PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi,
masyarakat dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan zaman yang
terjadi. Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara pesat
sehingga menjadi suatu kebutuhan yang terjadi dalam masyarakat. Teknologi
informasi dan komunikasi telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial
masyarakat, dan sudah memasuki berbagai sektor kehidupan baik sektor
pemerintahan, militer, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, ataupun
pribadi. Kemajuan di bidang teknologi mempengaruhi perubahan-perubahan
di dalam kehidupan bersosial, perubahan tersebut berdampak pada nilai
sosial, kaidah sosial dan berperilaku. Perubahan yang terjadi dalam
masyarakat baik memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, serta dapat juga menjadi dampak negatif
yakni menjadi sarana potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan
melawan hukum atau bisa disebut juga kejahatan dunia maya (cybercrime).1
Cybercrime adalah sebuah bentuk kriminal yang menggunakan
internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan suatu
kejahatan.2 Definisi lain menyatakan bahwa kejahatan dunia maya
(cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan
menggunakan komputer atau dengan perangkat elektronik lainnya yang dapat
terhubung dengan jaringan internet. 3
Cybercrime dalam arti sempit merupakan kejahatan terhadap sistem
komputer, sedangkan Cybercrime dalam arti luas mencakup kejahatan
terhadap sistem atau jaringan komputer dan kejahatan yang menggunakan
sarana komputer. Salah satu jenis kejahatan dengan memanfaatkan media
internet adalah penipuan. Penipuan melalui internet atau penipuan berbasis
online merupakan kejahatan yang kerap terjadi. Berbagai macam jenis modus
1
Siswanto Sunarso,. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik: Studi Kasus Prita
Mulyasari, (Jakarta: RinekaCipta, 2009) h. 40.
2
Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi (Cybercrime Law): Telaah
Teoritik dan Bedah Kasus, (Yogyakarta: Aswaja Presindo,2011) h. 12.
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya. Pada tanggal 25 Agustus 2020,
Pukul 01.31 WIB.
1
2
penipuan di internet, mulai dari toko online, hingga penawaran bisnis online.
Penipuan yang berkedok bisnis online dapat tersamar dengan sangat baik,
bahkan banyak orang yang sering bermain internet pun seringkali tidak sadar
bahwa dia sedang tertipu.
Penipuan secara online itu sendiri pada prinsipnya sama dengan
penipuan konvensional, yang membedakan hanyalah pada sarana
perbuatannya yaitu menggunakan sistem elektronik (komputer, internet,
ataupun perangkat telekomunikasi).
Tindak pidana penipuan yang dilakukan secara online secara khusus
diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Walaupun dalam UU ITE dan perubahannya tidak secara
khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan
timbulnya merugikan konsumen dalam transaksi elektronik, secara implisit
terdapat unsur yang hampir sama dengan tindak pidana penipuan yang diatur
secara umum dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).4 Perlu diketahui sebelum UU ITE diberlakukan, aturan hukum yang
yang paling sering digunakan ketika terjadi kejahatan dalam dunia maya
adalah aturan hukum yang berasal dari KUHP dan KUHAP.
Melihat semakin meningkatnya kasus penipuan secara online yang
terjadi dalam belakangan ini, sehingga membuat penulis tertarik membahas
mengenai penipuan secara online. Salah satu kasus penipuan secara online
yang telah diputus di Pengadilan Negeri Makassar adalah kasus penipuan
yang dilakukan oleh terdakwa AL ADIM alias Adim bin Irham terhadap
korban bernama PRISCILLA BERNHARDED JOSEPHINE KOROMPIS. Hal
tersebut bermula pada hari kamis tanggal 13 Februari 2020, terdakwa
memposting penjualan masker dengan harga murah melalui akun media
sosial facebook milik terdakwa dengan nama akun SIGIT PURNOMO,
kemudian pada hari Jum’at tanggal 14 Februari 2020, korban PRISCILLA
BERNHARDED JOSEPHINE KOROMPIS yang kebetulan sedang mencari
masker untuk dibeli kemudian melihat postingan terdakwa di akun
facebooknya yang menjual masker dengan harga Rp. 170.000,- (seratus tujuh
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, terdapat permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan sanksi pidana dalam tindak pidana menyebarkan
berita bohong merugikan konsumen dengan sarana internet?
2. Bagaimana sanksi pidana didalam putusan nomor 650/Pid.Sus/2020/PN
Mks.?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun tujuan penelitianyang
hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan sanksi pidana dalam tindak pidana
menyebarkan berita bohong merugikan konsumen dengan sarana
internet.
2. Untuk mengetahui bagaimana sanksi pidana didalam putusan nomor
650/Pid.Sus/2020/PN MKS.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan juga dapat mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian
adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum
Pidana dan khususnya mengenai pengaturan tindak pidana penipuan
secara online di Indonesia.
b. Penelitian diharapkan dapat menjadi bahan referensi atapun bahan
informasi bagi seluruh kalangan akademis maupun calon peneliti yang
akan melakukan penelitian atas setiap kasus yang diangkat terhadap
5
E. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
kontruksi dan Analisa, yang dilakukan dengan cara metodologis, konsisten,
dan sistematis.
Penelitian yang akan dijadikan pembahasan dan di teliti oleh peneliti
agar tidak menyimpang dari masalah-masalah, maka diperlukan metode-
metode penelitian sebagai berikut:
1. Objek Penelitian
Penelitian mengenai “Tinjauan Yuridis Terhadap Sanksi Pidana
Menyebarkan Berita Bohong Merugikan Konsumen Menggunakan Media
Internet Melalui Media Sosial Facebook (Studi Putusan Nomor
650/Pid.Sus/2020/PN Mks).” merupakan suatu penelitian hukum
normatif, Penelitian ini dilakukan guna untuk mendapatkan bahan-bahan
berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan
hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan. Ruang lingkup
penelitian hukum normatif menurut Soerjono Soekanto meliputi: 5
1) Penelitian terhadap asas-asas hukum.
2) Penelitian terhadap sistematika hukum.
3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum secara vertikal dan
horisontal.
4) Perbandingan hukum.
5) Sejarah hukum.
Di mana metode penelitian hukum normatif adalah metode
penelitian hukum yang didasarkan pada asas-asas hukum yang ada
di peraturan-peraturan yang berkaitan langsung dengan objek. 6
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
5
Dengan begitu obyek yang akan dianalisis ialah norma hukum baik pada
peraturan perundang-undangan yang bersifat konkrit yang telah di
terapkan oleh hakim.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif. Suatu
penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang
seteliti mungkin manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. 7 Pengertian
deskriptif itu sendiri adalah bahwa penelitian dimaksud untuk
menggambarkan data yang diteliti mungkin tentang manusia, keadaan
atau hipotesa agar dapat membantu di dalam penyusunan teori baru atau
memperkuat teori lama.8
Penelitian ini dimaksud untuk menggambarkan secara maksimal
tentang tinjauan yuridis terhadap studi Putusan Pengadilan Nomor
650/Pid.Sus/2020/PN MKS. mengenai tindak pidana menyebabkan berita
bohong melalui media internet yang merugikan konsumen menggunakan
internet melalui media sosial facebook.
7
Ibid., h. 10.
8
Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring, 1973), h.250 dikutip oleh
Universitas Trisakti, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum, (Jakarta: Universtias
Trisakti, 2006) h.54.
9
Ibid., h. 12.
7
4. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui metode
studi kepustakaan (studi dokumen), dimana penulis mengambil dari
peraturan perundang-undangan yang berkaitan, mengambil dari beberapa
buku yang berkaitan, serta mengakses data melalui media internet. Dan
pengumpulan data digunakan pula menggunakan hukum normative
dimana penelitian hukum normative adalah suatu prosedur penelitian
ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi
normative dimana penulis tidak mengambil dari peraturan perundang
undangan saja namun menggunakan putusan pengadilan dimana pada
penulisan ini menggunakan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor
650/Pid.Sus/2020/PN Mks.
5. Analisis Data
Data hasil penelitian ini disusun secara sistematis dan dianalisis
secara kualitatif, yaitu analisis terhadap data sekunder yang telah
dikumpulkan untuk memperoleh jawaban dari pokok permasalahan dalam
penelitian ini, kemudian ditarik kesimpulan dimana data yang telah
terkumpul dipilih secara selektif kemudian kembali disusun secara
sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan akhir.
F. Definisi Operasional
8
10
Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017) h.27.
9
(vergeldings theorien), teori relatif atau teori tujuan (doel theorien), dan teori
gabungan (verenigings theorien).11
1) Teori Absolut: Seseorang harus dipidana karena ia telah melakukan
kejahatan
2) Teori Relatif: Pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah
untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan
ketertiban umum.
3) Teori Gabungan: Tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat
juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan
ketertiban.
11
E. Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta:Universitas Jakarta, 1958), h. 157.
12
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
13
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
14
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
10
G. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
15
Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
16
Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
17
https://www.kompasiana.com/ronaldhutasuhut/58aaa153e5afbd7f058b4567/hukum-
interpretasi-uu-ite-bab-vii. Pada tanggal 18 November 2020, Pukul 15.44 WIB
18
Ibid.
19
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan, (Depok: Rajawali
Pers, 2014) h. 236
20
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
21
Rulli Nasrullah, Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2017), h. 11
11
BAB IV : ANALISIS
Berisi mengenai hasil analisis dari Studi Kasus Tindak
Pidana Menyebarkan Berita Bohong dan Menyesatkan yang
Merugikan Konsumen dalam Transaksi Elektronik dengan
Putusan Nomor 650/Pid.sus/2019/PN MKS berdasarkan
Pasal 45A jo. Pasal 28 Undang-undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang
Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008
dan kedudukan sanksi tindak pidana menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam
transaksi elektronik.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan
penulisan, yang dimana berisikan kesimpulan dan saran dari
penulis.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Teori Pemidanaan
13
1) Teori Absolut
2) Teori Relatif
Teori relatif atau bisa disebut teori tujuan, pengertian teori ini
sangatlah berbeda dengan teori absolut, teori ini lahir sebagai reaksi
terhadap teori absolut. Dalam teori absolut, tindakan pidana dihubungkan
dengan kejahatan, maka teori relatif ditujukan kepada masa yang akan
datang, yaitu dengan maksud mendidik orang yang telah berbuat jahat,
agar menjadi orang baik kembali.24 Tujuan pidana menurut teori relatif
adalah untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat agar ketertiban
di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana yang
dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas
kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan ketertiban umum.
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat, maka pidana itu
mempunyai tiga macam sifat, yaitu25:
a. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).
b. Bersifat memperbaiki (verbefering/reclasering).
c. Bersifat membinasakan (onscadelijk moken).
Dengan demikian, teori ini menunjukkan tujuan pemidanaan itu
sebagai sarana pencegahan tidak hanya menjatuhkan pidana saja, harus
ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana. Tujuan ini
24
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: Armico 1985) h.153.
25
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo,
2013), h. 159.
15
3) Teori Gabungan
2. Pengertian Pemidanaan
29
Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka
Pembangunan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995) h. 11.
30
Andi Hamzah, Op.cit., h.34.
31
Muladi dan Barda Nawawi A., Teori – Teori dan Kebijakan Pidana (Jakarta:
Alumni, 1984), h.01.
17
2. Pidana kurungan
3. Pidana denda
4. Pidana tutupan
b). Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
b. Pidana Penjara
Pidana penjara adalah bentuk pidana yang mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan. Lain halnya dengan ketentuan Pasal 12 ayat 1 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan bahwa pidana penjara
19
c. Pidana Kurungan
Sama seperti dengan pidana penjara, pidana kurungan juga
merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari
seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di
dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan, hukuman yang diberikan
kepada orang yang melanggar hukum, serendah-rendahnya satu hari
(24 jam) dan selama-lamanya 24 hari dengan mewajibkan orang itu
mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga
Pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi
mereka yang melanggar peraturan tersebut.
P.A.F Lamintang berpendapat:
d. Pidana Denda
34
P.A.F. Lamintang, hukum pidana I Hukum Pidana Material Bagian Umum,
(Bandung: Binacipta, 1987), h.54.
20
Pidana denda adalah jenis sanksi pidana pokok yang ketiga di dalam
hukum pidana Indonesia, yang pada dasarnya hanya dapat dijatuhkan
bagi orang-orang dewasa. Pidana denda juga merupakan pidana yang
bersifat merampas harta yaitu dengan cara mewajibkan terpidana
membayar sejumlah uang tertentu. Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tidak ada pembatasan maksimum pidana denda, sehingga
besarnya pidana denda yang diancamkan atas suatu tindak pidana tidak
ada pembatasan maksimum. Yang ada dalam Kitab Undang-undang
Hukum pidana hanya ketentuan minimum umum pidana denda
sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat 1 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dinyatakan pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh
puluh lima.
35
P.A.F. Lamintang, , Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1984), h.
86.
23
3. Tujuan Pemidanaan
36
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung: Sumur
Bandung) h. 16.
37
Wirjono Prodjodikoro, Tindak Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Jakarta:
P.T Eresco, 1980) h. 3.
38
Andi Hamzah, Op.cit., h.27.
24
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.
25
1. Pengertian Cyberspace
adalah sebuah ruang yang tidak dapat terlihat dimana terjadi hubungan
komunikasi sehingga menjadi tersebar, dimana tidak ada jarak fisik dari
masing-masing pengguna dan tidak dapat dibatasi oleh kedaulatan suatu
negara.42
Seperti sebuah kegiatan di kehidupan nyata, dalam dunia cyber juga
mencakup banyak sekali kegiatan yang ada didunia nyata tapi beralih
dalam dunia maya. Yang menjadi perbedaan dengan dunia nyata yaitu
cara beraktivitas dan bertransaksi tanpa harus dengan tatap muka melalui
media internet di dunia maya (cyberspace).43
Cyberspace berasal dari bahasa Yunani, asal katanya adalah
kubernan yang berarti ruang maya tanpa batas, imajinatif dan dapat
dihayati melalui perwujudan virtual. Cyberspace merupakan ruang yang
diwujudkan melalui jaringan komputer, sifatnya digital dan
direpresentasikan dalam satuan bit. Perkembangan cyberspace telah
mempengaruhi kehidupan sosial pada berbagai tingkatannya. 44
Migrasi kemanusiaan ini telah menimbulkan perubahan besar dalam
cara setiap orang menjalani dan memaknai kehidupan. Cyberspace
menciptakan sebuah kehidupan yang mungkin nanti sebagian besar akan
dibangun seluruhnya oleh model kehidupan yang dimediasi scara
mendasar oleh teknologi. Cyberspace yang terbentuk oleh jaringan
komputer dan informasi yang terhubungkan secara global telah
menawarkan bentuk-bentuk komunitasnya sendiri (virtual community),
bentuk realitasnya (virtual reality) dan bentuk “ruang” nya sendiri
(cyberspace).45
2. Pengertian Cyberlaw
42
Nudirman Munir, Pengantar Hukum Siber Indonesia, (Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2017) h. 19.
43
Ibid., h.193.
44
Ibid.
45
Ibid., h.194
27
3. Pengertian Cybercrime
46
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara (Perkembangan Kajian Cyber
Crime di Indonesia), (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), h.1.
47
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, CYBERLAW: Aspek Hukum
Teknologi Informasi (Bandung: Refika Aditama 2005) h.25
29
50
Maskun dan Wiwik Meilararti, Aspek Hukum Penipuan Berbasis Internet,
(Bandung: Keni Media, 2017), h. 22.
51
Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, (Bandung: Refika Aditama, 2012),
h. 172.
32
54
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit., h. 144.
55
Mariam Darul Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2001), h. 283.
56
Riyeke Ustadiyanto, Framework e-commerce, (Yogyakarta: Andi, 2001), h.11.
57
Raida L. Tobing, 2012, Penelitian Hukum Tentang Efektivitas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, h. 22.
58
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta : PT. Grapindo
Persada, 2002), h. 65
34
b. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh
undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku
usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk
yang ditawarkan oleh penjual/ pelaku usaha/ merchant;
c. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen
kepada penjual atau pelaku usaha/ marchant, karena pada transaksi
jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan
langsung. Sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga
pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank
d. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
2) Unsur subyektif :
a) Unsur kesalahan yaitu dengan sengaja melakukan perbuatan
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik;
61
P. A. F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2013) h. 193.
62
Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum
Pidana, (Jakarta: Tatanusa, 2012), h. 192.
63
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit., h. 155-156.
38
64
Ibid., h.156
39
Media sosial terdiri dari dua kata, yaitu media dan sosial. Media adalah
alat, sarana komunikasi, perantara, atau penghubung. Sosial artinya
berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan
umum. Media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial.
Media sosial menggunakan teknologi berbasis internet yang mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif. Beberapa situs media sosial yang
populer sekarang ini antara lain : Blog, Twitter, Facebook, Instagram, Path,
dan Wikipedia. Definisi lain dari sosial media juga di jelaskan oleh Van Dijk
media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi
pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun
berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai fasilitator
online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai
sebuah ikatan sosial.65
Ada ciri khusus yang hanya dimiliki oleh media sosial dibanding media
lainnya. Salah satunya adalah media sosial beranjak dari pemahaman
bagaimana media tersebut digunakan sebagai sarana sosial di dunia
virtual. Adapun karakteristik media sosial, yaitu:
a. Jaringan (Network)
Antar pengguna Media sosial memiliki karakter jaringan sosial. Media
sosial terbangun dari struktur sosial yang terbentuk di dalam jaringan
atau internet.66 Jaringan yang terbentuk antarpengguna merupakan
jaringan yang secara teknologi dimediasi oleh perangkat teknologi,
seperti komputer, telepon genggam atau tablet. Karakter media sosial
adalah membentuk jaringan di antara penggunanya.
b. Informasi
Informasi menjadi entitas yang penting dari media sosial. Sebab tidak
seperti media-media lainnya di internet, pengguna media sosial
mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten, dan
65
Rulli Nasrullah, Op.cit., h. 11
66
Ibid., h. 16
40
c. Arsip
Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter
yangmenjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa menjadi
akses kapan pun dan melalui perangkat apapun. 68 Setiap informasi
apa pun yang diunggah contohynya di facebook, informasi itu tidak
hilang begitu saja. Informasi itu akan terus tersimpan dan bahkan
dengan mudahnya bisa diakses.
d. Interaksi
Secara sederhana interaksi yang terjadi di media sosial berbentuk
saling mengomentari atau memberikan tanda, seperti jempol di
facebook atau hati di Instagram. Interaksi dalam kajian media
merupakan salah satu pembeda antara media lama dengan media
baru.
e. Simulasi Sosial
Media sosial memiliki karakter sebagai medium berlangsungnya
masyarakat di dunia virtual. Pengguna media sosial bisa dikatakan
sebagai warga negara digital yang berlandaskan keterbukaan tanpa
adanya batasan-batasan. Layaknya masyarakat atau Negara, dimedia
sosial juga terdapat aturan dan etika yang mengikat penggunanya 69.
Media sosial tidak lagi menampilkan realitas, tetapi sudah
menjadirealitas tersendiri, bahkan apa yang ada di media sosial lebih
nyata (real)dari realitas itu sendiri.
67
Ibid., h. 19
68
Ibid., h. 22
69
bid., h. 28
41
g. Penyebaran (Share)
Penyebaran atau sharing merupakan karakter lainnya dari media
sosial. Sharing merupakan ciri khas dari media sosial yang
menunjukkan bahwa khalayak aktif menyebarkan konten sekaligus
mengembangkannya.71 Di media sosial konten tidak hanya diproduksi
oleh khalayak pengguna, tetapi juga didistribusikan secara manual
oleh pengguna lain.
c) Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan
bisa juga tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi
yang ditentukan sendiri oleh penggunanya
d) Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional
seperti identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing),
kehadiran (eksis), hubungan (relasi), reputasi (status) dan kelompok
(group).
1. Pengertian Internet
2. Perkembangan Internet
Internet telah membuat revolusi baru dalam dunia komputer dan dunia
komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Beberapa penemuan
telegram, telepon, radio dan komputer merupakan ramgkaian kerja ilmiah
yang menuntun terciptanya internet. Internet memiliki kemampuan
penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme diseminasi informasi, dan
sebagai media untuk berinteraksi antara individu dengan komputernya
tanpa dibatasi oleh kondisi geografis. 76
Perkembangan sejarah internet dapat dibagi dalam empat aspek 77:
a. Adanya aspek evolusi teknologi dalam mengembangkan infrastruktur
komunikasi data yang meliputi seperti skala, performa dan fungsi.
b. Adanya aspek pelaksanaan dan pengelolaan sebuah infrastruktur yang
global dan kompleks.
c. Adanya aspek sosial yang dihasilkan dalam sebuah komunikasi
masyarakat.
d. Adanya aspek komersial yang dihasilkan dalam sebuah perubahan
ekstrim namun efektif dari sebuah penelitian yang mengakibatkan
terbentuknya sebuah infrastruktur informasi yang besar dan berguna
b. Tahun 1989-1990
Berawal dari mailing list pertama yang dibuat oleh mahasiswa-
mahasiswa Indonesia di luar negeri, Pola mailing list ini ternyata terus
berkembang pesat. Mailing list ini akhirnya menjadi salah satu sarana
79
Ibid., h. 160.
80
Ibid., h. 158-159.
46
c. Tahun 1994-1995
Pada tahun 1994, mulai beroperasi ISP komersial pertama di Indonesia
yaitu IndoNet. Sambungan awal ke Internet dilakukan dengan
menggunakan dial up oleh IndoNet. Dengan memakai remote browser
lynx di Amerika Serikat, pemakai Internet di Indonesia baru bisa
mengakses Hyper Text Transfer Protocol (HTTP). Di Indonesia, ISP
resmi yang memperoleh izin dari kemenkominfo berada di bawah
naungan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). APJII
terbentuk pada musyawarah nasional yang pertama pada 15 mei 1996,
yang tugasnya melakukan beberapa program kunci yang dinilai strategis
untuk pengembangan jaringan internet di Indonesia. Program-program
tersevut adalah:
1) Tarif Jasa Internet.
2) Pembentukan Indonesia-Network Information Center (ID-NIC).
3) Pembentukan Indonesia Internet Exchange (IIX).
4) Negosiasi tarif jasa infrastruktur jasa telekomunikasi.
5) Usulan jumlah dan jenis provider
5. Dampak Internet
Dalam perkembangannya, Internet mempunyai dampak yang sangat
besar bagi manusia, dampak tersebut terbagi menjadi dua, yakni 81:
a. Dampak Positif
1) Media Komunikasi, dimana pengguna internet diseluruh dunia dapat
saling berkomunikasi
2) Media untuk bertukar data dan informasi menggunakan e-
mail,ftp,www dan sebagainya
3) Media untuk mencari data dan informasi
4) Kemudahan memperoleh informasi
5) Media untuk berbisnis
6) Media pendidikan jarak jauh
81
Ibid., h. 165.
47
b. Dampak Negatif
1) Pornografi, banyak sekali konten pornografi bertebaran di internet dan
memberikan dampak yang kurang baik bagi yang mengaksesnya,
terutama anak-anak
2) Internet banyak berisi konten-konten kekerasan dan kekejaman
3) Penipuan, modus penipuan melalui internet sudah seringkali kita
dengar. Internet memang bisa dijadikan media untuk melakukan
kejahatan seperti ini.
4) Pencurian, para pelaku kejahatan dapat menemukan celah
kelemahan saat transaksi untuk menguras isi kartu kredit tanpa
sepengetahuan pemiliknya.
5) Perjudian, banyak sekali situs-situs perjudian online yang terdapat
dalam internet. Para penjudi tidak harus pergi ke tempat judi untuk
melakukan keinginannya tersebut.
BAB III
KASUS POSISI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR
(Studi Putusan Nomor: 650/Pid.Sus/2020/PN MKS.)
48
Identitas Terdakwa dalam kasus ini bernama Al Adim Alias Adim Bin
Irham, yang lahir di Makassar pada tanggal 11 November 1996 dengan
usia 23 tahun berjenis kelamin laki-laki berkebangsaan Indonesia
bertempat tinggal di Jl. Pajenekang No. 52 RT002/RW003 Kel. Bontoala
Kec. Bontoala Parang Kota Makassar, beragama Islam dan memiliki
pekerjaan sebagai wirausaha.
Kasus ini dilatar belakangi dari adanya tindak pidana menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen di media sosial
facebook. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dilakukan di media
sosial facebook. Bermula pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2020 sekitar
pukul 15.00 Wita, terdakwa memposting penjualan masker dengan harga
murah melalui akun media sosial facebook milik terdakwa dengan nama
akun SIGIT PURNOMO, kemudian pada hari Jum’at tanggal 14 Februari
2020 sekitar pukul 01.00 Wita, korban PRISCILIA BERNHARDED
JOSEPHINE KOROMPIS yang kebetulan sedang mencari masker untuk
dibeli melihat postingan terdakwa di akun facebooknya yang menjual
masker dengan harga Rp. 170.000,- (seratus tujuh puluh ribu rupiah)
perboks, kemudian korban PRISCILIA menghubungi akun facebook milik
terdakwa dengan nama akun SIGIT PURNOMO melalui aplikasi facebook
messenger dan menanyakan masker yang dijual tersebut, kemudian
terdakwa mengatakan kepada korban PRISCILIA untuk menghubungi
suplier masker an. DENNI dengan nomor handphone 085298812046
karena menjual masker dengan harga yang lebih murah, padahal DENNI
tersebut adalah terdakwa sendiri.
Sekitar pukul 08.41 Wita, korban PRISCILIA menghubungi DENNI di
nomor handphone yang diberikan oleh terdakwa dan menanyakan harga
masker dan stock masker miliknya, kemudian DENNI yang tidak lain
adalah terdakwa sendiri memberikan harga masker sebesar Rp. 150.000,-
49
(seratus lima puluh ribu rupiah) perboks dan stock masker miliknya ada
sebanyak 4.500 boks.
Korban PRISCILIA memesan masker sebanyak 1000 boks dengan
total harga Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan
syarat korban PRISCILIA harus membayar uang muka sebesar Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), selanjutnya korban PRISCILIA
mengirimkan uang muka Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) ke
nomor rekening BRI 305101033471535 an. Agung Gumelar yang diberikan
oleh terdakwa dengan cara transfer ATM dan Mobile Banking, dan
terdakwa menjanjikan akan mengirimkan masker tersebut malam hari.
Korban PRISCILIA memberikan uang muka tersebut, terdakwa tidak
pernah mengirimkan masker pesanan korban PRISCILIA sebab terdakwa
tidak memiliki masker untuk dijual namun hanya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, dan handphone milik terdakwa, sudah tidak aktif bila
dihubungi oleh korban PRISCILIA.
Terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk mendapatkan
keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ditengah pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat kesehatan yang
salah satunya berupa masker sangat langka dan sulit didapatkan dan
akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi PRISCILIA mengalami kerugian
sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Akibat perbuatan Terdakwa tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum,
terdakwa dituntut dengan Pasal 45A Ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
UndangUndang R.I Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama
terdakwa berada dalam masa tahanan dengan perintah agar terdakwa
tetap ditahan dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus
juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka
diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
Terdakwa oleh majelis hakim dikenakan dakwaan dengan
menggunakan Pasal 45A Ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI
50
pukul 12.54 wita, saksi menuju ATM BRI untuk melakukan transfer ke
rekening pelaku dan mentrasnfer uang sebesar Rp. 20.000.000,-
kemudian berselang beberapa menit kemudian saksi kembali mentrasfer
uang sebesar Rp. 5.000.000,- via M-Banking, setelah melakukan
transferan, saksi mengirimkan bukti transfer ke pelaku di nomor yang
berbeda karena saya diarahkan oleh pelaku dan pelaku mengatakan
bahwa barang yang dipesan akan dikirimkan sebentar malam,
selanjutnya sekitar pukul 20.00 wita saksi kembali menghubungi pelaku
untuk menanyakan alamat barang yang saya pesan dan pelaku
menjawab bahwa barang tersebut ada di kabupaten masamba,
setengah jam kemudian saksi kembali menghubungi pelaku dan
memintanya untuk mengirimkan lokasi tempat barang yang saksi pesan
akan tetapi pelaku menjawab bahwa orang yang ada digudang
masamba tidak sedang berada digudang jadi tidak bisa mengirimkan
lokasi yang saksi minta, tidak lama kemudian saksi kembali
menghubungi pelaku akan tetapi nomor pelaku sudah tidak aktif.
2. Saksi 2
Saksi 2 dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa saksi
dihadirkan dipersidangan sehubungan dengan masalah penyebaran
berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen melalui
media sosial facebook. Saksi menjelaskan bahwa pada tanggal 14
Februari 2020 sekitar pukul 20.30 wita, pada saat itu saksi sedang
berada di rumah korban. Pada saat itu korban menceritakan kronologis
pembelian masker kesehatan via sosial media facebook yang dimana
setelah uangnya dikirimkan lalu di konfirmasi lokasi dari penjual atau
yang mengaku bernama Denni orang tersebut memblokir kontak dari
korban dan tidak dapat dihubungi. Orang yang mengaku bernama
DENNI tersebut dihubungi melalui telepon oleh korban dengan nomor
telepon yang diberikan akun facebook atas nama SIGIT PURNOMO
dengan nomor telepon 085298812046 dan 085251772564 menanyakan
harga masker kesehatan dimana harga yang ditawarkan oleh DENNI
adalah Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per box, karena
korban akan memesan 500 box kemudian menambah 500 box lagi
untuk penambahan, lalu korban mengirimkan uang muka sebesar Rp.
52
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) akan tetapi barang tidak juga
dikirimkan.
3. Saksi 3
Saksi 3 dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa saksi
dihadirkan dipersidangan sehubungan dengan masalah penyebaran
berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen melalui
media sosial facebook. Menurut saksi, bahwa kejadian tersebut
diketahui dari korban dimana saksi kenal dengan korban dan
mempunyai hubungan keluarga dengan korban karena dia adalah Kakak
kandung dari korban. Orang tersebut yang dikenal melalui Facebook
dengan nama akun Sigit Purnomo lalu orang tersebut memberikan
kontak dan berbicara melalui telepon dengan orang yang mengaku
bernama DENNI. Saksi menjelaskan bahwa pada tanggal 14 Februari
2020 sekitar pukul 20.40 wita, saksi berada dirumah dengan korban.
Pada saat itu korban menceritakan kronologis penipuan yang telah
dialami setelah korban mengirimkan sejumlah uang kepelaku bahwa
pada saat akan membeli masker kesehatan via sosial media facebook,
adiknya ingin memesan masker sebanyak 500 box. Dan ternyata
adiknya memesan 1000 box masker dan telah mengirimkan uang muka
Sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) akan tetapi
setelah mengirimkan uang yang diminta, orang yang mengaku bernama
DENNI tersebut memblokir kontak adiknya.
Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa
terlebih dahulu memberikan pertimbangannya antara lain :
Terdakwa kenal dengan korban, korban adalah salah satu pembeli
masker yang terdakwa tawarkan via Facebook akan tetapi belum pernah
bertemu langsung dengannya, terdakwa kenal dengannya sekitar hari
jumat tanggal 14 februari 2020 pukul 10.00 wita via Facebook
Terdakwa menawarkan masker yang di jual via facebook dengan
nama akun Sigit Purnomo degan harga Rp. 170.000 per Box. Kemudian
pada tanggal 14 februari 2020 sekitar pukul 10.00 wita, korban
mengomentari postingan yang ada di akun Facebook miliknya, kemudian
terdakwa membalas komentar tersebut dengan mencantumkan nomor
whatsapp yang dia gunakan dengan nomor 085251772564, setelah
53
BAB IV
ANALISIS
56
b. Teori Relatif
Teori relatif atau teori tujuan, lahir sebagai reaksi terhadap teori
absolut. Teori ini menunjukkan tujuan pemidanaan itu sebagai sarana
pencegahan tidak hanya menjatuhkan pidana saja, baik pencegahan
khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun
pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan kepada
masyarakat.
c. Teori Gabungan
Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas
kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat,
dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori
tersebut di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan,
dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-
kelemahan yaitu:83
82
Andi Hamzah, Op.cit., h.30.
83
Koeswadji, Op.cit., h. 11.
58
84
Andi Hamzah, Op.cit., h.34.
85
Amir Ilyas, Op.cit., h. 95-96
59
penjara yang diatur dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) yaitu
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pidana penjara
merupakan pidana yang paling sering digunakan sebagai sarana untuk
menanggulangi masalah kejahatan dengan merampas kemerdekaan
seseorang. Sedangkan pidana denda itu sendiri dasar pengaturannya
diatur dalam pasal 30 dan Pasal 31 KUHP. Tujuan pengancaman sanksi
pidana denda yaitu sebagai pembalasan, penghapusan rasa bersalah,
membuat jera bagi pelaku tindak pidana, untuk memberikan rasa takut
kepada orang lain yang akan melakukan tindak pidana tersebut serta
mempunyai nilai ekonomis, dari adanya pembayaran pidana denda maka
akan menambah pemasukan keuangan negara. Kemudian diharapkan
dapat dilakukan pencegahan dan penanggulangan tindak pidana
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik atau bisa disebut dengan
penipuan online.
Dalam hasil tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada
faktanya penerapan sanksi pidana dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28
ayat (1) UU ITE kurang sesuai dengan pandangan dari Teori Gabungan.
Karena masih belum memberikan efek jera, rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum dalam undang-undang ini khususnya bagi pengguna dan
penyelengara Teknologi Informasi. Menurut penulis, pidana denda yang
tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) UU ITE dirasa
belum efektif karena dalam perkembangan sanksi pidana di luar KUHP
cenderung meningkatkan jumlah ancaman pidana denda namun kebijakan
tersebut tidak diikuti dengan kebijakan lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan pidana denda yang pelaksanaannya masih mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP. Dalam efektifitas
penjatuhan pidana denda pun, harus ada nilai keseimbangan antara
pidana denda dengan pidana penggantinya, dalam hal terpidana tidak
dapat membayar denda yang telah ditentukan.
Menurut penulis, ketentuan pidana penjara yang diatur dalam
Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) UU ITE dirasa sudah cukup dapat
memberikan efek jera bagi para pelakunya. Hal ini dapat dilihat bahwa
63
ketentuan sanksi pidana penjara dalam tindak pidana penipuan online yang
diatur dalam UU ITE lebih berat dibandingkan penipuan konvensional yang
diatur dalam KUHP.
Dalam hal ini Terdakwa Al Adim telah dituntut oleh Jaksa Penuntut
Umum, tuntutan mana pada pokoknya sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Al Adim alias Adim bin Irham, bersalah
melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah
dan ditambah dengan Undang-Undang R.I Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Al Adim alias Adim bin Irham,
dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa
berada dalam masa tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap
ditahan dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka
diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
c. Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) lembar rekening koran Bank
BRI norek. 305001033461536 an. Priscilia Bernharded Josephine
Korompis, 1 (satu) lembar rekening koran Bank BNI norek. 0598854359
an. Priscilia Bernharded Josephine Korompis, 12 (dua belas) lembar
screenshoot percakapan korban dan tersangka via whatsapp dan
massanger Facebook, 1 (satu) unit handphone merek OPPO A71 model
CPH1801, warna Hitam, IMEI 1: 869711038030112, IMIE 2:
869711038030104, 1 (satu) buah buku rekening BRI Simpedes warna
biru dengan nomor rekening 3051-01-033471-53-5 an. Agung Gumelar
R, 1 (satu) Buah Kartu ATM Debit BRI warna biru, nomor kartu
6013013049012615 yang telah dipergunakan untuk melakukan
kejahatan dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk mengulangi
kejahatan atau merupakan hasil dari kejahatan, maka barang bukti
tersebut dirampas untuk dimusnahkan.
d. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp. 5.000.- (lima ribu rupiah).
65
ringan dari yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa,
maka untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan terhadap
penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen
dalam transaksi elektronik masih sangat jauh dari harapan undang-undang.
Pada penerapan sanksi pidana ini masih kurang efektif.
Penulis menganalisis penerapan sanksi pidana dengan
menggunakan Teori Gabungan pada studi kasus putusan nomor:
650/Pid.Sus/2020/PN MKS yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Menurut
Grotius, yang menitikberatkan keadilan mutlak diwujudkan dalam
pembalasan, tetapi berguna bagi masyarakat. Dasar tiap pidana ialah
penderitaan yang beratnya sesuai dengan berat perbuatan yang dilakukan
oleh terpidana. Tetapi sampai batas berat pidana dan berat perbuatan
yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang
berguna bagi masyarakat.87 Maksud dan tujuan teori ini adalah setiap
putusan pengadilan akan berdampak terhadap pelaku terpidana dan
korban maupun masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas menurut penulis, Teori Gabungan itu
belum tepat untuk menjadi sanksi pidana dalam putusan yang dijatuhkan
oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, karena faktanya
dalam teori gabungan itu ada teori absolut dan teori relatif atau tujuan.
Teori absolut yaitu bahwa seorang dapat menerima pemidanaan
dikarenakan seseorang tersebut telah melakukan tindak pidana. Maksud
dari teori ini pelaku terpidana atau terdakwa Al Adim alias Adim bin Irham
sudah melakukan kejahatan yaitu tindak pidana menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang merugikan terhadap konsumen atau
korban Priscilla Bernharded Josephine Korompis dalam transaksi elektronik
dan sebagai pembalasan atas apa yang dilakukan pelaku dijatuhkan
hukuman, sebagaimana dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
87
Andi Hamzah, Op.cit., h.34.
69
88
Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., h. 16.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah
uraikan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kedudukan sanksi pidana yang tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Jo.
Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, berupa pidana penjara dan pidana
denda. Ancaman pidana penjara yang diatur dalam Pasal 45A ayat (1) Jo.
Pasal 28 ayat (1) yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
B. Saran
1. Sanksi pidana denda yang tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28
ayat (1) UU ITE diharapkan diikuti dengan kebijakan lain yang berhubungan
dengan pelaksanaan pidana denda selain yang sudah tercantum dalam
Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP.
2. Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Makassar yang berwenang dan mengadili kasus ini seharusnya
menjatuhkan pidana maksimal bagi terdakwa agar dapat menimbulkan efek
jera bagi terdakwa maupun calon pelakunya. Mengingat terdakwa
melakukan perbuatannya dengan memanfaatkan situasi dan kondisi
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta krisis ekonomi saat
ini yang menimbulkan kerugian yang cukup besar dan berarti bagi
korbannya. Dan terdakwa pun juga belum mengembalikan kerugian korban
yang diakibatkan oleh perbuatannya sehingga belum ada perdamaian.
Seharusnya Majelis Hakim menjatuhkan pidana maksimal bagi terdakwa
agar dapat menimbulkan efek jera.