Dosen Pengampu :
Dr. Hirsanuddin, S.H., M.Hum.
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2020
A. JUDUL : PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENIPUAN ONLINE
(STUDI PUTUSAN NO. 570/PID.SUS/2017/PN SMN).
B. LATAR BELAKANG
Teknologi komunikasi dan informasi terus berkembang pesat dari tahun ke tahun
dan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas
keseharian mereka dengan akses yang cepat dalam memperoleh informasi, yang membuat
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah pola hidup masyarakat dan
penegakan hukum.
merupakan salah satu penanda kemajuan dari teknologi komunikasi. Internet hadir untuk
mempermudah segala bentuk komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat, seperti salah
satunya berinteraksi dalam hal bisnis. Pemanfaatan internet sebagai sarana untuk berbisnis
banyak dilakukan oleh masyarakat saat ini karena mudah untuk digunakan, hemat biaya dan
waktu, serta dapat diakses di mana saja. Banyaknya fasilitas yang tersedia untuk mengakses
internet pula menjadi penyebab maraknya bisnis dilakukan secara online. Kemudahan dalam
mengakses internet saat ini banyak disalahgunakan oleh penggunanya, salah satu contohnya
yaitu maraknya terjadi penipuan via online yang mengatasnamakan bisnis online. Hal
tersebut merupakan bentuk dari kejahatan di dunia maya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
teknologi informasi dan komunikasi bagaikan pedang bermata dua, yaitu selain memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, juga
menjadi sarana potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum. 1
crime). The British Law Commission mengartikan “computer crime” sebagai manipulasi
komputer dengan cara apapun yang dilakukan dengan iktikad buruk untuk memperoleh
uang, barang, atau keuntungan lainnya atau dimaksudkan untuk menimbulkan kerugian
kepada pihak lain.2 Bermacam – macam kejahatan yang dapat timbul dari Cybercrime yaitu
keamanan negara, seperti pembocoran rahasia negara, money laundring, dan terorisme juga
Penipuan via online merupakan suatu bentuk kejahatan yang menggunakan fasilitas
teknologi dalam setiap perbuatannya. Prinsip pada penipuan secara online sama dengan
penipuan biasa atau konvensional, dimana setiap kasus penipuan pasti terdapat korban yang
dirugikan dan pihak lainnya diuntungkan secara tidak sah. Perbedaan antara penipuan online
Kasus kejahatan penipuan online pada tahun 2019 menduduki peringkat tertinggi.
Menurut Polda Metro Jaya, tahun 2019 kasus penipuan online paling banyak diadukan
dengan 2.300 laporan. Modus rekayasa sosial (social engineering) digunakan untuk
1
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi Transaksi Elektronik: Studi Kasus Prita Mulyasari, Rineka Cipta, Jakarta,
2009, hlm 40
2
Budi Sahariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya,
Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 10
3
Noor Rahmad. “Kajian Hukum terhadap Tindak Pidana Penipuan Secara Online.” Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah. Vol. 3, No. 2, 2019, hlm 105.
berbagai bentuk penipuan online, seperti melakukan pengurasan saldo rekening, kartu
Salah satu kasus yang menarik perhatian peneliti yaitu kasus penipuan secara online
yang dilakukan oleh Kiki Emilia Handayani di Seleman tertanggal 10 November 2017 pada
putusan nomor 570/Pid.Sus/2017/PN Smn. Dalam kasus ini, pelaku melakukan penipuan
online dengan cara menjual tiket pesawat yang terbilang cukup murah sebagai alasan
promo melalui aplikasi whatsapp. Thorik Aziz adalah korban dari penipuan ini yang tergiur
untuk membeli tiket tersebut yang dipromosikan melalui aplikasi whatsapp dengan harga
yang cukup fantastis, karena korban Thorik Aziz ini berniat untuk melakukan bisnis dengan
Korban menghubungi pelaku pada tanggal 17 April 2017 bertempat di Perum Polri
untuk membeli tiket. Atas kasus tersebut, korban melakukan transaksi dan mentransfer uang
dari rekening milik korban ke rekening pelaku dengan nomor rekening pelaku 0497466688
atas nama Kiki Emilia Handayani, yang seluruhnya sebesar Rp 92.620.000,- (sembilan
puluh dua juta enam ratus dua pulu ribu rupiah). Namun setelah korban melakukan transaksi
tersebut, ternyata pelaku Kiki Emilia Handayani hanya membeli tiket di agen tiket antara
lain di Jasa Wisata Tour dengan harga normal, kemudian setelah tiket tercetak maka pelaku
mengirimkan kode booking tiket tersebut kepada korban Thorik Aziz melalui chat aplikasi
whatsapp dengan jumlah keseluruhan tiket pesawat yang sudah tercetak dan berangkat
adalah sebesar Rp 11.450.000,- (Sebelas juta empat ratus lima puluh ribu rupiah).
Sedangkan sisanya sebesar Rp 81.170.000,- (delapan puluh satu juta seratus tujuh puluh ribu
4
Adhi Wicaksono,”Penipuan Online Kejahatan Paling Banyak di 2019”, diakses dari http://m.cnnindonesia.com,
pada 25 Februari 2020 pukul 18.00.
rupiah) pelaku tidak pernah mengirimkan kode booking atau tiket kepada korban Thorik
Aziz.
Akibat perbuatan pelaku Kiki Emilia Handayani tersebut, korban Thorik Aziz
mengalami kerugian sebesar Rp 81.170.000,- (delapan puluh satu juta seratus tujuh puluh
ribu rupiah). Berdasarkan perbuatan pelaku tersebut, korban Thorik Aziz melaporkan ke
pihak yang berwajib dan perbuatan pelaku diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 A ayat
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang penipuan dalam KUHP pasal 378
yang berbunyi “Barang siapa yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” 6
Dalam putusan kasus Kiki Emilia Handayani, hakim memutus perkara tersebut
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang seharusnya kasus ini
menggunakan KUHP pasal 378 tentang penipuan karena dalam permasalahan di atas
5
Republik Indonesia,”Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008” (Yogyakarta:
Penerbit Jogja Bangkit, 2009) hlm 31.
6
Republik Indonesia,”Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Permata Press, 2007) hlm 125-126.
memang pelaku menggunakan media elektronik dalam menjalankan aksi penipuannya, akan
tetapi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan pelaku tersebut sudah memenuhi unsur-
unsur penipuan yang diatur dalam pasal 378 KUHP, karena dalam pasal 28 ayat (1)
online tersebut. Bahkan dalam Undang-Undang ITE pun tidak terdapat pasal yang mengatur
Salah satu kasus yang menarik perhatian peneliti yaitu kasus penipuan secara online
yang dilakukan oleh Kiki Emilia Handayani di Sleman tertanggal 10 November 2017 pada
putusan nomor 570/Pid.Sus/2017/PN Smn. Dalam kasus ini, pelaku melakukan penipuan
online dengan cara menjual tiket pesawat yang terbilang cukup murah sebagai alasan
promo melalui aplikasi whatsapp. Thorik Aziz adalah korban dari penipuan ini yang tergiur
untuk membeli tiket tersebut yang dipromosikan melalui aplikasi whatsapp dengan harga
yang cukup fantastis, karena korban Thorik Aziz ini berniat untuk melakukan bisnis dengan
Korban menghubungi pelaku pada tanggal 17 April 2017 bertempat di Perum Polri
untuk membeli tiket. Atas kasus tersebut, korban melakukan transaksi dan mentransfer uang
dari rekening milik korban ke rekening pelaku dengan nomor rekening pelaku 0497466688
atas nama Kiki Emilia Handayani, yang seluruhnya sebesar Rp 92.620.000,- (sembilan
puluh dua juta enam ratus dua pulu ribu rupiah). Namun setelah korban melakukan transaksi
tersebut, ternyata pelaku Kiki Emilia Handayani hanya membeli tiket di agen tiket antara
lain di Jasa Wisata Tour dengan harga normal, kemudian setelah tiket tercetak maka pelaku
mengirimkan kode booking tiket tersebut kepada korban Thorik Aziz melalui chat aplikasi
whatsapp dengan jumlah keseluruhan tiket pesawat yang sudah tercetak dan berangkat
adalah sebesar Rp 11.450.000,- (Sebelas juta empat ratus lima puluh ribu rupiah).
Sedangkan sisanya sebesar Rp 81.170.000,- (delapan puluh satu juta seratus tujuh puluh ribu
rupiah) pelaku tidak pernah mengirimkan kode booking atau tiket kepada korban Thorik
Aziz.
Akibat perbuatan pelaku Kiki Emilia Handayani tersebut, korban Thorik Aziz
mengalami kerugian sebesar Rp 81.170.000,- (delapan puluh satu juta seratus tujuh puluh
ribu rupiah). Berdasarkan perbuatan pelaku tersebut, korban Thorik Aziz melaporkan ke
pihak yang berwajib dan perbuatan pelaku diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 A ayat
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang penipuan dalam KUHP pasal 378
yang berbunyi “Barang siapa yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” 8
7
Republik Indonesia,”Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008” (Yogyakarta:
Penerbit Jogja Bangkit, 2009) hlm 31.
8
Republik Indonesia,”Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Permata Press, 2007) hlm 125-126.
Dalam putusan kasus Kiki Emilia Handayani, hakim memutus perkara tersebut
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang seharusnya kasus ini
menggunakan KUHP pasal 378 tentang penipuan karena dalam permasalahan di atas
memang pelaku menggunakan media elektronik dalam menjalankan aksi penipuannya, akan
tetapi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan pelaku tersebut sudah memenuhi unsur-
unsur penipuan yang diatur dalam pasal 378 KUHP, karena dalam pasal 28 ayat (1)
online tersebut. Bahkan dalam Undang-Undang ITE pun tidak terdapat pasal yang mengatur
Salah satu kasus yang menarik perhatian peneliti yaitu kasus penipuan secara online
yang dilakukan oleh Kiki Emilia Handayani di Sleman tertanggal 10 November 2017 pada
putusan nomor 570/Pid.Sus/2017/PN Smn. Dalam kasus ini, pelaku melakukan penipuan
online dengan cara menjual tiket pesawat yang terbilang cukup murah sebagai alasan
promo melalui aplikasi whatsapp. Thorik Aziz adalah korban dari penipuan ini yang tergiur
untuk membeli tiket tersebut yang dipromosikan melalui aplikasi whatsapp dengan harga
yang cukup fantastis, karena korban Thorik Aziz ini berniat untuk melakukan bisnis dengan
Korban menghubungi pelaku pada tanggal 17 April 2017 bertempat di Perum Polri
untuk membeli tiket. Atas kasus tersebut, korban melakukan transaksi dan mentransfer uang
dari rekening milik korban ke rekening pelaku dengan nomor rekening pelaku 0497466688
atas nama Kiki Emilia Handayani, yang seluruhnya sebesar Rp 92.620.000,- (sembilan
puluh dua juta enam ratus dua pulu ribu rupiah). Namun setelah korban melakukan transaksi
tersebut, ternyata pelaku Kiki Emilia Handayani hanya membeli tiket di agen tiket antara
lain di Jasa Wisata Tour dengan harga normal, kemudian setelah tiket tercetak maka pelaku
mengirimkan kode booking tiket tersebut kepada korban Thorik Aziz melalui chat aplikasi
whatsapp dengan jumlah keseluruhan tiket pesawat yang sudah tercetak dan berangkat
adalah sebesar Rp 11.450.000,- (Sebelas juta empat ratus lima puluh ribu rupiah).
Sedangkan sisanya sebesar Rp 81.170.000,- (delapan puluh satu juta seratus tujuh puluh ribu
rupiah) pelaku tidak pernah mengirimkan kode booking atau tiket kepada korban Thorik
Aziz.
Akibat perbuatan pelaku Kiki Emilia Handayani tersebut, korban Thorik Aziz
mengalami kerugian sebesar Rp 81.170.000,- (delapan puluh satu juta seratus tujuh puluh
ribu rupiah). Berdasarkan perbuatan pelaku tersebut, korban Thorik Aziz melaporkan ke
pihak yang berwajib dan perbuatan pelaku diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 A ayat
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang penipuan dalam KUHP pasal 378
yang berbunyi “Barang siapa yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
9
Republik Indonesia,”Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008” (Yogyakarta:
Penerbit Jogja Bangkit, 2009) hlm 31.
muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” 10
Dalam putusan kasus Kiki Emilia Handayani, hakim memutus perkara tersebut
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang seharusnya kasus ini
menggunakan KUHP pasal 378 tentang penipuan karena dalam permasalahan di atas
memang pelaku menggunakan media elektronik dalam menjalankan aksi penipuannya, akan
tetapi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan pelaku tersebut sudah memenuhi unsur-
unsur penipuan yang diatur dalam pasal 378 KUHP, karena dalam pasal 28 ayat (1)
online tersebut. Bahkan dalam Undang-Undang ITE pun tidak terdapat pasal yang mengatur
dengan judul “Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Penipuan Online (Studi Putusan
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan diatas, maka permasalahan
1. Bagaimana penerapan pidana terhadap pelaku penipuan online (studi putusan No.
570/Pid.Sus/2017/PN Smn)?
10
Republik Indonesia,”Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Permata Press, 2007) hlm 125-126.
2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku penipuan
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Akademis
b) Manfaat Teoritis
ilmu hukum pidana yang berkaitan dengan penipuan online dan pertanggungjawaban
c) Manfaat Praktis
solusi yang tepat bagi pengambilan kebijakan terutama terhadap masyarakat atau
konsumen apabila timbul permasalahan dalam bidang hukum pidana khususnya tindak
objek permasalahan yang diteliti. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu tentang
bagaimana penerapan pidana terhadap pelaku penipuan online (studi putusan no.
F. ORISINALITAS PENELITIAN
G. TINJAUAN PUSTAKA
pidana oleh hukum, yang bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang
Vos berpendapat bahwa suatu tindak pidana adalah kelakuan manusia yang oleh
umumnya dilarang dan diancam dengan pidana.Menurut Utrecht, tindak pidana adalah
adanya kelakuan yang melawan hukum, ada seorang pembuat (dader) yang
dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis. Seperti halnya
dalam memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, bukanlah hal yang
mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana.
merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari
11
Agus Rusianto, Tindak Pidana & Pertanggungjawaban Pidana Tinjauan Kritis Melalui Konsistensi Antara Asas,
Teori, dan Penerapannya, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 3.
12
Ibid, hlm 3.
13
Hanafi Arief. Pengantar Hukum Indonesiadalam tataran historis, tata hukum dan politik hukum nasional. PT. LkiS
Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2016, hlm 124.
pidana (strafbaarfeit). Menurut Sudarto, pengertian unsur tindak pidana hendaknya
rumusan undang-undang. Pengertian yang pertama (unsur) lebih luas daripada pengertian
kedua (unsur-unsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana
b. Kualitas si pelaku
c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu
dari dua sudut pandang, yakni dari sudut teoritis, dan sudut undang-undang. Teoritis
artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, sementara itu sudut undang-undang
adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana
tertentu.15
a. Perbuatan,
14
Ibid, hlm 125-126.
15
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,2007, hlm. 79
16
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2008
c. Diadakannya tindakan penghukuman. 17
Dalam tindakan pidana atau delik dijelaskan beberapa jenis-jenis tindakan pidana
Delik formil adalah delik atau perbuatan tindak pidana yang dilarang
tersebut seperti pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Pasal 209-210 KUHP
penggelapan atau penggelapan aktif yang dilakukan pelaku, pasal 362 KUHP tentang
pencurian, dan pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat-surat berharga dan terkait
Delik materil adalah delik atau tindak pidana yang baru dianggap setelah
terjadinya suatu tindak melawan hukum atau tindak pidana atau delik. Ketika
perbuatan tindak pidana dilakukan barulah proses penjatuhan hukuman berlaku bagi
pelaku tersebut. Seperti yang meliputi pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan
Delik komisi adalah delik ini berlaku bila pelaku tindak pidana melakukan
tersebut tidak boleh dilakukan seperti tulisan yang tertempel di tempat-tempat tertentu
17
Ibid, hlm. 80
18
Extrix Mangkepriyanto. Hukum Pidana dan Kriminologi. Guepedia, Bogor, 2019, hlm 72-73
untuk menunjukkan maksud dan tujuan, seperti larangan merokok di tempat tertentu
diatur dalam Perda tertentu, larangan korupsi diatur dalam undang-undang tipikor di
dinas-dinas terkait, larangan pembunuhan serta pencurian diatur dalam kitab undang-
Delik omisi adalah delik ini berlaku bagi pelaku yang melakukan pelanggaran
terhadap keharusan dalam suatu proses hukum dan proses peradilan yang berlaku, di
mana delik ini dapat dijatuhkan kepada pelaku yang melanggar ketentuan terhadap
keharusan. Bila dilakukan maka akan terkena sanksi hukuman yang telah diatur
kejahatan-kejahatan tertentu dengan maksud melaporkan yang tidak sesuai fakta dan
Delik yang berdiri sendiri adalah pelaku tidak boleh melakukan suatu
perbuatan tertentu yang tidak boleh dilakukan menurut aturan yang berlaku dan
diberlakukan. Yang mana hukuman yang berlaku bagi setiap satu kasus maka akan
dijerat. Semisal penjaga di dalam suatu perkebunan, perusahaan, mereka yang dijaga
ditugaskan untuk menjaga bila terjadi pencurian baik dilakukan sendiri maupun orang
lain, maka pelaku tersebut akan dikenai sanksi hukum dalam pasal 362 KUHP
tentang pencurian dan juga termasuk dalam delik yang berdiri sendiri pada pasal 338
Delik berlanjut adalah deliknya masih berkaitan dengan delik berdiri sendiri
tapi dengan yang masih saling berhubungan erat. Dengan delik yang berdiri sendiri
19
Ibid, hlm 73
tersebut sama dengan pidana penyertaan dalam keterkaitan dan memiliki unsur
diselesaikan dalam waktu tertentu dan singkat. Yang mana semisal dalam pasal 338
Delik tunggal adalah perbuatan pelaku yang hanya satu perbuatan yang
melanggar ketentuang undang-undang yang berlaku. Seperti pasal 480 KUHP tentang
penadahan, yang mana hanya kasus tindak pidana dilakukan cuman penandahan
dalam satu tindak pidana termasuk dalam pasal 296 KUHP tentang memudahkan
f. Delik Sederhana, Delik Pemberatan atau Delik Berkualifikasi, dan Delik Berprevillse
Delik sederhana adalah perbuatan yang dilakukan terlihat pada unsur dasar dan
pokok undang-undang yang berlaku. Tindak pidana yang sudah jelas itu merupakan
perbuatan melawan hukum semisal pada pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan
20
Ibid, hlm 74-75
21
Ibid, hlm 76-77
Delik pemberatan dan delik berkualifikasi adalah sama dengan delik sederhana
tapi lebih memberatkan sesuai dengan pelanggaran dan kejahatan yang diperbuat dan
tidak semua orang dapat melakukan tindak pidana atau perbuatan melawan hukum ini
melihat dan atau terlihat dari kemampuan, keahlian serta kekuasaan yang dimiliki
Delik berprevillse adalah delik yang masih sama dengan sederhana tapi lebih
ringan hukuman yang dijatuhkan dan sudah terlihat atas perbuatan melanggar hukum
tersebut tertuang seperti pada pasal 339 tentang pembunuhan atas permintaan korban
sendiri. Dalam keadaan tertentu pelaku diminta korban untuk membunuh korban
sendiri bila terbukti memiliki kepastian fakta serta pembuktian yang jelas dan
memiliki saksi yang benar atau saksi meringankan, melihat kriminologi kejadian
tersebut korban meminta dibunuh maka pelaku dapat dikenai keringanan atas
Delik sengaja adalah delik yang merupakan datangnya niat dan keinginan yang
sudah direncanakan atau tidak direncanakan baik itu atas kemauan sendiri maupun
atas dorongan pihak lain terjadinya suatu perilaku tindak pidana yang dilakukan.
Dalam hal ini termasuk juga pada pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan pasal
Delik kealpaan adalah delik yang dilakukan oleh pelaku karena dasar tidak
disengaja dan bahkan tidak diinginkan suatu tindak pidana terjadi tertuang dalam
pasal 359 KUHP tentang karena dasar kesalahan serta pasal 336 KUHP tentang
Delik politik adalah delik yang mana lebih kepada terhadap keamanan negara
dan kepada negara yang diatur dalam pasal 104 sampai 181 KUHP tentang keamanan
Delik umum adalah delik ini berlaku tidak atas perlakuan pelanggaran terhadap
keamanan negara dan kepala negara tetapi merupakan tindak delik umum terhadap
Delik khusus adalah delik yang dilakukan oleh orang-orang tertentu saja sama
Delik umum adalah delik di mana tindak pidana dapat dilakukan setiap orang.
Delik ini sama dengan pada umumnya setiap orang dapat dijatuhi hukuman atas dasar
kesalahan perilakunya.
Delik aduan adalah delik di mana setiap orang yang terkena tindak pidana atau
terkena dampak pidana dapat melakukan pengaduan tindak pidana yang terjadi, tanpa
Delik biasa adalah delik di mana bila korban tidak mengadu kepada aparatur
hukum maka tidak dapat dituntut akan tetapi dapat dituntut bila pihak terdekat dari
22
Ibid, hlm 78-79
keluarga atau yang dekat dengan korban tindak pidana dapat melaporkan barulah
4. Tujuan Pemidanaan
Tujuan pemidanaan adalah suatu hasil dari proses hukum yang berlaku dan hasil
dari penyelesaiaan hukum tersebut, sedangkan secara umum tujuan dari pemidanaan
adalah agar terbentuknya jiwa-jiwa yang baik bagi pelaku tindak pidana dan membuat
jera para pelaku tindak pidana itu sendiri. Sehingga nanti pada saat pelaku tindak pidana
selesai menjalani hukuman atau dengan kata lain hasil dari putusan hukum mereka para
pelaku tindak pidana kembali ke lingkungan masyarakat dengan etika yang lebih baik
Tujuan pidana atau dapat disingkat dengan tiga R dan satu D. Tiga R dan satu D
baik dan berguna bagi masyarakat. Masyarakat akan memperoleh keuntungan dan
tidak ada seorang pun merugi jika penjahat menjadi baik. Reformasi perlu
digabungkan dengan tujuan yang lain seperti pencegahan. Kritikan terhadap reformasi
menjalani tindak pidana penjara. Yang perlu ditingkatkan dalam sistem reformasi ini
tersingkirnya pelanggar hukum dari masyarakat berarti masyarakat itu akan menjadi
lebih aman. Terdapat pula kaitannya dengan sistem reformasi, apabila dipertanyakan
23
Ibid, hlm 80-81
24
Ibid, hlm 81-82
berapa lama terpidana harus diperbaiki di dalam penjara yang bersamaan dengan itu
fisik dari perampok bersenjata dan penodong daripada orang yang melakukan
penggelapan.
dan saat ini disebut sebagai sistem yang bersifat kurang penilaiannya dari masyarakat
karena tidak sesuai dengan kemauan dan keinginan masyarakat yang beradab. Orang
yang menciptakan sistem ini lebih lunak kepada penjahat seperti reformasi itu
d. Deterrence: berarti membuat efek jera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai
individual maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut
5. Pertanggungjawaban Pidana
terdiri dari sikap batin pembuat dan sifat melawan hukum perbuatannya. Terpenuhinya
unsur-unsur itu mengakibatkan pembuat telah melakukan tindak pidana dan mempunyai
pertanggungjawaban pidana. Pembuat tidak dipidana tergantung pada ada atau tidak
alasan pembenar. Peniadaan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 44, 48, 49,
50 dan 51 KUHP.26
25
Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 2010, 28-29
26
Ibid, hlm 4.
Menurut Widodo, dalam KUHP tidak diatur mengenai kualifikasi seseorang yang
KUHP.27 Sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 44 ayat (1) KUHP yakni “Barang
siapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.” 28
a. Kesengajaan
kesengajaan atau opzettelijik bukan unsur culpa. Hal ini berkaitan bahwa orang
yang lebih pantas mendapatkan hukuman adalah orang yang melakukan hal
unsur kesalahan yang disengaja ini tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku
perbuatan yang bersifat jahat. Sudah cukup dengan membuktikan bahwa pelaku
perbuatannya, hal ini sejalan dengan adagium fiksi, yang menyatakan bahwa
27
Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm 12.
28
Republik Indonesia,”Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Permata Press, 2007) hlm 27
aturan hukum dengan alasan tidak mengetahui hukum atau tidak mengetahui
menghendaki dan mengetahui atas perbuatan dan akibat dari perbuatan yang
pelaku lakukan. Hal mengetahui dan menghendaki ini harus dilihat dari sudut
maksud ini ada pada suatu tindak pidana di mana tidak ada yang menyangkal
maka pelaku pantas dikenai hukuman pidana yang lebih berat apabila dapat
perbuatan itu sebagai keharusan untuk mencapai tujuan yang lain. Artinya
29
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 121
kesengajaan dalam bentuk ini, pelaku menyadari perbuatan yang ia kehendaki
namun pelaku tidak menghendaki akibat dari perbuatan yang telah ia perbuat.
mengetahui bahwa akibat itu kemungkinan juga dapat terjadi, namun pelaku
30
tetap melakukan perbuatannya dengan mengambil resiko tersebut.
b. Kealpaan (Culpa)
yang dimaksud dengan kealpaan, sehingga untuk mengerti apa yang dimakusd
kelalaian salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelaku tidak memenuhi
standar yang telah ditentukan, kelalaian itu terjadi karena perilaku dari orang itu
Kelalaian terbagi menjadi dua yaitu kelalaian yang ia sendiri (alpa) dan
kelalaian yang tidak ia sadari (lalai). Kelalaian yang ia sadari atau alpa adalah
kelalaian yang ia sadari, di mana pelaku menyadari dengan adanya resiko namun
tetap melakukan dengan mengandung resiko dan berharap akibat buruk atau
resiko buruk tidak akan terjadi. Kelalaian yang disadari adalah seseorang apabila
tidak melakukan suatu perbuatan maka akan timbul suatu akibat yang dilarang
30
Ibid, hlm 122
oleh hukum pidana sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan yang ia tidak
sadari adalah pelaku tidak memikirkan akibat dari pebuatan yang ia lakukan dan
melakukannya.
KUHP adalah kebalikan dari bertanggungjawab, yaitu diatur pada pasal 44 KUHP
yang berbunyi:
31
Ibid
32
Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm 260.
a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan
yang dapat dipertanggungjawabkan, akan tetapi dalam KUHP diatur mengenai orang-
yakni “Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit,
tidak dipidana.”34
olehyang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu
2) Penipuan itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain
tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan
tindakan tipu daya, si penipu harus memperdayakan sikorban dengan satu akal
33
Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm 12.
34
Republik Indonesia,”Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Permata Press, 2007) hlm 27
a. Pengertian Kejahatan
adalah perbuatan yang oleh undang-undang ditandai sebagai suatu perbuatan yang
b. Pengertian Cybercrime
Istilah hukum cyber yang diartikan sebagai padanan kata dari cyberlaw, yang
secara internasional digunakan untuk sebagai istilah hukum yang berkaitan erat
pidana yang berkenaan dengan sistem informasi itu sendiri, serta sistem informasi
yang merupakan sarana untuk penyampaian atau pertukaran informasi kepada pihak
lainnya.37
35
M. Natsir, Kriminologi dan Teori-teori Hukum, Pustaka Bangsa (Anggota IKAPI), Mataram, 2016, hlm 4.
36
Jonaedi Efendi, dkk. Kamus Istilah Hukum Populer, edisi pertama, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm. 102
37
Budi Sahariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi(Cyber Crime) Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya,
Rajawali Pers, Jakarta, 2012 hlm. 11
dunia maya merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi
c. Karakteristik Cybercrime
1) Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi
dengan internet.
jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih
sebagai berikut:
38
Josua Sitompul. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Jakarta,
Rajawali Pers. 2012. hlm.25
39
Niniek Suparni. Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya, Jakarta. Sinar Grafika,
2009. hlm.31
40
Ibid, hlm. 13
1) Cybercrime yang berkaitan dengan perbuatan mengakses komputer dan/atau
ayat (1);
ayat (3);
h) Dengan cara apapun mengakses secara tidak sah terhadap sistem elektronik
i) Intersepsi tidak sah terhadap informasi atau dokumen elektronik dan sistem
“Barang siapa yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”42
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
41
Widodo. Memerangi Cybercrime karakteristik, motivasi, dan strategi penanganannya dalam perspektif
kriminologi. Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm 9
42
Republik Indonesia,”Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Permata Press, 2007) hlm 125-126.
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
suatu kekuasaan kehakiman yang bebas, serta penjelasan pada pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang No. 48 tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang
harus terbebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan yudisial. Kebebasan dalam
melakukan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk
rasa keadilan bagi rakyat. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang No. 48 tahun 2009
menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
Pertimbangan hakim dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:
1) Pertimbangan Yuridis
43
Republik Indonesia,”Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008” (Yogyakarta:
Penerbit Jogja Bangkit, 2009) hlm 31.
44
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm 94
Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-
fakta yuridis yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah
ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal yang dimaksudkan
tersebut di antaranya yaitu dakwaan jasa penutut umum, keterangan terdakwa dan
saksi, barang-barang bukti, pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana, dan lain
sebagainya.45
terdakwa juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut
waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Perumusan dakwaan didasarkan
ataupun subsudair.
b) Keterangan terdakwa
sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di
sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia
alami sendiri. Dalam praktik keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk
c) Keterangan saksi
45
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, PT Grafindo Persada, Yogyakarta, 2006, hlm 124
46
Ibid, hlm 126-127
Keterangan saksi adalah salah satu komponen yang harus diperhatikan
sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan alami sendiri serta harus disampaikan di
d) Barang-barang bukti
penyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan yang
meliputi:
diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana
pidana
pidana
yang dilakukan47
Salah satu hal yang sering terungkap di dalam proses persidangan adalah
pasal-pasal peraturan hukum pidana. Pasal-pasal ini bermula terlihat dan terungkap
timbulnya keinginan serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan
tindak pidana kriminal. Keadaan ekonomi yang menjadi salah satu faktor kejahatan
itu dilakukan atas dasar latar belakang kemiskinan, kekurangan, atau kesengsaraan
melakukan perbuatannya.
ataupun kerugian pada pihak lain. Pada perbuatan pidana pembunuhan misalnya
akibat yang terjadi adalah matinya orang lain. Selain itu, berakibat buruk pada
keluarga korban apabila yang menjadi korban itu tulang punggung dalam kehidupan
keluarganya.
Kondisi diri terdakwa adalah keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum
melakukan kejahatan, termasuk pula status sosial yang melekat pada dirinya.
Keadaan fisik yang dimaksudkan adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara
lain dan pikiran dalam keadaan kacau atau tidak normal. Adapun yang dmaksudkan
dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki dalam masyarakat yakni apakah
Di dalam KUHP maupun dalam KUHAP tidak ada satu aturan pun yang
berbeda dengan konsep KUHP baru di mana terdapat ketentuan mengenai pedoman
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang mengkaji tentang data kepustakaan mengenai bahan hukum primer,
sekunder, tersier, seperti rancangan Undang-Undang, hasil penelitian, atau pendapat pakar
hukum.
49
Ibid, hlm 141
2. Metode Penelitian
1. Pendekatan Perundang-undangan
asas hukum, norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan baik yang berasal
2. Pendekatan Konseptual
doktrin/pendapat para ahli yang terkait langsung dengan pokok permasalahan yang akan
dibahas.
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bahan
hukum, yaitu:
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
yang berkaitan dengan objek permasalahan yang diteliti dan pendapat pakar hukum.
3. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang melengkapi bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen yaitu
salah satu metode pengumpulan data yang berkaitan dengan ilmu hukum seperti Undang-
undang, buku, jurnal, laporan penelitian, artikel ilmiah, makalah, bahan hukum seminar,
rupa dan selanjutnya untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian. Bahan
hukum analisis dengan penjelasan secara sistematis terhadap aturan-aturan yang terkait
dengan tindak pidana penipuan online dan pandangan doktrin yang terkait dengan