Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi,
masyarakat dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan zaman yang
terjadi. Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara pesat
sehingga menjadi suatu kebutuhan yang terjadi dalam masyarakat. Teknologi
informasi dan komunikasi telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial
masyarakat, dan sudah memasuki berbagai sektor kehidupan baik sektor
pemerintahan, militer, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, ataupun
pribadi. Kemajuan di bidang teknologi mempengaruhi perubahan-perubahan
di dalam kehidupan bersosial, perubahan tersebut berdampak pada nilai
sosial, kaidah sosial dan berperilaku. Perubahan yang terjadi dalam
masyarakat baik memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, serta dapat juga menjadi dampak negatif
yakni menjadi sarana potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan
melawan hukum atau bisa disebut juga kejahatan dunia maya (cybercrime).1
Cybercrime adalah sebuah bentuk kriminal yang menggunakan
internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan suatu
kejahatan.2 Definisi lain menyatakan bahwa kejahatan dunia maya
(cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan
menggunakan komputer atau dengan perangkat elektronik lainnya yang dapat
terhubung dengan jaringan internet. 3
Cybercrime dalam arti sempit merupakan kejahatan terhadap sistem
komputer, sedangkan Cybercrime dalam arti luas mencakup kejahatan
terhadap sistem atau jaringan komputer dan kejahatan yang menggunakan
sarana komputer. Salah satu jenis kejahatan dengan memanfaatkan media
internet adalah penipuan. Penipuan melalui internet atau penipuan berbasis
online merupakan kejahatan yang kerap terjadi. Berbagai macam jenis modus
1
Siswanto Sunarso,. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik: Studi Kasus Prita
Mulyasari, (Jakarta: RinekaCipta, 2009) h. 40.
2
Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi (Cybercrime Law): Telaah
Teoritik dan Bedah Kasus, (Yogyakarta: Aswaja Presindo,2011) h. 12.
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya. Pada tanggal 25 Agustus 2020,
Pukul 01.31 WIB.

1
2

penipuan di internet, mulai dari toko online, hingga penawaran bisnis online.
Penipuan yang berkedok bisnis online dapat tersamar dengan sangat baik,
bahkan banyak orang yang sering bermain internet pun seringkali tidak sadar
bahwa dia sedang tertipu.
Penipuan secara online itu sendiri pada prinsipnya sama dengan
penipuan konvensional, yang membedakan hanyalah pada sarana
perbuatannya yaitu menggunakan sistem elektronik (komputer, internet,
ataupun perangkat telekomunikasi).
Tindak pidana penipuan yang dilakukan secara online secara khusus
diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Walaupun dalam UU ITE dan perubahannya tidak secara
khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan
timbulnya merugikan konsumen dalam transaksi elektronik, secara implisit
terdapat unsur yang hampir sama dengan tindak pidana penipuan yang diatur
secara umum dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).4 Perlu diketahui sebelum UU ITE diberlakukan, aturan hukum yang
yang paling sering digunakan ketika terjadi kejahatan dalam dunia maya
adalah aturan hukum yang berasal dari KUHP dan KUHAP.
Melihat semakin meningkatnya kasus penipuan secara online yang
terjadi dalam belakangan ini, sehingga membuat penulis tertarik membahas
mengenai penipuan secara online. Salah satu kasus penipuan secara online
yang telah diputus di Pengadilan Negeri Makassar adalah kasus penipuan
yang dilakukan oleh terdakwa AL ADIM alias Adim bin Irham terhadap
korban bernama PRISCILLA BERNHARDED JOSEPHINE KOROMPIS. Hal
tersebut bermula pada hari kamis tanggal 13 Februari 2020, terdakwa
memposting penjualan masker dengan harga murah melalui akun media
sosial facebook milik terdakwa dengan nama akun SIGIT PURNOMO,
kemudian pada hari Jum’at tanggal 14 Februari 2020, korban PRISCILLA
BERNHARDED JOSEPHINE KOROMPIS yang kebetulan sedang mencari
masker untuk dibeli kemudian melihat postingan terdakwa di akun
facebooknya yang menjual masker dengan harga Rp. 170.000,- (seratus tujuh

Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana


4

Prenada Media Group, 2013) h. 129.


3

pulih ribu rupiah) perboks, kemudian korban PRISCILLA menghubungi akun


facebook milik terdakwa dengan nama akun SIGIT PURNOMO melalui
aplikasi facebook messenger dan menanyakan masker yang dijual tersebut,
kemudian terdakwa mengatakan kepada korban PRISCILLA untuk
menghubungi suplier masker an. DENNI dengan nomor handphone
085298812046 karena menjual masker dengan harga yang lebih murah,
padahal Denni tersebut adalah terdakwa sendiri.
Korban PRISCILLA menghubungi DENNI di nomor handphone yang
diberikan oleh terdakwa dan menanyakan harga masker dan stock masker
miliknya, kemudian DENNI yang tidak lain adalah terdakwa itu sendiri
memberikan harga masker sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu
rupiah) perboks dan stock masker miliknya ada sebanyak 4.500 boks.
Korban PRISCILLA memesan masker sebanyak 1000 boks dengan
total harga Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan syarat
korban PRISCILLA harus membayar uang muka sebesar Rp. 25.000.000
(dua puluh lima juta rupiah), selanjutnya korban PRISCILLA mengirimkan
uang muka Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) ke nomor rekening
BRI 305101033471535 an. Agung Gumelar yang diberikan oleh terdakwa
dengan cara transfer ATM dan Mobile Banking, dan terdakwa menjanjikan
akan mengirimkan masker tersebut pada malam hari.
Korban PRISCILLA memberikan uang muka tersebut, terdakwa tidak
pernah mengirimkan masker pesanan korban PRISCILLA sebab terdakwa
tidak memiliki masker untuk dijual namun hanya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, dan handphone milik terdakwa, sudah tidak aktif bila
dihubungi oleh korban PRISCILLA.
Terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk mendapatkan
keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ditengah pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat kesehatan yang
salah satunya berupa masker sangat langka dan sulit didapatkan dan akibat
perbuatan terdakwa tersebut korban PRISCILLA mengalami kerugian sebesar
Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan analisis terhadap kasus tersebut sebagai objek penelitian
dalam skripsi. Maka dari itu judul dalam penelitian ini adalah,“TINJAUAN
4

YURIDIS TERHADAP SANKSI PIDANA MENYEBARKAN BERITA


BOHONG MERUGIKAN KONSUMEN MENGGUNAKAN MEDIA INTERNET
MELALUI MEDIA SOSIAL FACEBOOK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
650/PID.SUS/2020/PN.MKS).”

B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, terdapat permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan sanksi pidana dalam tindak pidana menyebarkan
berita bohong merugikan konsumen dengan sarana internet?
2. Bagaimana sanksi pidana didalam putusan nomor 650/Pid.Sus/2020/PN
Mks.?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun tujuan penelitianyang
hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan sanksi pidana dalam tindak pidana
menyebarkan berita bohong merugikan konsumen dengan sarana
internet.
2. Untuk mengetahui bagaimana sanksi pidana didalam putusan nomor
650/Pid.Sus/2020/PN MKS.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan juga dapat mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian
adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum
Pidana dan khususnya mengenai pengaturan tindak pidana penipuan
secara online di Indonesia.
b. Penelitian diharapkan dapat menjadi bahan referensi atapun bahan
informasi bagi seluruh kalangan akademis maupun calon peneliti yang
akan melakukan penelitian atas setiap kasus yang diangkat terhadap
5

segala bentuk kasus tindak pidana khususnya tindak pidana penipuan


secara online.
c. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu masukan untuk
kesadaran masyarakat secara umum untuk dapat mencegah terulangnya
suatu peristiwa tindak pidana yang serupa.

E. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
kontruksi dan Analisa, yang dilakukan dengan cara metodologis, konsisten,
dan sistematis.
Penelitian yang akan dijadikan pembahasan dan di teliti oleh peneliti
agar tidak menyimpang dari masalah-masalah, maka diperlukan metode-
metode penelitian sebagai berikut:

1. Objek Penelitian
Penelitian mengenai “Tinjauan Yuridis Terhadap Sanksi Pidana
Menyebarkan Berita Bohong Merugikan Konsumen Menggunakan Media
Internet Melalui Media Sosial Facebook (Studi Putusan Nomor
650/Pid.Sus/2020/PN Mks).” merupakan suatu penelitian hukum
normatif, Penelitian ini dilakukan guna untuk mendapatkan bahan-bahan
berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan
hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan. Ruang lingkup
penelitian hukum normatif menurut Soerjono Soekanto meliputi: 5
1) Penelitian terhadap asas-asas hukum.
2) Penelitian terhadap sistematika hukum.
3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum secara vertikal dan
horisontal.
4) Perbandingan hukum.
5) Sejarah hukum.
Di mana metode penelitian hukum normatif adalah metode
penelitian hukum yang didasarkan pada asas-asas hukum yang ada
di peraturan-peraturan yang berkaitan langsung dengan objek. 6
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
5

Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) h. 13.


6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2014) h. 52.
6

Dengan begitu obyek yang akan dianalisis ialah norma hukum baik pada
peraturan perundang-undangan yang bersifat konkrit yang telah di
terapkan oleh hakim.

2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif. Suatu
penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang
seteliti mungkin manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. 7 Pengertian
deskriptif itu sendiri adalah bahwa penelitian dimaksud untuk
menggambarkan data yang diteliti mungkin tentang manusia, keadaan
atau hipotesa agar dapat membantu di dalam penyusunan teori baru atau
memperkuat teori lama.8
Penelitian ini dimaksud untuk menggambarkan secara maksimal
tentang tinjauan yuridis terhadap studi Putusan Pengadilan Nomor
650/Pid.Sus/2020/PN MKS. mengenai tindak pidana menyebabkan berita
bohong melalui media internet yang merugikan konsumen menggunakan
internet melalui media sosial facebook.

3. Data dan Sumber Data Sekunder


Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau
didapatkan dari studi kepustakaan. Data sekunder, antara lain, mencakup
dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku
harian dan seterusnya.9Penelitian ini menggunakan tiga bahan hukum,
yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.
a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif
berupa peraturan perundang-undangan. Yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

7
Ibid., h. 10.
8
Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring, 1973), h.250 dikutip oleh
Universitas Trisakti, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum, (Jakarta: Universtias
Trisakti, 2006) h.54.
9
Ibid., h. 12.
7

2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas


Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum berupa pendapat hukum
/doktrin/ teori-teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian,
artikel ilmiah, maupun website yang terkait dengan penelitian. Yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Buku-buku tentang penelitian hukum
2) Buku-Buku tentang Hukum Siber di Indonesia
3) Kasus kasus serupa mengenai Tindak Pidana Siber
4) Website terkait dengan tindak pidana siber

4. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui metode
studi kepustakaan (studi dokumen), dimana penulis mengambil dari
peraturan perundang-undangan yang berkaitan, mengambil dari beberapa
buku yang berkaitan, serta mengakses data melalui media internet. Dan
pengumpulan data digunakan pula menggunakan hukum normative
dimana penelitian hukum normative adalah suatu prosedur penelitian
ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi
normative dimana penulis tidak mengambil dari peraturan perundang
undangan saja namun menggunakan putusan pengadilan dimana pada
penulisan ini menggunakan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor
650/Pid.Sus/2020/PN Mks.

5. Analisis Data
Data hasil penelitian ini disusun secara sistematis dan dianalisis
secara kualitatif, yaitu analisis terhadap data sekunder yang telah
dikumpulkan untuk memperoleh jawaban dari pokok permasalahan dalam
penelitian ini, kemudian ditarik kesimpulan dimana data yang telah
terkumpul dipilih secara selektif kemudian kembali disusun secara
sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan akhir.

F. Definisi Operasional
8

Sesungguhnya dalam penelitian ini dapat menggunakan teori yang


dipelajari saat mempelajari Hukum Pidana, yakni pengertian mengenai istilah
dalam Hukum Pidana, yang ingin atau akan dijadikan dasar penelitian.
Sebagai berikut:
Sanksi pidana diatur didalam ketentuan Pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), jenis sanksi pidana ini dibedakan
antara pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan hanya
dijatuhkan jika pidana pokok telah dijatuhkan. Dibawah ini adalah jenis-
jenis sanksi pidana:
a). Pidana pokok
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
5. Pidana tutupan
b). Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2.Perampasan barang-barang tertentu
3.Pengumuman putusan hakim

Adapun teori tujuan pemidanaan yaitu10:


a) Reformation : Memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi
baik dan berguna bagi masyarakat.
b) Restraint : Mengasingkan pelanggar dari masyarakat.
c) Retribution : Pembalasan terhadap pelanggar karena telah
melakukan kejahatan.
d) Deterrence : Berarti menjera atau mencegah sehingga baik
terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang potensial menjadi
penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan.

Mengenai teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokkan


dalam tiga golongan besar, yaitu teori absolut atau teori pembalasan

10
Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017) h.27.
9

(vergeldings theorien), teori relatif atau teori tujuan (doel theorien), dan teori
gabungan (verenigings theorien).11
1) Teori Absolut: Seseorang harus dipidana karena ia telah melakukan
kejahatan
2) Teori Relatif: Pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah
untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan
ketertiban umum.
3) Teori Gabungan: Tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat
juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan
ketertiban.

Penelitian ini menggunakan beberapa definisi dan pengertian


mengenai istilah dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), yang akan dijadikan bahan yang akan diteliti.
Sebagai berikut:
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronikyang
telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.12
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik
lainnya.13
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis,
dan/atau menyebarkan informasi.14
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

11
E. Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta:Universitas Jakarta, 1958), h. 157.
12
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
13
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
14
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
10

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,


dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik. 15
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan,
dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.16
Mentransmisikan adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem
Elektronik.17
Mendistribusikan adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak orang atau berbagai
pihak melalui Sistem Elektronik.18
Berita Bohong adalah berita yang di dalamnya terdapat isi yang tidak
sesuai dengan kebenaran atau keadaan yang sebenarnya. 19
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 20
Media Sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial.
Sosial media menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif. 21

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

15
Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
16
Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
17
https://www.kompasiana.com/ronaldhutasuhut/58aaa153e5afbd7f058b4567/hukum-
interpretasi-uu-ite-bab-vii. Pada tanggal 18 November 2020, Pukul 15.44 WIB
18
Ibid.
19
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan, (Depok: Rajawali
Pers, 2014) h. 236
20
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
21
Rulli Nasrullah, Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2017), h. 11
11

Dalam bab ini berisi mengenai latar belakang, permasalahan,


tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang
digunakan, definisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Berisi mengenai teori-teori yang digunakan dalam
penelitian antara lain tentang Dunia Maya, Transaksi
Elektronik, dan Tindak Pidana didalamnya khususnya Tindak
Pidana Menyebarkan Berita Bohong Merugikan Konsumen.

BAB III : KASUS POSISI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI


MAKASSAR NOMOR:650/PID.SUS/2020/PN.MKS
Dalam bab ini berisi tentang rangkaian proses tindak pidana
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
merugikan konsumen yang dilakukan terdakwa, tuntutan
jaksa serta putusan hakim Pengadilan Negeri Makassar
Nomor: 650/Pid. Sus/2020/PN.MKS.

BAB IV : ANALISIS
Berisi mengenai hasil analisis dari Studi Kasus Tindak
Pidana Menyebarkan Berita Bohong dan Menyesatkan yang
Merugikan Konsumen dalam Transaksi Elektronik dengan
Putusan Nomor 650/Pid.sus/2019/PN MKS berdasarkan
Pasal 45A jo. Pasal 28 Undang-undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang
Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008
dan kedudukan sanksi tindak pidana menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam
transaksi elektronik.

BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan
penulisan, yang dimana berisikan kesimpulan dan saran dari
penulis.
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Pemidanaan

1. Teori Pemidanaan
13

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun


pada umumnya teori-teori pemidanaan terbagi atas tiga golongan besar,
yaitu:

1) Teori Absolut

Teori yang muncul di akhir abad-18 mengatakan bahwa pidana


tidak bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat.
Pidana ada karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu
memikirkan manfaat menjatuhkan pidana. Hakikat suatu pidana adalah
pembalasan, oleh karena itu maka teori ini disebut Teori Absolut.
Teori Absolut atau sering disebut teori pembalasan menyatakan bahwa
seseorang dapat menerima pemidanaan dikarenakan seseorang tersebut
telah melakukan tindak pidana. Menurut teori ini pidana dijatuhkan karena
orang telah melakukan kejahatan. Pidana sebagai akibat mutlak yang
harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan
kejahatan. Jadi dasar pembenarannya terletak pada adanya kejahatan itu
sendiri.
Mengenai teori Absolut ini, Andi Hamzah mengemukakan sebagai
berikut22:

“Teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan


untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah
yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara
mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan
manfaat penjatuhan pidana.”
Vos menunjukan bahwa teori pembalasan ini terbagi atas
pembalasan subjektif dan objektif yakni23:
a. Teori pembalasan subjektif
Pembalasan subjektif adalah pembalasan terhadap kesalahan pelaku
b. Teori pembalasan objektif

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya


22

Paramita, 1993), h. 26.


23
Andi Hamzah, Op.cit., h.30.
14

Pembalasan objektif adalah pembalasan terhadap apa yang telah


diciptakan pelaku didunia luar

Bila manfaat penjatuhan pidana ini tidak harus dipikirkan


sebagaimana dikemukakan oleh penganut teori absolut ini, maka yang
menjadi sasaran utama dari teori absolut ini adalah balas dendam.
Dengan mempertahankan teori absolut yang pada prinsipnya adalah
“pidana untuk pidana”, hal itu akan mengesampingkan nilai-nilai
kemanusiaan. Yang berarti teori absolut ini tidak memikirkan bagaimana
membina para pelaku kejahatan.

2) Teori Relatif

Teori relatif atau bisa disebut teori tujuan, pengertian teori ini
sangatlah berbeda dengan teori absolut, teori ini lahir sebagai reaksi
terhadap teori absolut. Dalam teori absolut, tindakan pidana dihubungkan
dengan kejahatan, maka teori relatif ditujukan kepada masa yang akan
datang, yaitu dengan maksud mendidik orang yang telah berbuat jahat,
agar menjadi orang baik kembali.24 Tujuan pidana menurut teori relatif
adalah untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat agar ketertiban
di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana yang
dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas
kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan ketertiban umum.
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat, maka pidana itu
mempunyai tiga macam sifat, yaitu25:
a. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).
b. Bersifat memperbaiki (verbefering/reclasering).
c. Bersifat membinasakan (onscadelijk moken).
Dengan demikian, teori ini menunjukkan tujuan pemidanaan itu
sebagai sarana pencegahan tidak hanya menjatuhkan pidana saja, harus
ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana. Tujuan ini
24
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: Armico 1985) h.153.
25
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo,
2013), h. 159.
15

pertama-tama harus diarahkan kepada upaya agar di kemudian hari


kejahatan yang telah dilakukan itu tidak terulang lagi. 26 baik pencegahan
khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun
pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan kepada
masyarakat.
Von Hamel menunjukan bahwa prevensi khusus suatu pidana
ialah27:
a. Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah
penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melaksanakan niat
buruknya.
b. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.
c. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin
diperbaiki.
d. Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan tata tertib
hukum.
Selanjutnya Christian mengatakan bahwa adapun ciri-ciri teori
relatif, yaitu:28
a. Tujuan pemidanaan adalah untuk pencegahan;
b. Pencegahan ini bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan saran untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi lagi, yaitu kesejahteraan masyarakat
(social welfare);
c. Hanya pelaggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan
kepada pelaku kejahatan, berupa kesengajaan atau kelalaian, sebagai
syarat untuk dijatuhkan pidana.

3) Teori Gabungan

Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas


kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat,
dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori
tersebut di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan,
26
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hukum pidana di Indonesia (Bandung: PT
Refika Aditama, 2003), h.25
27
Andi Hamzah, Op.cit., h.33.
28
Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Aditama), H. 29.
16

dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-


kelemahan yaitu:29
a. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena
dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang
ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang
melaksanakan.
b. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena
pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat; kepuasan
masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat;
dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitikberatkan


keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi berguna bagi
masyarakat. Dasar tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai
dengan berat perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. 30
Teori gabungan pada prinsipnya lahir dari ketidakpuasan terhadap
gagasan dari teori absolut maupun unsur-unsur yang positif dari kedua
teori tersebut yang kemudian dijadikan titik tolak dari teori gabungan. Teori
ini berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara unsur pembalasan
dengan tujuan memperbaiki pelaku kejahatan.

2. Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan


juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata pidana pada
umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan pemidanaan diartikan
sebagai penghukuman. Pemidanaan adalah kata lain dari sebuah
penghukuman. Menurut Sudarto, bahwa penghukuman berasal dari kata
dasar “hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai “menetapkan hukum”
atau “memutuskan tentang hukumannya”.31

29
Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka
Pembangunan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995) h. 11.
30
Andi Hamzah, Op.cit., h.34.
31
Muladi dan Barda Nawawi A., Teori – Teori dan Kebijakan Pidana (Jakarta:
Alumni, 1984), h.01.
17

Pemidanaan adalah suatu tindakan terhadap pelaku kejahatan,


dimana pemidanaan ditujukan bukan dimaksudkan sebagai upaya balas
dendam tetapi sebagai upaya pembinaan bagi pelaku kejahatan sekaligus
sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa.
Pemidanaan dapat benar-benar terwujud apabila melihat beberapa tahap
perencanaan sebagai berikut:32
a) Pemberian pidana oleh pembuat undang-undang
b) Pemberian pidana oleh badan yang berwenang
c) Pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang

Andi Hamzah memberi pengertian pemidanaan, adalah


“Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan
sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya
(berechten).”33
Tindak pidana selalu berikatan erat dengan nilai, struktur dan
masyarakat itu sendiri. Maka meskipun manusia saling berupaya untuk
memusnahkan tindak pidana, tindak pidana tersebut tidak akan mungkin
musnah melainkan hanya bisa diminimalisir intensitasnya. Hal ini
disebabkan karena tidak semua kebutuhan manusia dapat terpenuhi
secara sempurna, manusia cenderung memiliki kepentingan yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Tetapi, tindak pidana juga tidak dapat
dibiarkan tumbuh dan berkembang begitu saja didalam masyarakat karena
dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan pada ketertiban sosial.
Pemidanaan itu sama sekali bukan dimaksudkan sebagai upaya
balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku
kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan
serupa. Sanksi pidana diatur didalam ketentuan Pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam Pasal 10 KUHP
mengatakan bahwa pidana terdiri atas:
a). Pidana pokok
1. Pidana mati
32
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana (Yogyakarta: Kerja sama Rangkang
Education Yogyakarta & PuKAP-Indonesia, 2012) h.95-96.
33
Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Penintesier Indonesia, (Jakarta: Alfabeta,
2010) h. 21
18

2. Pidana kurungan
3. Pidana denda
4. Pidana tutupan
b). Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim

Dalam Pasal 10 KUHP dimaksudkan hukuman yang dijatuhkan oleh


hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar hukum. Jenis
sanksi pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan.
Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok telah
dijatuhkan. Hukuman tambahan gunanya untuk menambah hukuman
pokok, jadi tak mungkin dijatuhkan sendirian. Dalam Pasal 10 KUHP ada
beberapa jenis/bentuk hukuman yang sebagai berikut:

1. Pidana Pokok berupa :


a. Pidana Mati
Pidana Mati adalah hukuman atau sanksi pidana yang paling
berat dari susunan sanksi pidana dalam sistem pemidanaan di
Indonesia. Pidana mati merupakan sanksi pidana yang dilakukan oleh
pelaksana eksekusi mati dengan cara menghilangkan nyawa si
terpidana setelah seseorang dijatuhi vonis pidana mati oleh Majelis
Hakim dan permohonan grasi dari terpidana mati atau vonis matinya di
tolak oleh Presiden. Pidana mati dapat ditunda jika terpidana sakit jiwa
atau wanita yang sedang hamil, ini sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan
pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan memperhatikan
kemanusiaan.

b. Pidana Penjara
Pidana penjara adalah bentuk pidana yang mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan. Lain halnya dengan ketentuan Pasal 12 ayat 1 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan bahwa pidana penjara
19

berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara


waktu tertentu atau sementara sekurang-kurangnya satu hari dan
selama-lamanya lima belas tahun berturut-turut, pidana penjara juga
dapat dijatuhkan selama-lamanya dua puluh tahun berturut-turut.
Seseorang yang di terima di dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan
untuk menjalankan pidana penjara, sama sekali tidak diperkenankan
membawa barang apapun, contohnya seperti barang-barang berharga,
minuman keras atau lain-lain barang yang di anggap berbahaya atau
dianggap bertentangan dengan tata tertib di dalam Lembaga
Pemasyarakatan.

c. Pidana Kurungan
Sama seperti dengan pidana penjara, pidana kurungan juga
merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari
seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di
dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan, hukuman yang diberikan
kepada orang yang melanggar hukum, serendah-rendahnya satu hari
(24 jam) dan selama-lamanya 24 hari dengan mewajibkan orang itu
mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga
Pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi
mereka yang melanggar peraturan tersebut.
P.A.F Lamintang berpendapat:

“Pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi


orangorang dewasa, dan merupakan satu-satunya jeni pidana pokok
berupa pembatasan kebebasan bergerak yang dapat dijatuhkan oleh
hakim bagi orang-orang yang telah melakukan pelanggaranpelanggaran,
sebagaimana yang terlah diatur di dalam Buku III Kitab Undang-undang
Hukum Pidana”34

d. Pidana Denda

34
P.A.F. Lamintang, hukum pidana I Hukum Pidana Material Bagian Umum,
(Bandung: Binacipta, 1987), h.54.
20

Pidana denda adalah jenis sanksi pidana pokok yang ketiga di dalam
hukum pidana Indonesia, yang pada dasarnya hanya dapat dijatuhkan
bagi orang-orang dewasa. Pidana denda juga merupakan pidana yang
bersifat merampas harta yaitu dengan cara mewajibkan terpidana
membayar sejumlah uang tertentu. Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tidak ada pembatasan maksimum pidana denda, sehingga
besarnya pidana denda yang diancamkan atas suatu tindak pidana tidak
ada pembatasan maksimum. Yang ada dalam Kitab Undang-undang
Hukum pidana hanya ketentuan minimum umum pidana denda
sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat 1 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dinyatakan pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh
puluh lima.

2. Pidana Tambahan berupa:


a. Pencabutan hak-hak tertentu
Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu itu sifatnya
adalah untuk sementara, kecuali jika terpidana telah dijatuhi dengan
pidana penjara selama seumur hidup. Menurut ketentuan Pasal 35 ayat 1
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hak-haknya yang dapat dicabut
oleh hakim dengan suatu putusan pengadilan, baik berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana maupun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat
di dalam peraturan-peraturan lainnya itu adalah :
1. Hak untuk menduduki jabatan atau jabatan tertentu;
2. Hak untuk bekerja pada angkatan bersenjata;
3. Hak untuk memilih dan hak untuk dipilih di dalam pemilihanpemilihan
yang diselenggarakan menurut peraturan-peraturan umum;
4. Hak untuk menjadi seorang penasihat atau kuasa yang diangkat oleh
hakim, hak untuk menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau
pengampu pengawas dari orang lain, kecuali dari anak-anak sendiri;
5. Hak orang tua, hak perwalian, dan hak pengampunan atas dari anak
anaknya sendiri; dan
6. Hak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
21

b. Perampasan barang-barang tertentu


Pidana tambahan yang berupa perampasan terhadap barang-barang
tertentu ini ditujukan pada barang milik terpidana. Barang-barang yang
dapat dirampas oleh hakim tercantum dalam Pasal 39 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, sebagai berikut :
1. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau
yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat
dirampas;
2. Dalam hal ini pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan
dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan
putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam
Undang-undang;
3. Perampasan dapat dilakukan terhadap norang-orang yang bersalah
yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang
yang telah disita.

c. Pengumumam Keputusan Hakim


Pada prinsipnnya pengumuman putusan hakim itu senantiasa
diucapkan di muka umum. Dicantumkannya ketentuan seperti yang telah
diatur di dalam Pasal 195 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
sebenarnya hanyalah dengan maksud untuk memenuhi asas keterbukaan
dari semua proses peradilan yang memang terdapat di dalam hukum acara
pidana. Dicantumkannya pidana tambahan berupa pengumuman putusan
hakim di dalam rumusan Pasal 10 huruf b angka 3 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana memiliki maksud lain, yakni agar putusan dari hakim yang
berisi suatu penjatuhan pidana bagi seseorang terpidana itu menjadi
diketahui orang secara lebih luas dengan tujuan-tujuan tertentu. Pidana
tambahan berupa pengumuman dari putusan hakim di satu pihak benar-
benar merupakan suatu pidana, mengingatkan bahwa sangat berat bagi
terpidana, karena nama baiknya telah di cemarkan di depan banyak orang.
Di lain pihak ini merupakan suatu tindakan untuk menyelamatkan
masyarakat, mengingat bahwa pidana tambahan tersebut telah dapat
dibenarkan untuk diperintahkan oleh hakim bagi beberapa tindak pidana,
dimana pelakunya ternyata telah menyalahgunakan kepercayaan yang
22

telah diberikan orang kepadanya, atau setidaknya karena pelakunya telah


melakukan tindakan-tindakan yang menunjukan bahwa ia bukan
merupakan orang yang dapat di percaya.

Hukuman Pokok yang paling sering dijatuhkan terhadap pelaku tindak


pidana adalah pidana penjara. Bentuk hukuman tersebut yaitu dengan
pencabutan kemerdekaan pelaku tindak pidana dengan menempatkannya
pada tempat tertentu seperti Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah
Tahanan. P.A.F. Lamintang menyatakan:

“Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan


bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang
tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan
orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam
lembaga pemasyarakatan, yang berkaitan dengan sesuatu tindakan tata
tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut” 35

Perampasan kemerdekaan terhadap tepidana tidak bersifat mutlak


karena dalam hal ini terdapat beberapa cara untuk mengurangi hukuman
yang diputuskan dalam putusan hakim seperti mengajukan remisi, bahkan
terdapat aturan hukum yang memberikan peluang bagi terpidana untuk
menjalani sisa pemidanaan di luar Lembaga Pemasyarakatan seperti
dengan asimilasi ataupun pembebasan bersyarat, namun dalam
prakteknya terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi terpidana untuk
memperoleh hal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidana,
dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tidak kurang dari 9
(sembilan) bulan;
b. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9
(sembilan) bulan dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa
pidana;

35
P.A.F. Lamintang, , Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1984), h.
86.
23

c. Lamanya cuti menjelang bebas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 PP


No. 26 tahun 2006 ditetapkan dengan keputusan menteri.

3. Tujuan Pemidanaan

Tujuan yang ingin dicapai dari suatu pemidanaan ternyata tidak


terdapat suatu kesamaan pendapat di antara para ahli hukum. Pada
dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai
dengan suatu pemidanaan, yaitu : untuk memperbaiki pribadi dari penjahat
itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-
kejahatan, untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu
melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara
yang lain sudah tidak dapat di perbaiki lagi. Tujuan pemidanaan menurut
Wirjono Prodjodikoro yaitu36:
a. Untuk menakuti-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik
secara menakut-nakuti orang banyak (generals preventif) maupun
menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar
dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventif); atau
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan
kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga
bermanfaat bagi masyarakat.37

Tujuan pemidanaan dalam literatur berbahasa inggris biasa disingkat


tiga R dan satu D. Tiga R adalah Reformation, Restraint dan Retribution,
sedangkan satu D adalah Deterrence yang terdiri atas Individual
deterrence dan general deterrence (pencegahan khusus dan pencegahan
umum).38
Reformasi (Reformation) berarti memperbaiki atau merehabilitasi
penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat. Masyarakat
akan memperoleh keuntungan dan tiada seorang pun yang merugi jika

36
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung: Sumur
Bandung) h. 16.
37
Wirjono Prodjodikoro, Tindak Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Jakarta:
P.T Eresco, 1980) h. 3.
38
Andi Hamzah, Op.cit., h.27.
24

penjahat menjadi baik39. Reformasi juga bisa dikatakan teori Rehabilitasi


yaitu memusatkan perhatian kepada rehabilitasi pelaku kejahatan. Melalui
perlakuan yang tepat dan program-program pembinaan yang baik seorang
penjahat diharapkan dapat berubah menjadi warga masyarakat yang baik
sehingga upaya untuk mengurangi kejahatan tercapai dan penjahat dapat
berintegritas kembali dengan masyarakat.
Restraint maksudnya mengasingkan pelanggar dari masyarakat.
Dengan tersingkirnya pelanggar hukum dari masyarakat berarti masyarakat
itu akan menjadi lebih aman.40 Restraint juga dapat dikatakan sebagai
Teori Pelumpuhan, yaitu merupakan teori pemidanaan yang memberikan
sanksi terhadap pelaku kejahatan agar pelaku tersebut tidak dapat
melakukan atau tidak mampu lagi untuk melakukan kejahatan selama
pelaku menjalankan sanksinya. Contohnya apabila seorang pelaku
kejahatan melakukan tindak pidana dihukum penjara, pelaku tersebut tidak
akan bisa melakukan kejahatan lagi.
Retribusi (Retribution) merupakan teori pemidanaan yang
berlandaskan pembalasan yang setimpal bagi siapa saja yang melanggar
aturan-aturan hukum pidana. Basis pemikiran retribusi adalah tindakan
jahat dibalas dengan perbuatan jahat. Tujuan retribusi pada awalnya
adalah memberikan hukuman(penderitaan) kepada pelaku kejahatan
sebagai tanggapan atas pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya.
Pelaku patut menerima hukuman karena dia merugikan kepentingan orang
lain atau pelanggar telah melakukan tindakan yang salah.
Deterrence, berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa
sebagai individual maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat
akan jera atau takut melakukan kejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan
kepada terdakwa. Yang mengeritik teori ini mengatakan adalah kurang adil
jika untuk tujuan mencegah orang lain melakukan kejahatan, terpidana
dikorbankan untuk menerima pidana itu. 41 Deterrence juga dapat dikatakan
sebagai Teori Penangkalan, yaitu teori pemidanaan yang berlandaskan
kepada pemberian hukuman bagi siapa saja yang melakukan suatu

39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.
25

kejahatan. Dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelaku


kejahatan tertentu mungkin dapat mencegah terjadinya suatu perbuatan
kejahatan.
Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang
ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu :
1) Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri;
2) Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-
kejahatan;
3) Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan
kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain
yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Tujuan pemidanaan itu sendiri diharapkan dapat menjadi sarana
perlindungan masyarakat, rehabilitasi, dan resosialisasi, pemenuhan
pandangan hukum adat, serta aspek psikologi untuk menghilangkan rasa
bersalah bagi yang bersangkutan. Meskipun pidana merupakan suatu
nestapa tetapi tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan
martabat manusia. bersangkutan. Meskipun pidana merupakan suatu
nestapa tetapi tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan
martabat manusia.
Terdapat perbedaan pendapat dalam tujuan pidana namun
terdapat satu hal yang tidak dapat dibantah yaitu bahwa pidana merupakan
salah satu sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki terpidana,
belum tentu setelah bebas akan menjadi sadar, timbul rasa bersalah atau
menyesal bahkan bisa saja setelah bebas akan menaruh rasa dendam
yang berarti ringannya suatu pidana bukan menjadi jaminann menjadi
sadar akan kesalahan yang telah dilakukannya.

B. Tinjauan Umum tentang Cyberspace, Cyberlaw, Cybercrime

1. Pengertian Cyberspace

Cyberspace adalah sebuah ruang maya atau ruang elektronik dimana


sebuah masyarakat virtual yang terbentuk melalui komunikasi yang terjalin
dalam sebuah jaringan komputer, atau dengan perkataan lain cyberspace
26

adalah sebuah ruang yang tidak dapat terlihat dimana terjadi hubungan
komunikasi sehingga menjadi tersebar, dimana tidak ada jarak fisik dari
masing-masing pengguna dan tidak dapat dibatasi oleh kedaulatan suatu
negara.42
Seperti sebuah kegiatan di kehidupan nyata, dalam dunia cyber juga
mencakup banyak sekali kegiatan yang ada didunia nyata tapi beralih
dalam dunia maya. Yang menjadi perbedaan dengan dunia nyata yaitu
cara beraktivitas dan bertransaksi tanpa harus dengan tatap muka melalui
media internet di dunia maya (cyberspace).43
Cyberspace berasal dari bahasa Yunani, asal katanya adalah
kubernan yang berarti ruang maya tanpa batas, imajinatif dan dapat
dihayati melalui perwujudan virtual. Cyberspace merupakan ruang yang
diwujudkan melalui jaringan komputer, sifatnya digital dan
direpresentasikan dalam satuan bit. Perkembangan cyberspace telah
mempengaruhi kehidupan sosial pada berbagai tingkatannya. 44
Migrasi kemanusiaan ini telah menimbulkan perubahan besar dalam
cara setiap orang menjalani dan memaknai kehidupan. Cyberspace
menciptakan sebuah kehidupan yang mungkin nanti sebagian besar akan
dibangun seluruhnya oleh model kehidupan yang dimediasi scara
mendasar oleh teknologi. Cyberspace yang terbentuk oleh jaringan
komputer dan informasi yang terhubungkan secara global telah
menawarkan bentuk-bentuk komunitasnya sendiri (virtual community),
bentuk realitasnya (virtual reality) dan bentuk “ruang” nya sendiri
(cyberspace).45

2. Pengertian Cyberlaw

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, selain


mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitasnya, disisi lain dpaat
menimbulkan masalah yang memerlukan penanganan yang serius, seperti

42
Nudirman Munir, Pengantar Hukum Siber Indonesia, (Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2017) h. 19.
43
Ibid., h.193.
44
Ibid.
45
Ibid., h.194
27

munculnya bentuk kejahatan baru yakni cybercrime. Untuk mengatasi atau


setidaknya mengurangi masalah cybercrime, negara-negara didunia
mencoba melakukanya dengan membuat suatu pengaturan terhadap
kejahatan tersebut yang dikenal dengan nama cyberlaw, termasuk
Indonesia.
Disinilah pentingnya kebijakan mengenai teknologi informasi dan
komunikasi untuk memfasilitasi tercapainya pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi disuatu negara. Kebijakan ini dapat dikatakan atau
bisa disebut juga dengan ”cyberlaw”
Ruang lingkup cyberlaw meliputi hak cipta, perbankan, merk dagang,
fitnah/penistaan, hacking, virus, akses ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu
prosedural, kontrak elektronik, pornografi, perampokan, perlindungan
konsumen, dan lain-lain.
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan
tindak pidana, maupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi
dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-
kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan
pencucian uang dan kejahatan terorisme. Dengan kata lain, Cyberlaw
diperlukan untuk menanggulangi kejahatan siber alias cybercrime
Teknologi yang terus berkembang seiring berjalannya waktu
membuat hukum mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik ikut
berkembang dan mengalami perubahan di dalamnya. Perubahan ini
terjadi pada tahun 2016 yaitu 8 tahun setelah Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik dibuat. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016
tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 11 tahun 2008, perubahan
kedua atas undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ini
membuktikan bahwa dalam waktu 8 tahun saja teknologi dapat
berkembang begitu pesat membuat norma-norma lain harus
mengikuti perkembangannya terutama norma hukum. Perubahan ini
semata-mata bukan hanya agar dewan perwakilan rakyat kita
terlihat berkerja namun juga pekerjaan mereka untuk mengesahkan
Undang-Undang yang baru guna memperjelas mengenai aturan-aturan
hukum yang sesuai dengan perkembangan jaman tetapi tidak melenceng
28

dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Apapun perubahan


yang dilakukan haruslah membawa dampak bagi Masyarakat Indonesia.
Salah satu alasan sulitnya melakukan pembuktian terhadap
kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan cybercrime di Indonesia
adalah Kejahatan ini dilakukan dalam dunia yang tidak mengenal batas
wilayah hukum dan kejahatan tersebut dapat terjadi tanpa perlu adanya
interaksi langsung antara pelaku dan korbannya.

3. Pengertian Cybercrime

Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan


perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Internet
menghadirkan cyberspace dengan realitas virtual yang menawarkan
kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan. Kehadiran
cyberspace membawa persoalan berupa kejahatan yang dinamakan
cybercrime, baik melalui sistem jaringan komputer itu sendiri yang menjadi
sasarannya maupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk
melakukan kejahatan, dengan kata lain bahwa cybercrime atau bisa juga
disebut kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada
aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat,
sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.46
Cybercrime merupakan bentuk kejahatan yang relatif baru bila
dibandingan dengan bentuk kejahatan lain yang sifatnya konvensional 47.
Kejahatan yang menjadikan komputer sebagai sarananya berarti
tujuan dari kejahatan tersebut untuk mencuri informasi, menyebabkan
kerusakan kepada komputer, sistem komputer atau jaringan komputer.
Komputer sebagai sarana kejahatan pada umumnya melibatkan ahli
komputer dan internet yang melakukan pencantolan pada sistem komputer
untuk mendapatkan akses-akses secara tidak sah (illegal). Komputer
sebagai sarana untuk melakukan kejahatan pada umumnya sama dengan
kejahatan yang dilakukan secara tradisional, akan tetapi dalam hal ini

46
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara (Perkembangan Kajian Cyber
Crime di Indonesia), (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), h.1.
47
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, CYBERLAW: Aspek Hukum
Teknologi Informasi (Bandung: Refika Aditama 2005) h.25
29

kejahatan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan sistem komputer dan


internet sebagai sarananya.48
Andi Hamzah dalam bukunya Aspek-aspek Pidana di Bidang
Komputer menyatakan bahwa:
“Kejahatan dibidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara ilegal”

Cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang


dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer sebagai sarana/alat
untuk memperoleh keuntungan atau tidak, akan tetapi dengan merugikan
pihak lain. Secara ringkas cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer
yang canggih.
Tindak pidana cybercrime berhubungan erat dengan penggunaan
teknologi yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi dalam
beberapa literatur dan praktinya dikelompokkan dalam beberapa bentuk,
antara lain:49
a. Unauthorized accses to computer sistem and service, yaitu kejahatan
yang dilakukan kedalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak
sah, tanpa izin, atau tanpa pengetahuan dari pemilik sistem jaringan
komputer yang dimasukinya.
b. Illegal Contents, yaitu kejahatan dengan memasukkan data atau
informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan
dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum serta
menyebabkan kerugian bagi orang lain.
c. Data Forgery, yaitu kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-
dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui
internet.
d. Cyber Espionage, yaitu kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet
untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan
memasuki sistem jaringan komputer (computer network sytem) pihak
sasaran.
48
Maskun, Op.cit., h. 56.
49
Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2013), h.163.
30

e. Cyber Sabotage and Extortion, yaitu kejahatan yang dilakukan membuat


program, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program
komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung ke internet.
f. Offence Againts Intellectual Property, yaitu kejahatan yang ditujukan
terhadap HAKI yang dimiliki pihak lain di internet.
g. Infringements of Privacy, yaitu kejahatan yang ditujukan terhadap
informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan
rahasia.

Tindak Pidana Dunia maya atau cybercrime begitu luas


jangkauannya. Banyak sekali Tindak pidana baru yang lahir dari Dunia
maya. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin hari
semakin canggih dan penelitian-penelitian yang sangat intensif
untuk mencapai teknologi yang paling baru diantara yang lain.
Terkadang para penemu-penemu ini hanya memikirkan hal yang
menguntungkan dirinya saja tetapi tidak memikirkan mengenai
keamanan atau privasi dari teknologi atau dunia maya yang
begitu luas untuk para pengguna teknologi dan media sosial dengan
kemungkinan para pengguna belum begitu mengerti mengenai teknologi
dan media sosial yang digunakannya. Teknologi dan Media Sosial yang
digunakan untuk mempermudah hidup manusia dapat menjadi bumerang
bagi mereka yang belum mengerti mengenai apa yang mereka
gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tindak pidana yang bersifat global, cybercrime seringkali dilakukan
secara transnasional, meliputi batas negara sehingga sulit dipastikan
yurisdiksi hukum negara mana yang berlaku terhadap pelaku. Beberapa
negara sudah mengatur kejahatan tersebut dalam hukum nasional, baik
dengan cara mengamandeman ketentuan hukum pidana kemudian
mengintegrasikan dalam kodifikasi hukum pidana, atau membuat peraturan
perundang-undangan tersendiri diluar kodifikasi hukum pidana. Dalam
perkembangannya, lingkup cakupan tindak pidana cybercrime seperti
31

pembajakan, penipuan, pencurian, pornografi, pelecehan, pemfitnahan,


dan pemalsuan.50
Salah satu jenis tindak pidana cybercrime yang sering terjadi
belakangan ini adalah penipuan yang dilakukan secara online. Penipuan
secara online semakin banyak terjadi disebabkan karena banyaknya
masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan dengan cara yang mudah
serta hanya memerlukan waktu yang sedikit. Penipuan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari cara yang sederhana sampai
cara yang kompleks. Kegiatan siber bersifat virtual namun dapat
dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Penipuan ini merupakan kejahatan siber yang memanfaatkan kelemahan
segi keamanan dan kebiasaan pada saat berinternet.
Tindak pidana penipuan secara online termasuk dalam kelompok
kejahatan Illegal Contents. Illegal contents adalah merupakan kejahatan
dengan memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum.51

C. Tinjauan Umum tentang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

1. Definisi Teknologi Informasi

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008


tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengertian teknologi informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis dan atau menyebarkan
informasi.
Teknologi ini merupakan perkembangan dari teknologi komputer yang
dipadukan dengan teknologi telekomunikasi. Definisi kata “informasi”
sendiri secara internasional disepakati sebagai “hasil dari pengolahan data”
yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

50
Maskun dan Wiwik Meilararti, Aspek Hukum Penipuan Berbasis Internet,
(Bandung: Keni Media, 2017), h. 22.
51
Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, (Bandung: Refika Aditama, 2012),
h. 172.
32

dengan data mentah. Komputer merupakan teknologi informasi pertama


yang dapat melakukan proses pengolahan data menjadi informasi. 52
Pada prinsipnya teknologi informasi sangat bermanfaat di dalam
kehidupan sehari-hari, untuk menunjang kehidupan umat manusia agar
lebih baik dari sebelumnya. Hal ini berakibat teknologi Informasi membuat
kehidupan menjadi lebih efektif dan lebih efisien. Manfaat teknologi
informasi adalah:53
a. Bidang Pendidikan, untuk kemampuan belajar siswa agar lebih efektif
dan efisien.
b. Bidang Industri dan manufaktur, dapat merancang desain sebuah
produk yang akan dikeluarkan serta dapat mengontrol mesin produk
dengan ketepatan yang maksimal.
c. Bidang Bisnis dan Perbankan, sangat membantu dalam penyimpanan
berkas agar lebih aman serta dapat berfungsi dalam kegiatan
bertransaksi sehingga lebih mudah dan efisien.
d. Bidang Kemiliteran, dapat meningkatkan kemampuan navigasi dalam
kapal perang, dapat menembakan senjata lebih tepat dan akurat serta
dapat mengendalikan sebuah pesawat dari jauh tanpa ada pengemudi
didalamnya
e. Bidang teknik dan pengetahuan, sangat membantu baik dalam
perhitungan, struktur serta mekanisme dalam mempelajari dalam
berbagai hal baik dibidang teknik maupun pengetahuan lainnya.
f. Bidang Kedokteran, dapat dengan mudah menemukan pengobatan
yang cocok dan sesuai terhadap diagnosa penyakit yang sudah
ditemukan.
g. Bidang Pemerintahan, dapat mengolah data dan informasi secara cepat
yang tujuannya adalah untuk kepentingan masyarakat.
h. Bidang Entertainment dan Permainan, dapat membuat animasi,
periklanan dan film secara mudah.
i. Bidang Kriminalitas, dapat memudahkan aparat terkait dalam
memecahkan suatu permasalahan.
2. Definisi Transaksi Elektronik
52
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Tim Forum Dialog Hukum dan
Non Hukum Kelompok Kerja Bidang Hukum dan Teknologi BPHN Tahun 2004, h. 25.
53
Nudirman Munir, Op.cit. h. 11-12.
33

Transaksi elektronik merupakan bagian dari e-commerce. E-


commerce merupakan salah satu bentuk transaksi perdagangan yang
paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, e-
commerce telah merubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang
diinginkan.54 Dalam e-commerce menggunakan konsep perdagangan jarak
jauh dengan menggunakan internet. Ada banyak definisi untuk transaksi
elektronik yang dikemukakan oleh para ahli. Mariam Darus Badrulzaman
menyebutkan bahwa istilah lain yang digunakan untuk Transaksi elektronik
(e-commerce), diantaranya adalah kontrak Dagang Elektronik (KDE),
Kontrak Siber, Transaksi Dagang Elektronik, Kontrak web.55 Transaksi
Elektronik (e-commerce) merupakan transaksi perdagangan antara penjual
dan pembeli dengan memanfaatkan media internet, sehingga proses
pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang
dikomunikasikan melalui internet.56
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/ atau media elektronik
lainnya.57
Pada transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan
transaksi jual beli biasa yang dilakukan didunia nyata. Dilakukan oleh para
pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-
pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi
berhubungan melalui internet. Dalam transaksi jual beli secara elektronik,
pihak-pihak yang terkait antara lain: 58
a. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah
produk melalui internet sebagai pelaku usaha;

54
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit., h. 144.
55
Mariam Darul Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2001), h. 283.
56
Riyeke Ustadiyanto, Framework e-commerce, (Yogyakarta: Andi, 2001), h.11.
57
Raida L. Tobing, 2012, Penelitian Hukum Tentang Efektivitas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, h. 22.
58
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta : PT. Grapindo
Persada, 2002), h. 65
34

b. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh
undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku
usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk
yang ditawarkan oleh penjual/ pelaku usaha/ merchant;
c. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen
kepada penjual atau pelaku usaha/ marchant, karena pada transaksi
jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan
langsung. Sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga
pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank
d. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

Perbuatan hukum penyelenggara transaksi elektronik dapat


dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Para pihak yang melakukan
transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/
atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik selama
transaksi berlangsung. Penyelenggaraan transaksi elektronik ini diatur
dengan peraturan pemerintah.59 Transaksi Elektronik terjadi terlepas dari
batas wilayah dan syarat nasional.

D. Tinjauan Umum tentang Berita Bohong Merugikan Konsumen


1. Pengertian Berita Bohong

Dalam UU ITE tidak dijelaskan mengenai definisi dan ruang lingkup


tentang frase “berita bohong” tersebut. Padahal jika dikaji lebih lanjut,
mengenai “berita bohong” juga memiliki pengertian yang berbeda-beda di
setiap orang dalam konteks tertentu, maksudnya adalah bagaimana jika
seseorang tidak mengetahui bahwa berita yang disebarnya merupakan
berita bohong dan ia tidak secara sadar mengetahui bahwa hal tersebut
adalah berita bohong. Berita bohong adalah berita yang di dalamnya
terdapat isi yang tidak sesuai dengan kebenaran atau keadaan yang ada
sebenarnya.60 Secara singkat berita bohong (hoax) adalah suatu informasi
dimana di dalamnya tidak ada suatu kebenaran atau bohong. Hoax adalah
59
Ibid., h.23.
60
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, Op.cit., h. 236
35

berita bohong yang sengaja dibuat dan disebar luaskan untuk


menimbulkan ketakutan, kehebohan atau menipu publik. Hoax (berita
bohong) ini jika sebelumnya banyak disebar lewat SMS dan email, kini
mulai berpindah ke pesan aplikasi chatting seperti WhatsApp atau
Facebook Messenger, tak hanya melalui media sosial kini mulai berpindah
ke media elektronik yang tidak hanya berkirim pesan tetapi juga melalui
video. Walaupun dari awal sudah terdengar mencurigakan, tetapi masih
banyak saja yang seringkali tertipu berita bohong (hoax) di dunia maya.
Walaupun terdengar sepele, berita bohong (hoax) dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif bagi masyarakat sebagai pengguna internet.
Penyebaran berita bohong dan penyesatan merupakan padanan
kata yang semakna dengan penipuan. Penipuan dapat dilakukan dengan
motivasi, yaitu untuk menguntungkan dirinya sendiri atau paling tidak
untuk merugikan orang lain atau bahkan dilakukan untuk menguntungkan
dirinya sendiri dan merugikan orang lain secara sekaligus. Dalam UU ITE
mengatur tentang berita bohong dan penyesatan melalui internet, berita
bohong dan penyesatan ini dapat dipersamakan dengan penipuan yang
diatur dalam Pasal 378 KUHP. Pengaturan dalam UU ITE ini terbatas
dalam hal transaksi elektronik. Nilai strategis dari kehadiran UU ITE
sesungguhnya pada kegiatan transaksi elektronik dan pemanfaatan dalam
bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sebelumnya sektor ini tidak
mempunyai payung hukum, tapi kini makin jelas sehingga bentuk-bentuk
transaksi elektronik sekarang dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik
sah. Oleh karena itu, sesungguhnya undang-undang ini merupakan upaya
pemerintah dalam memberikan perlindungan yang jelas dan berkekuatan
hukum tetap terhadap berbagai macam transaksi elektronik kearah
negatif. Namun tetap saja bahwa pengaturannya dalam hal ini masih
memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu terletak pada perbuatan hukum
yang hanya digantungkan pada hubungan transaksi elektronik, yaitu
antara produsen dan konsumen serta dalam lingkup pemberitaan berita
bohong dan penyesatan dalam internet.
36

2. Pengertian Berita Bohong dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun


2016 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik tidak secara langsung mengatur mengenai tindak pidana
penipuan konvensional maupun tindak pidana penipuan online. Walaupun
UU ITE tidak secara langsung mengatur tentang tindak pidana penipuan,
akan tetapi terkait dengan pengertian penipuan tersebut yang berdampak
pada timbulnya kerugian korban dalam transaksi elektronik terdapat
ketentuan yang mengatur kerugian tersebut pada pada pasal 28 ayat (1)
UU ITE yang menyatakan bahwa:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita


bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.”

Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 28 ayat (1) UU ITE, yaitu:


1) Unsur obyektif :
a) Perbuatan menyebarkan;
b) Melawan hukum tanpa hak
c) Yang disebarkan adalah berita bohong dan menyesatkan;
d) Dari perbuatan tersebut timbul akibat konstitutifnya yaitu kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik.

2) Unsur subyektif :
a) Unsur kesalahan yaitu dengan sengaja melakukan perbuatan
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik;

Unsur Objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan


keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-
tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan, sedangkan unsur subjektif
37

adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang


berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya, yaitu
segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. 61
Tujuan rumusan unsur-unsur delik Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut
adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan
kepentingan konsumen. Pengaturan mengenai penyebaran berita bohong
dan menyesatkan ini sangat diperlukan untuk melindungi konsumen yang
melakukan transaksi secara elektronik. Perdagangan secara elektronik
dapat dilaksanakan dengan mudah dan cepat. Idealnya, transaksi harus
didasarkan pada kepercayaan antara pihak yang bertransaksi.
Kepercayaan ini diasumsikan dapat diperoleh apabila para pihak yang
bertransaksi mengenal satu sama lain yang didasarkan pengalaman
transaksi terdahulu atau hasil diskusi secara langsung sebelum transaksi
dilakukan.
Penggunaan pasal tersebut adalah berdasarkan adanya aduan dari
konsumen yang bersangkutan, atau orang yang dikuasakan oleh
konsumen. Hal ini dapat dimengerti karena konsumen tersebutlah yang
membuat perikatan dengan penjual produk. Pasal 28 ayat (1) UU ITE
merupakan delik materil, artinya, kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik merupakan akibat yang dilarang dari perbuatan dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. 62

3. Definisi Merugikan Konsumen

Dalam menikmati suatu produk dan jasa, konsumen selalu


menginginkan adanya kepuasan terhadap produk yang dikonsumsi.
Sedangkan pelaku usaha menginginkan keuntungan ekonomis dari
hubungan itu. Apabila memperhatikan sudut pandang konsumen, ada
beberapa hal yang diinginkan oleh konsumen pada saat membeli suatu
produk, antara lain63:

61
P. A. F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2013) h. 193.
62
Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum
Pidana, (Jakarta: Tatanusa, 2012), h. 192.
63
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit., h. 155-156.
38

a. Diperolehnya informasi yang jelas mengenai produk yang akan dibeli;


b. Keyakinan bahwa produk yang dibeli tidak berbahaya baik bagi
kesehatan maupun kemanan jiwanya;
c. Produk yang dibeli cocok sesuai keinginanya, baik dari segi kualitas,
ukuran, harga dan sebagainya;
d. Konsumen mengetahui cara penggunaanya;
e. Jaminan bahwa produk yang dibelinya dapat berguna dan berfungsi
dengan baik;
f. Jaminan bahwa apabila barang yang di beli tidak sesuai atau tidak dapat
digunakan maka konsumen memperoleh penggantian baik berupa
produk maupun uang.

Kenyataan yang sering muncul adalah seringkali konsumen tidak


memperoleh apa yang diharapkannya secara maksimal akibatnya
konsumen yang dirugikan.64 Dalam perbuatan menyebarkan berita bohong
yang menyesatkan telah menimbulkan akibat adanya kerugian konsumen
dalam transaksi elektronik. Dalam hubungan nya dengan unsur-unsur lain,
sengaja artinya si pembuat menghendaki untuk menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan, dan menghendaki atau setidaknya menyadari
timbul akibat kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, pelaku juga
mengerti bahwa apa yang dilakukannya itu tidak dibenarkan, dan mengerti
berita yang disebarkan isinya bohong serta mengerti akan mengakibatkan
kerugian bagi konsumen transaksi elektronik. Kerugian yang dimaksud
dalam pasal ini adalah kerugian ekonomis yang dapat diperhitungkan
secara meteril.
Salah satu unsur yang ada dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang
ITE yaitu adanya unsur kerugian konsumen. Adanya berita bohong
menimbulkan kerugian terhadap konsumen. Kerugian yang dimaksud
dalam pasal ini adalah kerugian ekonomis yang dapat diperhitungkan
secara meteril.

E. Tinjauan Umum tentang Media Sosial

64
Ibid., h.156
39

1. Definisi Media Sosial

Media sosial terdiri dari dua kata, yaitu media dan sosial. Media adalah
alat, sarana komunikasi, perantara, atau penghubung. Sosial artinya
berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan
umum. Media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial.
Media sosial menggunakan teknologi berbasis internet yang mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif. Beberapa situs media sosial yang
populer sekarang ini antara lain : Blog, Twitter, Facebook, Instagram, Path,
dan Wikipedia. Definisi lain dari sosial media juga di jelaskan oleh Van Dijk
media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi
pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun
berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai fasilitator
online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai
sebuah ikatan sosial.65
Ada ciri khusus yang hanya dimiliki oleh media sosial dibanding media
lainnya. Salah satunya adalah media sosial beranjak dari pemahaman
bagaimana media tersebut digunakan sebagai sarana sosial di dunia
virtual. Adapun karakteristik media sosial, yaitu:

a. Jaringan (Network)
Antar pengguna Media sosial memiliki karakter jaringan sosial. Media
sosial terbangun dari struktur sosial yang terbentuk di dalam jaringan
atau internet.66 Jaringan yang terbentuk antarpengguna merupakan
jaringan yang secara teknologi dimediasi oleh perangkat teknologi,
seperti komputer, telepon genggam atau tablet. Karakter media sosial
adalah membentuk jaringan di antara penggunanya.

b. Informasi
Informasi menjadi entitas yang penting dari media sosial. Sebab tidak
seperti media-media lainnya di internet, pengguna media sosial
mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten, dan
65
Rulli Nasrullah, Op.cit., h. 11
66
Ibid., h. 16
40

melakukan interaksi berdasarkan informasi. Bahkan informasi menjadi


semacam komoditas.67 Di media sosial, informasi menjadi komoditas
yang dikonsumsi oleh pengguna. Komoditastersebut pada dasarnya
merupakankomoditas yang diproduksi dan didistribusikan
antarpengguna itu sendiri. Dari kegiatan konsumsi inilah pengguna
dan pengguna lain membentuk sebuah network society

c. Arsip
Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter
yangmenjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa menjadi
akses kapan pun dan melalui perangkat apapun. 68 Setiap informasi
apa pun yang diunggah contohynya di facebook, informasi itu tidak
hilang begitu saja. Informasi itu akan terus tersimpan dan bahkan
dengan mudahnya bisa diakses.

d. Interaksi
Secara sederhana interaksi yang terjadi di media sosial berbentuk
saling mengomentari atau memberikan tanda, seperti jempol di
facebook atau hati di Instagram. Interaksi dalam kajian media
merupakan salah satu pembeda antara media lama dengan media
baru.

e. Simulasi Sosial
Media sosial memiliki karakter sebagai medium berlangsungnya
masyarakat di dunia virtual. Pengguna media sosial bisa dikatakan
sebagai warga negara digital yang berlandaskan keterbukaan tanpa
adanya batasan-batasan. Layaknya masyarakat atau Negara, dimedia
sosial juga terdapat aturan dan etika yang mengikat penggunanya 69.
Media sosial tidak lagi menampilkan realitas, tetapi sudah
menjadirealitas tersendiri, bahkan apa yang ada di media sosial lebih
nyata (real)dari realitas itu sendiri.

67
Ibid., h. 19
68
Ibid., h. 22
69
bid., h. 28
41

f. Konten oleh pengguna


Karakteristik media sosial lainnya adalah konten oleh pengguna.
Konten oleh pengguna ini adalah sebagai penanda bahwa di media
sosial khalayak tidak hanya memproduksi konten, tetapi juga
mengonsumsi konten yang diproduksi oleh orang lain. 70

g. Penyebaran (Share)
Penyebaran atau sharing merupakan karakter lainnya dari media
sosial. Sharing merupakan ciri khas dari media sosial yang
menunjukkan bahwa khalayak aktif menyebarkan konten sekaligus
mengembangkannya.71 Di media sosial konten tidak hanya diproduksi
oleh khalayak pengguna, tetapi juga didistribusikan secara manual
oleh pengguna lain.

2. Jenis dan Ciri-Ciri Media sosial

Jenis Media Sosial antara lain:


a. Aplikasi Media Sosial Berbagi Video (Video Sharing)
Aplikasi berbagi video tentu sangat efektif untuk menyebarkan beragam
program pemerintah, memasarkan produk usaha ataupun membuat
konten kreatif dan edukatif. Dari beragam aplikasi video sharing yang
ada setidaknya ada tiga aplikasi yang sering kita gunakan, yakni
YouTube, Vimeo dan DailyMotion.

b. Aplikasi Media Sosial Mikroblog


Aplikasi mikroblog tergolong yang paling gampang digunakan di antara
program-program media sosial lainnya. Aplikasi ini menjadi yang sering
dikenal di Indonesia adalah Facebook. Ada dua aplikasi yang juga
cukup menonjol dan dikenal dalam masyarakat Indonesia, yakni Twitter
dan Tumblr.
70
Ibid., h. 31
71
Ibid., h. 33
42

c. Aplikasi Berbagi Jaringan Sosial;


Aplikasi berbagi jaringan sosial ini merupakan aplikasi yang digunakan
masyarakat Indonesia untuk saling berinteraksi antara satu sama lain.
Setidaknya ada tiga aplikasi berbagi jaringan sosial yang banyak
penggunanya di Indonesia, yakni Facebook Messenger , Whatsapp,
serta Line. Masing-masing aplikasi memang memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri.

d. Aplikasi Berbagi Jaringan Profesional


Para pengguna aplikasi berbagi jaringan profesional umumnya terdiri
atas kalangan akademi, mahasiswa para peneliti, pegawai pemerintah
dan pengamat. Dengan kata lain, mereka adalah kalangan kelas
menengah Indonesia yang sangat berpengaruh dalam pembentukan
opini masyarakat dan juga efektif untuk menyebarkan dan
mensosialisasikan perundang-undangan atau peraturan peraturan
lainnya. Sejumlah aplikasi jaringan profesional yang cukup populer di
Indonesia antara lain LinkedIn, Scribd dan Slideshare.

e. Aplikasi Berbagi Foto


Aplikasi jaringan berbagi foto sangat populer bagi masyarakat
Indonesia. Sesuai karakternya, aplikasi ini lebih banyak menyebarkan
materi komunikasi sosial yang lebih santai, tidak serius, kadang-kadang
banyak mengandung unsur-unsur aneh, eksotik, lucu, bahkan
menyeramkan. Beberapa aplikasi yang cukup populer di Indonesia
antara lain Pinterest, Picasa, Flickr dan Instagram.

Ciri Ciri Media Sosial antara lain:


a) Konten yang disampaikan dapat dibagikan kepada banyak orang
dan tidak terbatas pada satu orang tertentu.
b) Isi disampaikan secara online dan langsung
43

c) Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan
bisa juga tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi
yang ditentukan sendiri oleh penggunanya
d) Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional
seperti identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing),
kehadiran (eksis), hubungan (relasi), reputasi (status) dan kelompok
(group).

F. Tinjauan Umum tentang Internet

1. Pengertian Internet

Pada dasarnya, setiap teknologi dikembangkan untuk memenuhi


kebutuhan tertentu dan melalui teknologi itu diberikan suatu manfaat dan
layanan bagi manusia termasuk meningkatkan keefisienan dan
keefektivitasan kerja.72 Salah satunya adalah Internet. Internet merupakan
singkatan dari interconnected network karena fungsinya yang
menghubungkan jaringan dari jaringan-jaringan komputer yang ada di
dunia.73 Internet adalah suatu sistem jaringan yang menghubungkan
berbagai komputer dari berbagai belahan dunia untuk saling terhubung dan
bertukar data serta bertukar informasi.
Perkembangan teknologi komputer yang secara cepat dan pesat
menghasilkan internet yang multifungsi. Perkembangan ini membawa
manusia ke ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia
bila ditinjau dari konstruksi pengetahuan umat manusia yang dicirikan
dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking).74
Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang
mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu Negara ke
Negara lain seluruh dunia dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber
daya informasi dari mulai yang statis hingga dinamis dan interaktif. Secara
umum ada banyak manfaat yang diperoleh apabila seseorang mempunyai
akses internet. Kita bisa menjelajah ke negara lain melalui dunia maya
72
Josua Sitompul, Op.cit., h. 31.
73
Yuhelizar, 10 Jam Menguasai Internet Teknologi dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2008), h. 1.
74
Sri Sumarwani, Tinjauan Yuridis Pemidanaan Cybercrime dalam Perpektif Hukum
Pidana Positif, Jurnal Perubahan Hukum, Volume 1 No 3 Desember 2014, h. 287.
44

tentunya tanpa harus pergi ke sana. Kita juga biasa berkomunikasi,


bertransaksi bisnis melalui internet.
Sama seperti halnya sebuah komunitas, Internet juga mempunyai tata
tertib tertentu, dikenal dengan istilah netiket (nettiquette). Untuk di
Indonesia selain tata tertib sosial di Internet juga diberlakukan peraturan
yakni UU ITE.75

2. Perkembangan Internet

Internet telah membuat revolusi baru dalam dunia komputer dan dunia
komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Beberapa penemuan
telegram, telepon, radio dan komputer merupakan ramgkaian kerja ilmiah
yang menuntun terciptanya internet. Internet memiliki kemampuan
penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme diseminasi informasi, dan
sebagai media untuk berinteraksi antara individu dengan komputernya
tanpa dibatasi oleh kondisi geografis. 76
Perkembangan sejarah internet dapat dibagi dalam empat aspek 77:
a. Adanya aspek evolusi teknologi dalam mengembangkan infrastruktur
komunikasi data yang meliputi seperti skala, performa dan fungsi.
b. Adanya aspek pelaksanaan dan pengelolaan sebuah infrastruktur yang
global dan kompleks.
c. Adanya aspek sosial yang dihasilkan dalam sebuah komunikasi
masyarakat.
d. Adanya aspek komersial yang dihasilkan dalam sebuah perubahan
ekstrim namun efektif dari sebuah penelitian yang mengakibatkan
terbentuknya sebuah infrastruktur informasi yang besar dan berguna

Perkembangan internet juga telah mempengaruhi perkembangan


ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa
dilakukan dengan cara tatap muka, kini sangat mudah dan sering
dilakukan melalui internet. Transaksi melalui internet ini dikenal dengan
Transaksi Elektronik atau e-commerce.78
75
Nudirman Munir, Op.cit. h. 154.
76
Ibid., h. 152.
77
Ibid., h. 153.
78
Ibid., h. 154.
45

3. Cara Kerja Internet

Cara kerja Internet merupakan, hubungan antara komputer client


dengan komputer ISP (Internet Service Provider) yang disebut Connection
Server. Semua client dan server merupakan jaringan komputer yang
memiliki IP (Internet Protocol). Jaringan komputer tersebut saling
berhubungan dan melakukan komunikasi dengan menggunakan standar
protokol TCP/IP atau Transmission Control Protocol. TCP/IP adalah
protokol yang mengendalikan transmisi data atau paket data. Protokol ini
memungkinkan beragam jaringan komputer yang berbeda dapat saling
berkomunikasi. Fungsi TCP/IP adalah mengirimkan data ke komputer dan
tiba dalam waktu yang cepat tanpa rusak atau hilang. 79

4. Tahapan Perkembangan Internet di Indonesia

Jaringan Internet masuk ke Indonesia sekitar akhir tahun 1980an.


Berikut perkembangan Internet di Indonesia 80:
a. Tahun 1986-1987
Awal mengenai internet di Indonesia berasal dari kegiatan di radio
amatir, khususnya di radio Amatir Radio Club (ARC) ITB. Belasan
mahasiswa ITB mempelajari paket radio pada band 40 m yang
kemudian didorong ke arah TCP/IP lalu menghaitkan jaringan amatir
Bulletin Board System (BBS) yang menghubungkan jaringan e-mail
store and forward yang menghubungkan banyak “server” BBS di seluruh
dunia.

b. Tahun 1989-1990
Berawal dari mailing list pertama yang dibuat oleh mahasiswa-
mahasiswa Indonesia di luar negeri, Pola mailing list ini ternyata terus
berkembang pesat. Mailing list ini akhirnya menjadi salah satu sarana

79
Ibid., h. 160.
80
Ibid., h. 158-159.
46

yang sangat strategis dalam pembangunan komunitas internet di


Indonesia

c. Tahun 1994-1995
Pada tahun 1994, mulai beroperasi ISP komersial pertama di Indonesia
yaitu IndoNet. Sambungan awal ke Internet dilakukan dengan
menggunakan dial up oleh IndoNet. Dengan memakai remote browser
lynx di Amerika Serikat, pemakai Internet di Indonesia baru bisa
mengakses Hyper Text Transfer Protocol (HTTP). Di Indonesia, ISP
resmi yang memperoleh izin dari kemenkominfo berada di bawah
naungan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). APJII
terbentuk pada musyawarah nasional yang pertama pada 15 mei 1996,
yang tugasnya melakukan beberapa program kunci yang dinilai strategis
untuk pengembangan jaringan internet di Indonesia. Program-program
tersevut adalah:
1) Tarif Jasa Internet.
2) Pembentukan Indonesia-Network Information Center (ID-NIC).
3) Pembentukan Indonesia Internet Exchange (IIX).
4) Negosiasi tarif jasa infrastruktur jasa telekomunikasi.
5) Usulan jumlah dan jenis provider

5. Dampak Internet
Dalam perkembangannya, Internet mempunyai dampak yang sangat
besar bagi manusia, dampak tersebut terbagi menjadi dua, yakni 81:
a. Dampak Positif
1) Media Komunikasi, dimana pengguna internet diseluruh dunia dapat
saling berkomunikasi
2) Media untuk bertukar data dan informasi menggunakan e-
mail,ftp,www dan sebagainya
3) Media untuk mencari data dan informasi
4) Kemudahan memperoleh informasi
5) Media untuk berbisnis
6) Media pendidikan jarak jauh
81
Ibid., h. 165.
47

b. Dampak Negatif
1) Pornografi, banyak sekali konten pornografi bertebaran di internet dan
memberikan dampak yang kurang baik bagi yang mengaksesnya,
terutama anak-anak
2) Internet banyak berisi konten-konten kekerasan dan kekejaman
3) Penipuan, modus penipuan melalui internet sudah seringkali kita
dengar. Internet memang bisa dijadikan media untuk melakukan
kejahatan seperti ini.
4) Pencurian, para pelaku kejahatan dapat menemukan celah
kelemahan saat transaksi untuk menguras isi kartu kredit tanpa
sepengetahuan pemiliknya.
5) Perjudian, banyak sekali situs-situs perjudian online yang terdapat
dalam internet. Para penjudi tidak harus pergi ke tempat judi untuk
melakukan keinginannya tersebut.

BAB III
KASUS POSISI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR
(Studi Putusan Nomor: 650/Pid.Sus/2020/PN MKS.)
48

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan mengenai identitas


terdakwa, kasus posisi, tuntutan jaksa serta amar putusan dari hakim
dalam hal perkara tindak pidana menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang merugikan konsumen berdasarkan Studi Putusan
Nomor: 650/Pid.Sus/2020/PN MKS.

Identitas Terdakwa dalam kasus ini bernama Al Adim Alias Adim Bin
Irham, yang lahir di Makassar pada tanggal 11 November 1996 dengan
usia 23 tahun berjenis kelamin laki-laki berkebangsaan Indonesia
bertempat tinggal di Jl. Pajenekang No. 52 RT002/RW003 Kel. Bontoala
Kec. Bontoala Parang Kota Makassar, beragama Islam dan memiliki
pekerjaan sebagai wirausaha.
Kasus ini dilatar belakangi dari adanya tindak pidana menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen di media sosial
facebook. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dilakukan di media
sosial facebook. Bermula pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2020 sekitar
pukul 15.00 Wita, terdakwa memposting penjualan masker dengan harga
murah melalui akun media sosial facebook milik terdakwa dengan nama
akun SIGIT PURNOMO, kemudian pada hari Jum’at tanggal 14 Februari
2020 sekitar pukul 01.00 Wita, korban PRISCILIA BERNHARDED
JOSEPHINE KOROMPIS yang kebetulan sedang mencari masker untuk
dibeli melihat postingan terdakwa di akun facebooknya yang menjual
masker dengan harga Rp. 170.000,- (seratus tujuh puluh ribu rupiah)
perboks, kemudian korban PRISCILIA menghubungi akun facebook milik
terdakwa dengan nama akun SIGIT PURNOMO melalui aplikasi facebook
messenger dan menanyakan masker yang dijual tersebut, kemudian
terdakwa mengatakan kepada korban PRISCILIA untuk menghubungi
suplier masker an. DENNI dengan nomor handphone 085298812046
karena menjual masker dengan harga yang lebih murah, padahal DENNI
tersebut adalah terdakwa sendiri.
Sekitar pukul 08.41 Wita, korban PRISCILIA menghubungi DENNI di
nomor handphone yang diberikan oleh terdakwa dan menanyakan harga
masker dan stock masker miliknya, kemudian DENNI yang tidak lain
adalah terdakwa sendiri memberikan harga masker sebesar Rp. 150.000,-
49

(seratus lima puluh ribu rupiah) perboks dan stock masker miliknya ada
sebanyak 4.500 boks.
Korban PRISCILIA memesan masker sebanyak 1000 boks dengan
total harga Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan
syarat korban PRISCILIA harus membayar uang muka sebesar Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), selanjutnya korban PRISCILIA
mengirimkan uang muka Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) ke
nomor rekening BRI 305101033471535 an. Agung Gumelar yang diberikan
oleh terdakwa dengan cara transfer ATM dan Mobile Banking, dan
terdakwa menjanjikan akan mengirimkan masker tersebut malam hari.
Korban PRISCILIA memberikan uang muka tersebut, terdakwa tidak
pernah mengirimkan masker pesanan korban PRISCILIA sebab terdakwa
tidak memiliki masker untuk dijual namun hanya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, dan handphone milik terdakwa, sudah tidak aktif bila
dihubungi oleh korban PRISCILIA.
Terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk mendapatkan
keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ditengah pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat kesehatan yang
salah satunya berupa masker sangat langka dan sulit didapatkan dan
akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi PRISCILIA mengalami kerugian
sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Akibat perbuatan Terdakwa tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum,
terdakwa dituntut dengan Pasal 45A Ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
UndangUndang R.I Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama
terdakwa berada dalam masa tahanan dengan perintah agar terdakwa
tetap ditahan dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus
juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka
diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
Terdakwa oleh majelis hakim dikenakan dakwaan dengan
menggunakan Pasal 45A Ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI
50

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UndangUndang R.I
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UndangUndang RI Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Persidangan pada Pengadilan Negeri Makassar ini menghadirkan
saksi-saksi sebagai berikut :
1. Saksi 1 (Korban)
Kejadian tersebut terjadi pada hari jumat tanggal 14 februari 2020
sekitar pukul 01.00 wita, saksi membuka akun facebook dan berencana
mencari masker untuk dijual kembali, kemudian saksi mendapatkan
postingan dari akun an. Sigit purnomo yang menjual masker dengan
harga murah sekitar Rp. 170.000, selanjutnya saksi menghubungi akun
tersebut via facebook masangger dan menanyakan masker yang dijual,
didalam chat tersebut akun sigit purnomo memberi penawaran kepada
saksi dengan harga Rp. 170.000 per box akan tetapi barang yang dijual
sudah ada yang memberi uang muka jadi sudah tidak bisa dijual
kembali, saksi diarahkan untuk untuk menghubungi seseorang an. Denni
dengan nomor telepon 085298812046 yang mana orang tersebut adalah
supplier yang bekerja di gudang dan menjual masker dengan harga
yang lebih murah, sekitar jam 08.41 wita, saksi menghubungi nomor
telepon yang telah diberikan, didalam pembicaraan tersebut saksi
menanyakan harga dari masker yang ditawarkan serta berapa stock
barang yang tersedia kemudian saksi diberi harga sebesar Rp. 150.000
per box dan stock barang yang ada sekitra 4.500 box, setelah
mengetahui stock barang yang ada, saksi kemudian langsung memesan
masker sebanyak 500 box dengan harga Rp. 75.000.000,- dengan
membayar uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 15.000.000,- dan
sisanya dibayarkan lunas setelah barang kesemuanya telah diterima,
sebelum saksi mentrasfer uang muka, saksi kembali menghubungi
pelaku dan kembali meminta penambahan pesanan dan dicukupkan
menjadi 1000 box selanjutnya saksi diminta untuk menambahkan uang
muka menjadi Rp. 30.000.000,- akan tetapi hanya bisa menyanggupi
sebesar Rp. 25.000.000,-, setelah mendengar penjelasan saksi, pelaku
menyetujui uang muka dengan nominal yang saksi tawarkan, sekitar
51

pukul 12.54 wita, saksi menuju ATM BRI untuk melakukan transfer ke
rekening pelaku dan mentrasnfer uang sebesar Rp. 20.000.000,-
kemudian berselang beberapa menit kemudian saksi kembali mentrasfer
uang sebesar Rp. 5.000.000,- via M-Banking, setelah melakukan
transferan, saksi mengirimkan bukti transfer ke pelaku di nomor yang
berbeda karena saya diarahkan oleh pelaku dan pelaku mengatakan
bahwa barang yang dipesan akan dikirimkan sebentar malam,
selanjutnya sekitar pukul 20.00 wita saksi kembali menghubungi pelaku
untuk menanyakan alamat barang yang saya pesan dan pelaku
menjawab bahwa barang tersebut ada di kabupaten masamba,
setengah jam kemudian saksi kembali menghubungi pelaku dan
memintanya untuk mengirimkan lokasi tempat barang yang saksi pesan
akan tetapi pelaku menjawab bahwa orang yang ada digudang
masamba tidak sedang berada digudang jadi tidak bisa mengirimkan
lokasi yang saksi minta, tidak lama kemudian saksi kembali
menghubungi pelaku akan tetapi nomor pelaku sudah tidak aktif.
2. Saksi 2
Saksi 2 dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa saksi
dihadirkan dipersidangan sehubungan dengan masalah penyebaran
berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen melalui
media sosial facebook. Saksi menjelaskan bahwa pada tanggal 14
Februari 2020 sekitar pukul 20.30 wita, pada saat itu saksi sedang
berada di rumah korban. Pada saat itu korban menceritakan kronologis
pembelian masker kesehatan via sosial media facebook yang dimana
setelah uangnya dikirimkan lalu di konfirmasi lokasi dari penjual atau
yang mengaku bernama Denni orang tersebut memblokir kontak dari
korban dan tidak dapat dihubungi. Orang yang mengaku bernama
DENNI tersebut dihubungi melalui telepon oleh korban dengan nomor
telepon yang diberikan akun facebook atas nama SIGIT PURNOMO
dengan nomor telepon 085298812046 dan 085251772564 menanyakan
harga masker kesehatan dimana harga yang ditawarkan oleh DENNI
adalah Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per box, karena
korban akan memesan 500 box kemudian menambah 500 box lagi
untuk penambahan, lalu korban mengirimkan uang muka sebesar Rp.
52

25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) akan tetapi barang tidak juga
dikirimkan.
3. Saksi 3
Saksi 3 dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa saksi
dihadirkan dipersidangan sehubungan dengan masalah penyebaran
berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen melalui
media sosial facebook. Menurut saksi, bahwa kejadian tersebut
diketahui dari korban dimana saksi kenal dengan korban dan
mempunyai hubungan keluarga dengan korban karena dia adalah Kakak
kandung dari korban. Orang tersebut yang dikenal melalui Facebook
dengan nama akun Sigit Purnomo lalu orang tersebut memberikan
kontak dan berbicara melalui telepon dengan orang yang mengaku
bernama DENNI. Saksi menjelaskan bahwa pada tanggal 14 Februari
2020 sekitar pukul 20.40 wita, saksi berada dirumah dengan korban.
Pada saat itu korban menceritakan kronologis penipuan yang telah
dialami setelah korban mengirimkan sejumlah uang kepelaku bahwa
pada saat akan membeli masker kesehatan via sosial media facebook,
adiknya ingin memesan masker sebanyak 500 box. Dan ternyata
adiknya memesan 1000 box masker dan telah mengirimkan uang muka
Sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) akan tetapi
setelah mengirimkan uang yang diminta, orang yang mengaku bernama
DENNI tersebut memblokir kontak adiknya.
Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa
terlebih dahulu memberikan pertimbangannya antara lain :
Terdakwa kenal dengan korban, korban adalah salah satu pembeli
masker yang terdakwa tawarkan via Facebook akan tetapi belum pernah
bertemu langsung dengannya, terdakwa kenal dengannya sekitar hari
jumat tanggal 14 februari 2020 pukul 10.00 wita via Facebook
Terdakwa menawarkan masker yang di jual via facebook dengan
nama akun Sigit Purnomo degan harga Rp. 170.000 per Box. Kemudian
pada tanggal 14 februari 2020 sekitar pukul 10.00 wita, korban
mengomentari postingan yang ada di akun Facebook miliknya, kemudian
terdakwa membalas komentar tersebut dengan mencantumkan nomor
whatsapp yang dia gunakan dengan nomor 085251772564, setelah
53

beberapa waktu kemudian terdakwa mendapatkan pesan via whatsapp dari


korban dan menanyakan tentang masker yang di jual, selanjutnya setelah
itu, korban memesan 1.500 box masker dengan harga Rp. 225.000.000,-,
kemudian korban memberi uang muka sebesar 20% yaitu sebesar Rp.
25.000.000,- dan di transfer ke rekening BRI norek 305101033471535 an.
Agung Gumelar lebihnya korban baru akan mentransfer setelah barang
yang dipesan telah datang. Setelah korban mentransfer uang tersebut
sekitar pukul 14.00 wita, terdakwa melakukan penarikan sebesar Rp.
7.500.000,- di ATM BRI Latimojong Makassar kemudian melakukan
transfer sebesar Rp. 10.000.000,- ke rekening milik sepupunya an. Imran
Nugraha yang terdakwa pinjam sebelumnya, setelah itu terdakwa
menggunakan ATM milik sepupunya untuk kembali melakukan penarikan
uang yang telah terdakwa transfer sebelumnya, terdakwa melakukan
transaksi tersebut di ATM BCA dijalan andalas kota Makassar. Sedangkan
sisa dari transferan korban sebesar Rp. 7.500.000,- masih tersimpan
didalam rekening BRI an. Agung Gumelar.
Terdakwa memiliki korban berjumlah 2 (dua) orang, korban yang
pertama, terdakwa mengambil uang sebesar Rp. 800.000 akan tetapi
sudah di kembalikan dan korban yang kedua adalah Priscilia Bernharded
Josephine Korompis, terdakwa mengambil uang sebesar Rp. 25.000.000
tetapi belum dikembalikan.
Terdakwa dalam melakukan perbuatannya menggunakan 1 (satu)
unit handphone merek OPPO A71 model CPH1801, warna hitam.
Majelis hakim terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan
untuk selanjutnya dipertimbangkan bahwa barang bukti berupa : 1 (satu)
lembar rekening koran Bank BRI norek. 305001033461536 an. Priscilia
Bernharded Josephine Korompis, 1 (satu) lembar rekening koran Bank BNI
norek. 0598854359 an. Priscilia Bernharded Josephine Korompis, 12 (dua
belas) lembar screenshoot percakapan korban dan tersangka via whatsapp
dan massanger Facebook, 1 (satu) unit handphone merek OPPO A71
model CPH1801, warna Hitam, IMEI 1: 869711038030112, IMIE 2:
869711038030104, 1 (satu) buah buku rekening BRI Simpedes warna biru
dengan nomor rekening 3051-01-033471-53-5 an. Agung Gumelar R, 1
(satu) Buah Kartu ATM Debit BRI warna biru, nomor kartu
54

6013013049012615 yang telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan


dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk mengulangi kejahatan atau
merupakan hasil dari kejahatan, maka barang bukti tersebut dirampas
untuk dimusnahkan.
Majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa,
mempertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan Terdakwa ;
Keadaan yang memberatkan:
a. Terdakwa belum mengembalikan kerugian korban sebesar Rp.
25.000.000.- (dua puluh lima juta rupiah) sehingga belum ada
perdamaian.
b. Terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk mendapatkan
keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ditengah
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat
kesehatan yang salah satunya berupa masker sangat langka dan sulit
didapatkan.
Keadaan yang meringankan:
a. Terdakwa jujur dan tidak berbelit-belit dalam persidangan
b. Terdakwa belum pernah dihukum.
c. Terdakwa menyesali perbuatannya.
d. Terdakwa tulang punggung keluarga dan memiliki anak yang masih
kecil.
Putusan Pengadilan Makassar dalam kasus ini menyatakan bahwa
Terdakwa tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja dan Tanpa Hak
Menyebarkan Berita bohong dan Menyesatkan yang Mengakibatkan
Kerugian Konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Terdakwa dijatuhi pidana
penjara selama 1 (satu) Tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan pidana denda
sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan
pidana penjara selama 1 (satu) bulan.
55

BAB IV

ANALISIS
56

A. Kedudukan Sanksi Pidana dalam Tindak Pidana Menyebarkan Berita


Bohong dan Menyesatkan yang Mengakibatkan Kerugian Konsumen
dalam Transaksi Elektronik

Penulis akan memberikan paparan terhadap kedudukan sanksi


pidana dalam tindak pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan
sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam studi putusan
650/Pid.Sus/2020/PN MKS terhadap terdakwa Al Adim alias Adim bin
Irham terhadap korban Priscilla.
Sanksi pidana diatur didalam ketentuan Pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam Pasal 10 KUHP
mengatakan bahwa pidana terdiri atas:
a). Pidana pokok
1. Pidana mati
2. Pidana kurungan
3. Pidana denda
4. Pidana tutupan
b). Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim

Pidana pokok yang paling sering dijatuhkan terhadap pelaku tindak


pidana adalah pidana penjara. Bentuk hukuman tersebut yaitu dengan
pencabutan kemerdekaan pelaku tindak pidana dengan menempatkannya
pada tempat tertentu seperti Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah
Tahanan. Dalam Pasal 10 KUHP dimaksudkan hukuman yang dijatuhkan
oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar hukum.
Jenis sanksi pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana
tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok
telah dijatuhkan. Hukuman tambahan gunanya untuk menambah hukuman
pokok, jadi tak mungkin dijatuhkan sendirian.
57

Ada tiga golongan teori untuk membenarkan penjatuhan sanksi


pidana:
a. Teori Absolut/Retribusi/Pembalasan
Teori Absolut atau sering disebut teori pembalasan menyatakan
bahwa seorang dapat menerima pemidanaan dikarenakan seseorang
tersebut telah melakukan tindak pidana. Menurut teori ini pidana
dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan. Pidana sebagai
akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang
yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenarannya terletak pada
adanya kejahatan itu sendiri.
Vos menunjukan bahwa teori pembalasan atau absolut ini terbagi
atas pembalasan subjektif dan pembalasan objektif. Pembalasan
subjektif ialah pembalasan terhadap kesalahan pelaku, sedangkan
pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah
diciptakan oleh pelaku di dunia luar. 82

b. Teori Relatif
Teori relatif atau teori tujuan, lahir sebagai reaksi terhadap teori
absolut. Teori ini menunjukkan tujuan pemidanaan itu sebagai sarana
pencegahan tidak hanya menjatuhkan pidana saja, baik pencegahan
khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun
pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan kepada
masyarakat.

c. Teori Gabungan
Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas
kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat,
dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori
tersebut di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan,
dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-
kelemahan yaitu:83

82
Andi Hamzah, Op.cit., h.30.
83
Koeswadji, Op.cit., h. 11.
58

c. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena


dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang
ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang
melaksanakan.
d. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena
pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat; kepuasan
masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat;
dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

Menurut Grotius, mengembangkan teori gabungan yang


menitikberatkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan,
tetapi berguna bagi masyarakat. Dasar tiap pidana ialah penderitaan yang
beratnya sesuai dengan berat perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. 84

Teori gabungan pada prinsipnya lahir dari ketidakpuasan terhadap


gagasan dari teori absolut maupun unsur-unsur yang positif dari kedua
teori tersebut yang kemudian dijadikan titik tolak dari teori gabungan. Teori
ini berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara unsur pembalasan
dengan tujuan memperbaiki pelaku kejahatan.

Berkaitan dengan teori tersebut, maka ada pula tujuan dari


penjatuhan sanksi pidana itu sendiri atau biasa disebut dengan
pemidanaan. Pemidanaan adalah suatu tindakan terhadap pelaku
kejahatan, dimana pemidanaan ditujukan bukan dimaksudkan sebagai
upaya balas dendam tetapi sebagai upaya pembinaan bagi pelaku
kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan
serupa. Pemidanaan dapat benar-benar terwujud apabila melihat beberapa
tahap perencanaan sebagai berikut 85:
a) Pemberian pidana oleh pembuat undang-undang
b) Pemberian pidana oleh badan yang berwenang
c) Pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang

84
Andi Hamzah, Op.cit., h.34.
85
Amir Ilyas, Op.cit., h. 95-96
59

Tujuan Pemidanaan menurut Wirjono Prodjodikoro yaitu 86:


a) Untuk menakuti-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik
secara menakut-nakuti orang banyak (generals preventif) maupun
menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar
dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventif);
atau
b) Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan
kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga
bermanfaat bagi masyarakatn dimaksudkan sebagai upaya balas
dendam tetapi sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku
kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya
kejahatan serupa.

Mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan,


merupakan padanan kata yang semakna dengan penipuan. Penipuan
dapat dilakukan dengan motivasi, yaitu untuk menguntungkan dirinya
sendiri atau paling tidak untuk merugikan orang lain atau bahkan dilakukan
untuk menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang lain secara
sekaligus. Dengan motivasi-motivasi tersebut, maka penyebaran berita
bohong dan menyesatkan dapat dikategorikan sebagai penipuan. Tindak
pidana penipuan menggunakan internet termasuk dalam kelompok
kejahatan Illegal Contents dalam kajian penyalahgunaan teknologi
informasi berupa Computer Related Fraud. Illegal contents adalah
merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Dan Computer
Related Fraud ini diartikan sebagai kecurangan atau merupakan penipuan
yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan
orang lain.
Masyarakat sering kali tidak sadar bahwa suatu tindak pidana
penyebaran berita bohong dan penyesatan sering terjadi pada lingkup
masyarakat namun jarang dari pelaku tindak pidana tersebut tidak
dilaporkan kepihak kepolisian. Pelaku tindak pidana penyebaran berita
86
Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., h. 16.
60

bohong dan penyesatan memiliki kemampuan sosial engineering. Dimana


sejak awal percakapan dia sudah bisa menangkap secara psikologis
apakah calon korban akan masuk perangkap atau tidak. Sama halnya
dengan kejadian yang dialami oleh korban saksi Priscilla Bernharded
Josephine Korompis yang menjadi korban tindak pidana penyebaran berita
bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik yang dilakukan oleh terdakwa Al Adim alias Adim bin
Irham.
Adanya asas Lex Spesialis Derogat Legi Generalis menjadi
ketentuan yang mengikat dari asas-asas umum yaitu adanya perumusan
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, menjadi suatu
pedoman dalam suatu ketentuan hukum khusus mengenai aturan hukum
terhadap tindak pidana ITE. Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generalis
yakni bahwa keketentuan hukum yang khusus mengenyampingkan
ketentuan hukum yang umum. Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik disebut sebagai hukum pidana siber yang secara khusus
mengatur tentang kejahatan melalui internet. Dengan berlakunya ketentuan
Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagai hukum positif di Indonesia mengesampingkan ketentuan pokok
terhadap tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.
Walaupun Undang-undang ITE dan perubahannya tidak secara
khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan
timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat
ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:

“(1) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan


berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.”

Pasal 28 ayat (1) UU ITE memiliki karakteristik unsur yang lebih


spesifik dibandingankan pasal 378 KUHP dalam konteks pemidanaan pada
tindak pidana penipuan online. Jika melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1)
UU ITE ini dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal
45A ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu:
61

“(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 45A ayat (1)


Jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE). Penulis menganalisis kedudukan sanksi pidana dalam tindak
pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik menggunakan Teori
Gabungan serta jenis sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP.
Berdasarkan Teori Gabungan bahwa pemidanaan itu selain membalas
kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat.
Maksud dan tujuan teori ini adalah setiap sanksi pidana akan berdampak
terhadap pelaku kejahatan dan korban maupun masyarakat dengan
mewujudkan ketertiban. UU ITE dibuat dengan tujuan untuk memberikan
efek jera, rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum dalam undang-
undang ini khususnya bagi pengguna dan penyelengara Teknologi
Informasi.
Berdasarkan Pasal 10 KUHP yang mengatakan bahwa sanksi
pidana terdiri dari Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana pokok itu
sendiri terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana
denda dan pidana tutupan, sedangkan pidana tambahan terdiri dari
pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan
pengumuman putusan hakim. Sanksi pidana yang tercantum dalam Pasal
45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, berupa pidana penjara dan pidana denda. Ancaman pidana
62

penjara yang diatur dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) yaitu
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pidana penjara
merupakan pidana yang paling sering digunakan sebagai sarana untuk
menanggulangi masalah kejahatan dengan merampas kemerdekaan
seseorang. Sedangkan pidana denda itu sendiri dasar pengaturannya
diatur dalam pasal 30 dan Pasal 31 KUHP. Tujuan pengancaman sanksi
pidana denda yaitu sebagai pembalasan, penghapusan rasa bersalah,
membuat jera bagi pelaku tindak pidana, untuk memberikan rasa takut
kepada orang lain yang akan melakukan tindak pidana tersebut serta
mempunyai nilai ekonomis, dari adanya pembayaran pidana denda maka
akan menambah pemasukan keuangan negara. Kemudian diharapkan
dapat dilakukan pencegahan dan penanggulangan tindak pidana
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik atau bisa disebut dengan
penipuan online.
Dalam hasil tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada
faktanya penerapan sanksi pidana dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28
ayat (1) UU ITE kurang sesuai dengan pandangan dari Teori Gabungan.
Karena masih belum memberikan efek jera, rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum dalam undang-undang ini khususnya bagi pengguna dan
penyelengara Teknologi Informasi. Menurut penulis, pidana denda yang
tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) UU ITE dirasa
belum efektif karena dalam perkembangan sanksi pidana di luar KUHP
cenderung meningkatkan jumlah ancaman pidana denda namun kebijakan
tersebut tidak diikuti dengan kebijakan lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan pidana denda yang pelaksanaannya masih mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP. Dalam efektifitas
penjatuhan pidana denda pun, harus ada nilai keseimbangan antara
pidana denda dengan pidana penggantinya, dalam hal terpidana tidak
dapat membayar denda yang telah ditentukan.
Menurut penulis, ketentuan pidana penjara yang diatur dalam
Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) UU ITE dirasa sudah cukup dapat
memberikan efek jera bagi para pelakunya. Hal ini dapat dilihat bahwa
63

ketentuan sanksi pidana penjara dalam tindak pidana penipuan online yang
diatur dalam UU ITE lebih berat dibandingkan penipuan konvensional yang
diatur dalam KUHP.

B. Analisis Sanksi Pidana dalam Putusan Nomor: 650/Pid.Sus/2020/PN.


MKS
Peristiwa itu bermula pada saat terdakwa atas nama Al Adim alias
Adim bin Irham, pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2020 sekitar pukul
15.00 WITA terdakwa memposting penjualan masker dengan harga murah
melalui akun media sosial facebook milik terdakwa dengan nama akun
SIGIT PURNOMO. Selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 14 Februari 2020
sekitar pukul 01.00 Wita, korban bernama Priscilla Bernharded Josephine
Korompis yang kebetulan sedang mencari masker untuk dibeli melihat
postingan terdakwa di akun facebooknya yang menjual masker dengan
harga Rp. 170.000,- (seratus tujuh puluh ribu rupiah) perboks kemudian
korban Priscilla menghubungi akun facebook milik terdakwa dengan nama
akun SIGIT PURNOMO melalui aplikasi facebook messenger dan
menanyakan masker yang dijual tersebut, kemudian terdakwa mengatakan
kepada saksi Priscilla untuk menghubungi suplier masker an. DENNI
dengan nomor handphone 085298812046 karena menjual masker dengan
harga yang lebih murah, padahal DENNI tersebut adalah terdakwa sendiri.
Kemudian korban Priscilla memesan masker sebanyak 1000 boks dengan
total harga Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan
syarat korban Priscilla harus membayar uang muka sebesar Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), selanjutnya korban Priscilla
mengirimkan uang muka Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) ke
nomor rekening BRI 305101033471535 an. Agung Gumelar yang diberikan
oleh terdakwa dengan cara transfer ATM dan Mobile Banking, dan
terdakwa menjanjikan akan mengirimkan masker tersebut malam hari.
Namun, setelah korban Priscilla memberikan uang muka tersebut,
terdakwa tidak pernah mengirimkan masker pesanan korban Priscilla
sebab terdakwa tidak memiliki masker untuk dijual namun hanya untuk
mendapatkan keuntungan pribadi, dan handphone milik terdakwa, sudah
tidak aktif bila dihubungi oleh korban Priscilla.
64

Dalam hal ini Terdakwa Al Adim telah dituntut oleh Jaksa Penuntut
Umum, tuntutan mana pada pokoknya sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Al Adim alias Adim bin Irham, bersalah
melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah
dan ditambah dengan Undang-Undang R.I Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Al Adim alias Adim bin Irham,
dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa
berada dalam masa tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap
ditahan dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka
diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
c. Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) lembar rekening koran Bank
BRI norek. 305001033461536 an. Priscilia Bernharded Josephine
Korompis, 1 (satu) lembar rekening koran Bank BNI norek. 0598854359
an. Priscilia Bernharded Josephine Korompis, 12 (dua belas) lembar
screenshoot percakapan korban dan tersangka via whatsapp dan
massanger Facebook, 1 (satu) unit handphone merek OPPO A71 model
CPH1801, warna Hitam, IMEI 1: 869711038030112, IMIE 2:
869711038030104, 1 (satu) buah buku rekening BRI Simpedes warna
biru dengan nomor rekening 3051-01-033471-53-5 an. Agung Gumelar
R, 1 (satu) Buah Kartu ATM Debit BRI warna biru, nomor kartu
6013013049012615 yang telah dipergunakan untuk melakukan
kejahatan dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk mengulangi
kejahatan atau merupakan hasil dari kejahatan, maka barang bukti
tersebut dirampas untuk dimusnahkan.
d. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp. 5.000.- (lima ribu rupiah).
65

Berdasarkan putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri


Makassar dengan putusan Nomor 650/Pid.Sus/2020/PN MKS yang
memeriksa dan mengadili perkara ini dengan mempertimbangkan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum yang pada dasarnya mempergunakan Pasal 45A
ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa
dan mengadili perkara ini telah mempertimbangkan unsur-unsur dalam
Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi
unsur-unsur dari dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut dimana terdakwa telah
melakukan penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan
konsumen kepada korban yang mengakibatkan korban mengalami
kerugian sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang
berbunyi sebagai berikut:

“(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”
66

Adapun hal hal yang perlu dipertimbangkan sebelum untuk


menjatuhkan sanksi pidana terhadap Terdakwa, maka perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan Terdakwa.
Keadaan yang memberatkan:
a. Terdakwa belum mengembalikan kerugian korban PRISCILIA sebesar
Rp. 25.000.000.- (dua puluh lima juta rupiah) sehingga belum ada
perdamaian.
b. Terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk mendapatkan
keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ditengah
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat
kesehatan yang salah satunya berupa masker sangat langka dan sulit
didapatkan.
Keadaan yang meringankan:
1. Terdakwa jujur dan tidak berbelit-belit dalam persidangan.
2. Terdakwa belum pernah dihukum.
3. Terdakwa menyesali perbuatannya.
4. Terdakwa tulang punggung keluarga dan memiliki anak yang masih
kecil.

Setelah memperhatikan fakta-fakta persidangan, maka Majelis


Hakim dalam perkara tersebut berpendapat Jaksa Penuntut Umum dapat
membuktikan unsur-unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1)
Jo. Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hal tersebut
Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal
45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
67

Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 10
(sepuluh) bulan dan pidana denda sebesar Rp.800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak
dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan.
Tetapi dalam tuntutannya Jaksa Penuntut Umum, menuntut
terdakwa selama 2 (dua) tahun penjara. Akhimya, Majelis Hakim hanya
memutuskan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh)
bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Majelis Hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Al
Adim dengan melihat ketentuan pada Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat
(1) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan bahwa "Setiap Orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” adalah sudah termasuk
tepat karena perbuatan terdakwa terbukti melakukan penyebaran berita
bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi
elektronik, Majelis Hakim menjatuhkan putusan berupa hukuman selama 1
(satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan penjara lebih rendah dari tuntutan
Jaksa Penuntut Umum, di mana pada kasus ini antara Jaksa Penuntut
Umum serta Majelis Hakim yang membuat dakwaan dan putusan,
keduanya membuat keputusan yang berasal dari fakta hukum yang
terdapat di dalam persidangan, maka putusan yang telah dibuat
merupakan putusan yang benar sesuai dengan ketentuan hukum yang
ada.
Dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan putusan Majelis Hakim
tersebut, sangatlah jauh berbeda kenyataannya dari sanksi pidana pada
pasal yang telah dilanggar. Majelis Hakim memutuskan hukuman lebih
68

ringan dari yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa,
maka untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan terhadap
penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen
dalam transaksi elektronik masih sangat jauh dari harapan undang-undang.
Pada penerapan sanksi pidana ini masih kurang efektif.
Penulis menganalisis penerapan sanksi pidana dengan
menggunakan Teori Gabungan pada studi kasus putusan nomor:
650/Pid.Sus/2020/PN MKS yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Menurut
Grotius, yang menitikberatkan keadilan mutlak diwujudkan dalam
pembalasan, tetapi berguna bagi masyarakat. Dasar tiap pidana ialah
penderitaan yang beratnya sesuai dengan berat perbuatan yang dilakukan
oleh terpidana. Tetapi sampai batas berat pidana dan berat perbuatan
yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang
berguna bagi masyarakat.87 Maksud dan tujuan teori ini adalah setiap
putusan pengadilan akan berdampak terhadap pelaku terpidana dan
korban maupun masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas menurut penulis, Teori Gabungan itu
belum tepat untuk menjadi sanksi pidana dalam putusan yang dijatuhkan
oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, karena faktanya
dalam teori gabungan itu ada teori absolut dan teori relatif atau tujuan.
Teori absolut yaitu bahwa seorang dapat menerima pemidanaan
dikarenakan seseorang tersebut telah melakukan tindak pidana. Maksud
dari teori ini pelaku terpidana atau terdakwa Al Adim alias Adim bin Irham
sudah melakukan kejahatan yaitu tindak pidana menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang merugikan terhadap konsumen atau
korban Priscilla Bernharded Josephine Korompis dalam transaksi elektronik
dan sebagai pembalasan atas apa yang dilakukan pelaku dijatuhkan
hukuman, sebagaimana dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28 ayat (1)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang

87
Andi Hamzah, Op.cit., h.34.
69

Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan pidana penjara paling lama 6


(enam) tahun.
Berdasarkan Teori Relatif atau Tujuan adalah teori yang mencari
dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan
akibatnya yaitu tujuan untuk prevensi terjadinya kejahatan. Lalu dibedakan
menjadi prevensi umum dan khusus. Prevensi umum menghendaki agar
orang pada umumnya tidak melakukan kejahatan. Sedangkan prevensi
khusus ialah mencegah niat buruk pelaku mengulangi perbuatannya.
Maksud dari teori ini Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana penjara 1
(satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan penjara pada tindak pidana
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen
dalam transaksi elektronik kurang tepat, hakim dalam mencari dasar
hukum pidana harus mempunyai tujuan yaitu menakutkan, memperbaiki
atau membinasakan, untuk pelaku tindak pidana menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi
elektronik. Agar pelaku tindak pidana menghendaki untuk tidak melakukan
kejahatan lagi, juga mencegah dan mengulangi niat buruk pelaku terpidana
supaya tidak melakukan perbuatanya kembali dan menjadi orang yang baik
dan berguna bagi masyarkat dan negara.
Dalam hasil tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa Majelis
Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pada putusan nomor:
650/Pid.Sus/2020/PN MKS dengan menggunakan Teori Gabungan kurang
sesuai dengan pandangan dari teori tersebut. Karena penerapan sanksi
pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada terdakwa dengan
menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) dirasa
kurang adil mengingat perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa untuk
mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi
ditengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat
kesehatan yang salah satunya berupa masker sangat langka dan sulit
didapatkan. Setidaknya penerapan sanksi pidana dari putusan Majelis
Hakim melebihi apa yang dituntut dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum
yaitu setengah dari ancaman pidana maksimal yakni menjadi 3 (tiga) tahun
penjara.
70

Menurut penulis, berdasarkan pasal 193 ayat (1) KUHAP, yang


berbunyi:
“(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana, maka pengadilan menjatuhkan pidana
kepadanya.”

Maka sepatut nya bilamana terdakwa terbukti bersalah secara sah


dan meyakinkan, sanksi pidana itu tetap akan lebih adil jika terdakwa
dijatuhkan pidana maksimum yakni pidana penjara 6 (enam) tahun oleh
putusan Majelis Hakim. Dalam hal ini, penulis setuju dengan pendapat dari
Wirjono Prodjodikoro yaitu bahwa tujuan pemidanaan itu untuk menakuti-
nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara menakut-
nakuti orang banyak maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah
melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi
atau Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan
kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik sehingga bermanfaat bagi
masyarakat dan dimaksudkan sebagai upaya balas dendam tetapi juga
sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus
sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa 88. Mengingat
saat ini penipuan dengan menggunakan sarana komputer masih cukup
tinggi. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kepentingan masyarakat luas
menjadi terganggu dan kepercayaan dunia Internasional dalam melakukan
transaksi secara elektronik di Indonesia dapat terancam.

88
Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., h. 16.
71

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah
uraikan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kedudukan sanksi pidana yang tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Jo.
Pasal 28 ayat (1) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, berupa pidana penjara dan pidana
denda. Ancaman pidana penjara yang diatur dalam Pasal 45A ayat (1) Jo.
Pasal 28 ayat (1) yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Berdasarkan putusan nomor 650/Pid.Sus/2020/PN MKS dengan terdakwa


atas nama Al Adim alias Adim bin Irham terhadap korban atas nama Priscilla
Bernharded Josephine Korompis, dapat diketahui fakta hukum bahwa
korban mengalami kerugian yaitu suatu perbuatan dimana terdakwa Al Adim
alias Adim bin Irham melakukan tindakan pidana yang mengakibatkan
korban Priscilla Bernharded Josephine Korompis mengalami kerugian
sebesar Rp. 25.000.000.- (dua puluh lima juta rupiah) tersebut disebabkan
oleh postingan yang di unggah oleh terdakwa di media sosial miliknya,
dimana terdakwa menjual masker dengan harga murah di akun media
sosial facebook milik terdakwa tetapi sebenarnya terdakwa tidak memiliki
masker untuk dijual melainkan hanya untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ditengah pandemi Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mana alat kesehatan yang salah
satunya berupa masker sangat langka dan sulit didapatkan. Berdasarkan hal
tersebut Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa Al
Adim alias Adim bin Irham yaitu dengan pidana penjara selama 1 (satu)
72

Tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan pidana denda sebesar


Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara
selama 1 (satu) bulan.

B. Saran
1. Sanksi pidana denda yang tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Jo. Pasal 28
ayat (1) UU ITE diharapkan diikuti dengan kebijakan lain yang berhubungan
dengan pelaksanaan pidana denda selain yang sudah tercantum dalam
Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP.
2. Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Makassar yang berwenang dan mengadili kasus ini seharusnya
menjatuhkan pidana maksimal bagi terdakwa agar dapat menimbulkan efek
jera bagi terdakwa maupun calon pelakunya. Mengingat terdakwa
melakukan perbuatannya dengan memanfaatkan situasi dan kondisi
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta krisis ekonomi saat
ini yang menimbulkan kerugian yang cukup besar dan berarti bagi
korbannya. Dan terdakwa pun juga belum mengembalikan kerugian korban
yang diakibatkan oleh perbuatannya sehingga belum ada perdamaian.
Seharusnya Majelis Hakim menjatuhkan pidana maksimal bagi terdakwa
agar dapat menimbulkan efek jera.

Anda mungkin juga menyukai