Abstract
The rapid development of buying and selling online today is also followed by a high number
of online based frauds. This study aims to determine the legal protection for consumers due to
online buying and selling fraud. This research is a normative legal research using a statutory
approach, a case approach, a conceptual approach, an analytical approach and a theoretical
approach. The result of this study indicates that legal protection for consumers due to online buying
and selling fraud creates responsibility for consumer losses in electronic transactions as regulated
both in the ITE Law, Civil Code, Criminal Code and Consumer Protection Law. The consumer
losses oblige the person who due to his fault published the loss has to compensate the loss. So the
recommendation of the researcher is for the online buying and selling agreement is still prone to
fraud, with this fraud, it issues legal consequences, the main cause of prone to the online buying and
selling business fraud is because there are several parties who are not responsible for all the items
sold.
Keywords: Buy-Sell; Online Shop; Fraud; Agreement; Electronic Transactions.
Abstrak
Maraknya perkembangan jual beli online saat ini, juga diikuti oleh tingginya angka
penipuan berbasis online. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi
konsumen akibat penipuan jual beli online. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan konseptual,
pendekatan analitis dan pendekatan teori. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan
hukum bagi konsumen akibat penipuan jual beli online, menimbulkan tanggung jawab atas kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana diatur baik dalam UU ITE, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang Undang
Perlindungan Konsumen, atas kerugian konsumen mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Maka rekomendasi diajukan oleh peneliti:
dalam perjanjian jual beli online masih rawan terjadinya penipuan, dengan penipuan tersebut maka
menerbitkan akibat hukum, rawannya penipuan dalam bisnis jual beli online penyebab utamanya
karena ada beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab atas segala barang yang dijual.
Kata Kunci: Jual-Beli; Online Shop; Penipuan; Perjanjian; Transaksi Elektronik.
Naskah diterima: 30 Oktober 2020, direvisi: 10 Maret 2021, disetujui untuk terbit: 25 Maret 2021
Doi: 10.3376/jch.v6i2.304
270
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 6, No 2, Maret 2021
diperlukan empat syarat, yaitu: (Prawira pembuatan perjanjian. Jika salah satu
Buana et al., 2020) syarat tidak terpenuhi perjanjian tersebut
dapat dibatalkan dan batal demi hukum
a. Sepakat mereka yang mengikatkan
(Prawira Buana et al., 2020).
dirinya, artinya bahwa para pihak
yang mengadakan perjanjian itu harus Perjanjian melalui jual beli melalui
bersepakat atau setuju mengenai sistem elektronik contoh dari situs jual
perjanjian yang akan diadakan beli online (e-commerce) di Indonesia, di
tersebut, tanpa adanya paksaan, antaranya yaitu Tokopedia, Lazada,
kekhilafan dan penipuan; Blibli.com, Bukalapak, Zalora, Shopee,
b. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak Berrybenka, Kaskus, Traveloka (Solim et
yang mengadakan perjanjian harus al., 2019). Peninjauan telah dilaksanakan
cakap menurut hukum, serta berhak dengan situs jual-beli Bukalapak.com
dan berwenang melakukan ditemukan 1 (satu) sampai 5 (lima)
perjanjian; pengguna internet sempat sebagai korban
c. Mengenai suatu hal tertentu, hal ini penipuan online. Berdasarkan peninjauan
maksudnya adalah bahwa perjanjian itu ditemukan penipuan online melalui
tersebut harus mengenai suatu objek situs media sosial baik itu forum,
tertentu; Facebook, maupun Twitter. Sebanyak
d. Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan 46% informan berdasarkan peninjauan ini
tujuan suatu perjanjian haruslah membenarkan pernah mendapati penipuan
berdasarkan hal-hal yang tidak melalui forum jual beli, sedangkan 24%
bertentangan dengan undang-undang, informan lewat Facebook, adapun lainnya
kesusilaan dan ketertiban. 16% tertipu lewat web dan 14% layanan
pesan pendek (Fauzi & Primasari, 2018).
Keempat syarat tersebut populer
disebut dengan “sepakat, cakap, hal Contoh kasus penipuan perjanjian
tertentu, dan sebab yang halal.” (Miru, jual beli online adalah kasus yang terjadi
2018). Selanjutnya Keempat unsur di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi
tersebut, pada doktrin ilmu hukum Selatan pada tahun 2020, di mana dalam
yang berkembang, digolongkan ke dalam: kronologis kasusnya korban F dan pelaku
(Widjaja, 2014). NBH telah melakukan kesepakatan
melalui media online untuk transaksi jual
1. Dua unsur utama yang berkaitan
beli masker sensi yang telah diunggah
subjek (pihak) yang melahirkan
pelaku melalui aplikasi media sosial
perjanjian (unsur subjektif), dan;
Facebook, kemudian pelaku dan korban
2. Dua unsur utama lainnya yang mulai saling tawar menawar melalui
berkaitan langsung mengenai objek aplikasi Messenger, korban dan pelaku
perjanjian (unsur objektif). sepakat mengenai harga Rp. 170.000/box
Syarat-syarat tersebutlah yang wajib dengan memesan barang berupa masker
dipenuhi oleh setiap pihak dalam sebanyak 15 box dengan harga
Rp. 2.550.000, kemudian korban Chatting mempunyai situs ataupun website media
lagi melalui WhatsApp dan pelaku sosial Facebook dan WhatsApp, yang
mengirim nomor rekening ke korban. memperjualbelikan berbagai macam
Akan tetapi, setelah korban mentransfer produk elektronik, seperti handphone,
uang terhadap si pelaku dengan lunas kamera digital, ipod ataupun laptop. Si
sesuai dengan harga barang, maka pelaku korban yang membuka situs ataupun
pun membuat paket berupa satu kotak website tersebut melihat foto handphone
berisi buku tulis dan handuk bayi bekas, blackberry dan tertarik untuk membeli
dengan tampilan rapi kemudian pelaku melalui online. Akan tetapi, yang terjadi
menuju ke tempat pengiriman barang di setelah si korban mentransfer uang
Kota Parepare bersama istrinya untuk kepada si pelaku secara berangsur.
mengirimkan barang tersebut ke alamat Namun yang terjadi ketika
pemesan, tidak berselang beberapa menit pembayarannya telah dilunasi, tetapi si
kemudian pelaku memblokir nomor korban tidak kunjung mendapatkan
WhatsApp dan akun Facebook korban, handphone blackberry yang sudah
dalam kasus ini korban mengalami dibayar lunas tersebut, berdasarkan alat
kerugian dan melaporkan kejadian ini ke bukti, saksi-saksi dan fakta-fakta hukum
Polres Kabupaten Barru dan dalam kasus pelaku dijerat dikenakan dugaan unsur
ini pihak kepolisian telah berhasil penipuan Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28
mengungkap kasus penipuan perjanjian ayat (1) Undang-undang Nomor 19 tahun
jual beli online dengan barang bukti yang 2016 tentang Perubahan atas Undang-
diamankan satu buah handphone merek undang Nomor 11 tahun 2008 tentang
Oppo warna gold, kartu handphone satu, Informasi dan Transaksi Elektronik
dos dengan tampilan rapi, buku, serta dengan ancaman pidana paling lama 6
selimut bayi bekas dan uang (enam) tahun dan/atau denda paling
Rp. 450.000,- berdasarkan alat bukti, banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
saksi-saksi dan fakta-fakta hukum pelaku rupiah) dan akan dikenakan Pasal 378
dijerat dugaan terpenuhi unsur penipuan KUHPidana tentang penipuan dengan
Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang hukuman penjara 4 (empat) tahun
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU (Oentoro, 2017).
ITE) dengan ancaman pidana paling lama Berdasarkan kasus tersebut di atas,
6 (enam) tahun dan/atau denda paling
membuktikan fakta hukum bahwa
banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar transaksi perjanjian jual beli online rawan
rupiah) dan akan dikenakan Pasal 378 terjadinya penipuan, tentunya ini terjadi
KUHPidana tentang penipuan dengan karena aktivitas transaksi perjanjian jual
hukuman penjara 4 (empat) tahun. beli melalui transaksi elektronik tidak
(Ahkam, 2020). adanya aktivitas pertemuan secara
Contoh kasus di Kota Manado langsung dan kadang di antara para pihak
Provinsi Sulawesi Utara, pelaku kejahatan tidak saling mengenal, sehingga hal ini
rawan terjadinya penipuan, jika melihat terjadinya penipuan dalam jual beli
contoh kasus di atas maka tunduk pada online.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Dalam jual beli online, masyarakat
Perdata yaitu syarat sahnya perjanjian. dapat melakukan perjanjian jual beli
Sehingga dengan tunduknya pada Pasal online melalui sebuah perusahaan
1320 Kitab Undang-Undang Hukum e-commerce terkemuka di Indonesia
Perdata maka seandainya salah satu pihak seperti Tokopedia, Lazada, Blibli.com,
melanggarnya, tentunya akan muncul Bukalapak, Zalora, Shopee, Berrybenka,
konsekuensi hukum adalah perjanjian Kaskus dan Traveloka, yang tentunya
dapat dimohonkan pembatalan dan batal perusahaan terkemuka perdagangan
demi hukum. Selain konsekuensi hukum online (e-commerce) atau marketplace
perdata di atas juga berdampak pada besar di Indonesia yang telah memiliki
konsekuensi hukum pidana penipuan, UU sistem yang terstruktur dengan baik untuk
ITE dan UU Perlindungan Konsumen mencegah terjadinya rawan penipuan
yang berlaku positif di Indonesia. sehingga cenderung lebih aman,
Isu hukum berdasarkan kasus tersebut dibandingkan dengan jual beli online baik
di atas, ditemukan fakta hukum bahwa Facebook, Messenger, Telegram,
dalam perjanjian jual beli online masih WhatsApp, Instagram, Twitter, Forum
rawan terjadinya penipuan, masalah yang tentunya risiko sangat besar terjadi
hukum yang sering terjadi pada penipuan rawan penipuan karena situs jual beli
perjanjian jual beli online, misalnya online bukan sebuah perusahaan
pembeli sudah membayar harganya tetapi e-commerce terkemuka di Indonesia
penjual tidak mengirim barang sampai yang tentunya tidak memiliki sistem yang
waktu yang lama bahkan tidak sampai, terstruktur dengan baik untuk mencegah
karena barang tersebut memang tidak terjadinya rawan penipuan sehingga
pernah ada sebelumnya, barang yang cenderung tidak terlalu aman.
sampai ke pembeli rusak atau tidak Sebagaimana diketahui ada beberapa
sebagaimana mestinya sehingga pembeli pengaturan hukum yang telah mengatur
tidak memakainya. Berdasarkan masalah masalah penipuan dalam perjanjian jual
hukum tersebut di atas, rawan terjadinya beli online dalam hukum positif Indonesia
penipuan karena perjanjian jual beli baik pengaturan tentang transaksi
online tidak dilakukan pertemuan elektronik yang diatur dalam UU No. 11
langsung dan para pihak kadang tidak Tahun 2008 tentang Informasi dan
saling mengenal. Sehingga para subjek Transaksi Elektronik dan UU No. 19
hukum dalam perjanjian jual beli online Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU
tanpa bertemu dan begitu pula dengan No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
objek yang diperjanjikan dalam jual beli. Transaksi Elektronik sebagai dasar utama
Sehingga hal ini menimbulkan rawan pengaturan jual beli online, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71
Kegiatan jual beli online merupakan Rawannya penipuan dalam bisnis jual
cara baru yang cukup berkembang saat beli online yang disebabkan karena ada
ini, sebab dapat memudahkan konsumen beberapa pihak yang tidak bertanggung
dalam memenuhi kebutuhan berbelanja. jawab atas segala barang yang dijual.
Transaksi online menjadi pilihan karena Maka dari itu bisnis jual beli online bisa
memiliki keunggulan antara lain lebih berjalan dengan baik apabila si penjual
praktis serta mudah dan dapat dilakukan benar-benar jujur dalam menjual barang
kapanpun selama memiliki koneksi yang akan dijualnya. Selain itu dalam
internet, namun disisi lain memiliki melakukan transaksi jual beli online,
dampak negatif yaitu timbulnya penjual dan pembeli akan membutuhkan
permasalahan hukum yang dapat pihak ketiga untuk melakukan penyerahan
menimbulkan kerugian bagi konsumen barang yang dilakukan oleh pedagang dan
(Belly Riawan, 2015). Kemungkinan penyerahan uang yang dilakukan oleh
terjadinya kasus penipuan juga begitu pembeli (Masruroh, 2019).
besar, disebabkan oleh kurangnya Tahapan pelaksanaan dalam
informasi yang seringkali diterima oleh bertransaksi jual beli secara elektronik:
konsumen. Walaupun secara keabsahan (Rika, 2016)
proses transaksi sudah dijelaskan pada
Kitab Undang-undang Hukum Perdata 1. Penawaran barang dan jasa;
(Burgerlijk Wetboek) dalam Pasal 1458 2. Pemesanan;
diatur: 3. Pembayaran;
4. Pengiriman.
“Jual beli itu dianggap telah terjadi
antara kedua belah pihak, seketika Beberapa bentuk dari penipuan
setelahnya orang-orang ini mencapai yang lazim terjadi pada situs jual beli
sepakat tentang kebendaan tersebut online adalah sebagai berikut: (Solim et
dan harganya, meskipun kebendaan al., 2019)
itu belum diserahkan, maupun
a. Ketidaksesuaian barang/produk yang
harganya belum dibayar.”
diterima dengan yang dipesan;
Menurut Ahmadi Miru b. Identitas pelaku usaha atau konsumen
mengemukakan pendapat mengenai jual fiktif;
beli: (Pati, 2018) c. Penipuan harga diskon barang/produk
“Perjanjian jual beli, khususnya jual yang ditawarkan.
beli barang bergerak merupakan
Kasus penipuan yang kerap terjadi
perjanjian yang bersifat konsensual,
akhir-akhir ini semakin membuat resah
yakni mengikat pada saat terjadinya
masyarakat. Bagaimana tidak, berbagai
kesepakatan, walaupun harganya
belum dibayar dan barangnya belum cara dilakukan dalam aksi penipuan dan
diserahkan.” salah satunya adalah penipuan jual beli
online yang kini marak terjadi di dunia
maya. Para pelaku penipuan pun
tampaknya sudah tidak takut lagi dengan Sistem dan Transaksi Elektronik diatur
hukuman atau pidana yang dapat menjerat bahwa:
mereka apabila mereka terbukti a. Kehati-hatian;
melakukan kejahatan penipuan tersebut. b. Pengamanan dan terintegrasinya
Bahkan penipuan jual beli online semakin sistem teknologi informasi;
marak terjadi dengan cara-cara yang lebih c. Pengendalian pengamanan atas
canggih sehingga terkesan tidak aktivitas transaksi elektronik;
meninggalkan bukti (Wahyu Adi Susanto, d. Efektivitas dan efisiensi biaya; dan
Heni Hendrawati, 2017). e. Perlindungan konsumen sesuai
Pengaturan mengenai penipuan dengan ketentuan peraturan
secara online sangat dibutuhkan demi perundang-undangan.
memberikan perlindungan kepada
Perlindungan konsumen merupakan
masyarakat yang ingin melaksanakan
bagian yang tidak terpisahkan dari
transaksi melalui online. Masyarakat dan
kegiatan bisnis yang sehat. Dalam
konsumen yang ingin melaksanakan
kegiatan bisnis yang sehat terdapat
transaksi melalui online yang mendapati
keseimbangan perlindungan hukum antara
penipuan tentunya memunculkan
konsumen dan produsen. Tidak adanya
kerugian secara materiel dan memberikan
perlindungan yang seimbang
keuntungan kepada pihak yang
menyebabkan konsumen pada posisi yang
melaksanakan penipuan (Rahmad, 2019).
lemah. Kerugian-kerugian yang dialami
Menurut analisis penulis, dalam oleh konsumen dapat timbul sebagai
ketentuan Pasal 9 UU ITE dijelaskan akibat dari adanya hubungan hukum
bahwa pelaku usaha yang menawarkan perjanjian antara produsen dan konsumen,
produk melalui sistem elektronik harus maupun akibat dari adanya perbuatan
menyediakan informasi yang lengkap dan melanggar hukum yang dilakukan oleh
benar berkaitan dengan syarat produsen (Wijaya, 2020).
kontrak, produsen, dan produk
Menurut analisis penulis, bentuk
yang ditawarkan dengan mengutamakan
perlindungan hukum yang diberikan oleh
iktikad baik. Kemudian dalam Pasal 10
aparat penegak hukum dalam kasus
ayat (1) UU ITE mewajibkan setiap
penipuan jual beli online, yaitu dengan
pelaku usaha yang menyelenggarakan
memberikan hak-hak yang dimiliki oleh
Transaksi Elektronik harus disertifikasi
korban. Adanya laporan dari korban,
oleh lembaga Sertifikasi keandalan. Tidak
maka aparat penegak hukum mengusut
hanya itu, dalam penyelenggaraan
dan menjerat pelaku tindak pidana
e-commerce, penyelenggara Agen
penipuan jual beli online sesuai dengan
Elektronik wajib memperhatikan prinsip
ketentuan peraturan perundang-undangan
sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) PP No.
yang berlaku. Pelaku dapat dijerat dengan
71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (selanjutnya disingkat dengan
orang lain maka mewajibkan orang yang kehendak yang terakhir tidak diatur dalam
karena salahnya memunculkan kerugian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
itu, untuk wajib bertanggung jawab namun lahir sesudah mengalami
dengan mengganti kerugian tersebut dan kemajuan hukum kontrak (Miru, 2018).
pembeli yang dirugikan dengan adanya Ketiga cacat kehendak yang diatur
unsur penipuan tersebut menerbitkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
suatu tuntutan untuk membatalkan Perdata dapat dilihat dalam Pasal 1321
perjanjian jual beli online tersebut. dan Pasal 1449 Kitab Undang-Undang
Selain dalam UU ITE dan KUHP Hukum Perdata yang masing-masing
mengatur mengenai akibat hukum menentukan sebagai berikut (Miru, 2018).
terjadinya penipuan dalam perjanjian jual
Pasal 1321 Kitab Undang-Undang
beli online diatur juga dalam hukum Hukum Perdata:
perdata, yaitu utamanya mengenai syarat
kesepakatan yang merupakan syarat “Tiada kesepakatan yang sah apabila
sepakat itu diberikan karena
pokok lahirnya perjanjian, artinya jika
kekhilafan, atau diperolehnya dengan
belum adanya kesepakatan para pihak,
paksaan atau penipuan.”
belum lahir perjanjian. Namun, meskipun
telah lahirnya kesepakatan para pihak Pasal 1449 Kitab Undang-Undang
yang melahirkan perjanjian, tetapi Hukum Perdata:
terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan “Perikatan yang dibuat dengan
yang sudah lahir tersebut mendapati paksaan, kekhilafan atau penipuan,
kecacatan atau yang sering disebut cacat menerbitkan suatu tuntutan untuk
kesepakatan atau cacat kehendak dengan membatalkannya.”
demikian memungkinkan perjanjian Ahmadi Miru mengemukakan
tersebut dimohonkan pembatalan bagi pendapat bahwa, secara sederhana
pihak yang menganggap dirugikan oleh keempat hal yang menimbulkan
perjanjian tersebut (Miru, 2018). terjadinya cacat dalam kesepakatan
Menurut Ahmadi Miru cacat tersebut secara sederhana bisa diuraikan
kehendak atau cacat kesepakatan dapat sebagai berikut (Miru, 2018).
terjadi karena terjadinya hal-hal di “Kekhilafan terjadi jika salah satu
antaranya: (Miru, 2018) pihak keliru tentang apa yang
diperjanjikan, namun pihak lain
a. Kekhilafan atau kesesatan;
membiarkan pihak tersebut dalam
b. Paksaan;
keadaan keliru.”
c. Penipuan; dan
d. Penyalahgunaan keadaan. “Paksaan terjadi jika salah satu pihak
memberikan kesepakatannya karena
Tiga cacat kehendak yang pertama ditekan (dipaksa secara psikologis),
diatur dalam Kitab Undang-Undang jadi yang dimaksud dengan paksaan
Hukum Perdata sedangkan cacat bukan paksaan fisik karena jika yang
terjadi adalah paksaan fisik pada Penipuan sebagai salah satu alasan
dasarnya tidak ada kesepakatan.” pembatalan perjanjian dapat dilihat dalam
“Penipuan terjadi jika salah satu Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum
pihak secara aktif memengaruhi Perdata sebagai berikut (Miru, 2018):
pihak lain sehingga pihak yang “Penipuan merupakan suatu alasan
dipengaruhi menyerahkan sesuatu untuk pembatalan persetujuan,
atau melepaskan sesuatu.” apabila tipu muslihat dipakai oleh
“Penyalahgunaan keadaan terjadi salah satu pihak adalah sedemikian
jika pihak yang memiliki posisi rupa sehingga terang dan nyata
yang kuat (posisi tawarnya) bahwa pihak yang lain tidak telah
dari segi ekonomi maupun membuat perikatan itu jika tidak
psikologi menyalahgunakan keadaan dilakukan tipu muslihat tersebut.”
sehingga pihak lemah menyepakati “Penipuan tidak dipersangkakan,
hal-hal yang memberatkan baginya. tetapi harus dibuktikan. Hal ini berarti
Penyalahgunaan keadaan ini disebut setiap pembatalan kontrak dengan
juga cacat kehendak yang keempat alasan penipuan, harus dibuktikan
karena tidak diatur dalam Kitab telah terjadinya penipuan tersebut.”
Undang-Undang Hukum Perdata,
sedangkan tiga lainnya, yaitu Nieuwenhuis mengemukakan
penipuan, kekhilafan, dan paksaan pendapat bahwa (Nieuwenhuis, 1985):
diatur dalam Kitab Undang-Undang “Untuk berhasilnya upaya (dalil)
Hukum Perdata.” penipuan dalam Pasal 1328 Kitab
Penipuan bisa mengakibatkan Undang-Undang Hukum Perdata,
seorang yang tertipu sesat mengenai undang-undang mensyaratkan bahwa
barang yang menjadi objek perjanjian. gambaran yang keliru itu ditimbulkan
Dengan demikian, diketahui bahwa oleh rangkaian tipu muslihat
(kunstrepen). Dahulu peradilan
kesesatan dan penipuan menyebabkan
mengaitkan penggunaan bentuk
orang sesat atas objek perjanjian (Miru,
jamak ini dengan konsekuensi bahwa
2018).
satu kebohongan saja tidak akan
Berhubungan dengan hal di atas, pernah dapat membenarkan dalil
Nieuwenhuis menyatakan bahwa penipuan. Pendirian ini sekarang
(Nieuwenhuis, 1985): telah ditinggalkan (cf. HR 2-5-1969,
344: Beukingan/Van de Linde).
“Penipuan merupakan bentuk Bagaimanapun juga dari Arrest ini
kesesatan yang dikualifikasikan. dapat disimpulkan bahwa juga
Dikatakan ada penipuan bila sengaja berdiam diri (mendiamkan)
gambaran yang keliru tentang sifat- dapat dijadikan alasan untuk
sifat dan keadaan-keadaan (kesesatan) mendalilkan penipuan.”
ditimbulkan oleh tingkah laku yang
menyesatkan dari pihak lawan (atau Berdasarkan pendapat di atas Ahmadi
wakilnya).” Miru mengemukakan pendapat bahwa
(Miru, 2018):
rumusan tindak pidana yang diatur dalam Konsumen bukanlah kata baru dalam
KUHP, tetapi dengan rumusan penipuan literatur kepustakaan, pada hakikatnya
yang diatur dalam KUHP tidak setiap individu dalam aktivitas
merupakan suatu penjelasan tetapi hanya kesehariannya adalah konsumen. Hanya
untuk menegaskan mengenai unsur-unsur dalam kedudukan sebagai konsumen
suatu tindakan sehingga pelaku tindak seseorang tidaklah menyadari akan hak
pidana penipuan boleh dipidana dan kewajiban yang melekat pada dirinya
(Rahmanto, 2019), di mana unsur-unsur sebagai konsumen yang pada saat
suatu perbuatan penipuan ditegaskan pada bersamaan sesungguhnya haruslah
Pasal 378 KUHP yang mengatur bahwa: dilindungi (Maskun, 2013).
“Barang siapa dengan maksud Di Indonesia, perlindungan
hendak menguntungkan diri sendiri konsumen diatur berdasarkan Undang-
atau orang lain dengan melawan hak, Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
baik dengan memakai nama palsu, Perlindungan Konsumen. Aturan khusus
baik dengan aksi dan tipu muslihat ini terasa membawa angin perubahan
maupun dengan karangan-karangan
yang sangat diharapkan akan menjadi
perkataan bohong, membujuk orang
argumentasi hukum ketika persoalan-
supaya memberikan suatu barang,
persoalan konsumen tampak di
membuat utang atau menghapuskan
piutang, diancam karena penipuan permukaan. UU ini sebenarnya juga
dengan hukuman penjara selama- memberikan suatu posisi tawar bagi
lamanya empat tahun.” konsumen sekaligus menciptakan aturan
main yang fair bagi semua pihak
Menurut analisis penulis, akibat
(Maskun, 2013).
hukum terjadinya penipuan perjanjian jual
beli online, dengan terjadinya penipuan Menyadari lingkup perlindungan
tersebut memunculkan kerugian kepada konsumen (UUPK) masih tertatih-tatih
pihak yang dirugikan, sehingga dalam merespon perkembangan
memunculkan tanggung jawab pidana telematika khususnya transaksi di
kepada yang karena salahnya internet, maka perlu penajaman baik
memunculkan kerugian itu, sesuai dengan dalam bentuk penyempurnaan UUPK
Pasal 378 KUHP apabila telah memenuhi yang sudah ada (revisi) maupun membuat
unsur-unsur Pasal 378 maka akan kebijakan yang relevan dengan hak-hak
diancam karena penipuan dengan konsumen (Maskun, 2013).
hukuman penjara selama-lamanya empat Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang
tahun. Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
4. Perlindungan Hukum Bagi tentang Perlindungan Konsumen
Konsumen Akibat Penipuan Jual mengatur mengenai:
Beli Online ditinjau dari UU
“Hak Konsumen dalam transaksi jual
Perlindungan Konsumen
beli online:
Ahmadi Miru dan Maskun selaku Dewi Setyowati, Candra Pratama Putra,
pembimbing bagi penulis dalam R. D. S. (2018). Perlindungan
menyelesaikan Studi Magister Hukum Pada Tindak Pidana E-
Kenotariatan Universitas Hasanuddin Commerce. Perspektif Hukum,
(UNHAS), dan semua pihak-pihak yang 18(2), 215–246.
terlibat dalam penyusunan artikel ini. Fauzi, S. N., & Primasari, L. (2018).
Semoga kontribusi yang telah diberikan Tindak Pidana Penipuan Dalam
kepada penulis bernilai ibadah. Transaksi Di Situs Jual Beli Online
(E-Commerce). Recidive, 7(3), 250–
Kedua Bapak Eviandi Ibrahim, 261.
selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
Fitriani, S. (n.d.). Pelaku Penipuan Jual-
(STIH) Putri Maharaja Payakumbuh.
Beli Online di Sidrap Diamankan
DAFTAR PUSTAKA Polisi. Fajar.Co.Id. Retrieved
Ahkam. (2020). Polres Barru Ungkap January 2, 2021, from
Kasus Penipuan Transaksi Jual Beli https://fajar.co.id/2019/01/12/pelaku
Online. Newsmetropol.Com. -penipuan-jual-beli-online-di-
https://newsmetropol.com/polres- sidrap-diamankan-polisi/
barru-ungkap-kasus-penipuan- Irwansyah. (2020). Penelitian Hukum
transaksi-jual-beli-online/ Pilihan Metode & Praktik
Asikin, A. dan Z. (2004). Pengantar Penulisan Artikel. Mirra Buana
Metode Penelitian Hukum. Media.
RajaGrafindo Persada. Lamintang, P. A. F. (1997). Dasar Dasar
Aswari, A., Pasamai, S., Qamar, N., & Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra
Abbas, I. (2017). Kepastian Hukum Aditya Bakti.
Transaksi Jual Beli Telepon Seluler Maharani, R. P. (2018). Tanggung jawab
Melalui Media Elektronik Di penyelenggara transaksi elektronik
Indonesia - Legal Security on dalam melindungi hak konsumen.
Cellphone Trading Through Supremasi Jurnal Hukum, 1(1), 73–
Electronic Media in Indonesia. 86.
Jurnal Dinamika Hukum, 17(2),
Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum.
181–187.
Prenada Media Group.
Belly Riawan, I. M. M. (2015).
Maskun. (2013). Kejahatan Siber Cyber
Perlindungan Konsumen Dalam
Crime Suatu Pengantar.
Kegiatan Transaksi Jual Beli Online
KENCANA Prenada Media Group.
Di Indonesia. Kertha Semaya, 3(1),
1–5. Masruroh, A. (2019). Perlindungan
Hukum Bagi Konsumen Dalam Jual
Bintoro, R. W. (2011). Penerapan Hukum
Beli Secara Online Menurut
Dalam Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Transaksi Elektronik Di Peradilan
1999 Tentang Perlindungan
Umum. Jurnal Dinamika Hukum,
11(2), 258–272.