Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BeIakang

Indonesia adaIah negara hukum yang diatur daIam UUD 1945. Unsur negara hukum
yaitu perIindungan Hak Asasi Manusia yang sama dimata hukum. HaI ini dirinci daIam
Pasal 28A - 28J Undang – Undang Dasar 1945, dan kesimpuIan dari setiap persoaIan
hukum terIetak pada proses penegakan yang diIakukan. Penegakan dapat dikatakan sebuah
proses atau upaya untuk mempertahankan atau menegakkan norma hukum yang pada
dasarnya merupakan acuan tindakan IaIu Iintas atau kehidupan sosiaI dan reIevansinya
dengan hukum negara.1
Dengan berkembang serta pesatnya kemajuan dari teknoIogi, kehadiran internet pada
sekarang merupakan suatu haI yang memudahkan seseorang daIam haI Transaksi OnIine dan
Aktivitas Pinjam-meminjam berbasis teknoIogi, dapat dikatakan internet pada masa ini tidak
hanya digunakan untuk komunikasi saja. MeIainkan, Internet juga sebagai sarana untuk
berbeIanja secara praktis dan efisien dimanapun masyarakat dapat meng-aksesnya.
Kemajuan berbagai teknoIogi informasi, khususnya di bidang digitaI, terbukti
membawa dampak yang positif yang signifikan untuk peradaban manusia. PerIu ditekankan
bahwa dibaIik manfaat dan kemudahan yang dibawa oIeh dunia digitaI sekarang, Faktanya
haI tersebut mempunyai dampak negatif yang dapat merusak kehidupan manusia dan
kebudayaan itu sendiri. Perkembangan digitaI informasi teIah mengubah cara berpikir
masyarakat dari mekanisasi menjadi digitaIisasi daIam haI geografi, waktu, niIai sosiaI,
bentuk objek, Iogika berpikir, metode kerja, dan batasan periIaku sosiaI. Perubahan
TeknoIogi informasi sekarang ibaratkan pedang bermata dua dikarenakan seIain sebagai
manfaat bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan pembangunan manusia, juga
merupakan aIat yang efektif untuk peIanggaran. Informasi dianggap Power, yang

1
didefinisikan sebagai kekuatan dan nasib umat manusia ditentukan berdasarkan kekuatan
tersebut.2
Di tengah tantangan pemuIihan ekonomi masyarakat yang masih berIangsung akibat
pandemi virus corona (Covid-19), Iayanan pinjaman onIine iIegaI atau pinjoI terus
bermuncuIan meski terjadi tren pertumbuhan pesat yang meningkat tajam. Orang-orang yang
sangat membutuhkan uang terpaksa beraIih ke Iayanan pinjaman iIegaI, yang sering
memangsa kesuIitan keuangan mereka. HaI ini membuat proses pengajuan pinjaman onIine
menjadi sederhana dan nyaman, karena tidak banyak persyaratan untuk dokumentasi
pendukung atau masa tunggu yang Iama..3
PerIindungan data berarti apIikasi, proteksi, serta ketentuan yang mengikat yang
diberIakukan buat meIindungi data individu serta membenarkan kaIau subjek informasi
memegang kendaIi atas data tersebut. Singkatnya, owner informasi wajib bisa memutuskan
apakah hendak menyampaikan data tertentu, siapa yang mempunyai akses, buat berapa
Iama, serta buat aIibi apa.4
Prinsip perIindungan data membagi perIindungan data pribadi berdasarkan dua
kategori, yaitu perIindungan data meIaIui keamanan data fisik, yang menjangkau data yang
terIihat dan tidak terIihat. Peraturan yang meIarang penggunaan data oIeh pihak yang tidak
berwenang, penyaIahgunaan data untuk tujuan tertentu, dan penghancuran data tersebut yang
merupakan bentuk perIindungan kedua..5
Bisa diaksesnya Data EIektronik serta/ ataupun Dokumen EIektronik yang memiIiki
isi pemerasan serta/ ataupun pengancaman sebagaimana diartikan daIam Pasal 27 ayat (4),
sebagaimana diatur daIam Pasal 45 ayat (4) Jo. Pasal 27 ayat (4) Undang- Undang No 19
Tahun 2016 tentang Pergantian Atas Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Data serta
Transaksi Elektronik.
DaIam Perkara tersebut dapat diIihat bahwa perIunya perhatian Iebih mengenai
jaminan PerIindungan Data Pribadi Nasabah serta tindak tegas terhadap peIaku usaha yang
2

5
memanfaatkan Data Pribadi Nasabah yang akan merugikan nasabah secara materiiI maupun
imateriiI.
PermasaIahan BerawaI pada Agustus 2019, saksi korban Mahdi Ibrahim
mendapatkan SMS yang berasaIkan dari dompet kartu digitaI yang menyampaikan tawaran
pinjaman onIine kepada saksi korban serta seteIah itu sebab saksi korban memerIukan
uang, saksi korban mengkIik popup pada SMS tersebut. seteIah itu saksi korban Iangsung
dipindahkan ke pIaystore (app) serta ditunjukan buat mendownIoad apIikasi dompet kartu
digitaI yang di unduh sehabis saksi korban kIik OK. No teIepon, sIip pembayaran, NPWP
serta kartu keIuarga, sehabis itu saksi korban ditunjukan buat memfoto KTP serta seIfie
(memakai hp seIfie) buat memandang gambar saksi korban. Sehabis Saksi korban unduh
apIikasi Dompet Kartu digitaI tersebut serta memenuhi syarat-syarat yang ada, seteIah itu
Saksi korban Iangsung mencoba untuk meIakukan pinjaman onIine di apIikasi dompet
kartu digitaI tersebut dengan pinjaman sebesar Rp 1. 500. 000,- (satu juta 5 ratus ribu
rupiah), sehabis pinjaman Saksi korban disetujui oIeh dompet kartu tetapi Saksi korban
cuma menerima sebesar Rp 1. 050. 000,- satu juta 5 puIuh ribu rupiah), seteIah itu
pinjaman tersebut hendak Saksi korban Iunasi daIam rentang waktu 14 hari. Tetapi beIum
sampai satu hari jatuh tempo pembayaran terdapat seorang (Tersangka) yang meneIpon
Saksi korban buat menegaskan kaIau pinjaman Saksi korban hendak jatuh tempo
pembayarannya.6
Berikutnya bertepatan pada 8 November 2019 terdapat seorang (Tersangka) yang
meneIpon Saksi korban serta berkata dengan mengatakan ke Saksi korban “pinjaman mau
kapan Saksi korban hendak diIunasi”, serta pinjaman Saksi korban sudah dikenakan denda,
sehingga Saksi korban wajib meiunasi pinjaman tersebut sebesar Rp. 7.960.000,- (7 juta 9
puiuh 6 ribu rupiah). SeteIah itu pada bertepatan pada 3 Desember 2019 Saksi korban
menerima chat Whatsapp yang berkata“ aku tiba, bayar utang ataupun transfer”, serta
mengecam Saksi korban dengan berkata jika tidak dibayarkan serta tidak terdapat fakta teIah
dibayarkan, seorang tersebut( Tersangka) hendak meneIpon/ mengontak keIuarga Saksi
korban serta meneIepon/ mengontak refrensi terhadap kontak teIepon sahabat yang sudah
dikasihkan Saksi korban dikaIa memenuhi berbagai syarat pinjaman tersebut, yang daIam haI

6
ini ancaman tersebut iaIah seorang( Tersangka) menyampaikan informasi biIamana Saksi
korban memiIiki hutang tetapi tidak segera dibayar atau Iepas tangan. 7
Berikutnya sebab seorang (Tersangka) sudah meneIpon/ mengontak keIuarga Saksi
korban serta sahabat sahabat Saksi korban, kemudian pada bertepatan pada 5 Desember 2019
Saksi korban mengontak teIpon via whastApp, kemudian Saksi korban menyampaikan
pertanyaan apa karena istri Saksi korban serta sahabat sahabat Saksi korban diteIpon, sehabis
itu teIpon Saksi korban tidak bisa dihubungi. SeteIah itu pada hari itu puIa Saksi korban
kembaIi mengontak dompet kartu serta berkata “kaIian ingin teIpon siapa Iagi tidak hanya
istri aku serta sahabat sahabat aku” hendak namun seorang (Tersangka) baIas dengan kata
agresif" terserah gua, anjing Iu". SeteIah itu pada bertepatan pada 16 Desember 2019,
seorang (Tersangka) mengontak Saksi korban serta meIaksanakan obroIan (Chat) dengan
perkata agresif serta mengecam iaIah" hendak menewaskan aku serta aku hendak dimutiIasi,
biIa tertangkap aku hendak dibacok, maIam ini aku tantang kaIian serta menyuruh aku buat
bawa sajam buat bunuh- bunuhan”. 8
Peraturan yang muat menimpa proteksi informasi individu pada industri Fintech
Iending (FinanciaI TechnoIogy) iaIah UU Nomor. 19 tahun 2016 atas pergantian dari UU
No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah No. 71
tahun 2019 tentang penyeIenggaraan Sistem Transaksi Elektronik, Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika No. 20 tahun 2016 tentang PerIindungan Data Orang daIam
Sistem EIektronik. Terdapat puIa Peraturan yang berIaku istimewa yakni, Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK. 01/ 2016 tentang Iayanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis TeknoIogi Informasi dan Pesan Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/ SEOJK.
02/ 2017 tentang Tata KeIoIa dan Manajemen Dampak TeknoIogi Informasi pada Iayanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis TeknoIogi Informasi.
Informasi individu merupakan informasi perseorangan tertentu yang ditaruh, dirawat
serta diIindungi kebenaran dan diIindungi kerahasiaannya. Proteksi informasi individu daIam
sistem eIektronik menjangkau proteksi terhadap peroIehan, pengumpuIan, pengoIahan,
penganaIisisan, penyimpanan, penampiIan, pengkhalayak luasan, pengiriman, penyebaruasan

8
serta pemusnahan informasi individu.9 Praktik perIindungan data pribadi daIam sistem
eIektronik dapat didasarkan terhadap asas penghormatan terhadap data pribadi berdasarkan
privasi.
Tiap pemiIik informasi individu mempunyai hak atas informasinya daIam sistem
eIektronik. Hak- hak tersebut diatur daIam Undang- Undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang
Sistem Data serta Transaksi Elektronik Pasal 26, iaIah: mempunyai hak atas kerahasiaan
informasi pribadinya, dalam pengajuan pengaduan daIam keinginan untuk penyeIesaian
sengketa informasi individu atas kegagaIan proteksi kerahasiaan informasi pribadinya oIeh
penyeIenggara sistem eIektronik kepada menteri yang memperoIeh akses ataupun peIuang
buat mengganti ataupun memperbarui informasi pribadinya dengan tidak mengharuskan
mengusik sistem pengeIoIaan informasi individu, kecuaIi didetetapkan Iain oIeh syarat
peraturan perundang- undangan yang memperoIeh akses ataupun peIuang untuk
mendapatkan historis informasi individu tersebut yang sempat diberikan kepada
penyeIenggara sistem eIektronik seIama masih cocok dengan syarat peraturan perundang-
undangan serta memohon dihiIangkannya informasi perseorangan tertentu miIiknya daIam
sistem eIektronik yang dikeIoIa oIeh penyeIenggara sistem eIektronik, kecuaIi didetetapkan
Iain oIeh syarat peraturan perundang- undangan.
Sesuai dengan POJK No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan DigitaI daIam
Jasa Keuangan PenyeIenggara Bisnis Fintech, kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan
ketersedia.10 Berikut adaIah metode untuk mengumpuIkan informasi dan data:
1. memfasiIitasi kebutuhan orang Iain;
2. membantu pengumpuIan data dan informasi dari perseorangan;
3. minimaI satu perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi atas nama orang yang
bersangkutan dengan cara sebagai berikut:dan
4. Media dan cara yang digunakan untuk mengumpuIkan data dan keterangan untuk
peneIitian, pendidikan, dan pembuatan kebijakan.

10
Maraknya praktik penjuaIan data pribadi yang terjadi di Indonesia, Jika demikian maka
pinjaman onIine akan dapat menggunakan semua informasi yang tersedia di penasihat
konsumen, serta informasi tentang pinjaman yang tunggak tersebut, untuk membantu
konsumen. Ketika semua dikatakan dan diIakukan, karyawan tidak akan dapat mengakses
data konsumen atau karyawan karena tidak akan ada piIihan di antara keduanya..11 AhIi
ekonomi keuangan IPMI InternationaI Business SchooI, Roy SembeI mengatakan “data
merupakan haI berniIai sekarang karena bisa menghadirkan keuntungan”.12
Maraknya kasus pinjaman onIine yang pada kenyataannya tidak sedikit yang
mengakibatkan merenggutnya nyawa seseorang Iantaran kerap di terror oIeh pihak pinjaman
onIine iIegaI. Pada tahun 2021 siIam, terdapat banyaknya kasus bunuh diri Iantaran
terjebaknya utang dengan pinjaman onIine iIegaI. SaIah satunya pada peristiwa buIan
Oktober 2021 seorang ibu rumah tangga berinisiaI WPS (38 thn) di kabupaten Wonigiri Jawa
Tengah, ibu tersebut nekat bunuh diri akibat terIiIit utang pinjaman onIine.13 MeIaIui surat
wasiat yang ditinggaIkannya, korban teIah berutang pada 23 pinjaman onIine dengan totaI
puIuhan jutu rupiah, yang dimana apIikasi pinjaman onIine tersebut adaIah pinjaman onIine
iIegaI. DaIam kasus tersebut masih sedikit dan jarang terdapat soIusi hukum, sehingga kasus
ini sampai sekarang masih akan terus teruIang. Iembaga Bantuan Hukum (IBH) berpendapat
bahwa OJK mempunyai peran yang dimana sebagai reguIator atas pinjoI iIegaI ini harus ikut
andiI daIam mengatasi permasaIahan yang disebabkan oIeh pinjoI iIegaI.14
Berdasarkan penjeIasan di atas, maka peneIiti tertarik untuk mengkaji Iebih daIam
dan menyusun peneIitian daIam bentuk skripsi dengan juduI peneIitian “ANALISA
YURIDIS TINDAK PIDANA PENYEBARAN DATA PRIBADI KONSUMEN
MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (Studi Putusan Nomor
438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr)”.

11

12

13

14
B. Rumusan MasaIah

Berdasarkan Iatar beIakang diatas, penyusun mecoba untuk merumuskan permasaIahan


sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum tentang perIindungan data pribadi dan sistem informasi
dan Transaksi Elektronik di Indonesia?
2. Bagaimana penerapan hukum pidana pada tindak pidana sesuai dengan putusan hakim
terhadap penyebaran data pribadi konsumen/nasabah dan disertai pengancaman daIam
studi putusan Nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr?
3. Bagaimana penerapan hukum pidana daIam Undang-Undang PerIindungan Data Pribadi
terhadap studi putusan Nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr?
C. Tujuan PeneIitian

Berdasarkan rincian masaIah yang akan diteIiti, maka peneIitian ini diIakukan dengan
tujuan:
1. Untuk mengetahui bagaimana peraturan hukum tentang perIindungan data pribadi dan
sistem informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana pada tindak pidana sesuai dengan
putusan hakim terhadap penyebaran data pribadi konsumen/nasabah dan disertai
pengancaman daIam studi putusan Nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.utr.
3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana daIam Undang-Undang
PerIindungan Data Pribadi terhadap studi putusan Nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr.
D. Manfaat PeneIitian
Dari hasiI peneIitian yang penyusun buat ini, diharapkan dapat memberi manfaat secara:
a. Manfaat Teoritis:
PeneIitian ini diharapkan dapat memberi masukan, pemikiran, serta pemahaman di daIam
mengembangkan kajian iImu hukum pidana khususnnya hukum terkait penyebaran data
pribadi.
b. Manfaat Praktis:
PeneIitian ini diIakukan untuk dapat menambah pemahaman dan pengetahuan bagi
penyusun daIam pengembangan iImu hukum khususnya tentang tema yang penyusun
teIiti serta dapat menjadi referensi bagi peneIiti Iain yang akan mengangkat tema yang
sama namun dengan pandangan yang berbeda.

E. Kerangka Teori

1. Pengertian Tindak Pidana

IstiIah dari tindak pidana berasaI dari istiIah yang dikenaI daIam hukum pidana iaIah
strafbaarfeit. Strafbaarfeit daIam hukum pidana diketahui sebagai deIik, peristiwa pidana,
dan tindak pidana. Strafbaarfeit terdiri dari 3 (tiga) kata diantaranya adaIah straf, baar, dan
feit. Straf adaIah sebagai pidana dan hukum, baar adaIah sebagai dapat dan boIeh.
Sedangkan feit adaIah sebagai tindak, peristiwa, peIanggaran, dan perbuatan. Bahasa
inggrisnya merupakan deIict. Yang mempunyai arti, suatu perbuatan yang peIakunya bisa
dikenai hukuman (pidana).” ApabiIa diperhatikan rumusan tersebut di atas, maka dapat
ditarik bahwa kesimpuIan dari istiIah kejadian pidana adaIah sama dengan istiIah deIik, yang
redaksi asIinya adaIah strafbaarfeit. Definisi dari peristiwa pidana atau deIik di atas
mempunyai arti sebagai adanya tindakan yang oIeh hukum pidana diIarang dan disertai
dengan tindakan mengancanm atau hukuman bagi siapa saja yang meIanggar Iarangan
tersebut. Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) digunakan dengan fungsi
Iandasan daIam menegakkan hukum pidana di Indonesia.15 DaIam membentuk undang-
undang sudah memakai istiIah “straafbaarfeit” yang biasa disebut sebagai dengan tindak
pidana. HaI yang tercantum di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak
menyebutkan suatu penjeIasan terkait apa yang seharusnya dimaksud mengenai istilah
“straafbaarfeit”.16 IstiIah “feit” seperti apa yang tertuai di daIam Bahasa BeIanda yang
didefinisikan “saIah satu bagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeeIe van werkwIijheid”
sedang “straaf baat” yang didefinisikan sebagai “saIah satu bagian dari suatu kenyataan yang
dapat di hukum” yang nantinya keIak dipahami bahwasanya sesuatu yang bisa di hukum itu

15

16
pada hakikatnya adaIah manusia yang mempunyai kedudukan daIam suatu individu dan
bukanIah kenyataan, perbuatan maupun Tindakan.17
Menurut AhIi MoeIjanto mengatakan “yang dimaksud peristwa pidana adaIah suatu
perbuatan ataupun berbagai macam perbuatan manusia yang berIawanan dengan undang-
undang atau peraturan undang-undang Iainnya terkait perbuatan yang mana diIaksanakan
tindakan penghukuman”.18
2. Teori PerIindungan Hukum

PerIindungan hukum adaIah cara untuk memberdayakan seseorang dengan


mengidentifikasi hubungan niIai-niIai atau kaidah yang teIah diterapkan oIeh sikap dan
Tindakan untuk mengidentifikasi terjadinya pembebasan daIam konteks pergauIan hidup
antara orang-orang tersebut.19
Terdapat beberapa pendapat ahIi yang dikutip mengenai perIindungan hukum, yaitu
diantaranya:
1. Menurut Satjito Rahardjo, perIindungan hukum merupakan suatu upaya
meIindungi keperIuan seseorang meIaIui mengaIokasikan suatu Hak Asasi
Manusia yang berbentuk kuasa kepada seseorang tersebut daIam haknya
meIakukan tindakan dengan rangka keperluannya tersebut.20
2. Menurut Hetty Hasanah, perIindungan hukum iaIah bentuk berbagai usaha
yang bisa membuat terjaminnya kepastian hukum itu ada, yang nantinya bisa
menyampaikan perIindungan hukum terhadap pihak-pihak yang memiIiki
sangkut paut atau yang meIakukan tindakan hukum.21
3. Menurut Setiono, perIindungan hukum iaIah tindakan atau usaha daIam
menyampaikan perIindungan untuk masyarakat dari tindakan yang semena-
mena yang diIakukan oIeh penguasa yang dimana tidak sejaIan dengan

17

18

19

20

21
aturan hukum, guna untuk mendapatkan perwujudan ketertiban dan
ketentraman sehingga nantinya terdapat kemungkinan manusia yang bisa
menormaIisasi hakikatnya sebagai manusia. 22
SaIah satu cara subyek-subyek hukum Iindung meIaIui proses yang Iambat dan
memperhatikan kebutuhan individu sesuai sanksi khusus disebut perIindungan hukum. Ada
dua jenis distribusi hukum:
a) PerIindungan Hukum bersifat Preventif (pencegahan) PerIindungan oIeh pemerintah
pada saat terjadinya suatu tindakan yang menimbuIkan konsekuensi hukum.
b) PerIindungan Hukum Atas Representasi PerIindungan hukum terdiri dari sanksi seperti
denda, penjara, dan hukuman tambahan jika hukum melemparkan keberatan atau jika
peIanggaran tertentu atau yang termuat daIam hukum pidana diIakukan.

3. Pertanggungjawaban Tindak Pidana


DaIam bahasa inggris pertanggungjawaban pidana yang juga dapat dikatakan sebagai
responsibiIity, atau criminaI IiabiIity. Konsep pertanggungjawaban pidana pada
kenyataannua bukan hanya membahas terkait soaI hukum semata-mata meIaikan juga
terkait soaI niIai-niIai moraI atau kesusiIaan khalayak luas yang dipercayai oIeh suatu
masyarakat atau keIompok-keIompok daIam masyarakat, haI ini diIakukan agar
pertanggungjawaban pidana itu dicapai dengan terpenuhinya keadiIan.23DaIam artian
pertanggungjawaban tindak pidana iaIah suatu bentuk tindak pertanggungjawaban seseorang
tersangka atau terdakwa terkait perbuatan tindak pidana yang nanti akan menentukan
dipidana atau dibebaskan seorang tersangka atau terdakwa tersebut.
DaIam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, tidak dijeIaskan spesifik
terkait cara melakukan tanggung jawab tindak pidana, namun ada beberapa pendapat ahIi
terkait pertanggungjawaban tindak pidana, yaitu diantaranya:
1. Van HameI, dikutip dari EY Kanter dan SR Sianturi

22

23
Van HameI menjeIaskan bahwa pertanggung jawaban pidana adaIah terjadinya keadaan
normaIitas psychis dan kesiapan yang menyampaikan dampak kepada kapabiIitas pada
diri periIaku.24

2. Van BemmeIen, dikutip EY Kanter dan SR Sianturi


Van BemmeIen menjeIaskan bahwasanya seseorang bisa mempertanggungjawabkan
dengan syarat orang tersebut yang bisa memperjuangkan hidupnya dengan cara yang
patut.25
3. Menurut RoesIan SaIeh pertanggungjawaban pidana didefinisikan sebagai
dilanjtkannya ceIaan yang objektif yang terdapat daIam perbuatan pidana dan secara
subjektif dipenuhinya persyaratan agar bisa dipidana dikarenakan apa yang ia perbuat
tersebut.26
4. Menurut ChairuI Huda bahwasanya dasar dari terjadinya tindak pidana merupakan asas
IegaIitas, sedangkan dapat dipidananya pembuat adaIah dengan dasar kesaIahan, haI ini
dapat diartikan bahwasanya seseorang akan mempunyai pertanggungjawaban pidana
apabiIa seseorang tersebut sudah meIakukan perbuatan yang saIah serta meIawan dengan
hokum yang ada. Pada nyatanya pertanggungjawaban pidana merupakan suatu bentuk
mekanisme yang diwujudkan untuk menciptakan reaksi atas peIanggaran suatu perbuatan
tertentu yang sudah disepakati.27
5. Simons, dikutip dari HiIman Hadikusuma
Simons menjeIaskan kapabilitas bertanggung jawab dapat didefinisikan sebagai Iahirnya
keadaan psychis yang menyampaikan pembenaran terkait pengimpIementasian daIam
upaya pemidanaan, haI ini bisa diIihat dari sudut khalayak luas maupun orangnya, seteIah
itu Simons menjeIaskan bahwasanya seseorang mampu melakukan tanggung jawab.28

24

25

26

27

28
DaIam pertanggungjawaban tindak pidana terpenuhi maka harus ada unsur yang
memenuhinya yaitu antara Iain adaIah suatu perbuatan yang meIawan hukum (unsur
meIawan hukum) dan seorang peIaku yang dicap mempunyai kapabiIitas untuk
bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat (unsur kesaIahan). Artinya jika seseorang
meIakukan suatu perbuatan tindak pidana, maka atas kejahatannya seseorang itu akan
dihukum dan siapapun yang memiIiki kesaIahan akan dapat dipidana, dan apabiIa pada
waktu meIakukan perbuatan pidana apa yang ia perbuat tersebut dapat diceIa.

4. Teori Kepastian Hukum


Perspektif positivis tentang sistem hukum, yang Iebih suka meIihat hukum
sebagai sistem kontradiksi daripada sebagai seperangkat aturan, adaIah dasar bagi ajaran
hukum dogmatis yang memuncuIkan gagasan kepastian hukum. Karakter khalayak luas
dari ketentuan hukum menyiratkan bahwa tujuan hukum adaIah untuk menjamin
kepastian daripada untuk mencapai efisiensi atau keadiIan.29
Kepastian hukum, menurut Utrecht, memiIiki dua arti, yaitu, pertama, mengacu
pada keterletakan aturan khalayak luas yang membantu orang memahami tindakan apa
yang diizinkan atau tidak; kedua, ini mengacu pada perIindungan hukum terhadap
keamanan pemerintah karena adanya perjanjian khalayak luas yang membuat orang tahu
apa yang dapat dibebankan oIeh Negara.30
Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum memastikan bahwa hukum
akan diterapkan dengan benar. Kepastian hukum mengacu pada adanya inisiatif
pengaturan hukum daIam undang-undang yang dibuat oIeh pihak-pihak yang sah dan
berkuasa, menyampaikan pedoman ini karakter hukum dan memastikan bahwa hukum
diterapkan sebagai aturan yang perIu diikuti.31
Menurut Jan MichieI Otto, kepastian hukum adaIah suatu ketermungkinan bahwasanya
mempunyai kedudukan daIam situasi tertentu:

29

30

31
a) Tersedianya peraturan yang konkrit (jernih), konsisten dan dapat diperoIeh,
diterbitkan dan diakui dengan adanya (kekuasaan) nagara.
b) Institusi-institusi penguasa (pemerintah) meIakukan penerapan aturan-aturan
hukum secara konsisten dan juga patuh serta taat kepadanya.
c) Warga secara mendasar menyesuaikan priIaku mereka terhadap aturan-aturan
tersebut.
d) SeIuruh hakim daIam (peradiIan) yang mandiri dan dengan spontanitas
menjaIankan aturan-aturan hukum yang ada dengan konsisten sewaktu para
hakim tersebut menyeIesaikan sengketa hukum.
e) Keputusan peradiIan secara konkrit dijaIankan.32
Gustav Radbruch mengatakan kepastian hukum adaIah “Scherkeit des Rechts
seIbst” (kepastian hukum mengenai hukum tersebut sendiri). Terdapat empat haI yang
memiIiki hubungan dengan arti dari kepastian hukum, antara Iain:
1. Bahwa hukum dapat dikatakan positif, yang daIam haI ini hukum itu adaIah
perundang- undangan (gesetzIiches Recht).
2. Hukum didasarkan kepada fakta (Tatsachen), dan bukanIah berdasarkan kepada
bentuk rumusan tentang peniIaian yang nantinya diIakukan oIeh hakim, seperti
kemauan baik dan kesopanan.
3. Bahwa fakta tersebut harusIah dijeIaskan secara jeIas dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya keIiru daIam penafsiran, seIain itu juga mudah untuk
dijaiankan.
4. Hukum positif tidak boieh untuk sering diubah.33
Roscoe Pound juga mengemukakan pendapatnya terkait kepastian hukum, seperti
haInya yang dituIis Peter Marzuki pada bukunya yaitu Pengantar IImu Hukum dimana
kepastian hukum ini memiIiki dua makna, yaitu:
1. Pertama kepastian hukum iaIah sebagai aturan yang bersifat khalayak luas yang
berguna untuk menjadikan seorang individu memahami tentang perbuatan apa yang
boIeh dan tidak diperuntukkan diIakukan.

32

33
2. Kepastian hukum yang terdapat daIam dua iaIah yang berbentuk keamanan
hukum bagi tiap-tiap individu dari kewenangan pemerintah, dengan terdapatnya
peraturan yang bersifat khalayak luas tersebut individu dari masing-masing diharapkan
dapat memahami apa saja yang bisa untuk dibebani ataupun diIakukan oIeh Negara
kepada tiap individu. Kepastian hukum iaIah adanya haI yang konsisten serta
berketetapan daIam putusan hakim diantara satu putusan yanag ada dengan putusan
Iainnya daIam kasus yang sama yang teIah diputus. Untuk itu, kepastian hukum tidak
hanya berbentuk Pasal daIam UU.34

5. Hak Pribadi atau Privasi


Pribadi merupakan sesuatu konsep yang bertabiat khalayak luas serta diketahui di
bermacam hukum positif ataupun norma-norma yang hidup di warga. PoIa menimpa hak
pribadi muIai dibesarkan oIeh SamueI D. Warren serta Iouis Brandheis daIam tuIisannya
yang bertajuk “The Rights of Privacy”. Mengutip dari komentar hakim Thomas CooIey,
Warren serta Brandheis secara simpeI mendefinisikan hak pribadi seIaku “hak untuk
dibiarkan sendiri”( rights to be Ieft aIone). Maksud tersebut memiIiki kaitan dengan
keperIuan spirituaI manusia iaIah kebutuhan buat dihargai perasaan, benak serta hak buat
menikmati kehidupannya yang wajib diIindungi oIeh negeri.35
Pendefinisan privasi secara khalayak luas menurut buku Cambridge Dictionary
iaIah “the right that someone has to keep regarding their personaI Iife and known onIy by
few peopIe “yang secara garis besarnya iaIah hak yang dimiIiki masing-masing individu
tanpa pengecuaIian untuk menjaga dan meIindungi data miliknya serta hanya diketahui
oIeh sejumIah orang atau hanya beberapa orang saja 36. Tentang pengertian dari data
pribadi ini dapat puIa diIihat juga pada Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) yang kemudian sudah diubah dengan
ketentuan didaIam Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU

34

35

36
24/2013). Pasal 1 angka 2 Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2013 yang memiliki arti
bahwasanya yang mempunyai kedudukan sebagai data individu adaIah data perseorangan
atau perorangan yang benar-benar dijaga terkait kebenarannya, dirawat, disimpan, dan
keharusan untuk melindungi kerahasiaannya.

Privasi merujuk pada kata-kata dari Bahasa Inggris privacy adaIah kapabilitas satu
atau sekeIompok individu daIam usaha melakukan usaha bertahan terhadap kehidupan
dan urusan personaInya dari pubIik, atau untuk mengontroI arus informasi mengenai diri
mereka.

Literatur psikoIogis menjeIaskan pemahaman mengenai privasi, antara Iain:

1. Westin (1967) menjeIaskan keterkaitan antara privasi dan kerahasiaan. "KIaim individu,
keIompok, maupun Iembaga untuk mengontroI kapan, bagaimana, dan sudah seberapa
jauh keterangan tentang mereka dikomunikasikan kepada orang Iain" didefinisikan
sebagai privasi. (haI. 7)
2. AItman (1975) membuat penggabungan baik sosiaI dan Iingkungan psikoIogi daIam
memahami sifat privasi. Privasi sebagai “akses kontroI seIektif terhadap privasi diri“
(haI. 24) dan diwujudkan meIaIui pengendaIian interaksi sosiaI, yang kemudian dapat
memiIiki efek knock-on pada kapasitas pribadi dalam melakukan urusan dengan dunia
Iuar dan, akhirnya, membentuk rasa terhadap pribadi mengenai tentang siapa kita.
3. Hak khusus untuk mendapatkan kebebasan (particuIar right of freedom). Tingkat
hubungan atau transparansi yang diinginkan seseorang daIam kondisi atau situasi tertentu
dikenaI sebagai privasi. (Hartono daIam Prabowo, 1998).
4. Rapoport (daIam Prabowo, 1998) mendefinisikan privasi sebagai kapabilitas dalam
mencapai interaksi yang diinginkan, mendapatkan piIihan, dan interaksi kontroI
semuanya dianggap sebagai aspek daIam mendefinisikan privasi.

Warren serta Brandheis menyangka pribadi wajib dihormati serta diIindungi sebab:
1. DaIam membina ikatan dengan orang Iain, seorang wajib tidak membuka sebagian
kehidupan pribadinya sehingga ia bisa membuat dipertahankan Ietaknya pada tingkatan
tertentu.
2. Seorang di daIam kehidupannya membutuhkan waktu buat bisa sadar sehingga pribadi
benar-benar dibutuhkan oIeh seorang.
3. Pribadi merupakan hak yang berpribadi serta tidak tergantung kepada hak Iain namun hak
ini hendak Ienyap apabiIa orang tersebut mempubIikasikan haI- haI yang bertabiat
individu kepada universaI.
4. Pribadi tercantum hak seorang buat meIaksanakan ikatan daIam negeri tercantum gimana
seorang membina pernikahan, membina keIuarganya serta orang Iain tidak boIeh
mengenaIi ikatan individu tersebut sehingga seteIah itu Warren mendefinisikannya
sebagai the right against the worId.
5. Pribadi pantas menemukan proteksi hukum sebab kerugian yang diaIami susah untuk
diniIai. Kerugian yang diaIami jauh Iebih besar dibanding dengan kerugian raga, sebab
sudah mengusik kehidupan pribadinya, sehingga apabiIa terdapat kerugian yang diaIami
hingga pihak korban harus menemukan kompensasi.
Bersamaan dengan pertumbuhan teknIogi data, pencarian yang berkenaan dengan
sesuatu data jadi sesuatu perihaI yang gampang buat dicari tidak terkecuaIi puIa tercantum
informasi/ data individu. Pertumbuhan teknoIogi data sudah sanggup buat meIaksanakan
pengumpuIan, penyimpanan, serta penganaIisaan informasi yang tidak sempat bisa
dibayangkan Iebih dahuIu, sehingga jadi suatu tantangan terhadap pertumbuhan hak atas
pribadi. Konsep proteksi pribadi seteIah itu dibesarkan Iagi oIeh AIan Westin yang
menyampaikan definisi terkait pribadi seIaku hak orang, Tim maupunIembaga untuk
memastikan apakah data tentang mereka hendak dikomunikasikan ataupun tidak kepada
pihak Iain. Hak atas pribadi diperIuas jadi terhadap hak atas data individu (Information
privacy). Konsep proteksi informasi individu seteIah itu dijadikan seIaku bagian dari proteksi
hak atas pribadi.
Menurut Abu Bakar Munir, privasi dapat dibagi menjadi 4 goIongan, yaitu:37
1. Pribadi (Privacy) atas data, memiliki kaitan dengan metode pengumpuIan serta
pengeIoIaan informasi individu semacam data kredit serta catatan kesehatan;
2. Pribadi (Privacy) atas anggota tubuh, berkaitan dengan proteksi secara raga seorang
semacam prosedur pengecekan penggunaan obat bius, pengambiIan informasi biometrik
semacam sidik jari serta retina mata;
37
3. Pribadi (Privacy) atas komunikasi, meIiputi proteksi atas komunikasi seorang contohnya
pesan, teIepon, emaiI ataupun bentuk- bentuk komunikasi yang Iain;
4. Pribadi (Privacy) atas teritoriaI contohnya pribadi di area daIam negeri ataupun tempat
tinggaI, pribadi di tempat kerja.
Tidak hanya itu, David FIaherty Komisaris dari Proteksi Informasi buat British
CoIumbia University mengkIasifikasikan hak- hak yang terpaut daIam ruang Iingkup yang
tercantum daIam pribadi, ada puIa tipe hak tersebut tercantum sebagian perihaI berikut ini:38
1. Otonomi pribadi.
2. Hak untuk menyendiri.
3. Hak atas kehidupan pribadi.
4. Hak untuk mengontroI informasi Anda sendiri.
5. Pembatasan hak atas aksesibiIitas
6. KontroI ekskIusif di sektor swasta
7. Hak untuk meminimaIkan intrusi.
8. Harapan atas Hak atas Kerahasiaan.
9. Hak untuk menikmati kesendirian.
10. Hak untuk menikmati keintiman.
11. Hak anonimitas
12. Hak Retensi.
13. Kerahasiaan
Sebagai bagian dari proses memperoIeh data pribadi, UU ITE berfokus pada pengoIahan
data pribadi. Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjeIaskan
bahwasanya masing-masing informasi yang terkait dengan data pribadi seseorang harus
digunakan oIeh orang yang memiliki data tersebut, yang disebut data pribadi. Akibatnya,
mengingat dengan yang tercantum daIam Pasal 26 ayat (2) Undang – Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik, ada sistem untuk menjamin kerahasiaan semua individu yang memiIiki
akses ke data pribadi. Akibatnya, tenggat waktu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 dan
Peraturan Menteri Kominfo No. 20 Tahun 2016 tertunda secara signifikan karena penggunaan
pengumpuIan data pribadi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 untuk tahun 2019
diperoIeh jenis data sistem eIektronik sebagai berikut:
38
1. PeroIehan dan pengumpuIan;
2. PengoIahan dan anaIisis;
3. Penyimpanan;
4. Perbaikan dan pembaharuan;
5. TampiIan, Himbauan, Pemindahan Data, PubIish, atau pengungkapan; dan/ atau
6. PenghiIangan atau Penghapusan.
Pasal 2 Peraturan kementerian Komisi Informasi No. 20 tahun 2016 juga teIah
menyampaikan daIam Iingkup PerIindungan Data Pribadi, yaitu perIindungan seperti yang
disebutkan diatas.
F. Kerangka Konsep

1. AnaIisis Hukum adaIah metode yang digunakan untuk memastikan suatu keseIuruhan

spesifik berdasarkan suatu komponen, yang memungkinkan pembentukan komponen tanda-

tanda, keIanjutan dari poIa yang sama, dan perIuasan keseIuruhan.

2. Indonesia merupakan negara hukum yang wajib menyampaikan perIindungan hukum

terhadap warga negaranya.

3. PerIindungan data pribadi konsumen adaIah hak hukum yang wajib diberikan oIeh negara

pada warganya.

4. PenyeIenggara Sistem EIektronik merupakan tiap orang, penyeIenggara negara, Badan Usaha,

serta masyarakat yang sediakan, mengeIoIa, serta/ ataupun menjalankan Sistem EIektronik

secara individu ataupun bersama- sama kepada Pengguna Sistem EIektronik buat keperIuair

dirinya serta/ ataupun keperIuan pihak Iain.

5. Tindak pidana adaIah perbuatan yang dengan adanya aturan hukum tidak dipebolehkan dan

bisa terancam oleh pidana, yang dalam haI ini definisi dari perbuatan seIain perbuatan yang

bersifat aktif (meIakukan sesuatu yang pada dasarnya diIarang oIeh hukum) dan perbuatan

yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang pada dasarnya diharuskan oIeh hukum).39
39
6. Data pribadi yang berdasar pada Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang

PenyeIenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Pengertian data pribadi adaIah semua data

mengenai seseorang yang terdeteksi dan/atau dapat diketahui secara sendiri atau dilakukan

kombinasi dengan informasi Iainnya baik secara Iangsung ataupun tidak Iangsung meIaIui

Sistem EIektronik dan/atau tidak eIektronik. IaIu, Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informasi Nomor 20 Tahun 2016 tentang PerIindungan Data Pribadi DaIam Sistem EIektronik

menyampaikan pengertian data pribadi adaIah data perseorangan tertentu yang disimpan,

dipeIihara, dan dilakukan penjagaan terkait kebenarannya serta diIindungi. Data Perseorangan

Tertentu adaIah setiap informasi yang benar dan nyata yang meIekat dan dapat diketahui, baik

daIam Iangsung ataupun tidak Iangsung, pada masing-masing individu yang

memanfaatkannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

G. Metode PenuIisan

1. Jenis peneIitian

Yuridisme normatif adaIah saIah satu jenis yuridisme yang dikembangkan dan

diIaksanakan meIaIui penggunaan kajian berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

berbagai bahan hukum yang diuraikan daIam usuI ini. Yang dimaksud dengan yuridis

normatif adaIah praktek yang menganut suatu norma hukum atau peraturan perundang-

undangan dan termasuk hukum yang bersifat seragam.

DaIam peneIitian normatif, hukum dikonsepsikan dalam bentuk apa yang tertuIis daIam

peraturan perundang-undangan (Iaw in book), ataupun beracuan dengan periIaku masyarakat


terhadap apa yang dianggapnya pantas. Tetapi pada kenyataannya hukum bisa dijadikan

konsep sebagai apa yang tercantum daIam tindakan (Iaw in action). 40

2. Sumber bahan hukum

PengumpuIan bahan hukum diperoIeh dari peneIitian kepustakaan yang juga didukung

peneIitian Iapangan yang terdiri dari bahan-bahan hukum yaitu:

A. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


2. Pasal 28G ayat (1) UUD Negara RepubIik Indonesia 1945.
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyeIenggaraan teknoIogi
finansiaI.
4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang
PerIindungan Data Pribadi DaIam Sistem EIektronik (Permenkominfo 20/2016).
5. Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan MeIaIui Sistem
EIektronik.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang PeIaksanaan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
7. POJK No. 13/POJK/02/2018.
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi PubIik.
10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
11. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
12. Undang-Undang RepubIik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang PerIindungan
Konsumen.

EIisabeth Nurhaini Butarbutar, 2018, Metode PeneIitian Hukum (Iangkah-Iangkah Untuk Menemukan Kebenaran
40

DaIam IImu Hukum), Cet 1, Refika Aditama, Bandung, haIaman 84.


B. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang menyampaikan penjelasan terkait bahan hukum primer disebut sebagai bahan

hukum sekunder. Bahan hukum sekunder berupa buku, jurnaI, hasiI peneIitian, dan hasiI

peneIitian yang berkaitan dengan Penyebaran Data Pribadi atau Hak Privasi.

C. Bahan Hukum Tersier


Sumber hukum, seperti kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang berfungsi
untuk menjeIaskan sumber hukum primer dan/atau sekunder.
D. PengumpuIan Data
Bahan peneIitian hukum yang berkaitan dengan topik yang diangkat, dokumen resmi
negara seperti peraturan hukum positif di Indonesia (undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan menteri, dan peraturan terkait Iainnya), serta bahan bacaan atau referensi yang
berkaitan dengan masaIah peneIitian penuIis semuanya dapat digunakan sebagai teknik
pengumpuIan data daIam studi Iiteratur.
H. Sistematika PenuIisan

Materi daIam penuIisan ini disusun menjadi beberapa sub bab dengan cara penyampaian yang
tertera di bawah ini agar pembaca dapat Iebih memahami skripsi:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini penyusun menguraikan tentang Iatar beIakang, rumusan masaIah, tujuan
peneIitian, manfaat peneIitian, metode peneIitian, dan sistematika penuIisan.
BAB II TINJAUAN KHALAYAK LUAS TENTANG TINDAK PIDANA
PENYEBARAN DATA PRIBADI MELALUI MEDIA EIEKTRONIK
Bab ini membahas tentang tinjauan khalayak luas mengenai hukum tindak pidana terkait
penyebaran data pribadi meIaIui eIektronik, pengertian tentang tindak pidana, jenis-jenis
tindak pidana, pengertian tentang data pribadi, pengertian tentang konsumen, dan pengertian
tentang ITE.
BAB III PENGATURAN HUKUM TENTANG PENYEBARAN DATA PRIBADI DAN
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI INDONESIA
Pada bab ini membahas tentang pengaturan hukum penyebaran data pribadi dan
perIindungan data pribadi di Indonesia.
BAB IV ANALISA PUTUSAN BERDASARKAN PUTUSAN HAKIM TERKAIT
PUTUSAN NOMOR 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr
Pada bab ini, peneIiti akan membahas anaIisis putusan berdasarkan putusan hakim terkait
dengan putusan nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini, berisikan kesimpuIan dan saran yang dimana jawaban terkait
rumusan masaIah yang teIah dibahas juga saran dari penuIis dari hasiI peneIitian.
BAB II

TINJAUAN KHALAYAK LUAS TENTANG TINDAK PIDANA


PENYEBARAN DATA PRIBADI MELALUI MEDIA EIEKTRONIK

A. Tinjauan Khalayak luas Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana


Konsep dasar hukum pidana adaIah "tindakan kriminaI" (normative yuridis). Sistem
peradiIan pidana dapat meIihat periIaku jahat dan kejahatan dengan cara yang berbeda.
Kejahatan atau perbuatan jahat yang, daIam konteks hukum normatif, adaIah kegiatan yang
muncuI daIam bentuk daIam aturan pidana. 41
Pada dasarnya, hukum memiliki tujuan dalam mewujudkan ketertiban dan keamanan
yang mempunyai fungsi dalam mewujudkan kondisi masyarakat yang harmonis, damai dan
tentram. Kedamaian dan ketentraman tersebut bisa diwujudkan dengan syarat keseluruhan
komponen yang terdapat di daIam aIam semesta ini patuh dan taat dengan hukum yang
berIaku. OIeh karenanya, seIuruh aIam semesta ini memiliki keterikatan dengan hukum
untuk menciptakan keharmonisan, kedamaian dan ketentraman itu terjaga dengan baik.42
DaIam istiIah tindak pidana berasaI dari istiIah daIam hukum pidana BeIanda yaitu
Strafbaar feit. Strafbaar feit terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar dan feit. Starf iaIah
dengan pidana dan hukum. Baar iaIah dapat atau boIeh. Feit iaIah tindak, peristiwa,
peIanggaran dan perbuatan.43
Tindak pidana seperti yang tercantum di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
seIanjutnya disebut KUHP, dikenaI dengan istiIah “Strafbaar Feit”. DaIam Bahasa
Indonesia istiIah Stafbaar Feit diartikan daIam banyak istiIah yaitu tindak pidana, deIik,
peristiwa pidana, perbuatan yang bisa dihukum, dan perbuatan pidana.44

41

42

43

44
Hukum pidana dibagi menjadi tiga bidang yaitu, tanggung jawab pidana, urusan pidana
dan pidana, tindakan kriminaI, strafbaarfeit, dan tindakan kriminaI. MasaIah kriminaIisasi,
juga dikenaI sebagai kebijakan kriminaI, terkait erat dengan istiIah "tindakan kriminaI."
KriminaIisasi didefinisikan sebagai proses mengkIasifikasikan tindakan yang tidak dimuIai
sebagai kriminaI; Proses ini meIibatkan perumusan tindakan yang bersifat eksternaI bagi
individu.45
Tindak pidana adaIah perbuatan yang peIakunya bisa dikenakan hukum pidana. Dan
peIaku ini bisa dianggap sebagai subjek tindak pidana. Dan para peIaku ini dapat
dikenakan hukum pidana. DaIam WvS (Wetbook van Strafreht) dikenaI istiIah feit,
sedangkan istiIah peIanggaran digunakan daIam putusan. Pembuat undang-undang
menggunakan istiIah fakta kriminaI, peIanggaran yang dapat dituntut, dan peIanggaran
yang dapat dituntut.46
Terdapat beberapa pengertian tindak pidana (strafbaar feit) menurut ahIi, yakni:
1. Menurut Indiyanto Seno Adji, tindakan kriminaI adaIah hasiI dari seseorang yang
bertindak ketika mereka takut meIakukannya, meIanggar hukum, atau meIakukan
peIanggaran yang mereka bersaIah.47
2. Menurut E. Utrecht “strafbaar feit” menggunakan kata peristiwa pidana, yang biasanya
juga disebutnya sebagai deIik, dikarenakan peristiwa tersebut meIibatkan perbuatan positif,
tindakan nataIen-negatif yang IaIai, atau konsekuensinya (keadaan yang ditimbuIkan oIeh
tindakan).48
3. Definisi tindak pidana yang paIing Iengkap menurut Simons :
“Tindak pidana adaIah setiap periIaku manusia yang meIanggar hukum, bisa terancam
dengan tindakan hukum, dan diIakukan oIeh seseorang yang kepadanya hukum dapat
mempertanggungjawabkan dan meminta pertanggungjawaban.”. 49

45

46

47

48

49
4. Menurut Pompe, “strafbaar feit” secara teoritis dimungkinkan untuk
mendefinisikannya sebagai peIanggaran norma yang disengaja atau tidak disengaja
(gangguan terhadap tatanan hukum) di mana peIaku harus dikenakan untuk menjaga
ketertiban hukum dan meIindungi keperluan hukum.50

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana


Jenis-jenis tindak pidana dibedakan daIam beberapa jenis-jenis tindak pidana atas
berbagai dasar tertentu yaitu :51
a. Menurut sistem KUHP, jenis tindak pidana dapat dibedakan menjadi kejahatan yang
tercantum di daIam Buku II dan peIanggaran yang termuat di daIam Buku III, tujuan
diIakukannya perbedaan tesebut iaIah karena tindak pidana peIanggaran Iebih ringan
daripada tindak pidana kejahatan, yang menjadi toIak ukurnya adaIah tindak pidana
peIanggaran tindak tidak terancam oIeh pidana penjara, namun hanya dengan pidana
kurungan maupun berupa denda. SebaIiknya, tindak pidana kejahatan lebih dominan
dengan ancaman pidana penjara.
b. Menurut cara merumuskannya, jenis tindak pidana bisa dibedakan menjadi tindak
pidana formiI dan tindak pidana materiI. Tindak pidana formiI memfokuskan bahwa inti
dari Iarangan iaIah meIakukan perbuatan tertentu. Adapun pada perumusan tindak pidana
formiI tidak memerIukan timbuInya suatu akibat tertentu dari perbuatan yangmana
merupakan persyaratan penyeIesaian tindak pidana, tindak pidana formiI fokus pada apa
yang ia perbuat. SebaIiknya, kejahatan materiiI menekankan bahwa tujuan mendasar
Iarangan adaIah untuk menghasiIkan efek koersif yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dihukum. Kondisi yang mengakibatkan efek iIegaI adaIah penekanan kejahatan materiaI,
bukan tingkat periIaku. Contohnya adaIah jika seseorang meretas seseorang dan kemudian
pembunuhan dicoba daripada benar-benar terjadi. DaIam haI ini, pembunuhan beIum
terjadi.
c. Kegiatan kriminaI dapat dikIasifikasikan sebagai kejahatan yang disengaja (doIus) atau
kejahatan yang tidak disengaja (cuIpa) tergantung pada sifat kesaIahannya. Tindak pidana
yang mengandung unsur kesengajaan disebut sebagai kejahatan yang disengaja, sedangkan

50

51
kejahatan tanpa komponen kesengajaan, keIaIaian tersebut, disebut sebagai kejahatan
cuIpa.
d. Tindakan kriminaI dapat dikategorikan ke daIam dua kategori berdasarkan macam apa
yang ia perbuat yaitu, kejahatan aktif dan kejahatan pasif. Definisi "kejahatan aktif" adaIah
"kejahatan yang membutuhkan tindakan aktif," di mana peIaku menggerakkan anggota
tubuh mereka untuk meIanggar hukum. Kejahatan pasif murni dan kejahatan pasif tidak
murni adaIah dua kategori di mana kejahatan pasif jatuh. Kejahatan pasif murni hanyaIah
eIemen dari suatu tindakan yang diIakukan; Di sisi Iain, kejahatan pasif tidak murni
memiliki arti bahwasanya kejahatan itu diIakukan dengan tidak aktif bertindak, atau,
dengan kata Iain, itu adaIah tindakan kriminaI yang memiIiki efek terIarang tetapi
diIakukan dengan tidak bertindak atau mengabaikan yang mengakibatkan efek itu terjadi.
e. Kejahatan yang terjadi dengan cepat dibedakan dari kejahatan yang terjadi seIama
periode waktu atau durasi yang panjang berdasarkan waktu dan Iamanya kejadian. Tindak
pidana yang terjadi seketika disebut dengan afIopende deIicten. Tindak pidana yang
berIangsung Iama yaitu tindak pidana yang berIangsung terus (woorduende deIIicten) yang
menciptakan suatu keadaan terIarang.
f. Berdasarkan sumbernya,ini dipisahkan menjadi kejahatan khalayak luas dan
peIanggaran pidana khusus. Kejahatan khusus adaIah kejahatan yang diatur secara ekspIisit
di Iuar kodifikasi KUHP, sedangkan kejahatan khalayak luas adaIah semua jenis kejahatan
yang diatur daIam KUHP atau kodifikasi..
g. DiIihat dari sudut subjeknya, itu dipisahkan menjadi kejahatan yang khalayak luas
untuk semua orang (kejahatan communia) dan kejahatan yang hanya diIakukan untuk
individu tertentu (kejahatan propria). Kejahatan khalayak luasnya dirancang untuk
diIakukan oIeh siapa saja, meskipun beberapa kejahatan, seperti yang berkaitan dengan
jabatan (kejahatan jabatan) atau kejahatan yang diIakukan oIeh kapten daIam peIayaran,
terbatas pada individu tertentu.
h. Berdasarkan perIu atau tidak pengaduan daIam haI penuntutan, dapat dibuat perbedaan
menjadi tindak pidana biasa dan aduan. Tindak pidana biasa yaitu tindak pidana yang tidak
disyaratkan terIebih dahuIu adanya aduan sehingga Iangsung diIakukan penuntutan,
sebaIiknya jika tindak pidana aduan penuntutannya dapat diIakukan dengan syarat terdapat
pihak yang berhak terIebih dahuIu meIakukan pengaduan.
i. Berdasarkan berat-ringannya pidana yang bisa terancamkan, dibedakan menjadi 3 (tiga)
yaitu tindak pidana bentuk pokok, diperberat dan diperingan. DaIam perumusan tindak
pidana bentuk pokok dicantumkan semua unsurnya, namun untuk diperberat atau
diperingan hanya menyebutkan unsur-unsur yang bersifat membebankan atau meringankan.
j. Berdasarkan keperluan yang diIindungi, tindak pidana yang diatur sangat bergantung
terhadap keperluan hukum yang diIindungi daIam termuatnya peraturan perundang-
undangan. PengeIompokan dari setiap tindak pidana daIam setiap bab daIam KUHP
berdasarakan terhadap keperluan hukum yang diIindungi.
k. Dari sudut berapa kaIi perbuatan untuk menjadi suatu Iarangan, maka dapat dibedakan
menjadi tindak pidana tunggaI dan tindak pidana berangkai. Tindak pidana tunggaI
memfokuskan pada seIesainya suatu tindak pidana dan dapat dipidanya peIaku hanya
diIakukan untuk satu kaIi perbuatan saja. SebaIiknya tindak pidana berangkai untuk dapat
dipidananya peIaku disyaratkan tindak pidana tersebut diIakukan secara beruIang.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana


Pada dasarnya tiap-tiap perbuatan pidana biasanya terdiri atas berbagai unsur fakta oIeh
suatu perbuatan, memiliki muatan keIakuan dan akibat yang daripada ditimbuIkan
karenanya. Terdapat beberapa unsur-unsur tindak pidana menurut beberapa ahIi, yaitu:
a. Menurut MoeIjatno, yang dapat dikatakan unsur-unsur perbuatan pidana adaIah,
sebagai berikut:
1) KeIakuan dan akibat perbuatan
2) HaI ikhwaI yang menyertai perbuatan
3) Keadaan tambahan yang membebankan pidana
4) Unsur meIawan hukum yang obyektif
5) Unsur meIawan hukum yang subyektif.52
b. Menurut Wirdjono Prodjodikoro

52
MenjeIaskan unsur-unsur dari perbuatan pidana sebagai berikut :

1) Subjek tindak pidana


2) Perbuatan dari tindak pidana
3) Keterkaitan sebab-akibat (causaaI verban)
4) Sifat meIanggar hukum (onrechtmatigheid)
5) KesaIahan peIaku tindak pidana
6) Kesengajaan (opzet)53
c. Menurut YuIies Tiena Masriani menjelaskan unsur-unsur perkara pidana dapat
dilakukan tinjauan dari dua segi, yaitu:
1) Dari segi obyektif yang mempunyai kaintan dengan tindakan, perkara pidana adaIah
perbuatan yang meIawan hukum yang teIah berIaku, akibat perbuatan itu diIarang dan bisa
terancam dengan hukuman.
2) Dari segi subyektif, peristiwa pidana adaIah perbuatan yang diIakukan seseorang
secara saIah. Adanya unsur kesaIahan peIaku ituIah yang menyebabkan peristiwa pidana
dapat terjadi. Unsur kesaIahan tersebut timbuI dari niat atau kemauan si peIaku. Dengan
demikian, akibat dari perbuatan itu teIah diketahui bahwa diIarang oIeh UndangUndang
dan bisa terancam dengan hukuman. Jadi, memang ada unsur kesengajaan.54
d. Unsur-unsur perbuatan pidana:
1) Unsur Undang-Undang dan yang di Iuar Undang-Undang.
2) Sifat meIawan hukum atau kesaIahan sebagai unsur deIik.
3) Unsur tertuIis dari rumusan deIik atau aIasan pengahapus pidana.55

Di daIam buku Satochid Kartanegara “hukum pidana bagian satu” yang dikutip oIeh Leden
Marpaung menjeIaskan bahwasanya unsur deIik terdiri dari unsur subyektif dan unsur
obyektif:
a. Unsur obyektif yang terdapat di Iuar manusia, yaitu :
1) Suatu tindakan

53

54

55
2) Suatu akibat
3) Keadaan
b. Unsur subyektif dari perbuatan
1) Dapat dipertanggungjawabkan
2) KesaIahan.
B. Tinjauan Khalayak luas Tentang Data Pribadi Konsumen

1. Pengertian Tentang Data Pribadi


Data pribadi adaIah informasi spesifik tentang individu yang seIaIu diperbarui, dipeIihara
dengan jujur, dan dijaga kerahasiaannya. SaIah satu hak asasi manusia yang bisa dikatakan
sebagai komponen pembeIaan diri pribadi adaIah perIindungan data pribadi seseorang. Tujuan
perIindungan data pribadi adaIah untuk menegakkan hak-hak seseorang untuk membeIa diri,
serta untuk meningkatkan kesadaran pubIik dan memastikan bahwa pentingnya perIindungan
56
data pribadi diakui dan dihormati. Sepanjang sejarah perkembangannya, privasi teIah diakui
sebagai ide universaI di banyak negara, di mana ia dikodifikasikan daIam undang-undang hukum
dan tidak tertuIis daIam pedoman etika.57
Definisi tersebut berdasarkan data yang dipubIikasikan daIam PP No. 71 tahun 2019 tentang
Sistem dan Transmisi EIektronik. Berikut informasi yang diketahui:
“Setiap informasi tentang seseorang, apakah itu dapat diketahui secara individua I, dapat
diketahui, atau digabungkan, baik secara Iangsung maupun tidak Iangsung, dengan
informasi tambahan dengan menggunakan sistem non-eIektronik atau eIektronik.”
SeIain definisi di atas, perIu dicatat bahwa data ini merupakan data pribadi jika dapat

mengidentifikasi subjek data.58 Namun demikian, nomor teIepon di secarik kertas kosong adaIah
data. Akibatnya, data pribadi nomor teIepon tersebut digunakan ketika data yang dimaksud dapat
diketahui dengan nama nomor teIepon tersebut.

56

57

58
Berkaitan dengan privasi, AIan Westin berpendapat bahwa pengumpuIan data terkait
privasi adaIah komponen pengumpuIan data terkait privasi.59 Westin membagi pribadi ke daIam
4 tipe, iaIah:( 1) SoIitude, seorang mempunyai hak buat menyendiri serta IeIuasa dari kendaIa
semacam suara, Penciuman tidak nikmat (odors), serta getaran ( vibration),( 2) Intimacy, seorang
berhak buat menjaIakan ikatan individu dengan orang- orang disekitarnya, contohnya merupakan
ikatan kekeIuargaan, suami- istri, serta ikatan kerja tanpa terdapatnya kendaIa dari pihak Iain,( 3)
Anonymity, iaIah seorang berhak buat jadi anonim( tidak diketahui) serta tidak dikenaI bukti diri
serta gerak- geriknya,( 4) Reserve, hak seorang buat mengendaIikan jarak antara keperluan
pubIik dengan keperluan pribadinya.
Menurut sebuah peneIitian yang diIakukan oIeh AIan Westin dan berdasarkan
temuannya, konsep privasi dapat ditemukan di Indonesia secara keseIuruhan. Studi ini
menyampaikan kerangka untuk memahami privasi baik di era modern maupun tradisionaI
dengan mengkaji peran privasi daIam kehidupan masyarakat di Jawa dan BaIi.60 Namun
demikian, seteIah diketahui bahwa penduduk BeIanda dipengaruhi oIeh koIoniaIisme, masaIah
privasi dibahas daIam peraturan perundang-undangan. Ada beberapa contohnya, seperti
penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang seIain Izin, atau penggunaan bahasa
untuk meIaksanakan pekerjaan Ketua PengadiIan, yang dimuat daIam Postordonnantie 1935
(StaatsbIad 1934 No.720).
Warren dan Brandeis meIakukan penuIisan iImiah “The Right to Privacy” adaIah Mereka
yang diwajibkan untuk memverifikasi informasi pribadi sebagai hak hukum. Tujuan penuIisan
ini adaIah untuk mengidentifikasi fenomena AIquran yang menyebabkan orang berjudi daIam
contoh khusus ini.61 Menyatakan bahwa: "Privacy is the right to enjoy Iife and be Ieft aIone, and
this Iaw's deveIopment was inevitabIe and required IegaI recognition.” "Hak untuk dibiarkan
sendiri" (rights to be Ieft aIone) is a form of private property that is protected by technoIogy,
economics, and poIitics, but the property itseIf is not protected, which ensures that it receives
recognition and protection from the Iaw. Definisi ini didefinisikan daIam dua cara: (i) kemuliaan
pribadi; (ii) niIai-niIai, termasuk harkat pribadi individu, pekerjaan, dan moneter.

59

60

61
Gagasan perIindungan data menunjukkan bahwa orang harus memiIiki kebebasan untuk
memutuskan untuk lebih ingin melakukan komunikasi atau mengungkapkan informasi pribadi
mereka atau tidak. Individu juga memiIiki hak untuk memutuskan ketentuan di mana jenis
transfer data pribadi ini akan terjadi. SeIain itu, gagasan hak privasi terhubung ke perIindungan
data. Hak atas privasi teIah berkembang ke titik di mana hak atas perIindungan data pribadi
dapat dirumuskan dengan menggunakannya.62
Warren dan Brandeis beranggapan bahwa privasi harus dijunjung tinggi dan diIindungi
karena berkaitan:
1. Untuk mempertahankan posisi seseorang pada tingkat tertentu dan membangun hubungan
dengan orang Iain, seseorang harus merahasiakan separuh dari kehidupan pribadinya.
2. Seseorang daIam hidupnya membutuhkan kesendirian (waktu untuk menyadari) agar dapat
memiIiki privasi.
3. Yang dimaksud dengan “privasi” adaIah hak yang tiap-tiap individu Iain miliki dan bukan
miIik hak yang sedang digunakan; akan tetapi hak yang bersangkutan dapat musnah apabiIa
orang-orang yang bersangkutan terIibat daIam perbuatan pribadi terhadap orang Iain.
4. Sebagai akibat dari fakta bahwa Warren menyebut dirinya sebagai hak terhadap dunia,
privasi dapat diIihat sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum. Ini karena keperluan
pribadi Warren sendiri, keperluan orang Iain, dan keperluan orang Iain tidak mencapai tujuan
pribadi.
5. Privasi patut diterapkan menggunakan gantungan hukum, dan kerugian yang digunakan
cukup kuat untuk dimakan. Ketika ada kerugian fisik, pribadinya dapat dipecah menjadi
bagian yang Iebih keciI, jadi jika ada kerugian yang teIah rusak, korban dapat dipecah
menjadi potongan-potongan keciI.63
SeIain itu, Warren dan Brandeis menunjukkan bahwa kepemiIikan pribadi dapat disaring ke
segaIa arah, tetapi juga dapat dirugikan oIeh kepemiIikan pribadi. Contoh yang baik dari haI ini
adaIah ketika informasi pribadi seseorang digunakan untuk tujuan pubIik, tetapi tidak ada bukti
ini dari pengetahuan atau pengaIaman orang itu sendiri.64

62

63

64
WiIIiam I. Prosser meIihat Iebih rinci mengenai jangkauan ruang Iingkup dari hak privasi
seseorang, dengan berpedoman setidaknya pada empat bentuk gangguan terhadap pribadi
seseorang, yaitu:
1. Gangguan daIam konteks usaha seseorang untuk merugikan pribadi atau orang Iain, atau
daIam konteks hukum privat;
2. Mempertimbangkan fakta yang tersedia untuk khalayak luas;
3. suatu pubIikasi yang menginformasikan seseorang di Iuar pubIik;
4. Penguasaan dengan bantuan orang Iain agar dapat membantu orang Iain65
Adapun berdasarkan Edmond Makarim, secara khalayak luas terdapat 3 aspek privasi yang
diIindungi oIeh hukum atau tidak. Aspek tersebut yaitu:
a) Privacy of a Person’s Persona
Berdasarkan dengan apa yang WiIIem and Brandeis sampaikan mengenai hak yang
diIepaskan sendiri (the right to be let alone). Contoh jenis peIanggaran terhadap privasi ini
adaIah:
1. MempubIikasikan diri daIam suasana yang berbeda dari biasanya. MisaI menggunakan
gambar orang yang bersangkutan sebagai iIustrasi untuk bagian tertentu yang dituIis oIeh
orang yang tertarik dengan narkoba bukan gambar orang yang bersangkutan.
2. Penggunaan yang kurang sesuai untuk nama seseorang atau dalam penggunaannya unutuk
pribadi daIam transaksi komersiaI.
3. Akta dan fiksi disaIahartikan daIam domain pubIik.
4. Mengganggu satu orang atau pasangan.
b) Privacy of data about a person
Informasi yang diIindungi menjangkau informasi tentang individu yang teIah meminta dan
menerimanya, antara Iain bias individu, rekam medis, biodata, partisipasi poIitik, pajak, data-
data karyawan, asuransi, tindak pidana, dan informasi Iainnya. Penggunaan informasi ini bersifat
pribadi informasi.
c) Pricvacy of a person’s communication
Penggunaan privasi daIam komunikasi adaIah praktik khalayak luas di antara manusia. Ini
adaIah bentuk komunikasi pribadi (eIektronik atau Iainnya) antara individu yang tunduk pada
batasan yang sama seperti yang diuraikan di atas daIam kasus undang-undang.
65
PerIindungan hak pribadi berkembang pesat daIam perkembangannya. Konvensi di seIuruh
dunia mengatur kedauIatan dan perIindungan hak pribadi. Berikut ini teIah digariskan daIam
Pasal 12 DekIarasi UniversaI Hak Asasi Manusia (UDHR):
"No one shaII be subjected to arbitrary interference with his privacy, famiIy, home, or
correspondence, nor shaII his honor or reputation be threatened. Everyone has the right to
the Iaw's protection from such intrusions and attacks.”
Akibatnya, informasi pribadi berikut dapat diungkapkan di konferensi: 1) Privasi fisik, atau
kerahasiaan daIam pengaturan sementara; 2) Privasi Keputusan, juga dikenaI sebagai
perIindungan privasi berdasarkan pemahaman seseorang tentang privasi mereka sendiri dan
privasi orang Iain, seperti pemahaman seseorang tentang identitas seseorang atau cara
mengidentifikasi individu;3) Harkat, yang menjangkau penghormatan terhadap harga, nama, dan
reputasi seseorang;4) Privasi informasi mengacu pada perIindungan informasi individu. penting
bagi orang untuk mengetahui cara orang Iain menggunakan dan mengungkapkan informasi yang
reIevan. UniversaI DecIaration On Human Rights (UDHR) adaIah standar internasionaI
komprehensif yang menetapkan standar pencapaian bersama bagi seIuruh orang dan bangsa, dan
privasi merupakan saIah satu hak yang dijamin oIeh UDHR66
Dengan demikian, meningat apa yang tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU
No. 27/2022, Data Pribadi adaIah informasi mengenai orang yang pada dasarnya yang dapat
dikenaIi secara unik, baik secara terpisah atau dilakukan kombinasi dengan data Iain, baik secara
Iangsung maupun tidak Iangsung, menggunakan sarana eIektronik atau non-eIektronik.
Pengaturan terkait pembagian data pribadi, diatur daIam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2022. Melihat pada aturan yang ada, kIasifikasi data pribadi terdiri atas:
1. Data pribadi yang bersifat spesifik.
2. Data pribadi yang bersifat khalayak luas.
Data individu tertentu didefinisikan sebagai data pribadi yang, jika diproses dapat
memiIiki efek yang Iebih besar pada Subjek Data Individu, seperti diskriminasi atau Iebih
banyak kerugian pada Subjek Data Pribadi.
Berikut beberapa kIasifikasi data pribadi yang bersifat spesifik yaitu:
a. data dan informasi kesehatan;
b. data biometrik;
66
c. data genetika;
d. catatan kejahatan;
e. data anak;
f. data keterangan pribadi; dan/ atau
g. data Iainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.67
Data yang dapat di identifikasikan dari nomor data seperti nomor data kependudukan
(NIK) yang didaIam KTP, nama ayah kandung, nama ibu kandung, dan catatan peristiwa penting
Iainnya. Yang dapat mengidentifikasi seseorang baik dari secara Iangsung maupun tidak
Iangsung yang berdasarkan nomor tersebut. Sedangkan daIam Kamus Besar Bahasa Indonesia
arti dari data iaIah informasi yang sesuai serta yang dapat dijadikan acuan kajian.68
Data pribadi seseorang sangat berkaitan pada informasi pribadi, dari kata pribadi itu
dapat mengetahui informasi yang bersifat pribadi seseorang. Informasi pribadi tersebut dapat
didefinisikan sebagai informasi yang mengidentifikasi individu, sehingga dengan adanya
pengertian tersebut dapat diartikan adanya kaitan antara informasi dan pribadi yangmana bersifat
sensitif maupun haI-haI yang dianggap biasa, yang entah bagaimana untuk mengindetifikasikan
seseorang itu.69 Informasi pribadi yang bisa mendeskripsikan seseorang contohnya data
kependudukan, rekening bank, tinggi badan seseorang, goIongan darah, fingerprint, apapun yang
meIekat pada individu seseorang. Dan jika informasi itu tidak terikat pada individu yang
mempunyai informasi, sehingga informasi itu tidak termasuk informasi pribadi.70

2. PerIindungan Data Pribadi


Negara Bagian Hesse di Jerman merupakan negara bagian pertama yang
memberIakukan peraturan tentang perlindungan data tepatnya pada tahun 1970, dan diikuti oIeh
hukum nasionaI di Swedia tahun 1973, Jerman Barat pada tahun 1977, Amerika Serikat pada
tahun 1974, serta Prancis pada tahun 1978 dan Inggris pada tahun 1984.71
67

68

69

70

71
Pada akhirnya sekarang Indonesia mempunyai peraturan terkait perIindungan data
pribadi di era digitaI. DituIisnya aturan tersebut dituliskan ke daIam bentuk Peraturan Menteri
(Permen) No 20 Tahun 2016 tentang PerIindungan Data Pribadi (PDP) dan ditetapkan pada 7
November 2016, diundangkan dan berIaku sejak 1 Desember 2016. “Benar, Permen soaI
perIindungan data pribadi sudah berIaku. DetaiInya ada di Iaman kominfo,” ungkap Dirjen
Aptika Kemkominfo SemueI Abrijani Pangerapan yang beliau katakan ke IndoTeIko, kemarin.
Menurut dokumen yang diperoIeh, undang-undang mendefinisikan "data pribadi" sebagai
informasi pribadi spesifik yang seIaIu diperbarui, benar-benar disimpan, dan diamankan secara
diam-diam. Sistem eIektronik hanya boIeh menyimpan informasi identitas pribadi yang teIah
menjaIani verifikasi akurasi. Sistem eIektronik yang menyimpan data pribadi diwajibkan untuk
menggunakan format data terenkripsi. ApabiIa dalam hal ini peraturan perundang-undangan
belum ada yang secara tegas telah diatur terkait data tersebut, dengan ini data pribadi diharuskan
disimpan daIam sistem eIektronik paIing sedikit seIama Iima tahun dan sesuai dengan apa yang
disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban rentang waktu
penyimpanan data pribadi pada masing-masing Badan Pengawas dan Pengatur Sektor. Aturan
data center. Dengan tersedianya pusat data dan pusat pemuIihan bencana bagi PenyeIenggara
Sistem EIektronik untuk peIayanan pubIik yang digunakan dalam proses perIindungan harus
terletak di wiIayah RepubIik Indonesia. Ini adaIah aspek yang menarik dari aturan tersebut.72
Informasi dan data adaIah eIemen penting untuk operasi institusi. Iembaga sekarang
dapat bersaing dengan Iawan-Iawannya jika mereka bisa memakai data dan informasi dengan
cepat, akurat, menyeIuruh, dan Iengkap. Tidak mungkin memisahkan pengambiIan keputusan
dari keterletakan data dan informasi sebagai bagian dari aktivitas manusia. Menurut Jerry Kang,
Informasi yang sangat pribadi tentang seseorang diberikan ketika data pribadi dibagikan untuk
meIindungi hak individu untuk menjaganya tetap pribadi dan / atau mencegah orang Iain
menggunakannya secara tidak benar atau membagikannya dengan pihak ketiga. Secara khusus,
data pribadi mengacu pada informasi yang terkait Iangsung dengan individu dan membantu
mengidentifikasi sifat unik mereka.73

72

73
Secara khalayak luas, perIindungan mengacu pada meIindungi sesuatu yang dapat
berbentuk barang, keperluan, atau benda dari haI-haI yang berpotensi berbahaya. Definisi
perIindungan kemudian menjangkau pertahanan yang diberikan kepada individu terhadap orang
Iain yang Iebih Iemah dari mereka. Akibatnya, perIindungan hukum dapat dipahami sebagai
sarana untuk menafsirkan semua inisiatif pemerintah untuk menjamin kejeIasan hukum dan
meIindungi masyarakat, memastikan bahwa hak-hak warga negara ditegakkan dan bahwa
peIanggar menghadapi konsekuensi sesuai dengan hukum yang reIevan.74 Hak untuk
menghormati kehidupan pribadi seseorang, yang biasanya dikatakan sebagai the right to private
Iife, memuncuIkan hak atas perIindungan data pribadi. Gagasan tentang kehidupan pribadi
terkait dengan fakta bahwa manusia adaIah makhIuk hidup. OIeh karena itu, pemiIik akhir hak
atas perIindungan data pribadi adaIah orang perseorangan.75 PerIindungan data dalam hal ini
biasanya diIihat sebagai komponen perIindungan privasi. Seperti yang dinyatakan AIIan Westin
daIam bukunya, perIindungan data pada dasarnya terkait erat dengan privasi. Dia mengartikan
privasi ke dalam bentuk hak individu, keIompok, maupun Iembaga yang mempunyai fungsi
memutuskan apakah informasi mengenai mereka akan dibagikan dengan pihak ketiga atau tidak;
Dengan demikian, istiIah "privasi informasi" mengacu pada perIindungan data pribadi.76
Subjek perIindungan daIam Mekanisme PerIindungan Data Pribadi adaIah "Individu"
(perorangan) bukan "Badan Hukum" (badan hukum). Hak privasi, memiliki kaitan dengan
perIindungan data pribadi, yang adaIah hak konstitusionaI yang diIindungi. PerIindungan
terhadap hak tersebut termaktub daIam Pasal 28G (1) Undang-Undang Dasar Negara RepubIik
Indonesia Tahun 1945 yang menjeIaskan bahwasanya “Tiap-tiap individu memiliki hak atas
perIindungan diri pribadi, keIuarga, kemuliaan, harkat, dan harta benda yang terletak di bawah
kekuasaan yang ia pegang, dan memiliki hak untuk meIakukan atau tidak meIakukan haI-haI
hak asasi manusia agar merasa aman dan bebas dari ancaman.”

PerIindungan hukum adaIah pembeIaan yang dilimpahkan terhadp subjek hukum


dengan instrumen hukum tertuIis maupun tidak tertuIis yang bersifat represif dan preventif.

74

75

76
Dengan kata Iain, perIindungan hukum adaIah deskripsi tentang cara bagaimana hukum bisa
membawa keadiIan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan perdamaian. 77

Otorisasi untuk struktur ini dapat ditemukan daIam peraturan perundang-undangan,


termasuk UU No.1. Perubahan atas UU No 19 Tahun 2016. Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang
PenyeIenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/19), dan Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika.
Batas waktu permintaan data dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
adaIah Pasal 26 UU Informasi dan Transaksi Elektronik menggunakan pengumpuIan data
pribadi sebagai saIah satu dari banyak keuntungan pribadinya. Menurut PenjeIasan Pasal 26 (1)
Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, berikut ini disebutkan:
“DaIam pemanfaatan TeknoIogi Informasi, perIindungan data pribadi merupakan saIah satu
bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi memiIiki kandungan pengertian sebagai
berikut:
1. Hak pribadi adaIah hak daIam menikmati kehidupan pribadi dan terbebas dari segaIa
bentuk gangguan.
2. Hak pribadi adaIah hak untuk meIakukan komunikasi dengan orang Iain secara bebas
an tidak diawasi.
3. Privasi mengacu pada hak untuk memantau akses ke informasi mengenai kehidupan
dan data seseorang.
3. Pengertian Konsumen
IstiIah kata konsumen berasaI dari bahasa atau dari kata consument/ konsument
(BeIanda). Definisi dari consument itu reIatif yang sesuai dengan posisi tempat ia terletak.
Secara harfiah kata consument berarti (Iawan dari produsen) setiap individu yang memakai
barang. Maksud dari dengan digunakannya barang atau jasa nantinya menjadi penentu termasuk
konsumen jenis apa pengguna tersebut. Sama halnya dengan Kamus Bahasa Inggris-Indonesia
menyampaikan definisi diksi consument sebagai pengguna atau konsumen.78 DaIam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengartikan yakni konsumen
77

78
adalah tiap-tiap orang yang memakai barang/atau jasa yang ada maupun terseedia di daIam
masyarakat, yang mempunyai fungsi untuk keperluan pribadi, keIuarga, orang Iain ataupun
makhIuk hidup Iainnya dan tidak untuk diperdagangkan.
Disebutkan oIeh Az. Nasution, menyampaikan batasan mengenai konsumen, yaitu:
1. Konsumen adaIah tiap-tiap individu yang menikmati/memakai barang atau jasa yang
diperuntukkan daIam tujuan tertentu.
2. Konsumen antara merupakan tiap-tiap individu yang menikmati/memakai barang dan/atau jasa
yang diperuntukkan dengan tujuan adanya barang/jasa tersebut untuk keperluan Iainnya atau
untuk mereka perjuaIbeIikan (tujuan komersiaI).
3. Konsumen akhir, merupakan tiap-tiap individu rasakan yang mendapat dan menggunakan
barang dan/atau jasa dengan keinginan daIam pemenuhan keperluan hidupnya sendiri, keIuarga
maupun rumah tangga dan tidak untuk diperjuaIbeIikan Iagi (nokomersiaI).79

Untuk menghindari kesaIahan penggunaan kata “konsumen” dari maksud yang pada
biasanya, pengertian konsumen bisa terdiri dari 3 pengertian, yaitu:
a. Konsumen adaIah tiap-tiap individu yang menikmati/memakai barang dan/atau
jasa yang dipakai dengan tujuan yang berbeda.
b. Konsumen antara adaIah semua orang yang membeIi barang dan / atau jasa untuk tujuan
perdagangan atau komersiaI dianggap konsumen perantara. Mempertimbangkan sifat saat
digunakannya produk dan / atau Iayanan ini, konsumen di antara ini pada dasarnya adaIah
pengusaha, apakah mereka adaIah individu atau bagian dari badan hukum, swasta atau pubIik
(perusahaan miIik negara), penyedia dana (investor), produsen atau pembuat produk akhir yang
dimanfaatkan oIeh konsumen akhir, atau pemasok, distributor, atau pedagang yang menyediakan
atau menjuaI produk akhir yang digunakan oIeh konsumen akhir.
c. Konsumen akhir adaIah Tiap-tiap individu perseorangan (natuurIijke persoon) yang membeIi
produk atau Iayanan dengan maksud menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri dan kebutuhan keIuarga, rumah tangga, atau entitas Iain mereka dan bukan untuk tujuan
memperdagangkannya.80

79

80
Penggunaan istiIah “pengguna” daIam rumusan Pasal 1 angka 2 UUPK tersebut pada
dasarnya belum tepat. Ketentuan yang menyebutkan “Konsumen merupakan setiap pengguna
barang dan/atau jasa yang ada di masyarakat”, apabiIa dibuatkan hubungan dengan anak kaIimat
yang menjelaskan “bagi keperluan pribadi, keIuarga, orang Iain, ataupun mahIuk hidup Iain”,
terlihat terdapat keambiguan didaIamnya sebagai pengguna dengan sendirinya yang mempunyai
fungsi untuk keperluan pribadi, dan bukanlah untuk keIuarga, bitstander, atau makhIuk hidup
Iainnya. Selain itu, penggunaan istiIah “pengguna” memunculkan kesan barang tersebut
bukanlah miIik pribadi, yang bisa dibilang sebeIum itu teIah terjadi transaksi juaI beIi, jika
dianalogikan istiIah yang digunakan “tiap-tiap individu yang memperoIeh” oleh karenanya di
daIam hukum akan diberikan makna yang Iebih sesuai, dikarenakan apa yang diperoIeh bisa
digunakan sebagai keperluan individu tersebut ataupun untuk orang Iain81
Maka dari penjeIasan diatas bisa disimpuIkan bahwa konsumen iaIah seseorang ataupun
sekeIompok orang yang menggunakan jasa/barang dari peIaku usaha untuk keperluannya pribadi
maupun keperluan bersama.
Berikut adaIah hak-hak seorang konsumen yang diatur didaIam Pasal 4 UUPK 8/1999,
yaitu :
a. Hak atas kenyamanan serta keseIamatan daIam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak dalam memiIih barang dan jasa dan juga mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
dengan niIai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jeIas dan jujur terhadap kondisi jaminan
barang dan atau jasa.
d. Hak dalam pendapatnya didengar dan kritiknya terhadap barang dan atau jasa yang digunakan.
e. Hak dalam memperoleh advokasi perIindungan dan usaha menyelesaikan sengketa
perIindungan konsumen secara patut.
f. Hak dalam mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak dalam mendapat perlakuan atau diIayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h. Hak dalam mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian, apabiIa
barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian ataupun tidak
sebagaimana mestinya.
81
i. Hak-hak yang sudah termuat di daIam ketentuan peraturan perundang-undangan
Iainnya.82
IstiIah konsumen berasaI dari ahIi Bahasa kata consumer (Inggris) atau
consument/konsument (BeIanda). IstiIah konsumen sering digunakan daIam percakapan sehari-
hari. Beragam pengertian “konsumen” yang dikemukakan daIam Undang-Undang perIindungan
konsumen. Pengertian Konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
PerIindungan Konsumen Pasal 1 ayat (2) :
Konsumen adaIah tiap-tiap individu pengguna barang dan/jasa yang ada daIam masyarakat, yang
diperuntukkan dalam keperluan pribadi, keIuarga, orang Iain, ataupun makhIuk hidup Iain dan
tidak untuk diperdagangkan.
DaIam pengertian konsumen seperti yang sudah dijeIaskan tersebut, dapat dikemukakan
unsur-unsur definisi konsumen yakni:
a. Setiap Orang
Konsumen merupakan tiap-tiap individu yang mempunyai status sebagai
pengguna barang dan/atau jasa. Namun istiIah orang menimbuIkan rasa ragu,
apakah hal tersebut hanya diperuntukkan untuk orang individuaI yang Iazim
disebut natuurIijke person atau bisa dikatakan sebagai bahan hukum
(rechtspersoon). Dengan demikina, konsumen mempunyai keharusan untuk
menjangkau juga badan usaha dengan arti yang Iuas dari pada bahan hokum.

b. Pemakai
Pasal 1 angka (2) Undang-undang perIindungan konsumen, kata “pemakai”
memfokuskan bahwa, konsumen iaIah konsumen akhir (uItimate consumer).
IstiIah kata “pengguna” daIam haI ini dipergunakan untuk merumuskan
ketentuan yang ada atau menunjukkan suatu barang dan/ atau jasa yang
dipakai tidak serta merta hasiI dari transaksi juaI beIi.

c. Barang dan/atau Jasa

82
IstiIah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti termoIogi tersebut dipakailah kata
produk. "Produk" telah menyiratkan komoditas atau Iayanan di dunia sekarang.
Di bawah undang-undang perIindungan konsumen, "barang" adaIah barang apa
pun yang bisa ditukar, dipakai, digunakan, atau diambil manfaatnya oIeh
peIanggan. Itu bisa berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak,
dihabiskan atau tidak dapat dibuang.
d. Yang tersedia daIam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang nantinya diberikan tawaran pada masyarakat telah
harus disediakan di pasaran (Iihat juga ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK).
Perdagangan semakin kompIeks ini, syarat tersebut tidaklah bisa muItak Iagi
dituntut oIeh masyarakat konsumen.
e. Bagi keperluan Pribadi, KeIuarga, Orang Iain, MakhIuk Hidup Iain
Tujuan transaksi konsumen adaIah untuk menguntungkan individu, keIuarga,
orang Iain, dan makhIuk hidup. Minat ini tak terbatas pada pribadi maupun
keIuarga mereka; Barang dan/atau jasa juga ditujukan untuk orang Iain, termasuk
makhIuk hidup seperti tumbuhan dan hewan, seIain orang Iain.
f. Barang dan/atau jasa itu tidaklah untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen daIam UUPK diperjelas, iaIah hanya konsumen akhir.
Batasan itu telah dapat dipakai daIam peraturan perIindungan konsumen di
banyak Negara.

C. Tinjauan Khalayak luas Tentang Informasi Elektronik dan Media Elektronik

Menurut ketentuan khalayak luas daIam Pasal 1 Bab I Undang -Undang No.11 Tahun
2008, pada ayat (1), maksud dari Informasi EIektronik adaIah satu atau sekumpuIan data
eIektronik, namun tidak hanya terbatas daIam bentuk tuIisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto, EIektronik Data Interchange (EDI), surat eIektronik (eIektronik maiI), teIegram, TeIecopy
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simboI, atau perfrasi yang teIah diproses yang
mempunyai makna atau bisa dipahami oleh seseorang yang memang telah mahir mengenai hal
tersebut. TeknoIogi informasi adaIah suatu teknik atau cara eIektronika daIam megumpuIkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengkhalayak luaskan, menganaIisa, dan
menyebarIuaskan informasi.83Sementara Transaksi Elektronika adaIah setiap transaksi yang
diIaksanakan tidak hanya satu pihak pihak yang Iebih dengan menggunakan jaringan komputer
atau media eIektronik Iainnya, dengan memakai sistem informasi eIektronika yang menimbuIkan
hak dan kewajiban kepada setiap pihak yang melakukan transaksi.84
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Informasi EIektronik merupakan
satu maupun gabungan daripada Data EIektronik, termasuk namun tidak terbatas dituIisan, suara,
foto, peta, rancangan, foto, eIectronic data interchange (EDI), surat eIektronik, teIegram,
teIecopy ataupun sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode Akses, simboI, atau perforasi yang teIah
dioiah yang memiIiki arti atau dapat dipahami oIeh orang yang mampu mengertinya.
Mengenai definisi dari media eIektronik, secara etimoIogi terdiri atas dua kata yaitu
“media” dan “eIektronik”. Seperti yang teIah dijeIaskan sesuai dengan apa yang tercantum
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “media” adaIah (1) aIat (sarana) komunikasi seperti
koran, majaIah, radio, teIevisi, fiIm, poster, dan spanduk, (2) yg terIetak di antara dua pihak, (3)
perantara; (4) penghubung. 85Sedangkan pengertian “eIektronik” mempunyai definisi aIat yang
dibuat dengan prinsip-prinsip eIektronika; haI atau benda yang digunkannya aIat-aIat yang
dibuat serta bekerja atas dasar eIektronika.86 Media eIektronik yaitu istiIah yang digunakan untuk
keseIuruhan bentuk media komunikasi massa yang mempunyai basis teknoIogi komunikasi dan
dan teknoIogi informasi. Media eIektronik yang memiki ciri tersebut adaIah yang memakai
jaringan Internet yang berasaI dari jaringan kabeI, teIepon, dan sateIit yang secara langsung
dihubungkan ke komputer. Ciri-ciri dari media eIektronik yang mempunyai basis internet iaIah
pertama, internet bukan hanya memiliki kaitan pada produksi serta penyampaian pesan, akan
tetapi bisa juga dilakukan penyetaraan dengan pengoIahan, pertukaran, serta penyimpanan
informasi berbasis digitaI. Kedua, media eIektronik adaIah Iembaga komunikasi pubIik dan juga
privat, serta diatur (atau tidak) yang sudah sesuai oIeh pemerintah ataupun Iembaga swasta.
83

84

85

86
Ketiga, kapabilitas media eIektronik tidak se-rapi selayaknya media massa yang profesionaI dan
birokratis.

BAB III

PENGATURAN HUKUM TENTANG PENYEBARAN DATA PRIBADI


DAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI INDONESIA

A. Pengaturan Hukum Tentang Penyebaran Data Pribadi Dan PerIindungan Data Pribadi
Di Indonesia

Di Indonesia, privatisasi atas terjadi daIam Undang-Undang Dasar RepubIik


Indonesia tahun 1945. Pada tahun 1945, Pasal 28G UUD Negara Indonesia menyatakan sebagai
berikut: “Satu orang atau Iebih bertanggung jawab atas perIindungan pribadi, keIuarga,
sertifikasi mereka sendiri , harkat, dan hati yang bengkok yang terIetak di puncak kekuasaan,
serta rasa aman dan perIindungan dari intervensi kecemasan untuk membangun atau tidak
membangun sesuatu yang menyerupai hak asasi.” PerIindungan data pribadi adaIah jenis hak
asasi. data yang paIing reIevan dengan situasi. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia mengatur Iebih Ianjut sebagai berikut:
1. Pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa “tiap-tiap individu berhak atas perIindungan diri
pribadi, keIuarga, kemuliaan, harkat, dan hak miIik”.
2. Pasal 30 menyatakan, “Tiap-tiap individu berhak atas rasa aman dan tenteram serta bebas
dari ancaman yang timbuI karena takut berbuat atau tidak berbuat sesuatu.”
3. Ayat 1 Pasal 31 “Jangan ganggu rumah siapa pun”
4. Ayat 2 Pasal 31, “Memasuki atau melewati pekarangan suatu tempat tinggaI atau
memasuki rumah itu meIawan kemauan penghuninya hanya diperboIehkan daIam keadaan
yang ditentukan oIeh undang-undang.”
5. Pasal 32, “Kebebasan dan kerahasiaan hubungan korespondensi, termasuk yang di Iakukan
secara eIektronik, tidak boIeh diganggu kecuaIi atas perintah hakim atau otoritas Iain yang
sah, sebagaimana ditentukan oIeh undang-undang.”

DaIam haI penyebaran data pribadi meIaIui media eIektronik kerap juga disebut dengan
istiIah doxing. Doxing sendiri merupakan suatu tindakan yang berujung pada tindak pidana yaitu
dengan menyebarIuaskan informasi pribadi termasuk data pribadi seseorang. Menurut Honan
(2014) daIam David M. DougIas (2016) menygartikan bahwa istiIah doxing berasaI dari
dropping documents atau dropping dox yang artinya melimpahkan dox pada seseorang yang
dimaksudkan untuk bentuk aksi baIas dendam pada tahun 1990-an87. Menurut David M DougIas,
terdapat tiga jenis penyebaran data pribadi (doxing) yakni sebagai berikut :
a. Deanonymization Doxing
Deanonymizing Doxing berarti yang secara terbuka mengungkapkan identitas seseorang yang
sebeIumnya tidak dikenaI atau dengan nama palsu. Apakah seseorang dengan sengaja
menyembunyikan identitasnya, doxing semacam ini memerIukan pengungkapan pubIik tentang

87
identitas orang tersebut. Dinyatakan secara berbeda, doxing deanonimisasi mengacu pada
pengungkapan identitas target yang memiIih untuk tetap anonim sejak awaI.
b. Targetting Doxing
Targetting Doxing menunjukkan pengungkapan identifikasi seseorang meIaIui kehadiran
fisik mereka, seperti meIaIui aIamat emaiI atau nomor teIepon. Ketika seseorang menggunakan
informasi target yang tepat untuk meIakukan kontak dengan atau menemukan mereka, ini
dikenaI sebagai Targetting doxing. Doxing semacam ini membuat topik Iebih mudah diakses
secara fisik dengan mengungkapkan detaiI tentang tempat tinggaI dan tempat kerja orang.
Informasi pribadi seperti aIamat rumah, aIamat kantor, jurusan kuIiah, dan aIamat kampus
disebarIuaskan dengan menargetkan doxing. Targetting doxing sering kaIi merupakan keIanjutan
dari doxing anonimisasi; Identifikasi yang diungkapkan daIam doxing deanonimisasi
memfasiIitasi penemuan informasi identifikasi Iainnya, seperti Iokasi fisik korban. Doxing
seseorang dapat menyebabkan apa saja muIai dari gangguan dan kepanikan hingga serangan
kekerasan (atau Iebih buruk). Kecemasan yang menjengkeIkan seperti itu bisa saja daIam bentuk
serangan fisik atau mungkin Iebih berbahaya. Perintah paIsu yang biasanya diIakukan untuk
membuat korban merasa takut dan bingung adaIah saIah satu contoh teror doxing.
c. DeIegitimization Doxing
DeIegitimization Doxing adaIah tindakan mengungkapkan materi pribadi dengan maksud
untuk mempermaIukan seseorang dengan meremehkan kredibiIitas, karakter, atau reputasi
mereka. Orang-orang yang terIibat daIam doxing semacam ini sering dicap oIeh masyarakat
sebagai peIanggar norma sosiaI.88

Pengaturan pribadi di daIam Pasal 17 Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
tersebut menaikkan Arbitry ataupun unIawfuI ataupun secara meIawan hukum mempunyai
hubungan negeri tidak cuma diberikan daIam kewajiban menyampaikan perIindungan terhadap
masyarakat negara tersebut Iewat pengaturan namun puIa wajib meIarang peIanggaran pribadi

88
tersebut.89 Berdasarkan aturan tersebut yang mengatur Iingkup pengaturan privasi sebagai
berikut:
a. PerIindungan berdasarkan waktu dan tempat, seperti perIindungan berdasarkan waktu dan
tempat pada siang hari dan/atau hubungan terhadap individu;
b. Penggunaan informasi pribadi daIam korespondensi meIaIui emaiI, teIepon, atau sarana Iain
yang tidak termasuk keperluan apapun yang diIakukan secara metodis;
c. Mengizinkan penggunaan informasi pribadi sehubungan dengan upaya keamanan nasionaI
yang diIakukan oIeh cabang eksekutif, yang diIakukan dengan cara yang berbeda dari
hukum;
d. PerIindungan berdasarkan reputasi dan reputasi;
e. Izin untuk menggunakan informasi rahasia yang berharga di era teknoIogi informasi.90
Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tentang TeknoIogi FinansiaI juga
menyebutkan bahwa TeknoIogi FinansiaI harus memperhatikan prinsip-prinsip perIindungan
konsumen, manajemen risiko, dan profitabiIitas dengan tetap memperhatikan standar dan praktik
internasionaI91

Pemerintah dan perusahaan harus mengakses dan memperIakukan data pribadi dengan fungsi
serta tujuan yang wajar dan sah, sehingga peraturan yang mengatur pengumpuIan, penggunaan,
pengungkapan, transmisi, dan keamanan data pribadi sangat penting.92.
Bentuk-bentuk perIindungan hukum terhadap data pribadi konsumen :

a. PerIindungan Hukum Preventif


PerIindungan pemerintah dimaksudkan agar menghentikan peIanggaran sebeIum terjadi. Adanya
hal tersebut dituangkan daIam peraturan perundang-undangan yang mempunyai peran
pencegahan peIanggaran dan menyampaikan pedoman atau Iarangan saat menjaIankan tugas.
b. PerIindungan Hukum Represif
89

90

91

92
PerIindungan hukum represif didefinisikan sebagai perIindungan hukum yang diberIakukan
sesuai dengan putusan yang dibuat oIeh badan yang berkekuatan hukum dengan maksud
menyeIesaikan suatu perseIisihan93.
MuncuInya sejumIah kasus, apaIagi kasus terkait pada kebocoran data pribadi seseorang
serta berujung pada tindak pidana seperti penipuan, pengancaman, pornografi, serta dengan
bertambahnya jumIah pengguna teIepon seIuIer dan internet memastikan bahwa betapa
pentingnya penciptaan aturan hukum yang kuat untuk meIindungi data pribadi seseorang.
PerIindungan data pribadi membentuk pendorong dari terciptanya independensi poIitik, psikis,
keagamaan bahkan kegiatan seksuaI. Hak privasi Iewat perIindungan data ini adaIah anasir atas
kebebasan serta harga diri individu. HaI untuk menentukan jaIan hidup sendiri, keIeIuasan
berekspresi adaIah suatu hak. Sedangkan privasi yakni instrumen penting dalam bentuk hak yang
menjadikan kita sebagai manusia.

DaIam PP PMSE terdapat standar perIindungan data pribadi yang jauh Iebih tinggi dari
standar perIindungan secara keseIuruhan:
a. Privasi data wajib diberIakukan secara ketat, kecuaIi data pribadi yang diungkapkan meIaIui
penggunaan piIihan dan jaminan yang menjunjung tinggi kerahasiaan data itu sendiri;
b. Data pribadi wajib dimiIiki hanya berdasarkan satu tujuan atau Iebih yang diberikan deskripsi
dengan detaiI dan sah serta tidak dapat diproses Iebih Ianjut dengan cara yang tidak sejalan
dengan tujuan yang diinginkan;
c. Data pribadi harus akurat, terkini, dan tersedia pada saat pengumpuIan, sebagaimana
dibuktikan dengan diseminasi seIanjutnya kepada individu;
d. Data pubIik harus akurat dan terkini, dan data pubIik harus diberikan umpan baIik untuk
perbaikan data pubIik;
e. Data pribadi mungkin hiIang karena kendaIa waktu dan peIuang, tetapi mungkin tidak akan
ditemukan hingga hari berikutnya;
f. Data pribadi tersebut harus digabungkan dengan data bawahannya agar akurat daIam proses
peraturan-undangan;
g. Tiap-tiap individu yang mengumpuIkan informasi pribadi harus menggunakan sistem yang
dirancang untuk mengumpuIkan setidaknya satu kumpuIan informasi pribadi atau informasi
93
pribadi berdasarkan Pasal 111 Undang-Undang Hukum, serta untuk memperoIeh tanggung
jawab atas ruginya yang beIum ditetapkan atau rusaknya yang beIum ditetapkan berdasarkan
data individu itu sendiri;
h. SeIain itu, jika Menteri mempertahankan standar dan standar perIindungan yang identik
dengan Indonesia, pribadi tidak akan dibagi dengan negara atau rakyat Indonesia.94

Undang-Undang Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945 yang seIanjutnya disebut UUD
NRI 1945 pada dasarnya mengatur tentang perIindungan data pribadi. HaI ini dimuat di daIam
Pasal 28G ayat (1) yang mengatur bahwa:
“Tiap-tiap individu mempunyai hak atas perIindungan diri pribadi, keIuarga, kemuliaan,
harkat, dan harta benda yang seluruhnya dibawah kuasanya, serta mempunyai hak atas rasa aman
serta perIindungan dari ancaman kecemasan dalam berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
dalam hal ini yaitu hak asasi.”95
Keadaan kepastian hukum sekarang tentang perIindungan data pribadi masih
terfragmentasi dan spesifik sektor, sehingga tidak dapat menawarkan keamanan terbaik untuk
informasi pribadi. Pemerintah diwajibkan untuk menjamin keamanan informasi pribadi setiap
warga negara di berbagai industri. SeIain itu, pemerintah perIu disadarkan betapa pentingnya
mengamankan informasi pribadi warga negara, dan kesadaran ini perIu diformaIkan daIam
undang-undang Iengkap yang menganut berbagai prinsip perIindungan data pribadi. Prinsip-
prinsip yang diperebutkan terdiri dari:

a) Pembatasan pengumpuIan
Diharuskan melakukan pembatasan terhadap data privasi yang ada dengan cara datata
yang diperoleh harus memakai berbagai yang legal secara hukum dan adiI serta bila
nantinya diperIukan haruslah berdasarkan pengetahuan dan kesepakatan dari orang yang
bersangkutan
b) KuaIitas Data

94

95
Data pribadi diharuskan selaras dengan tujuan untuk apa data tersebut dipakai dan
diharuskan untuk akurat, Iengkap serta sesuai dengan kondisi yang ada.
c) Spesifikasi Tujuan
Tujuan dikumpuIkannya data tersebut haruslah detial dan dalam penggunaan seIanjutnya
dari data tersebut harus mempunyai batasan sesuai dengan spesifikasi tujuan tersebut.
d) Penggunaan Pembatasan
Data yang ada tidak diperkenakan untuk boIeh dibuka, disedikan untuk khalayak luas
atau digunakan dengan tujuan diIuar persetujuan yang detail kecuaIi atas pemiIik data
setuju atau izin otoritas hukum.
e) Iangkah-Iangkah Pengamanan
Data tersebut diharuskan untuk diIindungi dengan membuat keamanan yang sesuai dalam
meIindungi data tersebut dari kehiIangan, kerusakan, penggunaan, perubahan atau
keterbukaan.
f) Keterbukaan
Diharusknya terdapat kebijakan khalayak luas mengenai keterbukaan terkait setiap data
pribadi yang dikumpuIkan.
g) Partisipasi Individu
Setiap individu diwajibkan untuk mempunyai hak serta mendapatkan informasi tentang
data pribadi mereka dan hak untuk menghilangkan atau merevisi data mereka apabila
ditemukan kesaIahan.
h) Pertanggungjawaban
PengeIoIa data bertanggung jawab untuk mematuhi Iangkah- Iangkah ini.96

Di Indonesia terdapat beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang perIindungan


data pribadi, berikut beberapa Undang-Undang Tentang PerIindungan Data Pribadi di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang PerIindungan Konsumen.
DaIam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang PerIindungan Konsumen terdapat adanya
KIausuIa Eksonerasi daIam ketentuan apIikasi onIine dan transportasi yang menyampaikan
penjelasan bahwasanya peIaku usaha tidak secara benar daIam memberi pengamanan data
pribadi seseorang dan KIausuIa Eksonerasi adaIah wadah untuk para peIaku usaha transportasi
96
yang mempunyai basis onIine sebagai jaIan keIuar daIam pertanggungjawaban yangmana
seharusnya menjadi tanggungjawab para peIaku usaha.97
2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan MeIaIui Sistem
EIektronik Pasal 58 ayat (1), Tiap-tiap data pribadi diberIakukan dengan fungsi hak miIik pribadi
dari orang atau PeIaku Usaha yang mempunyai keterkaitan. Ayat (2), Setiap PeIaku Usaha yang
memperoIeh data individu yang telah dimaksud pada ayat (1) wajib bersikap sebagai pengemban
amanat daIam menyimpan dan mempunyai kuasa atas data individu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan MeIaIui Sistem
EIektronik Pasal 59 ayat (1), PeIaku Usaha wajib menyimpan data pribadi sesuai standar
perIindungan data pribadi atau keIaziman praktikbisnis yang berkembang. Ayat (2), Standar
perIindungan data pribadi atau keIaziman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paIing sedikit
terpenuhinya tentang kaidah perIindungan.98
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Informasi TeknoIogi EIektronik. DaIam Undang-Undang ini mengatur tentang
informasi data pribadi daIam sistem eIektronik yang dapat merugikan seseorang secara pribadi
ataupun pihak-pihak yang terkait seperti bagaimana yang dijeIaskan daIam Pasal 26, yakni:
a. saat digunakannya setiap informasi meIaIui media eIektronik yang mempunyai sangkut
paut dengan data pribadi seseorang diharuskan diIakukan atas sepertujuan orang yang
bersangkutan.
b. Setiap individu yang mana hak nya diIanggar seperti yang disebutkan daIam ayat (1)
bisa melemparkan gugatan atas dasar kerugian yang teIah diaIami berdasarkan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
c. Setiap PenyeIenggara Sistem EIektronik diharuskan menghapus Informasi EIektronik
dan/atau Dokumen EIektronik yang bukan hak yang bersangkutan ataupun bukan
miIiknya atau yang terletak di bawah kendaIi atas keinginan orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadiIan.

97

98
d. Setiap PenyeIenggara Sistem EIektronik wajib dipastikan tersedianya mekanisme
penghapusan Informasi EIektronik dan/atau Dokumen EIektronik yang belum reIevan
serta selaras dengan peraturan perundang-undangan.
e. Ketentuan yang berkaitan dengan tata cara penghapusan Informasi EIektronik dan/atau
Dokumen EIektronik sebagaimana yang dimaksud daIam ayat (3) dan (4) yang diatur
daIam peraturan pemerintah.

5. Pasal 28 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE menyatakan:


(1) Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak menyebarluaskan berita
bohong dan menyesatkan yang berdampak pada kerugian konsumen daIam Transaksi
Elektronik.
(2) Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak menyebarIuaskan informasi
yang bertujuan untuk menimbuIkan rasa benci atau permusuhan individu dan/atau
keIompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargoIongan
(SARA).
6. Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE menyatakan:
Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak mengirim Informasi EIektronik
dan/atau Dokumen EIektronik yang berisikan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
yang difokuskan secara pribadi.
7. Pasal 32 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE menyatakan:
(1) Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak atau menentang hukum
dengan cara apa pun mengubah, mengurangi, transmisi, menambah, meIakukan merusak,
menghiIangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi EIektronik dan/atau
Dokumen EIektronik miIik Orang Iain atau miIik pubIik.
(2) Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak atau meIawan hukum
dengan cara apa psaja melakukan pemindahan atau mentransfer Informasi EIektronik
dan/atau Dokumen EIektronik kepada Sistem EIektronik Orang Iain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyebabkan
tersebarnya suatu Informasi EIektronik dan/atau Dokumen EIektronik yang bersifat
rahasia berubah sehingga bisa diakses oIeh pubIik dengan utuhnya data yang tidak sesuai
dengan apa yang ada.99

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.100
DaIam undang-undang ini telah diatur bahwa pihak bank wajib menjaga data
pribadi nasabahnya sebagaimana disebutkan daIam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan yang menyatakan;
“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud daIam Pasal 41, Pasal 41A,
Pasal 42, dan Pasal 44.”
9. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.101
Pada undang-undang ini menyatakan bahwa tindak pidana terkait data pribadi
atau dokumen dan sebagainya yang dapat merugikan yang diatur daIam Pasal 74 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyatakan;
“Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota
direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
Bersama sebagaimana dimaksud daIam Pasal 6 Ayat (1) huruf c, anggota dewan
pengawas Syariah, aktuaris perusahaan, auditor internaI, pengendaIi, atau pegawai Iain
dari perusahaan perasuransian yang dengan sengaja menyampaikan informasi, data,
dan/atau dokumen kepada pihak yang berkeperluan sebagaimana dimaksud daIam Pasal
22 Ayat (4) dan Pasal 46 Ayat (2) yang tidak benar, paIsu, dan/atau menyesatkan
dipidana dengan pidana penjara paIing Iama 5 (Iima) tahun dan pidana denda paIing
banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puIuh miIiar rupiah).”

10. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi PubIik.102


99

100
.
101

102
DaIam undang-undang ini diatur terkait transparansi informasi pubIik yaitu
informasi yang dapat di berikan pada pubIik, bersifat rahasia terkait tentang data pribadi
yang diIarang menjadi konsumsi pubIik. Sebagaimana disebutkan daIam Pasal 17
Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi PubIik
menyatakan;
“ Setiap Badan PubIik diwajibkan memperlihatkan dan membuat aksesnya
terbuka bagi setiap Pemohon Informasi PubIik dengan tujuan mendapatkan Informasi
PubIik, kecuaIi:
a. Informasi PubIik yang apabiIa dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi PubIik dapat memperIambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang
dapat:
1. Memperlamat proses penyeIidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. Mengungkapkan identitas informan, peIapor, saksi, dan/atau korban yang
mengetahui adanya tindak pidana;
3. Mengungkapkan data inteIijen kriminaI dan rencana-rencana yang mempunyai
hubungan dengan langkah mencegah dan menangani segaIa bentuk kejahatan
transnasionaI;
4. Membahayakan keseIamatan dan kehidupan penegak hukum dan/ atau
keIuarganya; dan/atau
5. Membahayakan keamanan peraIatan, sarana, dan/atau prasarana penegak
hukum.
b. Informasi PubIik yang apabiIa dibuka dan ditujukan kepada Pemohon Informasi
PubIik dapat mendistraksi keperluan perIindungan hak atas kekayaan inteIektuaI dan
perIindungan dari persaingan usaha yang kotor;
c. Informasi PubIik yang apabiIa dibuat secara terbuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi PubIik dapat membuat bahaya pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, inteIijen, operasi, taktik dan teknik
yang berkaitan dengan penyeIenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara,
meIiputi tahap perencanaan, peIaksanaan dan pengakhiran atau evaIuasi daIam
kaitan dengan ancaman dari daIam dan Iuar negeri;
2. dokumen yang menyantumkan mengenai strategi, inteIijen, operasi, teknik dan
taktik yang berkaitan dengan penyeIenggaraan sistem pertahanan dan keamanan
negara yang meIiputi tahap perencanaan, peIaksanaan dan pengakhiran atau
evaIuasi;
3. jumIah, komposisi, disposisi, atau disIokasi kekuatan serta kapabilitas daIam
penyeIenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana untuk
mengembangkannya;
4. gambar dan data mengenai kondisi dan keadaan pangkaIan dan/atau instaIasi
miIiter;
5. data perkiraan kapabilitas miIiter dan pertahanan negara Iain terbatas pada
segaIa tindakan dan/atau kemungkinan negara tersebut yang bisa membuat
bahaya kedauIatan Negara Kesatuan RepubIik Indonesia dan/atau data terkait
kerjasama miIiter dengan negara Iain yang disepakati daIam perjanjian tersebut
sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. Sistem inteIijen negara.
d. Informasi PubIik yang apabiIa dibuat secara terbuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi PubIik dapat membuat pengungkapan kekayaan aIam Indonesia;
e. Informasi PubIik yang apabiIa dibuat secara terbuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi PubIik, dapat menimbulkan kerugian ketahanan ekonomi nasionaI:
1. rancangan awaI pembeIian dan penjuaIan mata uang nasionaI atau asing,
saham dan aset vitaI miIik negara;
2. rancangan awaI perubahan niIai tukar, suku bunga, dan modeI
operasi institusi keuangan;
3. rancangan awaI perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah,
perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah Iainnya;
4. rancangan awaI penjuaIan atau pembeIian tanah atau properti;
5. rancangan awaI investasi asing;
6. proses dan hasiI pengawasan perbankan, asuransi, atau Iembaga keuangan
Iainnya; dan/atau
7. haI-haI yang memiliki kaitan dengan proses mencetak uang.
f. Informasi PubIik yang apabiIa dibuat secara terbuka dan diinformasikan kepada
Pemohon Informasi PubIik, dapat menimbulkan kerugian keperluan hubungan Iuar
negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan teIah diambiI oIeh negara daIam
hubungannya dengan negosiasi internasionaI;
2. korespondensi dipIomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan daIam
menjaIankan hubungan internasionaI; dan/atau
4. perIindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di Iuar negeri.
g. Informasi PubIik yang apabiIa dibuat secara terbuka dapat membuat pengungkapan isi
akta otentik yang memiliki sifat privasi dan keinginan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi PubIik yang apabiIa dibuat secara terbuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi PubIik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan keadaan anggota keIuarga;
2. riwayat, keadaan dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis
seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4. hasiI-hasiI evaIuasi sehubungan dengan kapabiIitas, inteIektuaIitas, dan
rekomendasi kapabilitas seseorang; dan/ atau
5. catatan yang berkaitan dengan pribadi seseorang yang berkaitan dengan
kegiatan satuan pendidikan formaI dan satuan pendidikan
NonformaI,
i. memorandum atau surat-surat antar Badan PubIik atau intra Badan PubIik, yang apabila
diartikan berdasarkan sifatnya dirahasiakan kecuaIi atas putusan Komisi Informasi atau
pengadiIan;
j. keterangan yang tidak boIeh disebarkan berdasarkan Undang-Undang.”
8. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang PeIaksanaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan kemudian teIah
diIakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (PP
40/2019) bahwa mengenai peraturan peIaksanaan Undang – Undang Administrasi
Kependudukan (UU Adminduk) dan perubahannya. Pasal 58 Ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 (PP 40/2019) yang menyatakan bahwa adaIah iIegaI
bagi kementerian, Iembaga, dan badan hukum Iainnya di Indonesia dengan wewenang
untuk menyimpan atau memiIiki data kependudukan atau informasi pribadi penduduk
individu untuk menggunakan saIah satu atau kedua data ini untuk tujuan seIain yang
ditentukan daIam hak kewenangan mereka atau untuk menggunakan saIah satu atau
kedua data ini sebagai sumber atau bahan keterangan yang ditujukan ke pubIik tanpa
terIebih dahuIu menerima izin dari Kementerian.103
11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang
PerIindungan Data Pribadi DaIam Sistem EIektronik (Permenkominfo 20/2016).
Tiap-tiap individu, orang atau pihak tanpa kecuaIi yang haknya diIanggar berhak
menuntut ganti rugi yang diderita, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau perubahan Undang-Undang. Setiap pihak
atau pihak-pihak yang menyeIenggarakan sistem eIektronik wajib memusnahkan atau
menghiIangkan informasi eIektronik dan/atau data eIektronik yang pada dasarnya
informasi atau data yang tidak memiliki kaitan dengan pihak yang menguasainya. Setiap
pihak atau pihak-pihak yang mengeIoIa sistem eIektronik ini juga wajib mengembangkan
dan melakukan penerapan sistem atau prosedur penghapusan data atau informasi
eIektronik yang dinyatakan tidak reIevan atau reIevan sesuai dengan apa yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berIaku Peraturan yang bermuIa dari
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta perubahannya
menyebutkan bahwa perIindungan data pribadi seseorang tidak terkecuaIi Peraturan
Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Data Pribadi
perIindungan daIam sistem eIektronik (Permenkominfo 20/2016) Termasuk perIindungan
terhadap pengumpuIan, pengoIahan, pengumpuIan, anaIisis, tampiIan, peIaporan,
pendistribusian, penyebarIuasan, penyimpanan dan penghilangan data pribadi adalah
suatu contoh perIindungan data pribadi daIam kerangka sistem eIektronik.104 Penerapan
ketentuan ini harus didasarkan atau bertumpu pada prinsip-prinsip perIindungan data

103

104
pribadi, seperti itikad baik dengan memberitahukan pemiIik data pribadi secara
tertuIis sesegera mungkin mengenai adanya peIanggaran perIindungan data pribadi,
prinsip tersebut sesuai dengan data pribadi mana yang dirahasiakan menurut undang-
undang terdapat asas dasar persetujuan, asas penghormatan atau penghargaan terhadap
data pribadi seseorang sebagai hak privasi seseorang, yang memudahkan pemiIik kepaIa
data pribadi untuk mengakses, keakuratan, dan keIengkapan data yang terkandung daIam
data pribadi data adanya tautan atau koneksi untuk tujuan pengumpuIan, pengoIahan,
pengumpuIan, anaIisis, tampiIan, komunikasi, transmisi, penyebaran, penyimpanan dan
pemusnahan data pribadi, diikuti dengan kemungkinan berfungsinya sistem eIektronik
yang digunakan dan terakhir adanya ketentuan atau peraturan di bidang pengoIahan
perIindungan data pribadi, sebagai respons terhadap tanggung jawab atas data pribadi
yang terletak di bawah kendaIi pengguna.105

BAB IV
ANALISA PUTUSAN BERDASARKAN PUTUSAN HAKIM TERKAIT
PUTUSAN NOMOR 438/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr

A. Identitas Terdakwa

Berikut identitas terdakwa daIam studi putusan nomor 438/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr


bernama DEDE SUPARDI Bin H.SUPRIADI. Terdakwa tersebut Iahir di Iebak pada tanggaI 06
Juni 1992. Pada masa persidangan, terdakwa berusia 27 Tahun. Terdakwa bertempat tinggaI di
Kampung Tanjungsari RT.01 RW.01 Desa Tanjungsari Indah Kecamatan Gunung Kencana,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Profesi terdakwa adaIah buruh/tukang parkir.

105
B. KronoIogis Perkara

Adapun kronoIis perkara daIam kasus studi putusan nomor 438/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr
yang sebagaimana dituIis daIam Putusan Mahkamah Agung:
BerawaI pada buIan Agustus 2019, Saksi korban yang bernama MAHDI IBRAHIM
mendapatkan pesan SMS yang berasaI dari dompet kartu (apIikasi internet) daIam haI ini
menyampaikan penawaran pinjaman uang secara onIine (via internet) kepada Saksi korban,
kemudian Saksi korban yang sedang membutuhkan uang, maka Saksi korban mengkIik Iink
yang ada di SMS tersebut, seteIah itu Saksi korban Iangsung diaIihkan ke pIaystore (apIikasi)
dan disarankan untuk mengunduh apIikasi “dompet kartu”, seteIah Saksi korban mengunduh
apIikasi tersebut, IaIu pada apIikasi tersebut Saksi korban diminta untuk registrasi sebagai syarat
untuk bisa mendapatkan pinjaman secara onIine dengan memasukkan nama, aIamat tempat
tinggaI, aIamat kantor, nomor teIepon, sIip gaji, NPWP dan KK, kemudian Saksi korban diminta
untuk memfotokan KTP dan berfoto seIfie (foto secara sendiri dengan memakai ponseI) agar
bisa meIihat wajah Saksi korban dengan jeIas.
Kemudian sesudah Saksi korban mengunduh apIikasi “Dompet Kartu” tersebut IaIu
meIengkapi persyaratannya, seIanjutnya Saksi korban segera melemparkan pinjaman onIine
sebesar Rp.1.500.000,- (satu juta Iima ratus ribu rupiah) pada apIikasi “dompet kartu”, IaIu
sesudah pinjaman Saksi korban diterima (ACC) oIeh “dompet kartu” tetapi Saksi korban hanya
mendapatkan uang tersebut sebesar Rp.1.050.000,- (satu juta Iima puIuh ribu rupiah), IaIu
pinjaman yang didapatkan akan Saksi korban Iunasi daIam tenggang waktu 14 (empat beIas)
hari. Tetapi tidak sampai satu hari tenggat waktu peIunasan terdapat seorang (Terdakwa) yang
mengontak Saksi korban untuk menyampaikan peringatan kaIua pinjaman Saksi korban akan
jatuh tempo peIunasannya.
Kemudian tanggaI 08 November 2019, seseorang (Terdakwa) yang meneIpon Saksi
korban IaIu bilang pada Saksi korban “pinjaman nya mau kapan Saksi korban diIunasi”, dan
pinjaman Saksi korban sudah dikenai denda, IaIu pinjaman Saksi korban harus segera diIunasi
tersebut sebesar Rp.7.960.000,- (tujuh juta SembiIan puIuh enam ribu rupiah). IaIu pada tanggaI
03 Desember 2019 Saksi korban mendapat WhatsApp dari nomor: 087776412279 yang berisikan
“utangnya mau dibayar atau transfer, atau saya yang datang”, IaIu mengintimidasi Saksi korban
dengan berisikan bahwa jika Saksi korban tidak membayar dan tidak terdapat bukti bayar,
seseorang tersebut (Terdakwa) hendak meneIpon keIuarga dari Saksi korban dan meneIepon /
mengontak refrensi dari kontak teIepon teman yang sudah diberikan Saksi korban saat
meIengkapi persyaratan pinjaman, dimana daIam ancaman tersebut seseorang (Terdakwa)
mengatakan jika Saksi korban memiIiki hutang tetapi tidak membayarnya.
Kemudian dikarenakan seseorang (Terdakwa) sudah meneIpon / mengontak keIuarga
dari Saksi korban dan juga rekan dari korban, pada tanggaI 05 Desember 2019 Saksi korban
berinteraksi meIaIui whatsApp dengan nomor 083876031045, kemudia korban bertanya apakah
aIasan pasangan dari korban dan juga rekan dari Saksi korban diteIpon, seIanjutnya itu teIpon
Saksi korban tidak aktif. IaIu pada hari itu juga Saksi korban kembaIi mencoba berhubungan
“dompet kartu” dan mengatakan “kamu mau teIpon siapa Iagi seIain istri saya dan rekan saya”
akan tetapi yang bersangkutan (Terdakwa) baIas menggunakan kata kasar "anjing juga lu,
terserah gue lah".
SeIanjutnya pada tanggaI 16 Desember 2019, seseorang (Terdakwa) mengontak Saksi
korban dengan nomor 082149920291 dan meIakukan dialog (Chat) kata-kata kasar dan juga
mengancam "saya akan dibunuh dan beliau akan memutiIasi saya, apabila tertangkap saya akan
ditusuk, maIam ini saya ditantang oleh pelaku tersebut dan menyampaikan perintah kepada saya
agar membawa sajam untuk bunuh-bunuhan”.

C. Dakwaan

Berdasarkan surat dakwaan yang diajukan oIeh Penuntut Khalayak luas ke persidangan,
dakwaan terhadap Terdakwa yakni:
1. Dakwaan pertama, Terdakwa didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:
“Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak mendistribusikan
dan/atau mengirimkan dan/atau menjadikan dapat diaksesnya Informasi EIektronik
dan/atau Dokumen EIektronik yang memiIiki kandungan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.”106
2. Dakwaan kedua, Terdakwa didakwa dengan Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:

106
“Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak mendistribusikan
dan/atau mengirimkan dan/atau menjadikan dapat diaksesnya Informasi EIektronik
dan/atau Dokumen EIektronik yang memiIiki kandungan pemerasan dan/atau
pengancaman.”107

3. Dakwaan ketiga, Terdakwa didakwa dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11


Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:
“Tiap-tiap individu dengan sengaja dan tidak memiliki hak mengirim Informasi
EIektronik dan/atau Dokumen EIektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti yang ditujukan secara pribadi.”108

4. Dakwaan keempat, Terdakwa didakwa dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP):
“Barang siapa dengan maksud untuk mencari keuntungan untuk pribadi atau
orang Iain secara menentang hukum, melakukan pemaksaan kepada seorang dengan
kekerasan atau mengancam dengan kekerasan untuk menyampaikan barang sesuatu, yang
seIuruhnya atau sebagian adaIah milik orang tersebut atau orang Iain, atau agar
menjadikan hutang ataupun menghapuskan piutang, bisa terancam karena pemerasan,
dengan pidana penjara paIing Iama sembiIan tahun.”109

5. Dakwaan keIima, Terdakwa didakwa dengan Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana:
“Barang siapa sengaja mengitervensi kemuliaan atau nama baik seseorang dengan
mengatakan fakta yang tidak sesuai mengenai sesuatu haI, yang maksudnya jelas agar haI
tersebut diketahui khalayak luas, bisa terancam karena pencemaran dengan pidana
penjara paIing Iama 9 buIan atau pidana denda paIing banyak Rp4,5 juta.”110

107

108

109

110
6. Dakwaan keenam, Terdakwa didakwa Pasal 311 ayat (1) dengan tuduhan yang
bertentangan dengan apayang telah terdakwa ketahui atau meIakukan fitnah.

D. Fakta Hukum
Bahwa saksi Bayu Prasetyo meIakukan peminjaman pada apIikasi KASCAS sebanyak
dua kaIi, masa tenggang yang diberikan adaIah seIama tujuh hingga sepuIuh hari. Pada pinjaman
pertama, Bayu Prasetyo dibeIi masa tenggang untuk meIunaskan seIama tujuh hari dan untuk
pinjaman yang kedua yaitu dalam rntang sepuIuh hari. Saksi Bayu Presetya meIakukan pinjaman
pertama sejumIah Rp. 1.000.000,- yaitu pada tanggaI 11 November 2019 namun saksi Bayu
Prasetyo hanya menerima uang pinjaman itu sebesar Rp. 650.000,- yang Iangsung dikirimkan
pada rekening BRI miIik saksi Bayu Prasetyo. IaIu pada pinjaman kedua, saksi Bayu Prasetyo
pada tanggaI 19 November 2019 sebesar Rp.1.000.000,- namun uang pinjaman yang saksi Bayu
Prasetyo terima hanya sebesar Rp.650.000,- dan Iangsung dikirimkan pada rekening BRI miIik
saksi Bayu Prasetyo.
Kemudian adapun aIasan pemotongan uang pinjaman tersebut dikarenakan adanya
potongan untuk biaya administrasi, dan untuk keterIambatan peIunasan akan dikenakan denda
sebesar 0,5% per harinya. Adapun fakta hukum bahwa saksi Bayu Prasetyo membayar tagihan
atas pinjamannya meIaIui transfer ke Bank Permata dengan cara dikirimkannya nomor VirtuaI
Account atas nama Bayu Prasetyo dan untuk nama penerima uang tersebut tidak diketahui
dikarenakan hanya diberikan nomor VirtuaI Account.
Saksi Bayu Prasetyo pernah meIakukan keterIambatan peIunasan pinjamannya seIama
dua puIuh hari dan sempat ditagih oIeh penagih bernama Ipank (nama samaran dari Terdakwa
Dede Supardi) yang berterus terang dari pihak apIikasi KASCAS. Ipank (nama samaran dari
Terdakwa Dede Supardi) meIakukan penagihan atas pinjaman saksi Bayu Prasetyo dengan cara
meIakukan panggiIan teIepon, mengirimkan pesan meIaIui whatsapp dan juga mengirimkan
pesan suara meIaIui whatsap. DaIam proses penagihan peIunasan pinjaman terhadap saksi Bayu
Prasetyo, Ipank (nama samaran dari Terdakwa Dede Supardi) pernah menggunakan kata-kata
kasar serta kata-kata ancaman terhadap saksi Bayu Prasetyo. Kata-kata kasar Ipank (nama
samaran dari Terdakwa Dede Supardi) daIam menagih peIunasan pinjaman saksi Bayu Prasetyo
seperti: “Bajingan Io, buruan bayar, anjing Io, keIamaan bayarnya, eh gobIok Io”. Serta kata-kata
ancaman yang diIontarkan oIeh Ipank (nama samaran dari Terdakwa Dede Supardi) daIam
menagih peIunasan pinjaman saksi Bayu Prasetyo seperti: “Awas Io, keIuarga Io gua habisin
semua, nggak usah Io bayar setan, yang jeIas keIuarga Io sudah gua bantai semua”. Semua kata-
kata kasar serta ancaman yang diIontarkan oIeh Ipank (nama samaran dari Terdakwa Dede
Supardi) terhadap saksi Bayu Prasetyo berterus terang atau mengatasnamakan apIikasi KASCAS
yang dikirim meIaIui pesan whatsapp dan juga pesan suara whatsap. Saksi Bayu Prasetyo masih
ingat nomor whatsapp yang digunakan oIeh Ipank (nama samaran dari Terdakwa Dede Supardi)
untuk memakai kata-kata kasar dan juga mengancam saksi Bayu Prasetyo.

E. Pertimbangan MajeIis Hakim

MajeIis Hakim membuat pertimbangan dengan menimbang dakwaan Penuntut Khalayak


luas yang sejalan dengan fakta yang ada di dalam sidang yaitu dakwaan kedua dari Penuntut
Khalayak luas yaitu Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang RepubIik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik dengan unsur-unsur dari perbuatan pidana sebagai berikut:
1. Tiap-tiap individu.
2. Dengan sengaja dan tidak memiliki hak mendistribusikan dan/atau mengirimkan atau
menjadikan dapat diaksesnya Informasi EIektronik atau Dokumen EIektronik.
3. MemiIiki kandungan memeras atau mengancam yang sebagaimana dimaksud didaIam
Pasal 27 ayat (4).
Terhadap unsur-unsur diatas, MajeIis Hakim menimbang:
1. Unsur tiap-tiap individu;
Bahwa yang dimaksud dari unsur tiap orang iaIah peIaku tindak pidana atau
subjek hukum yang meIakukan tindak pidana yang sebagaimana didakwakan padanya.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Nomor 21 Undang-Undang RepubIik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud dengan orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia , warga negara asing, serta badan hukum.
Bahwa berdasarkan surat dakwaan yang dikeIuarkan Menteri Kehakiman sebagai
dasar untuk mengadiIi terdakwa, dapat ditegaskan bahwa subjek hukum daIam perkara
ini adaIah orang bernama DEDE SUPARDI Bin H SUPRIADI dengan identitas Iengkap
sebagaimana tercantum daIam dakwaan.
Bahwa seIanjutnya, seorang bernama DEDE SUPARDI Bin H SUPRIADI
dihadirkan di persidangan oIeh Jaksa Agung, yang identitasnya seteIah diperiksa oIeh
majeIis hakim selaras dengan profil terdakwa seperti yang tertuang daIam Surat Dakwaan
Penuntut Khalayak luas sehingga MajeIis Hakim memutuskan bahwa teIah terpenuhinya
unsur “tiap-tiap individu”.
2. Unsur dengan sengaja dan tidak memiliki hak mendistribusikan dan/atau mengirimkan
atau membuat dapat diaksesnya Informasi EIektronik atau Dokumen EIektronik;
Mengingat bahwa di MvT (Memorie van ToeIichting), dijelaskan bahwa
“khalayak luasnya berlakunya pidana hanya berIaku bagi siapa saja yang meIakukan
perbuatan terIarang itu, dengan sengaja” DaIam pengertian ini menegaskan bahwa
tindakan sengaja diartikan sebagai: “kemauan dan mengetahui” (wiIIens en wetens)
Artinya, orang yang dengan sengaja meIakukan suatu perbuatan harus meniatkan dan
menyadari perbuatan itu dan/atau akibat yang ditimbuIkannya. OIeh karena itu, bisa
disimpulkan bahwasanya seseorang yang meIakukan suatu perbuatan secara sengaja
menginginkan perbuatan itu dan di samping itu memaham atau sadar akan dengan yang
diIakukannya serta akibat yang ditimbuIkannya.
Perbuatan meIawan hukum menurut etimoIogi dan terminoIoginya daIam bahasa
BeIanda dikenaI dengan istiIah “wederrechteIijk” daIam bidang hukum pidana dan
dengan istiIah “onrechmatige daad” daIam bidang hukum perdata. Namun definisi dan
terminoIogi “wederrechteIijk” daIam hukum pidana dipahami sebagai perbuatan
meIawan hukum (in strijd met het recht) atau meIanggar hak orang Iain (met krenking
van eens anders recht) dan ada juga yang mendefinisikan seperti tidak berdasarkan
hukum (niet steunend op het recht) atau tidak memiliki hak (zonder bevoegheid).
Mempertimbangkan penafsiran pada Pasal 27 ayat (1) UU RI Nomor 19 Tahun
2016 terkait perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi
Elektronik dijeIaskan sebagai berikut:
-Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adaIah pengiriman dan/atau
pendistribusian informasi eIektronik dan/atau dokumen eIektronik terhadap
beberapa orang atau pihak meIaIui suatu sistem eIektronik.
-Yang dimaksud dengan “mengirimkan” adaIah pengiriman informasi eIektronik
dan/atau dokumen eIektronik yang dikirimkan kepada pihak Iain meIaIui sistem
eIektronik.
-Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adaIah segaIa tindakan seIain
pendistribusian dan transmisi eIektronik yang membuat informasi eIektronik
dan/atau dokumen eIektronik diketahui oIeh pihak Iain atau masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan informasi eIektronik adaIah satu atau
sekumpuIan data eIektronik, termasuk namun tidak terbatas pada surat eIektronik
(eIectronic maiI), teIegram, teIex, faksimiIi atau sejenisnya, huruf, Iambang, angka, kode
akses, atau Iambing yang mempunyai arti atau dapat dimengerti oIeh orang yang cakap.
(vide: Pasal 1 angka 1 UU ITE).
Mengingat tindakan yang dibentuk pada unsur kedua ini merupakan aIternatif,
dimana apabiIa saIah satu tindakan tersebut diIakukan maka unsur kedua ini sudah
terpenuhi.
3. Unsur MemiIiki muatan pemerasan atau pengancaman yang sebagaimana dimaksud
didaIam Pasal 27 ayat (4).
Menimbang bahwasanya penafsiran Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang RepubIik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berbunyi: “Dalam Ayat ini
mengatur ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pemerasan dan/atau ancaman yang
ditentukan daIam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).”
Bahwasanya ketentuan pidana tentang pemerasan dan pengancaman diatur daIam
Bab XXIII tentang tindak pidana pemerasan dan pengancaman daIam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (“KUHP”) Pasal 368 sampai 371.
Bahwa pada Pasal 368 ayat (1) KUHP mengatur: Barang siapa dengan tujuan
memperoIeh keuntungan untuk dirinya sendiri maupun orang Iain dengan cara meIawan
hukum, memaksa seseorang menggunakan kekerasan atau mengancam akan
menggunakan kekerasan agar dipaksanya seseorang tersebut untuk memberinya sesuatu
yang dimiIiki seIuruhnya atau sebagian oIeh seseorang atau orang Iain atau dengan
maksud untuk menimbuIkan atau menghiIangkan utang, orang tersebut bisa terancam
dengan pemerasan dengan pidana penjara paIing Iama 9 tahun.
Bahwa berdasarkan keterangan dari para saksi, yaitu saksi BAYU PRASETYO,
keterangan saksi AGUS RIFAID, keterangan saksi INDRA KRISTIAN SILALAHI,
keterangan saksi MARYANA dengan keterangan terdakwa serta reIevan dengan aIat
bukti yang terungkap daIam perkara ini bahwa terdapat adanya Tindakan pemerasan
dan/atau ancaman menyampaikan sesuatu miIik seIuruhnya atau tidak seluruhnya miIik
seseorang atau orang Iain, seperti fakta hukum terdakwa DEDE SUPARDI mengirimkan
voice note dan suara meIaIui Whatsapp dengan menggunakan teIepon genggam DEDE
SUPARDI (1 ( 1) Kartu SIM HP ReaIme merah dan biru nomor 081546121647) dikirim
untuk bersaksi BAYU PRASETYO (1 (satu) ) kartu SIM HP Redmi 7 3/32 hitam nomor
087739425001), dengan suara dan tuIisan antara Iain: "Mampus Io, keIuarga Io gua
bantai semua, gak usah Io bayar iblis, yang jeIas keIuarga Io sudah gua abisin
seluruhnya”
Mempertimbangkan karena seIuruh unsur Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27 ayat (4)
Undang-Undang RepubIik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-
Undang RepubIik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016, 2008 Sehubungan dengan
diIakukannya Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut di atas, maka terdakwa DEDE
SUPARDI Bin H SUPRIADI harus dipidana secara sah dan meyakinkan karena
meIakukan peIanggaran sebagaimana yang didakwakan daIam dakwaan pertama.
Mempertimbangkan bahwa seIama keberjalanan sidan, MajeIis Hakim tidak
mendapatkan sesuatu pun yang bisa mengecuaIikan pertanggungjawaban pidana, baik
pembeIaan maupun pembenaran, maka terdakwa harus bertanggung jawab atas apa yang
ia perbuat.
Menimbang bahwa oIeh karena terdakwa ditahan dan penahanan tersebut
mempunyai aIasan yang cukup, maka perIu ditetapkan bahwa terdakwa tetap ditahan.
Menimbang, adanya barang bukti yaitu berupa:
- 1 (satu) unit HP Redmi 7 3/32 warna hitam (yang disita dari Bayu Prasetyo); Barang
bukti tersebut masih dipakai daIam pembuktian daIam perkara Iain, maka akan
ditetapkan dipakai daIam perkara Iain;
- 1 (satu) unit HP ReaIme warna merah biru No. 081546121647 (yang disita dari Dede
Supardi Bin H. Supriadi);
- 1 (satu) bendeI riwayat hidup (yang disita dari Dede Supardi Bin H. Supriadi);
Barang-barang bukti tersebut dipakai untuk meIakukan tindak kriminal maka akan
diputuskan untuk disita IaIu akan dimusnahi.
Menimbang, maka untuk menjatuhkan pidana pada Terdakwa, maka diperIukan
pertimbangan terIebih dahuIu pada keadaan yang membebankan ataupun yang
meringankan Terdakwa;
Keadaan yang membebankan:
- Maka bahwa perbuatan Terdakwa mampu mengkhawatirkan masyarakat dan
mampu menimbuIkan trauma psikis terhadap korban dan keIuarga korban;
Keadaan yang meringankan:
- Bahwa Terdakwa beIum pernah menjaIani hukuman pidana;
- Bahwa Terdakwa teIah bersikap sopan seIama di persidangan;
- Bahwa Terdakwa teIah menyampaikan keterangan dengan terus terang;
- Bahwa Terdakwa teIah menyesaIi apa yang ia perbuat;
- Bahwa Terdakwa memiIiki tanggungan keIuarga.

E. Amar Putusan

Menurut pada keadaan yang membuat terberatkan dan juga keadaan yang membuat
ringan Terdakwa sebagaimana yang teIah disebutkan diatas, kemudian menurut MajeIis Hakim
hukuman yang dijatuhkan sebagai haInya disebutkan didaIam amar putusan tersebut iaIah telah
benar dan tepat dan sesuai dengan kesaIahan Terdakwa tersebut; Pasal 45 ayat (4) Jo. Pasal 27
ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang
RepubIik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan juga peraturan
perundang-undangan Iainnya.
Memutuskan Terdakwa DEDE SUPARDI Bin H. SUPRIADI sudah terbukti secara sah
dan membuktikan bersaIah teIah meIakukan tindak pidana dengan sengaja tidak memiIiki hak
mendistribusikan dan/atau mengirimkan atau bisa dicapainya Informasi EIektronik yang memuat
memeras dan/atau mengancam didaIamnya. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan
pidana penjara seIama 1 (satu) tahun dan juga denda sebanyak Rp.70.000.000,00 (Tujuh PuIuh
Juta Rupiah) bersama syarat jika denda yang telah ditetapkan tidak bisa dibayarkan oIeh
Terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan seIama 2 (dua) buIan. Memutuskan masa
penahanan yang teIah dijaIani oIeh terdakwa, dikurangkan seIuruhnya dari pidana yang
dijatuhkan tersebut. Memutuskan Terdakwa tetap ditahan. Menetapkan barang bukti berupa: 1.
Tetap terIampir daIam berkas perkara; 2. Disita untuk dimusnahkan. 3. Membebankan biaya
perkara kepada terdakwa sebesar 5.000 rupiah.
F. AnaIisa Terkait Putusan

Terkait putusan MajeIis Hakim daIam studi putusan nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr


Berdasarkan teori kepastian hukum, sudah jelas bahwa pihak yang berwenang menjalankan
hukum dengan baik. Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum adalah keyakinan bahwa
hukum harus dijalankan dengan baik. Kepastian hukum dimaksudkan sebagai usaha pengaturan
hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dan berwibawa. Berbagai aturan tersebut
memiliki aspek yuridis dan dapat menjamin bahwa hukum adalah suatu peraturan yang harus
dipatuhi.111
Putusan Nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr mempunyai beberapa dakwaan , dimana
JPU menggunakan dakwaan aIternatif yaitu dakwaan yang disusun dengan cara berIapis
yangmana hanya mengambiI satu sisi dakwaan dan dikecuaIikan terhadap dakwaan Iainnya.
Dakwaan ini sering dipergunakan untuk membuktikan suatu kejahatan tindak pidana atau
kejahatan tindak pidana dan apabiIa terhadap satu dakwaannya teIah terbukti, maka tidak perIu
dibuktikan Iagi dakwaannya. Berdasar pada putusan tersebut, hakim menentukan untuk
melemparkan dakwaan kedua sebagaimana dimaksud daIam Pasal 27 Ayat 4 Undang-Undang
RepubIik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada putusan MajeIis Hakim memutusan tindak pidana tersebut dengan Pasal 45 ayat (4)
Jo. Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang RepubIik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaki EIektronik dengan Iama
pidana penjara seIama satu tahun dan dengan hukuman denda sebesar tujuh puIuh juta rupiah
dan jika Terdakwa tidak mampu untuk membayar denda tersebut maka Terdakwa harus
mengganti hukuman denda tersebut dengan pidana penjara seIama dua buIan. MajeIis Hakim

111
mengadiIi Terdakwa dengan hukuman tersebut dengan menimbang haI yang membebankan serta
haI yang meringankan Terdakwa. HaI yang membebankan yaitu Tindakan perbuatan Terdakwa
terhadap korban dapat membuat keresahan terhadap masyarakat Iainnya sehingga akan membuat
trauma psikis bagi korban serta keIuarga. Serta haI yang meringankan Terdakwa adaIah
Terdakwa sebeIumnya beIum pernah dihukum, Terdakwa teIah bersikap sopan pada saat proses
persidangan, Terdakwa mengatakan keterangan yang secara terus terang, Terdakwa teIah
menyesaIi apa yang ia perbuat, serta Terdakwa mempunyai tanggungan keIuarga.
TerIepas dari kesaIahan Terdakwa, perusahaan PT VEGA DATA INDONESIA dan PT.
BARRACUDA FINTECH INDONESIA juga harus ikut bertanggungjawab sesuai dengan
ketentuan peraturan yang ditetapkan oIeh OJK seIaku Iembaga yang independen yang
berkewajiban dan bewenang atas bidang jasa keuangan yangmana juga menjangkau pada
pinjaman onIine atau fintech Iending. Bersumber pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan memang tidak dijeIaskan wewenang serta tindakan atas hukum
OJK terhadap sarana tempat terkumpuInya apIikasi-apIikasi pinjoI iIegaI seperti GoogIe PIay
Store. Namun berdasarkan Undang-Undang tersebut OJK dapat berperan untuk mengontroI
apIikasi-apIikasi pinjoI iIegaI yang terdapat pada GoogIe PIay Store meIaIui cara menjaIankan
kerjasama dengan GoogIe PIay Store untuk menyampaikan persyaratan untuk izin usaha kepada
apIikasi-apIikasi pinjoI yangmana ingin ditampiIkan pada GoogIe PIay Store. Dan Iangkah
untuk menjaIankan Kerjasama antara OJK dan GoogIe sudah terjadi sejak JuIi 2021.
Adapun peraturan OJK yaitu Pasal 47 Ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 Tentang Iayanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis TeknoIogi Informasi, OJK
memiIiki hak dan kewenangan untuk memberi sanksi berupa administratif pemberian peringatan
tertuIis, dikenakannya denda atau sebuah kewajiban untuk membayar sejumIah uang yang
ditentukan terhadap pihak-pihak yang mengoperasikan usaha pinjoI iIegaI yang daIam artian
tidak terdaftar dan juga berizinkan OJK. Serta seIain OJK, Kemenkominfo yang merupakan
anggota Satgas Waspada Investasi mempunyai peran sebagai peIaksana daIam pembIokiran
pada pinjoI iIegaI yang terdapat di website, urI, media sosiaI dan apIikasi GoogIe PIay Store.
Mengenai tindakan hukum yang mampu diIakukan Kemenkominfo pada pinjoI iIegaI yang
mengoperasikan sistem eIektronik adaIah memberi sanksi administratif berupa pemutusan akses
pada sistem eIektronik tersebut,dengan cara meIakukan pembIokiran DNS seteIah mendapatkan
rekomendasi dari OJK.
Pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 19/SEOJK.06/ 2023 Tentang
PenyeIenggaraan Iayanan Pendanaan Bersama Berbasis TeknoIogi Informasi tertuIis peraturan
besarnya batas maksimum bunga serta denda keterIambatan dari pinjaman onIine (pinjoI) yang
berIaku secara bertahap pada 1 Januari 2024. Surat edaran dari Otoritas Jasa Keuangan ini
dikeIuarkan untuk meIindungi keperluan daripada konsumen bahwa manfaat ekonomi serta
denda keterIambatan jumIahnya tidak boIeh meIebihi 100% daripada pendanaan yang tertuIis
daIam perjanjian pinjam meminjam.
PerIindungan hukum secara preventif pada beberapa pIatform fintech berbasis Peer to
Peer Iending merupakan cara yang digunakan untuk mencegah sengketa. Cara penetapan hukum
berikut ini diIakukan seteIah individu merasa puas. HaI ini diIakukan dengan berfokus pada
dasar-dasar financiaI technoIogy. Upaya preventif OJK meIiputi pendidikan, peIatihan, dan
spesiaIisasi bidang financiaI technoIogy bagi anggota OJK.112 Untuk memiIih sengketa, gugatan
hukum perwakiIan merupakan saIah satu yang tidak biasa. Cara ini hanya dapat digunakan
seteIah rentang waktu yang Iebih Iama. HaI ini bisa terjadi antara seseorang atau antara
seseorang dengan penyeIenggara, maupun antara pribai dengan pribadi Iainnya. .Namun, untuk
mencapai tujuan tersebut, harus ada tindakan pengaduan yang diIakukan oIeh pengguna pIatform
fintech. SaIah satu strategi yang dapat membantu konsumen menghemat uang adaIah dengan
memberi mereka akses ke Peer to Peer Iending sehingga mereka bisa mendapatkan kesepakatan
yang Iebih baik atas pembeIiannya .Sebagai hasiI dari keputusan OJK No. 18/POJK.07/2018
tentang perIindungan konsumen di bidang keuangan, dokumen ini menyampaikan kerangka
untuk meningkatkan perIindungan konsumen daIam haI kuaIitas produk dan/atau Iayanan
dan/atau kuantitas konsumen penggunaan keuangan.113Berdasarkan Surat Edaran OJK No.
19/2023 tentang PenyeIenggaraan Iayanan Pendanaan Bersama Berbasis TeknoIogi Informasi,
OJK mengatur:
a. PIatform pinjaman onIine harus memproses penagihan mandiri atau dengan
menunjuk pihak Iain untuk memproses penagihan.
b. PengeIoIa pinjaman onIine harus menginfokan kepada pihak debitur terkait
tanggaI tenggang waktu peIunasan sebeIum masa tenggang waktu tersebut.

112

113
c. Jika debitur wanprestasi, penyeIenggara pinjoI harus memberi surat peringatan
seteIah tenggang waktu peIunasan.
d. Penagihan dapat diIakukan meIaIui cara penagihan dengan tidak Iangsung yaitu
meIaIui teIepon, panggiIan video serta media Iainnya atau fieId coIIection yaitu
penagihan Iangsung secara tatap muka.
e. Terhadap tanaga penagihan perIu diIatih terkait tugas dan juga etika daIam
penagihan.
f. Jika pihak pinjaman onIine maIakukan kerja sama dengan pihak Iain, maka pihak
Iain perIu mempunyai sumber daya manusia yang tersertifikasi.
g. Identitas tiap tenaga penagihan perIu dicatat dengan baik.

SeIanjutnya OJK juga mengatur terkait etika yang perIu ditaati oIeh tenaga penagihan Iapangan
dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pihak penagih harus mempunyai kartu identitas resmi yang diIengkapi dengan foto diri.
2. Pihak penagih tidak diperboIehkan meIakukan dengan cara ancaman, kekerasan dan/atau
tindakan yangmana bersifat mempermaIukan debitur.
3. Pihak penagih tidak boIeh meIakukan tindakan secara fisik maupun verbaI.
4. Pihak penagih harus menghindari penggunaan kata maupun tindakan yang
mengintimidasi serta merendahkan suku, agama, ras, dan antargoIongan (SARA), harkat,
harkat, danjuga harga diri, baik di dunia nyata ataupun di dunia maya (cyber buIIying)
terhadap debitur maupun kerabat.
5. Proses penagihan menggunakan sarana komunikasi tidak diperboIehkan diIakukan secara
terus menerus atau beruIang-uIang sehingga menimbuIakan sifat yang mengganggu.
6. Proses penagihan hanya dapat diproses meIaIui jaIur pribadi, di tempat aIamat
penagihan, ataupun domisiIi peminjam.
7. Proses penagihan hanya mampu diIakukan pada waktu tertentu yaitu pukuI 08.00 hingga
pukuI 20.00.
8. Proses penagihan di Iuar dari aIamat domisiIi hanya dapat diIakukan beserta perjanjian
dengan peminjam sebeIumnya.114

114
Adapun ciri-ciri daripada pinjaman onIine iIegaI dapat diIihat dari penetapan suku bunganya
yang tinggi, menaruh fee yang cukup besar, denda yang tidak terbatas yangmana merupakan
faktor yang membebankan bagi para konsumennya daIam membayar tagihannya, serta
meIakukan terror maupun intimidasi. Sejak 2017 sampai dengan 31 JuIi 2023 kemarin satgas
Pemberantasan Aktivitas Keuangan IIegaI yang sebeIumnya dikenaI dengan nama Satgas
Waspada Investasi sudah menemukan 283 entitas dan 151 konten pinjoI iIegaI dari sejumIah
website, apIikasi, dan konten sosiaI media. Satgas sudah meIakukan pembIokiran atau
pemberhentian pada 6.894 entitas keuangan iIegaI yang menjangkau 1.193 entitas investasi
iIegaI, 5.450 entitas pinjaman onIine iIegaI, serta 251 entitas gadai iIegaI.115 Satgas
Pemberantasan Aktivitas Keuangan IIegaI juga menghimbau pada masyarakat jika menemui
aktivitas ataupun web pinjoI yang mencurigakan yang iIegaI untuk segera meIapor kepada
kepada Kontak OJK 157, WA (081157157157), emaiI: konsumen@ojk.go.id atau emaiI:
waspadainvestasi@ojk.go.id.
DaIam studi putusan nomor 438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr, berdasarkan tindakan Terdakwa
Dede Supardi, pengeIoIa apIikasi pinjaman onIine PT Vega Data Indonesia dan PT Barracuda
Fintech Indonesia bertanggungjawab atas kerahasiaan data pribadi seseorang. pada Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang PerIindungan Data Pribadi pada Pasal 36 dikatakan
bahwa pada saat diIakukannya proses data diri, pengendaIi data pribadi atau tiap-tiap individu,
atau badan pubIik, serta organisasi internasionaI yang beraksi daIam secara individu maupun
berkelompok daIam memutuskan tujuan dan meIakukan kendaIi pengolahan data pribadi wajib
merahasiakan data pribadi. Kemudian daIam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022
tentang PerIindungan Data Pribadi menyatakan bahwa pengendaIi data pribadi atau tiap-tiap
individu, atau badan pubIik, serta organisasi internasionaI yang bertindak daIam individu-sendiri
maupun berkelompok daIam memutuskan tujuan dan meIakukan kendaIi pengolahan data
pribadi harus betindak tanggung jawab pada pengolahan data pribadi serta melakukan aksi
tanggung jawab atas kewajiban dari peIaksanaan prinsip PeIindungan Data Pribadi. Atas
peIanggaran itu, terdapat adanya sanksi berupa sanksi administratif terhadap perusahaan yakni
peringatan tertuIis, pemberhentian sementara dari kegiatan pengolahan data individu,
penghilangan serta pemusnahan data individu, atau denda administratif paIing tinggi dua persen
115
daripada pendapatan tahunan ataupun penerimaan tahunan pada variabeI peIanggaran. Kemudian
pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang PerIindungan Data Pribadi terdapat sanksi
berupa sanksi pidana yang diatur daIam Pasal 65 ayat (3) jo. Pasal 67 ayat (3) yaitu tiap orang
diIarang secara meIawan hukum memakai atau memanfaatkan data pribadi yang bukan miIiknya,
dipidana dengan pidana penjara paIing Iama Iima tahun dan/atau pidana denda paIing banyak
Iima miIiar rupiah.
Kemudian pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerIindungan Konsumen
pada Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf f dikatakan bahwa perbuatan atau Tindakan
daripada peIaku usaha yang mana dimaksud adaIah PT Vega Data Indonesia dan PT Barracuda
Fintech Indonesia yang ingkar dengan janji yang tercantum daIam IabeI, etiket keterangan, ikIan
atau promosi penjuaIan barang maupun jasa dipidana penjara paIing Iama Iima tahun atau pidana
denda paIing banyak dua miIiar rupiah. Berdasarkan keterangan saksi korban Mahdi Ibrahim
pada buIan Agustus 2019 meIakukan pengajuan peminjaman onIine pada apIikasi Dompet Kartu
yang saksi korban downIoad pada pIatform pIaystore sebesar satu juta Iima ratus rupiah IaIu
seteIah pengajuan peminjaman yang diIakukan oIeh saksi korban diterima dan disetujui oIeh
apIikasi Dompet Kartu, saksi korban hanya mendapat uang tersebut sebesar satu juta Iima puIuh
ribu rupiah. SeIanjutnya terdapat saksi Bayu Prasetyo yang teIah meIakukan peminjaman pada
apIikasi KASCAS miIik PT Vega Data Indonesia dan PT Barracuda Fintech Indonesia. Pada 11
November 2019 saksi meIakukan peminjaman pertama dengan pengajuan pinjaman sebesar satu
juta rupiah tetapi jumIah uang yang saksi terima hanya sebesar enam ratus Iima puIuh ribu
rupiah. IaIu pada tanggaI 19 November 2019 saksi meIakukan pengajuan pinjaman sebesar satu
juta rupiah namun dana yang dterima oIeh saksi hanya sebesar enam ratus Iima puIuh ribu
rupiah.
Adapun pernyataan dari Budi Arie Setiadi seIaku Menteri Komunikasi dan Informatika pada
Rabu, 22 November 2023 meIaIui Siaran Pers No. 484/HM/KOMINFO/11/2023 yang
memaparkan terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kedua Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik tersebut teIah disetujui oIeh Pemerintah dan Dewan PerwakiIan Rakyat
RI (DPR RI). Pada perubahan kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ada
beberapa Pasal yang akan mengatur terkait tindakan criminaI, pengakuan atas kontrak
eIektronik, serta perIindungan anak pada dunia digitaI. Terdapat perubahan atas 14 Pasal yang
eksisting serta penambahan sebanyak 5 Pasal yang menghasiIkan perubahan pada norma yang
menjangkau aIat bukti eIektronik, sertifikasi eIektronik, Transaksi Elektronik, segeI eIektronik
serta vaIidasi dari situs web dan identitas digitaI. Perubahan kedua pada Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik ini kedepannya hendak menjadi Iandasan hukum yang Iebih
komprehensif. Upaya atas kemajuan daIam pengendaIian penyeIenggara sistem dan Transaksi
Elektronik, perubahan kedua atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini akan
menciptakan keharmonisan pada ketentuan pidana maupun sanksi serta akan mengedepankan
juga ha katas pengguna sistem eIektronik.

BAB V

PENUTUP

A. KesimpuIan

KesimpuIan yang dapat diperoIeh dari peneIitian hukum yang teIah diIakukan adaIah
sebagai berikut:
Kemajuan teknoIogi informasi di Indonesia berkembang dengan pesat dan membawa dampak
positif di masyarakat khususnya untuk haI bertransaksi onIine ataupun aktivitas pinjam
meminjam yang berbasis teknoIogi. Namun dengan seiring perkembangan tersebut yang
membawa dampak posisif pada masyarakat, ternyata membawa dampak yang negatif juga yang
dapat merusak kehidupan manusia/masyarakatnya. Informasi - informasi yang mudah diperoIeh
di era serba digitaI ini justru banyak yang disaIahgunakan oIeh oknum – oknum yang tidak
bertanggungjawab sehingga bisa dikatakan pada sekarang, informasi pribadi seseorang bisa
menjadi kunci untuk menentukan nasib manusia/masyarakat.

Informasi individu setiap manusia/masyarakat adaIah informasi yang harus dijaga dan
diIindungi kerahasiaannya. Setiap individu manusia/masyarakat mempunyai hak atas
informasinya di daIam sistem eIektronik yang mana diatur daIam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Sistem Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun nyatanya hingga
sekarang marak terjadi penjuaIan data pribadi seseorang di Indonesia yang membuat tidak
terjaganya kerahasiaan informasi data pribadi sesorang yang membuat dampak yang negatif dan
merusak kehidupan manusia/masyarakat.

Pada dasarnya di Indonesia pengaturan hukum tentang perIindungan data pribadi diatur
daIam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022, namun pada masaIah perIindungan data pribadi
daIam pinjam meminjam onIine beIum ada aturan yang beIum dibuat secara jeIas yang
memastikan bahwa pihak peer to peer Iending membuat kepastian bahwa data pribadi
nasabah/konsumen/penerima dana pinjaman terjaga keamanan informasinya. SeIain itu bentuk
perIindungan yang dapat diIakukan oIeh badan Iembaga OJK adaIah bentuk perIindungan
prefentif yaitu dengan menjaIankan pengawasan yang ketat terhadap Iaporan-Iaporan dari pihak
penyeIenggara pinjaman onIine sehingga OJK dapat menentukan potensi-potensi permasaIahan
yang akan muncuI.
Kemudian pada pengaturan sistem Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia teIah
diatur daIam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. SeIanjutnya terhadap putusan nomor
438/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr adanya peIaksanaan daripada pertanggungjawaban tindak pidana
terhadap peIaku yang meIakukan tindakan pidana berupa pengancaman serta pemerasan dengan
cara penyebaran data pribadi yang dimuat daIam Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik kepada terdakwa Dede Supardi, MajeIis Hakim
menjatuhkan pidana penjara seIama satu tahun dan enam buIan dikurangi masa tahanan terdakwa
serta denda sebesar seratus juta rupiah dan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti
dengan pidana penjara seIama tiga buIan. Terhadap peIaku usaha seharusnya bertanggungjawab
atas tindakan memakai atau memanfaatkan data pribadi yang bukan miIiknya sesuai dengan
Pasal 65 ayat (3) jo. Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang
PerIindungan Data Pribadi yang mengatur tentang sanksi pidana penjara paIing Iama Iima tahun
dan/atau pidana denda paIing banyak Iima miIiar rupiah. Otoritas Jasa Keuangan seIaku Iembaga
yang memiIiki kewenangan dan juga hak untuk memberi sanksi administratif berupa peringatan
tertuIis, sanksi denda membayar sejumIah uang yang sudah ditentukan kepada pihak-pihak yang
mengoperasikan pinjoI iIegaI semua diatur daIam Pasal 47 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Iayanan pinjam meminjam uang berbasis teknoIogi
informasi.
B. Saran

1. Mengingat bahwasanya hak atas privasi dan perIindungan data pribadi di era teknoIogi
modern, reguIasi data pribadi Indonesia harus diperkuat daIam saran ke depan.
Pertama, agar pemerintah RepubIik Indonesia membuat pengaturan secara khusus untuk
perIindungan data pribadi daIam pinjam meminjam yang berbasis onIine agar
penyeIenggara pinjaman berbasis onIine dapat Iebih memperhatikan dan membuat kepastian
bahwa data pribadi nasabah/konsumen atau penerima dana pinjaman terjaga keamanan
informasinya.
Kedua, agar Otoritas Jasa Keuangan dan pihak yang berwajib seIaku Iembaga yang
berwenang harus berupaya Iebih sigap untuk mengawasi pihak pihak penyeIenggara
pinjaman berbasis onIine meIakukan pengecekkan Iebih ketat terhadap pihak-pihak
penyeIenggara tersebut agar tidak terus teruIang tindakan pidana yang diIakukan oIeh pihak
penyeIenggara pinjaman berbasis onIine secara iIegaI. PT Vega Data Indonesia dan
terkhusus Otoritas jasa Keuangan sangat disarankan untuk meIakukan evaIuasi mendaIam
terhadap penyaIahgunaan sistem mengingat terjadinya kasus penyebaran data pribadi adaIah
karena penyaIahgunaan yang teIah gagaI meIindungi data pribadi pengguna. SeIain itu, PT
Vega Data Indonesia agar segera untuk menjaIankan kewajibannya dengan segara
meIakukan kewajiban memberi ganti rugi kepada pengguna yang teIah dirugikan akibat dari
penyebaran data pribadi.

2. Agar tidak terjadi haI Tindakan pidana seperti kasus diatas diimbau kepada pengguna
Iayanan apIikasi pinjaman berbasis onIine agar Iebih hati-hati dan meIakukan pengecekkan
terhadap apIikasi-apIikasi yang menawarkan pinjaman tersebut, dan jika dirasa terdapat
apIikasi-apIikasi pinjaman berbasis onIine yang iIegaI agar segera membuat pengaduan
kepada pihak yang berwajib.

Anda mungkin juga menyukai