Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia menjadi makhluk sosial selalu menginginkan korelasi pada

manusia lainnya dalam bermasyarakat. Menurut Saeful Bahri, “Korelasi

antara anggota masyarakat ini selanjutnya meluas tidak hanya terbatas antara

anggota masyarakat dalam satu negara saja tetapi meluas melawati batas

negaranya. Kebutuhan akan adanya korelasi antara angota masyarakat yang

satu dengan anggota masyarakat yang lainnya semakin bertambah dengan

adanya kemajuan bidang teknologi, pengangkutan, komunikasi, informasi

dan sebagainya”.1 Teknologi dan internet merupakan dua hal yang tidak

mampu dilepaskan melainkan saling mempengaruhi satu sama lain. Internet

telah membentuk suatu tempat komunikasi baru bagi masyarakat yang

ditawarkan secara virtual yang dimana hampir tidak terdapat batasannya.

Dapat dilihat dengan meningkatnya usaha secara global pada masyarakat

serta komunikasi bisa dilakukan di berbagai belahafn dunia. E-Commerce

adalah aktivitas usaha yang dilakukan secara elektronik melalui suatu

jaringan internet atau kegiatan jual beli barang atau jasa melalui jalur

komunikasi elektronik.2

1
Idik Saeful Bahri, Cyber Crime Dalam Sorotan Hukum Pidana, (Jakarta, Bahasa
Rakyat, 2020), Hlm.9.
2
Fabiana Fadul Meijon, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penipuan Jual Beli
Online Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Polrestabes Surabaya, Syntax Transformation, Volume
2, Nomor 5, (2019), Hlm. 639.

1
2

Era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah

memperkenalkan pada manusia akan kemudahan interaksi antara satu sama

lain yang hampir tanpa batasan wilayah bahkan negara. Abad 21 yang dimulai

dengan revolusi teknologi informasi ini datang dengan memberikan harapan

pada orang-orang untuk kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan lebih

makmur lagi. Globalisasi yang diikuti revolusi informasi dan teknologi

seharusnya bisa memudahkan perkembangan persepsi umat manusia dan

ikatan persaudaraan dalam suatu hubungan liabilitas universal untuk

membangun suatu kelompok masyarakat dunia yang disebut "masyarakat

dunia yang beradab" dan "Masyarakat yang layak". Realitanya,

perkembangan tersebut berdampak pada kompleksnya sejumlah

problematika. Permasalahan yang muncul jadi lebih bermacam-macam

meliputi permasalahan sosial, politik, hukum, ekonomi serta ekologi.

Masyarakat telah mengambil manfaat dari adanya teknologi di kehidupan

sehari-hari, contohnya ialah pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi layaknya internet, ponsel dan media elektronik lainnya.

Disamping memiliki dampak positif yang luas, teknologi informasi dan

komunikasi juga dibarengi sisi negatif. Beragam kejahatan dapat ditemukan

dengan memanfaatkan teknologi informasi misalnya seperti informasi

mengenai prostitusi, perjudian daring, peretasan mesin ATM, peretasan data

perusahaan melalui internet serta penipuan lewat media elektronik. Maka dari
3

itu, hukum diharapkan mampu mengatur hal-hal tadi.3 Perdagangan

elektronik atau E-commerce ialah hasil teknologi informasi yang sekarang

telah berkembang pesat mengenai perdagangan barang, jasa dan informasi

lewat jaringan elektronik layaknya televisi, internet dan sebagainya. Dalam

bukunya “Net Ready-Strategis For Success in the E-Economy”, karya Amir

Hatman menyebutkan definisi e-commerce bahwasanya “sebagai suatu jenis

berasal dari mekanisme usaha secara elektronis yang memfokuskan diri di

transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai

medium pertukaran barang atau jasa baik antara 2 (dua) buah institusi mapun

antar institusi dan konsumen langsung”.4

Sejarah pertumbuhan e-commerce pada dunia dimulai dengan

timbulnya internet yang terus tumbuh hingga timbulnya e-commerce,

cepatnya perkembangan teknologi informasi sudah membangun infrastruktur

informasi baru. Internet mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan bagi

konsumen dan organisasi, seperti kenyamanan, kecepatan data, akses 24 jam,

efisiensi, ruang tanpa batas serta opsi, personalisasi informasi, dan sumber

daya teknologi potensial. Awalnya teknologi perdagangan elektronik dimulai

di awal 1970-an dengan munculnya inovasi dana elektronik5

Dampak globalisasi bisa menghapus sejumlah halangan dan rintangan

yang mendekatkan satu dengan yang lainnya. Globalisasi akan

3
Ika Pomounda, Perlindungan Hukum Bagi Korban Penipuan Melalui Media Elektronik
(Suatu Pendekatan Viktimologi, Imu Hukum Legal Opinion, Volume 3, (2015), Hlm. 2.
4
Amir Hatman, Net Ready-Strategis For Success In The E-Economy, (New York,
Mcgraw-Hill, 2000), Hlm.10.
5
Harmayani, Dkk., E-Commerce: Suatu Pengantar Bisnis Digital, ( Medan, Yayasan
Kita Menulis, 2020), Hlm.3.
4

memperkenalkan persepsi baru mengenai aturan "Dunia tanpa tapal batas"

yang mendapatkan dukungan oleh perkembangan teknologi modern.

Kemajuan teknologi menawarkan beragam akibat, baik yang positif ataupun

negatif.

Dampak positifnya ialah mempersingkat dan meringankan akses

informasi yang dibutuhkan, rapat perusahaan atau individual untuk keperluan

bisnis, operasional komunikasi tidak mengenal batas waktu, tempat atau

batasan-batasan lainnya. Disamping itu, terdapat dampak negatif dari

kemajuan teknologi yakni "cybercrime" atau dialihbahasakan menjadi

"Kejahatan Siber".6 Terlalu banyak kasus kejahatan siber yang terjadi di

Indonesia, pertama pada aspek transaksi secara daring atau online yang

disebut dengan "e-commerce" dan bisa menyebabkan sejumlah dampak.7

Eksisnya perkara tersebut, dapat dengan mudah ditinjau dari tugas hukum

pidana, yakni pelaksanaan kontrol terhadap kehidupan masyarakat dengan

menciptakan ketertiban umum pada kondisi yang belum kondusif.8

Sebagian besar kejahatan sejatinya tidak diciptakan dengan sengaja

terhadap korban secara langsung, namun kondisi dan situasi korban yang

memberikan peningkatan untuk keinginan pelaku agar melaksanakan

kejahatan. Dampaknya ialah bisa dinilai bahwasannya korban ialah bagian

6
Pomounda, Perlindungan Hukum Bagi Korban Penipuan Melalui Media Elektronik
(Suatu Pendekatan Viktimologi… , Op.Cit., Hlm. 2.
7
Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) Urgensi
Pengaturan Dan Celah Hukumnya, (Jakarta, Rajawali Pers, 2012), Hlm.20.
8
Aulia Putri Fadhila, Tinjauan Kriminologi Dalam Tindakan Penipuan E-Commerce
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Pada Masa Pandemi Covid-19, Jurnal Siara Hukum,
Volume 3 (2021), Hlm. 274.
5

primer yang berperan penting dalam penyelesaian suatu tindak pidana dan

penetapan hukuman yang adil terhadap pelaku.9

Pemerintahan di Indonesia melalui Kemkominfo berjalan dengan

semua stakeholder dan akademi berupaya untuk mewujudkan suatu sistem

hukum yang dapat merangkul rangkaian sistem informasi dan

telekomunikasi. Ujungnya, lewat pembahasan yang sangat "alot", sebuah

peraturan perundang-undangan yang dengan khusus mempermasalahkan dan

membahas mengenai problematika informasi dan transaksi elektronik

dikodifikasikan sebagai peraturan perundang-undangan pada 21 april 2008

yang selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 tentang (UU ITE) yang mengalami

perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.10

Pasal 1 ayat (1) UU ITE menjelaskan “Informasi elektronik adalah

salah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tapi tidak terbatas pada

tulisan suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data intercharge

(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah

diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya”.

9
Brigita Shinta Bethari, Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Penipuan Arisan
Online, Supremasi : Jurnal Hukum, Volume 4, Nomor 1, (2021), Hlm. 77.
10
Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime), (Jakarta, Kencana, 2013), Hlm. 2.
6

Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik menyatakan bahwasanya “Informasi Elektronik dan/atau hasil

cetaknya adalah alat bukti yang konkrit dan merupakan perluasan dari alat

bukti yang konkrit sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia”.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2016, maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang

berbunyi sebagai berikut:

(1) “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik. Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara
selama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000., -
miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE”.11

Sejalan dengan perkembangan teknologi dalam masyarakat, selain

banyaknya pihak yang memanfaatkan bisnis online sebagai sumber

pendapatan mereka. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dan

teknologi, manusia semakin tinggi menggunakan fasilitas teknologi digital,

untuk berbincang antara individu yang satu dengan individu yang lain.12

Terdapat sejumlah individu tak bertanggungjawab yang memanfaatkan media

online shop untuk melakukan kejahatan di dunia maya.

Individu yang tidak bertanggungjawab tersebut berbuat kejahatan untuk

memperoleh keuntungan pribadi. Terdapat satu bentuk tindak pidana yang

sering terjadi di internet pada sistem e-commerce ini ialah kasus penipuan.

11
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Sebagaimana Yang Telah Diubah Menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
12
Muhammad Kamran Dan Maskun Maskun, Penipuan Dalam Jual Beli Online:
Perspektif Hukum Telematika, Balobe Law Journal, Volume 1, Nomor 1, (2021), Hlm. 41.
7

Penipuan yang terjadi dapat berbentuk pemalsuan barang, penipuan dalam

jual-beli daring, penipuan identitas penjual atau pembeli dan lain sebagainya.

Hal tersebut tidak bisa dihindari karena para pelaku tersebut selalu berupaya

mencari celah di internet untuk melancarkan aksinya.13 Problematika

penipuan online merupakan satu dari sekian banyak permasalahan yang

sering terjadi, terutama saat ini zaman semakin maju, peralatan elektronik

juga makin canggih. Semakin canggih peralatan elektronik di kehidupan

masyarakat maka akan makin praktis mengenai akses internet. Akibatnya,

susah untuk mengakses internet dan mempelajari teknologi. Untungnya era

sekarang, orang-orang dari banyak kalangan baik daerah ataupun kota bisa

memanfaatkan internet untuk sejumlah hal mulai dari orang-orang tua, muda,

hingga kanak-kanak sekarang dapat menggunakannya untuk kepentingan

pribadi mereka.14

Kasus yang terjadi di tanggal 1 Juli 2022 pukul 11.44, dimana

disebutkan "korban ditelpon oleh orang yang mengatasnamakan dari pihak

shopee. Orang itu memperkenalkan diri dan memberitahu korban, bahwa

nomor korban memenangkan undian senilai Rp.3.000.000., - dan orang itu

meminta nomor rekening korban. Saat itu korban memberikan nomor

rekening itu dan orang itu mengirimkan bukti transferannya.

13
Romindo, Dkk., E-Commerce: Implementasi, Strategi & Inovasinya, (Medan, Yayasan
Kita Menulis, 2019), Hlm. 2.
14
Nufransa Wira Sakti, Buku Pintar Pajak E-Commerce, (Jakarta Utara, Visimedia,
2014), Hlm. 29.
8

Kemudian, orang itu mengarahkan korban untuk pergi ke ATM untuk

mengecek apakah uang tersebut udah masuk atau belum. Namun, pada saat

itu korban belum mengecek ke ATM".Berdasarkan kasus tersebut

menambahkan"Sesudah itu orang tersebut menyuruh koban untuk

mengaktifkan Shopee Paylater dan Shopee Pinjam korban. Pada saat itu,

korban sempat ada kendala dan pelaku itu membantu mengarahkan korban.

Kemudian, orang itu mengirimkan gambar barcode dan yang lainnya. Saat itu

korban belum mengetahui hal tersebut adalah “penipuan".

Selanjutnya ditambahkan " Sesudah semuanya aktif, korban baru sadar

kalau yang seperti ini adalah penipuan. Korban langsung menghubungi pihak

Shopee melalui chat Shopee with live agent. Korban langsung jelaskan

kejadian ini dari awal sampai akhir. Korban langsung bilang ke pihak Shopee

untuk menonaktifkan SPayLater sama SPinjam korban. Namun, pihak

Shopee menjawab untuk sebelumnya akun Shopee korban dibekukan terlebih

dahulu, agar tidak diambil alih oleh orang lain.

Pihak Shopee berjanji akan menindaklanjuti laporan korban ini ke

timnya terlebih dahulu. Korban menyetujuinya dan pada saat itu juga pihak

Shopee menjawab kalau mereka akan membantu korban untuk

menonaktifkan SPaylater dan SPinjam korban. Setelah sekitar hampir

seminggu, korban menanyakan kembali kelanjutannya melalui e-mail

Shopee. Korban juga sempat menelepon pihak Shopee dan mereka menjawab

untuk mengetahui masalah kelanjutannya korban disuruh untuk harus

memulihkan akun korban terlebih dahulu dan korban menyetujui hal itu".
9

Menurut kesaksian korban, setalah hari itu, tepatnya pada hari besoknya ia

menambahkan "korban mendapat e-mail bahwa akun korban sudah

dipulihkan. Setelah akun korban dipulihkan, korban melihat SPaylater dan

SPinjam korban masih ada. Bahkan ShopeePay korban di banned oleh

Shopee. Pada saat itu juga korban langsung menghubungi pihak Shopee

kembali melalui chat Shopee with live agent.

Korban langsung menjelaskan semuanya dan korban menagih omongan

mereka yang katanya akan membantu korban untuk menonaktifkan SPaylater

dan SPinjam korban. Namun pihak Shopee menjawab bahwasanya dari

aplikasi jual beli online tersebut tidak bisa menonaktifkan SPaylater dan

SPinjam korban, sebelum korban melunasi semua tagihan itu. korban

menjawab jika ia tidak bisa melunasi tagihan itu yang senilai Rp4.000.000,-

Karena sudah jelas tagihan itu bukan punya korban. Korban tetap berusaha

menghubungi pihak Shopee untuk ke sekian kalinya dan mengatakan bahwa

disini ia sebagai korban penipuan yang mengatasnamakan dari pihak Shopee

dan terus menagih pihak Shopee untuk membantu korban untuk

menonaktifkan SPaylater dan SPinjam. Namun pihak Shopee hanya

merespons 1 kali, yaitu “masalah ini akan saya teruskan ke tim terkait kami”.

Sesudah itu dengan sendirinya chat korban itu berakhir dan sampai

sekarang pun pihak Shopee tidak mengirimkan e-mail ke korban. Sampai saat
10

ini korban masih menunggu respon dari pihak Shopee yang katanya akan

membantu menonaktifkan SPaylater dan SPinjam korban".15

Penipuan lewat media elektronik merupakan hal yang sering terjadi di

internet. Teknologi internet sebagai fasilitas utama kejahatan penipuan

tersebut. Tidak tanggung-tanggung, kerugian yang timbul dapat menyentuh

angka yang luar biasa, hingga para pelaku bertambah banyak di antara

masyarakat. Dengan modal pengetahuan yang baik tentang internet, para

pelaku melaksanakan kejahatan.

Berdasarkan kasus penipuan transaksi online juga tak selesai juga

karena banyak dari pelaku mempunyai motif untuk melaksanakan penipuan

tersebut setelah adanya sebuah konversasi antara korban dengan si pelaku

dalam hal transaksi daring. Secara kontekstual, para pelaku penipuan

transaksi daring lepas kontrol sosialnya sebab mempunyai motif dan peluang

secara internal dan eksternal dari para pelaku tersebut. Pada lingkungan

internal, keadaan ekonomi dan keperluan yang wajib dipenuhi memotivasi

dan membuat norma baru untuk pelaku melaksanakan kejahatan.16

Hadirnya teknologi informasi di Negara Indonesia sudah diatur lewat

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008

15
Isti, ”Korban Penipuan Mengatasnamakan Shopee”,
Https://Mediakonsumen.Com/2022/07/21/Surat-Pembaca/Korban-Penipuan-Mengatasnamakan
Shopee, Akses 18 November 2022.
16
Virna Dewi, Perlindungan Bagi Konsumen Yang Mengalmi Kerugian Berupa Penipuan
Melalui Transaksi Jual Beli Online Shop, Justici, Volume 13, Nomor 1, (2021), Hlm 5.
11

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

(selanjutnya disingkat UU ITE).17Secara hukum, penipuan secara online bisa

diperlakukan sama sebagaimana delik umum yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penipuan online dikenakan pada

Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang ITE yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan berita bohong

dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi

Elektronik”.

Mengenai kondisi yang terjadi dalam masyarakat ini dapat

menimbulkan berbagai isu dalam penyelesaian tindak pidana di bidang

teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi tak terkecuali

internet juga menawarkan tantangan tersendiri dalam tumbuh kembang

hukum di Indonesia.

Hukum diharapkan bisa menyesuaikan perubahan sosial masyarakat.

Sejumlah perubahan sosial dan hukum tidak semestinya berlangsung

serentak. Dalam artian, dalam kondisi tertentu perkembangan hukum bisa jadi

mengalami ketertinggalan dari perkembangan aspek-aspek lain di masyarakat

dan kulturnya.18

17
Hendy Sumadi, Kendala Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penipuan Transaksi
Elektronik Di Indonesia, Jurnal Wawasan Hukum, Volume 33, Nomor 2 (2015), Hlm. 199.
18
Melisa Monica Sumenge, Penipuan Menggunakan Media Internet Berupa Jual Beli
Online, Lex Crimen, Volume 2, Nomor 4, (2013), Hlm. 106.
12

Berdasarkan kasus yang dijelaskan, penulis tertarik mengambil judul

penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penipuan Yang

Mengatasnamakan Aplikasi Jual Beli Online Shopee Ditinjau Dari Sudut

Pandang Viktimologi”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana penipuan melalui media online?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban penipuan yang

mengatasnamakan aplikasi jual beli online shoopee ditinjau dari sudut

pandang viktimologi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan daripada

penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tindak pidana

penipuan melalui media online.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap

korban penipuan yang mengatasnamakan aplikasi jual beli online shopee

ditinjau dari sudut pandang viktimologi.


13

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan rujukan unutk para pembaca

tentang bagaimana ketentuan hukum mengatur terkait kejahatan cyber

terutama penipuan yang dilakukan melalui media online dan bagaimana

perlindungan hukum bagi korban yang mengalami penipuan di media online,

serta menambah referensi dan literatur yang bisa digunakan untuk melakukan

kajian hukum dan penelitian ilmiah di bidang hukum.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat untuk kalangan

akademisi, Khalayak ramai serta para pembaca karya ilmiah ini. Penelitian

ini diharapkan pula dapat memberi sumbangsih pemikiran dan pemberi

saran untuk masyarakat secara umum mengenai "bagaimana aturan hukum

yang mengatur terkait tindak pidana penipuan melalui media online serta

bagaimana perlindungan hukum bagi korban yang mengalami tindak pidana

penipuan melalui online".

Anda mungkin juga menyukai