberapa admin pinjaman online yang melakukan penagihan melalui fitur chat whatsapp
menggunakan kata kata kasar yang dirasa kurang sopan. Pihak pinjaman online mengancam
akan menyebarkan data pribadi tentang dirinya beserta nominal hutangnya kepada kontak
yang tersimpan di ponselnya, dengan adanya hal ini disimpulkan bahwa pihak pinjaman
online menyebarkan data nasabah tanpa izin dari pemilik data. Harga diri seseorang
terkadang bisa saja jatuh hanya karena pesan penagihan ini di kirimkan secara random pada
daftar kontaknya, sehingga nama baik dari nasabah pun dapat tercoreng.
Setiap orang pasti memiliki data pribadi. Data pribadi merupakan sesuatu yang
melekat pada setiap orang. Data pribadi merupakan sesuatu yang bersifat sensitif. Data
pribadi adalah sesuatu yang harus dilindungi karna sejatinya merupakan hak privasi setiap
orang. Hak privasi adalah hak konstitusional warga negara yang telah diatur dalam Undang –
Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 (Kusnadi, 2021). Hak konstitusional
adalah kewajiban dari suatu negara terhadap warga negaranya. Di Indonesia saat ini banyak
terjadi permasalahan hukum yang menyalahgunakan data pribadi seseorang untuk
kepentingan pribadi. Tetapi, saat ini penanganan permasalahan hukum tersebut belum
maksimal dikarenakan kekosongan norma dalam perlindungan hukum data pribadi
(Purnomosidi, 2017). Privasi merupakan hak yang dimiliki baik oleh individu, kelompok,
maupun lembaga untuk menentukan sendiri sampai sejauh apa, bagaimana informasi mereka
dikomunikasikan tanpa diketahui oleh publik. Jadi pada dasarnya privasi adalah hak untuk
menentukan apa, dengan siapa, dan seberapa jauh informasi mengenai dirinya boleh
diungkap kepada orang lain. Beberapa contoh seperti privasi atas tubuh, privasi identitas,
privasi data, privasi korespondensi, privasi lokasi, privasi wilayah dan privasi keuangan. Pada
praktik penagihan yang dilakukan oleh pinjol ini telah melanggar privasi data, yakni privasi
yang berkaitan dengan jejaring digital seperti, foto, dokumen, data.
Di Indonesia, pasca-amandemen konstitusi, hak atas privasi diakui sebagai salah satu
hak konstitusional warga negara yang harus dilindungi. Perlindungan ini ditegaskan di dalam
Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945, yang diantaranya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi (privasi), keluarga, kehormatan, martabat, dan harta bendanya
(termasuk data-data pribadi). Pernyataan tersebut juga ditegaskan di dalam Pasal 32 UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM, yang antara lain menyatakan bahwa kemerdekaan dan rahasia
komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu kecuali atas perintah hakim atau
kekuasaan lain yang sah menurut undang-undang. Penyebaran data yang dilakukan oleh
pinjol ini dilakukan dengan harapan agar nasabah segera melunasi hutangnya, walaupun
demikian cara yang dilakukan tetaplah salah karena telah melanggar hak privasi dari
nasabahnya dan merupakan sebuah tindakan pidana
Selain telah melanggar hak privasi dalam kasus penyebaran data yang dilakukan oleh
penagih pada penyedia pinjaman online tersebut telah melanggar netiket (network etiket).
Sebagai mahluk sosial pelaku internet memiliki kode etik universal sebagai acuan dalam
menjaga perilakudan kehormatan dalam pergaulan komunitas dunia maya. Setiap lingkungan
punya nilai etika tersendiri dan tidak ada nilai baku yang berlaku identik, tiap orang dapat
memiliki interprestasi yang berbeda terhadap prinsip yang disepakati (Nurhadi, 2016). Dalam
kasus tertentu pelanggaran etika dapat diajukan ke pengadilan melalui mekanisme hukum
positif yang berlaku pada diri seseorang (warga negara) maupun lembaga/organisasi. Yang
paling sering terjadi tuntutan hukum adalah menyangkut soal pelanggaran Hak Cipta, Hak
Privacy dan serangan illegal (Spamming, Pirating, Cracking dan sejenisnya) terhadap suatu
produk, perseorangan maupun institusi yang dilindungi hukum positif secara internasional.
Seperti salah satu poin netiket yang berbunyi “Menghargai privasi sesame pengguna
jaringan internet”, dengan adanya penyebaran data pada media sosial dirasa tidak
menghormati privasi dari nasabah tersebut, karena hal yang bersangkutan dengan utang
piutang merupakan hal pribadi yang tidak sepatutnya menjadi konsumsi publik.
Gambar 1.3 Tabel Keamanan Digital (Sumber : Modul Aman Bermedia Digital)
Dikutip dari modul Aman Bermedia Digital Tahun 2021 bahwa keamanan digital
dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik
secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman (Sammons & Cross,
2017). Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki melainkan juga melindungi
data pribadi yang bersifat rahasia. Tingginya aktivitas digital membuka potensi buruk bagi
pengguna internet baru baru ini, seperti yang tertera pada Gambar di atas yaitu grafik
keamanan digital dari konteks keamanan akun yang di terbitkan oleh pihak Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim Polri Tahun 2020 di Indonesia terlihat bahwa semakin tahun
keamanan digital di Indonesia semakin rawan, jika dilihat dari segi perkembangan teknologi
yang semakin canggih bisa jadi hal inilah yang menjadi salah satu pemicu kejahatan cyber.
Maka dari pribadi masing masing hendaknya menambah kewaspadaan terhadap media
digital.
Timbulnya berbagai kasus yang terjadi baru baru ini membuat kita perlu memahami
aspek kompetensi literasi digital. Kompetensi literasi digital merupakan alat ukur untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan literasi digital seseorang. Namun di masyarakat pada
umumnya, literasi digital dipandang sebagai kemampuan untuk mengoperasikan teknologi
berupa perangkat digital dan internet. Pengertian literasi digital, dikutip dari modul “Aman
Bermedia Digital” Kominfo, adalah kecakapan pengguna media digital dalam melakukan
proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Untuk dapat mengetahui
seberapa jauh kemampuan literasi digital kita, maka diperlukan indikator-indikator berupa
kompetensi literasi digital.
Salah satu nya di gagas oleh Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital) – 2018, yang
memuat :
3. Seleksi: Kompetensi dalam memilih dan memilah berbagai informasi dari berbagai
sumber yang diakses dan dinilai dapat bermanfaat untuk pengguna media digital
5. Produksi: Kompetensi dalam menyusun informasi baru yang akurat, jelas, dan
memperhatikan etika
6. Analisis: Kompetensi menganalisis dengan melihat plus minus informasi yang sudah
dipahami sebelumnya
9. Partisipasi: Kompetensi untuk berperan aktif dalam berbagi informasi yang baik dan
etis melalui media sosial maupun kegiatan komunikasi daring lainnya
10. Kolaborasi: Kompetensi untuk berinisiatif dan mendistribusikan informasi yang jujur,
akurat, dan etis dengan bekerja sama pemangku kepentingan lainnya
Penutup
Kusnadi, S. A. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI SEBAGAI HAK PRIVASI. AL WASATH Jurnal
Ilmu Hukum, 2(1). https://doi.org/10.47776/alwasath.v2i1.127
Palinggi, S., & Allolinggi, L. R. (2020). Analisa Deskriptif Industri Fintech di Indonesia: Regulasi dan
Keamanan Jaringan dalam Perspektif Teknologi Digital. Ekonomi Dan Bisnis, 6(2).
https://doi.org/10.35590/jeb.v6i2.1327
https://eprints.uny.ac.id/7229/1/M-20%20-%20Nur%20Hadi%20W.pdf
https://literasidigital.id/books/modul-aman-bermedia-digital/
Kominfo, Siberkreasi, & Deloitte (2020) Roadmap literasi digital 2021-2024. Jakarta:
Kominfo, Siberkreasi, & Deloitte.