Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH (REVISI)

SOSIOLOGI HUKUM

KAJIAN SOSIOLOGI HUKUM


DALAM KASUS PENAGIHAN PINJAMAN ONLINE
(PINJOL) DI MASA PANDEMI COVID-19

Disusun oleh:

Andre Febriansyah
NIM 2110622012
Kelas A1

Program Studi Magister Hukum


Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
2021
LATAR BELAKANG MASALAH
Pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mengalami penurunan,
yang berdampak kepada tingginya tingkat pekerja yang kehilangan pekerjaan, inflasi dan biaya
hidup yang semakin tinggi. Disisi lain, perkembangan teknologi informasi semakin pesat, dan
justru mengalami akselerasi dalam pembatasan mobilitas akibat pandemi. Perkembangan
teknologi informasi sekarang inilah yang menyebabkan Pinjaman Online (Pinjol) menjadi salah
satu produk finansial yang paling diminati masyarakat Indonesia saat ini karena memiliki proses
pengajuan yang cepat, mudah dan praktis.

Namun dibalik berbagai kemudahan yang ditawarkan ini, ada konsekuensi dan risiko yang akan
diterima oleh debitur. Perkembangan Pinjol ini lekat dengan stigma negatif dari masyarakat
khususnya dalam cara penagihan. Berbagai kasus pelanggaran hukum oleh Perusahaan Pinjol
mulai bermunculan, terutama berkaitan dengan proses penagihan atas tunggakan debiturnya,
mulai dari intimidasi, peretasan dan penyebaran data pribadi.

Masyarakat yang awam hukum akan merasa khawatir menghadapi permasalahan tersebut. Pada
umumnya pengguna aplikasi tidak mengetahui dengan jelas, apa yang menjadi konsekuensi
hukum ataupun cara penyelesaian apabila terjadi kasus penagihan yang melanggar hukum dari
Pinjol tersebut.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka beberapa masalah yang akan dibahas, yaitu:

- Bagaimana seharusnya prosedur penagihan Pinjol dan bagaimanakah prakteknya?


- Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum atas upaya
penagihan Pinjol?
- Bagaimana seharusnya upaya Pemerintah untuk meminimalisasi pelanggaran hukum atas
upaya penagihan Pinjol?
METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu
mengkaji hukum melalui kenyataannya pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Penelitian yang
dilakukan adalah Field Research yang dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah data, bersumber
dari buku-buku, data-data OJK, dan berita-berita yang bersumber dari media elektronik,
narasumber langsung, serta analisis di media sosial melalui drone emprit academy open data.

TINJAUAN TEORI

Dalam penulisan artikel ini penulis menerapkan beberapa teori yang relevan:

1. Teori Pertukaran Sosial (George Caspar Homans). Dalam Teori ini, hubungan antara
Perusahaan Pinjol dengan masyarakat dianalis antara biaya dan manfaat, berdasarkan
untung dan rugi1.
2. Teori Konflik (Karl Marx). Teori konflik adalah bentuk pertentangan kelas, dipicu oleh
pertentangan kepentingan ekonomi2. Teori ini akan melihat masyarakat sebagai arena
ketimpangan yang memicu konflik dan perubahan sosial, berkaitan dengan adanya
penguasaan sumberdaya keuangan oleh Perusahaan Pinjol.
3. Teori Solidaritas Sosial (Emile Durkheim), yang mengatakan apabila terjadi pelanggaran
atas kaedah-kaedah hukum, semua warga masyarakat merasa dirinya terancam secara
langsung. Dalam hal ini, pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan Pinjol kepada
masyarakat memperkuat solidaritas di dalam masyarakat3.
4. Teori Tanggung Jawab (Hans Kelsen), bahwa debitur dan kreditur Pinjol bertanggung
jawab secara hukum berdasarkan unsur kesalahan, prinsip praduga untuk selalu
bertanggung jawab, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab, dan prinsip
tanggung jawab mutlak4.

1
Raho, Bernard, Teori Sosiologi Modern, (Maumere, Penerbit Ledalero : 2021), hal 235
2
Ibid, hal 96
3
Laksana, I Gusti Ngurah Dharma dkk, Buku Ajar Sosiologi Hukum, (Tabanan, Pustaka Ekspresi : 2017), hal 122
4
Asshiddiqie, Jimly & Safa’at Ali, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta, Sekjen Kepaniteraan MK : 2006), hal
61
PEMBAHASAN
Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional, presentase penduduk miskin pada September 2020 naik
menjadi 10,19%, meningkat 0,41% pada Maret 2020. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020
turun sebesar 2,07% dibandingkan 2019, sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat
sejumlah negara melakukan lockdown. Hal ini menyebabkan fintech semakin banyak diakses
untuk memenuhi kebutuhan sosial karena menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam
realisasinya.

Pengertian Fintech

Fintech merupakan singkatan dari financial technology. National Digital Research Center
(NDRC) mendefinisikannya untuk menyebut inovasi dalam bidang jasa keuangan atau finansial 5.
Inovasi yang dimaksud adalah inovasi finansial yang diberikan sentuhan teknologi modern. Jenis
fintech menurut definisi OJK adalah Crowdfunding, Micro financing, Market comparison, Digital
payment system, dan P2P lending service. P2P lending service inilah yang lebih dikenal dengan
istilah Pinjol.

Prosedur Penagihan Pinjol

Sesuai dengan kode etik bersama atau joint code of conduct yang ditandatangani oleh beberapa
asosiasi fintech Indonesia yakni Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech
Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), para
pelaku usaha Pinjol wajib memberikan dan menagih hutang yang manusiawi tanpa kekerasan baik
fisik maupun non-fisik, termasuk cyber bullying, dan dilarang menggunakan pihak ketiga
pelaksana penagihan yang memiliki reputasi buruk berdasarkan informasi dari Otoritas maupun
Asosiasi6.

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tidak terdapat rincian mengenai prosedur
penagihan. Namun dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai kewajiban dan larangan
penyelenggara Pinjol, dapat diketahui salah satu hak pengguna adalah hak atas perlindungan

5
Maulida, R. 2019. Fintech: Pengertian, Jenis, Hingga Regulasinya di Indonesia, dari: https://bit.ly/3AZ8bSQ.
(diakses 9 September 2021)
6
Pedoman Perilaku Penyelenggara Teknologi Finansial di Sektor Jasa Keuangan yang Bertanggung Jawab (Aftech-
AFPI-AFSI. 2019)
pemberian data dan/atau informasi mengenai pengguna kepada pihak ketiga tanpa seizin
pengguna (Pasal 39).

Jenis Pelanggaran dalam Proses Penagihan Pinjol


Pada prakteknya, setidaknya terdapat 5 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami
oleh korban aplikasi Pinjol pada saat proses penagihan7 yaitu :

No Bentuk Pelanggaran Pelanggaran Pasal


1 Penagihan yang tidak hanya dilakukan pada Kerahasiaan data (Pasal 26 POJK
debitur atau kontak darurat yang disertakan 77/POJK.01/2016)
oleh debitur
2 Ancaman, fitnah, penipuan dan pelecehan - Fitnah (311 Ayat 1 KUHP)
seksual - Pelecehan seksual melalui media
elektronik (Pasal 27 Ayat 1 jo 45
Ayat 1 UU ITE)
3 Penyebaran data pribadi Penyebaran data pribadi (Pasal 32 jo
Pasal 48 UU ITE)
4 Penyebaran foto dan informasi pinjaman ke Penyebaran data pribadi (Pasal 32 jo
kontak yang ada pada gawai debitur Pasal 48 UU ITE
5 Virtual Account pengembalian uang salah, Penagihan intimidatif (Pasal 368
sehingga bunga terus berkembang dan KUHP dan Pasal 29 jo 45 UU ITE)
penagihan intimidatif terus dilakukan

Mayoritas pelanggaran tersebut dilakukan oleh Pinjol ilegal, namun dalam beberapa kasus, debt
collector Pinjol legal pun juga dilaporkan melakukan pelanggaran tersebut 8. Bahkan dalam
penggerebekan yang dilakukan Kepolisian, ditemukan bahwa beberapa Pinjol legal merupakan
perusahaan yang sama dengan Pinjol ilegal, terlibat dalam jual beli data debitur, dan
mengumpankan debitur yang gagal bayar ke Pinjol ilegal 9.
7
Rizki, M.J, 2019, Pasal-pasal Pidana yang bisa jerat perusahaan fintech illegal, dari: https://bit.ly/2Z3TO2e
(diakses 9 september 2021)
8
Suara Pembaca : Field Collector Kredivo Yang Tidak Punya Etika dan Hati, dari: https://bit.ly/30Lw0B8 (diakses 29
September 2021)
9
Manurung, M.Y., 2021, Ada Kongkalikong Pinjol Ilegal dan Pinjol Terdaftar OJK Soal Data Nasabah, dari
https://bit.ly/3vB6biu (diakses 22 Oktober 2021)
Penyebab terjadinya Pelanggaran Hukum dalam Proses Penagihan Pinjol

Berdasarkan statistik fintech yang diterbitkan OJK, selama Pandemi Covid-19 periode 2020,
terdapat kenaikan akumulasi penyaluran pinjaman oleh Pinjol (yang resmi dan terdaftar) sebesar
91,30% dibandingkan dengan tahun 2019, namun secara rata-rata, tingkat TWP90 (kegagalan
kredit) juga meningkat 136,13% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini selain menunjukkan
terdapat korelasi antara penurunan ekonomi dengan peningkatan transaksi Pinjol, juga terjadi
peningkatan risiko kegagalan. Dengan kata lain, terjadi accidental poverty, yaitu kemiskinan
karena terjadinya pandemi Covid-19, yang kemudian berdampak pada permasalahan lain.
Kemiskinan dengan tidak adanya alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidup, adalah sumber
dari penyakit sosial dan permasalahan hukum10.

2019 2020 Naik (Turun)


Akumulasi pencairan pinjaman 81.497.510.828.317 155.902.554.218.280 91,30%
(Rp)
Outstanding Pinjaman (Rp) 13.157.156.009.827 15.319.085.394.949 16,43%
Rata-rata nilai pinjaman/akun (Rp) 995.376 627.608 (36,95%)
Rata-rata TWP90 2,57% 6,08% 136,58%
Sumber : Statistik Fintech OJK, diolah

Meskipun Pinjol memberikan solusi cepat untuk kesulitan keuangan yang dihadapi masyarakat,
tingkat bunga yang dikenakan relatif besar, sehingga Pinjol ini berisiko menimbulkan defisit pada
keuangan pengguna. Kebanyakan debitur Pinjol yang ilegal adalah mereka yang sudah memiliki
tunggakan di lembaga keuangan yang legal, sehingga di-blacklist untuk melakukan pinjaman
lagi11. Beberapa debitur terindikasi sengaja beritikad buruk untuk tidak melakukan pembayaran,
atau melakukan cara membayar hutang dengan hutang (gali lubang tutup lubang)12. OJK
membatasi tingkat bunga Pinjol (resmi) maksimal sebesar 0,8% per hari atau 24% per bulan, tapi

10
Iriani, Niken, Kemiskinan: Ibu Kandung Patologi Sosial, (Surakarta, Majalah Psikologi Kognisi: 1999), hal 8
11
Advenia, E., 2021, Astaga! Mayoritas Korban Pinjol Ilegal Tak Punya Akses ke Perbankan, dari
https://bit.ly/3aWISWR (diakses 15 September 2021)
12
Fauzia, M., 2021, OJK: Ada Indikasi Debitur Pinjol Sengaja 'Ngemplang', dari https://bit.ly/3jlD1z8 (diakses 28
September 2021)
hal itu tidak berlaku bagi Pinjol ilegal yang mematok tingkat bunga yang jauh lebih tinggi, disertai
dengan pemotongan dana yang disebutkan sebagai biaya administrasi13.

Dari sisi Perusahaan Pinjol, sebelum memberikan pinjaman seharusnya melakukan analisis
character, capital, capacity, condition dan collateral (analisis 5C’s14) kepada calon debitur. Pinjol
mengesampingkan beberapa kelayakan tersebut demi mendapatkan profit, sehingga menghadapi
risiko kegagalan kredit yang tinggi. Dengan adanya Pandemi Covid-19 yang meningkatkan
TWP90, maka proses penagihan menjadi krusial. Dalam buku “Doing Business 2020” terbitan
Bank Dunia, biaya penagihan utang melalui jalur hukum yang resmi di Jakarta memakan waktu
390 hari, dengan biaya 74% dari total tunggakan. Dengan kenyataan tersebut, Perusahaan Pinjol
lebih memilih memakai jasa debt collector demi efektivitas penagihan. Apabila terjadi
pelanggaran, hal tersebut ditimpakan pada para debt collector, sedangkan Perusahaan Pinjol
sendiri tidak mengawasi proses penagihan yang dilakukan oleh debt collector tersebut15.

Dalam teori pertukaran sosial, secara implisit memperlihatkan saling ketergantungan antara
pertukaran sosial di tingkat mikro dan tingkat makro di dunia fintech dengan penggunanya.
Masyarakat membutuhkan akses pendanaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
Perusahaan Pinjol juga membutuhkan masyarakat peminjam untuk memperoleh keuntungan
bunga atas pinjaman tersebut. Sehingga hubungan interaksi antara Perusahaan Pinjol dan
masyarakat peminjam seharusnya memiliki hubungan saling ketergantungan.

Namun akibat ketimpangan pada penguasaan sumberdaya (keuangan), posisi saling


ketergantungan itu pada akhirnya akan bergeser, dan memberikan kekuasaan kepada kapitalis.
Sesuai dengan teori konflik, hubungan antara kapitalis pemilik modal (yang berwujud Perusahaan
Pinjol) dan masyarakat peminjam akan membentuk dominasi dan pemaksaan oleh Perusahaan
Pinjol sebagai pemilik sumberdaya keuangan kepada debiturnya. Dalam pandangan kapitalisme,
kegagalan pembayaran oleh debitur disebabkan oleh kesalahan debitur itu sendiri. Ini yang disebut
oleh Marx sebagai “kesadaran palsu”, menganggap bahwa problem-problem sosial disebabkan
oleh kesalahan individual, bukan dari sistem yang menguntungkan para pemilik modal.

13
Indraini, A., 2021, Bunga Pinjol Gila-gilaan! Pantes Masyarakat Tercekik, dari https://bit.ly/3vy2nyg (diakses 21
Oktober 2021)
14
Saunders, Anthony & Allen, Linda, Credit Risk Measurement, (New York, John Wiley & Sons, Inc.: 2002), hal 9
15
Irfani, F., 2021, Siasat Laknat Pinjol Ilegal & Bagaimana Penagih Utang Bekerja, dari https://bit.ly/2ZiTrRI
(diakses 29 September 2021)
Sumber: Drone Emprit Academic open data, periode September 2021

Pelanggaran hukum terhadap proses penagihan Pinjol kepada masyarakat di masa pandemi Covid-
19 ini telah menguatkan perasaan senasib dan empati, memunculkan solidaritas di dalam
masyarakat, sehingga wacana perlawanan terhadap Pinjol makin menguat di berbagai media
sosial. Respon netizen melalui analisis drone emprit di media sosial terhadap Pinjol cenderung
negatif, dengan respon emosi yang didominasi “kemarahan” dan “ketakutan”.
Upaya Pemerintah Saat Ini Dalam Mengatasi Pelanggaran Hukum oleh Pinjol

Selain terdapat kode etik bagi Pinjol legal, perlindungan terhadap data pribadi telah diatur dalam
Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Secara khusus, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Pasal 26 disebutkan
bahwa pihak penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi
pengguna, dan pemanfaatannya harus disetujui pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam catatan LBH Jakarta, banyak laporan korban Pinjol yang ditolak Kepolisian dengan
bermacam alasan, antara lain pemakluman bahwa tindakan tersebut akibat kesalahan debitur
sendiri, atau bukan merupakan ranah Kepolisian. Selain banyaknya penolakan, laporan yang
masuk pun tidak ada progress-nya lagi16.

Selama ini yang dikenakan sanksi sebatas pada debt collector-nya, meskipun sebenarnya
Perusahaan Pinjol (resmi) dapat dikenakan sanksi sebagai pihak yang menginisiasi (sesuai KUHP
Pasal 55) dan melakukan pembiaran 17. Sedangkan untuk Pinjol ilegal, upaya aktif yang dilakukan
oleh Pemerintah saat ini adalah melakukan penggerebekan, penutupan, serta pemblokiran situs-
situs Pinjol ilegal. OJK juga akan melakukan moratorium pemberian izin untuk Perusahaan Pinjol
baru. Pemerintah melalui Menkopolhukam, M. Mahfud MD 18 menganjurkan agar tidak perlu
melakukan pembayaran kepada Pinjol ilegal, setelah sebelumnya Kominfo mengeluarkan
pernyataan senada.

16
LBH Jakarta, 2019, Laporan Tindak Pidana Korban Pinjol, dari https://bantuanhukum.or.id/laporan-tindak-pidana-
korban-pinjol (diakses 22 Oktober 2021)
17
Novridasati, W.; Ridwan & Prakarsa, A., Pertanggungjawab Pidana Desk Collector Fintech Ilegal serta
Perlindungan terhadap Korban, (Serang: Jurnal Litigasi 2020), hal 252
18
Karunia, A.M., 2021. Mahfud MD: Nasabah Pinjol Ilegal Tidak Usah Bayar Cicilan Lagi meski Ditagih, dari
https://bit.ly/2Z6CzgT (Diakses 21 Oktober 2021)
KESIMPULAN

Penyebab terjadinya pelanggaran dalam Proses Penagihan Pinjol bersifat kompleks, mulai dari
pengabaian prinsip kehati-hatian pemberian kredit, tidak efisiennya proses penyelesaian hutang-
piutang, terjadinya accidental poverty. Meskipun debitur Pinjol juga melakukan wanprestasi
dalam hal pembayaran pinjaman, namun kesamaan nasib dalam kesulitan ekonomi saat pandemi,
membentuk solidaritas dalam masyarakat. Sikap pemerintah sendiri tidak memberikan solusi yang
komprehensif, bahkan saling bersilang pendapat. Wacana pemutihan seperti yang dikemukakan
oleh Menkopolhukam tak sejalan dengan pandangan Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, bahwa
masalah hutang-piutang adalah kesepakatan para pihak. Sehingga mekanisme seharusnya
bukanlah pemutihan melainkan restrukturisasi hutang. Hal ini juga bertentangan dengan norma
hukum dan norma agama, bahwa setiap hutang harus diselesaikan. Pemutihan akan meningkatkan
penguatan budaya wanprestasi di masyarakat, yang berimbas ke usaha industri keuangan di
Indonesia.

Secara tanggung jawab hukum, untuk kasus Pinjol ilegal, dikarenakan pihak penyelenggara tidak
memiliki kewenangan membuat perjanjian Pinjol, maka segala bentuk perikatan terkait Pinjol
memenuhi syarat kebatalan. Akibatnya, keadaan harus dikembalikan seperti sedia kala. Uang
yang diterima oleh debitur Pinjol harus dikembalikan kepada pihak pemberi pinjaman (kreditur)
sesuai nilai semula.

Pemerintah tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa banyak masyarakat meminjam ke Pinjol
ilegal karena tidak mempunyai alternatif lain untuk memenuhi keperluannya yang sangat
mendesak, karena itu upaya pemberantasan tak akan efektif. Permasalahan Pinjol bukanlah
sekadar kesalahan individu dari debitur sendiri yang tidak berhati-hati, melainkan masalah
sistemik. Apabila tidak ada upaya penanggulangannya secara komprehensif, dapat berakibat
stigma negatif masyarakat terhadap keseluruhan industri fintech, yang sebenarnya adalah sebuah
inovasi dalam perekonomian nasional.

Solidaritas organis dalam masyarakat modern menyebabkan hukum represif berubah menjadi
hukum yang bersifat restitutif. Dalam hukum restitutif, masalah terfokus pada korban, dalam hal
ini adalah debitur Pinjol yang dirugikan dalam proses penagihan Pinjol. Sehingga yang
diharapkan bukanlah sanksi pidana kepada Pinjol/penagihnya, namun pemulihan kerugian debitur
Pinjol yang terkena bunga tinggi serta kerugian lain diakibatkan pelanggaran hukum yang ada.

SARAN

Masalah pokok terjadinya pelanggaran hukum terhadap penagihan Pinjol ini adalah tingginya
tingkat kegagalan bayar debitur karena accidental poverty akibat pandemi. Maka perlu dipetakan
lagi, apakah debitur Pinjol tersebut adalah masyarakat terdampak Pandemi Covid yang justru
perlu mendapatkan bantuan sosial, atau pinjaman untuk usaha dengan bunga yang ringan.
Pemerintah perlu menyediakan program khusus dan bisa bekerjasama dengan Perusahaan Pinjol
dalam menyalurkan kredit tersebut.

Dalam memitigasi risiko kredit, menyehatkan iklim usaha fintech serta mendidik debitur Pinjol
yang beritikad buruk (kesengajaan wanprestasi), agar Pemerintah dapat memfasilitasi
restrukturisasi hutang dan penyelesaian sengketa antara Perusahaan Pinjol dengan debiturnya
secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau. Sehingga tercipta keseimbangan dalam keseluruhan
proses pinjaman mulai dari pengajuan, persetujuan, pencairan, pembayaran, penagihan dan
penyelesaian, semua proses telah dilakukan secara efisien.

Yang terakhir, sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah dalam melindungi debitur Pinjol,
sesuai dengan seruan LBH Jakarta, agar Kepolisian menerima seluruh laporan tindak pidana
Pinjol, serta mengusut tuntas sampai kepada inisiator debt collector yang melakukan tindak
pidana terkait. Sedangkan dalam menjaga data pribadi (hal ini tidak khusus hanya bagi debitur
Pinjol) Pemerintah juga seharusnya memprioritaskan suatu aturan hukum dalam bentuk Undang-
Undang Perlindungan Data Pribadi termasuk didalamnya adanya Lembaga Pengawas independen
yang bertugas mengawasi aspek perlindungan data pribadi dalam setiap transaksi keuangan
elektronik yang berlangsung di masyarakat.
Daftar Pustaka

 Advenia, Elisabeth. 2021. Astaga! Mayoritas Korban Pinjol Ilegal Tak Punya Akses ke
Perbankan (https://economy.okezone.com/read/2021/07/23/622/2444993/astaga-
mayoritas-korban-pinjol-ilegal-tak-punya-akses-ke-perbankan. Diakses 15 September
2021).
 Aftech-AFPI-AFSI. 2019. Pedoman Perilaku Penyelenggara Teknologi Finansial di
Sektor Jasa Keuangan yang Bertanggung Jawab. Jakarta: Fintech Indonesia.
 Asshiddiqie, Jimly & Safa’at Ali. 2006. Teori Hans Kelsen tentang Hukum. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
 Fauzia, Mutia. 2021. OJK: Ada Indikasi Debitur Pinjol Sengaja 'Ngemplang',
(https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/13/173500326/ojk--ada-indikasi-debitur-
pinjaman-online-sengaja-ngemplang-. diakses 28 September 2021).
 Indraini, Anisa. 2021. Bunga Pinjol Gila-gilaan! Pantes Masyarakat Tercekik.
https://finance.detik.com/fintech/d-5771001/bunga-pinjol-gila-gilaan-pantes-masyarakat-
tercekik, diakses 21 Oktober 2021)
 Irfani, Faisal. 2021. Siasat Laknat Pinjol Ilegal & Bagaimana Penagih Utang Bekerja.
(https://tirto.id/ghishttps://tirto.id/siasat-laknat-pinjol-ilegal-bagaimana-penagih-utang-
bekerja-ghis. Diakses 29 September 2021).
 Iriani, Niken. 1999. Kemiskinan: Ibu Kandung Patologi Sosial. Surakarta: Majalah
Psikologi Kognisi.
 Karunia, Ade Miranti, 2021. Mahfud MD: Nasabah Pinjol Ilegal Tidak Usah Bayar
Cicilan Lagi meski Ditagih.
(https://money.kompas.com/read/2021/10/19/191144026/mahfud-md-nasabah-pinjol-
ilegal-tidak-usah-bayar-cicilan-lagi-meski-ditagih. Diakses 21 Oktober 2021).
 Laksana, I Gusti Ngurah Dharma dkk. 2017. Buku Ajar Sosiologi Hukum. Tabanan:
Pustaka Ekspresi.
 LBH Jakarta. 2019. Laporan Tindak Pidana Korban Pinjol.
(https://bantuanhukum.or.id/laporan-tindak-pidana-korban-pinjol. Diakses 22 Oktober
2021)
 Manurung, M. Yusuf. 2021. Ada Kongkalikong Pinjol Ilegal dan Pinjol Terdaftar OJK
Soal Data Nasabah. (https://metro.tempo.co/read/1520089/ada-kongkalikong-pinjol-
ilegal-dan-pinjol-terdaftar-ojk-soal-data-nasabah. Diakses 22 Oktober 2021)
 Maulida, Rani. 2019. Fintech: Pengertian, Jenis, Hingga Regulasinya di Indonesia.
(https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/fintech. Diakses pada 9 September
2021).
 Novridasati, Wening; Ridwan dan Prakarsa, Alyth. 2020. Pertanggungjawaban Pidana
Desk Collector Fintech Ilegal serta Perlindungan terhadap Korban. Serang: Jurnal
Litigasi.
 Pardosi, Rodes Ober Adi Guna dan Primawardani, Yuliana. 2020. Perlindungan Hak
Pengguna Layanan Pinjol dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Jakarta: Jurnal HAM.
 Raho, Bernard. 2021. Teori Sosiologi Modern. Maumere: Penerbit Ledalero.
 Rizki, Mochamad Januar. 2019. Pasal-pasal Pidana yang bisa jerat perusahaan fintech
ilegal. (https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c6cacf0c858c/pasal-pasal-pidana-
yang-bisa-jerat-perusahaan-fintech-ilegal. Diakses 9 september 2021).
 Saunders, Anthony & Allen, Linda. 2002. Credit Risk Measurement. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
 Suara Pembaca: Field Collector Kredivo Yang Tidak Punya Etika dan Hati. 2020.
(https://mediakonsumen.com/2020/03/01/surat-pembaca/field-collector-kredivo-yang-
tidak-punya-etika-dan-hati. Diakses 29 September 2021).
 Sugangga, Rayan dan Sentoso, Erwin Hari. 2020. Perlindungan Hukum terhadap
Pengguna Pinjol Ilegal. Bogor: Jurnal Universitas Pakuan.
 World Bank Group. 2021. Doing Business 2020, Economy Profile of Indonesia.
(https://www.doingbusiness.org/en/data/exploreeconomies/indonesia. Diakses 22 Oktober
2021).

Anda mungkin juga menyukai