Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Hak hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk
Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948
tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak
atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan
sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat,
menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan
kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
kewajiban negara untuk memberikan perlindungan social ekonomi kepada masyarakat.
Umumnya, negara berkembang membangun program jaminan sosial berdasarkan funded
social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal1
Program jaminan sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi
pekerja. Tujuannya untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko – risiko
sosial ekonomi. Program ini merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi
pekerja dan keluarganya dari terjadinya risiko – risiko sosial dengan pembiayaan terjangkau
oleh pengusaha dan pekerja2
Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas hanya pada
saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin cacat, hari tua dan meninggal dunia,
yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau
membutuhkan perawatan medis.3
1
Agusmidah, 2010, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Idonesia, Bogor,
hlm. 127
2
Bunyamin Najmi, Jaminan Sosial, http://jamsostek.blogspot.com/2010/10/apa-itujaminan-sosial.html,
diakses pada tanggal 16 Oktober 2014
3 Agusmidah, op.cit.
Pasca kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah sangat memperhatikan perlindungan
terhadap rakyat, termasuk kalangan pekerja yang memang terpinggirkan di masa penjajahan.
Dibidang ketenagakerjaan, pemerintah mengundangkan beberapa aturan yang melindungi
tenaga kerja, diantaranya adalah UU No. 3/1947 jo. UU No. 2/1951 tentang Kecelakaan
Kerja. Dalam undang – undang ini pengusaha harus menanggung biaya atas pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja, hanya saja dalam UU ini cara pengusaha mengalihkan
tanggungjawab tersebut tidak diatur, apakah dapat dilakukan dengan sistem asuransi atau
lainnya.4
Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara, sebagaimana tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Secara universal, jaminan sosial
diatur oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948),
dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Ratifikasi ini dituangkan ke dalam undang –
undang no 39 tahun 1999 tentang HAM.5 Kesadaran tentang pentingnya jaminan
perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada perubahan UUD 1945 tahun
2002, dalam Pasal 34 ayat (2), menyebutkan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat...”.
Jaminan sosial pekerja adalah suatu perlindungan bagi pekerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia (Pasal 1 angka 1 UU
No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja).6
5
Syaldi, “Status Ratifikasi Indonesia Untuk Instrumen Internasional Ham”,http://syaldi.web.id/2008/10/status-
ratifikasi-indonesia-untuk-instrumen-internasionalham/, diakses pada tanggal 17 Oktober 2014.
6 Agusmidah,Op.cit., hlm. 128-129.
Adapun ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Undang –
Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 6 ayat (1) adalah :
Dengan adanya perlindungan hukum bagi pekerja tentu dapat menjamin pekerja
dalam mendapatkan jaminan sosial yang menjadi hak dari pekerja. Hal tersebut harus
didukung dengan peraturan perundang – undangan yang baik dan aparat penyelenggara yang
baik pula demi terciptanya kesejahteraan sosial.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kriteria dan jenis penyakit yang dapat ditanggung oleh program Jaminan
Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan ?
2. Bagaimana syarat dan tata cara dalam pemberian beasiswa kepada anak apabila
pekerja mengalami kematian dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja ?
3. Bagaimana syarat dan tata cara untuk dapat Return to Work setelah masa
penyembuhan ketika mengalami Kecelakaan Kerja ?
Adapun tujuan penulisan dala kaitan poin-poin pembahasan penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui kriteria dan jenis penyakit yang dapat ditanggung dalam program
Jaminan Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan.
2. Mengetahui syarat dan tata cara dalam pemberian beasiswa kepada anak apabila
pekerja mengalami kematian dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja.
3. Mengetahui syarat dan tata cara untuk dapat Return to Work setelah masa
penyembuhan ketika mengalami Kecelakaan Kerja.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat dan memperkaya khasanah
keilmuan di Indonesia, khususnya dalam kemajuan di bidang hukum untuk lebih
mengetahui program Jaminan Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, penelitian ini memberikan sebuah informasi yang objektif atas
pengaturan program Jaminan Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan sesuai
dengan norma hukum dalam UU SJSN.
b. Bagi Pemerintah serta para penegak hukum penyusunan penelitian ini dapat
menjadi bahan literasi mengatasi konflik hukum pengaturan antar program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan program lain di BPJS Ketenagakerjaan..
c. Bagi Mahasiswa, penyusunan penelitian ini dapat menginspirasi penelitian-
penelitian lanjutan inovasi solutif dalam pengaturan Jaminan Kecelakaan Kerja di
BPJS Ketenagakerjaan..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap
pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada
perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan
peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social
tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan
bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang
tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT
Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program
Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal
8 Ibid.
bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, BPJS Ketenagakerjaan pun
terus meningkatkan kompetensi di seluruh lini pelayanan sambil mengembangkan
berbagai program dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan
keluarganya.
Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan salah satu dari jaminan sosial yang
diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (yang selanjutnya disebut UU SJSN). UU SJSN tidak
memberikan pengertian khusus terhadap istilah jaminana kecelakaan kerja. UU SJSN
memberikan pengertian atas pengertian dua istilah yang berkaitan langsung dengan
jaminan keceleakaan kerja, yaitu jaminan sosial dan kecelakaan keeja.10
10 Andika Wijaya, Hukum Jamianan Sosial Indoneisa, Sinar Grafika 2018, hlm. 72
sedangkan kecelakaan kerja diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya11.
PP No.44 Tahun 2015 menentukan bahwa setiap pemeberi kerja selain penyelenggara
negara wajib mendaftarakan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta dalam program
jaminan kecelakaan kerja kepada BPJS ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan15.
11 Ibid.
12 Bandingkan dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-Xii/2014 tanggal 7 Desember 2015,
hlm.210.
13 Op.cit,, hlm.75
14 Op.cit
15 Op.cit
Ketentuan yang bersifat imperative, yaitu ketentuan yang mewajibkan setiap pemberi
kerja selain penyelenggara negara untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai
peserta dalam program jamina kecelakaan kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan, juga
berlaku bagi setiap orang yang bekerja hal ini tersirat pada ketentuan pasal 4 ayat 2
PP No. 44 Tahun 201516.
16 Op.cit
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diakses di http://kbbi.web.id/telaah, diakses pada
10 Januari 2016 Pukul 9.47. pengertian menelaah adalah mempelajari; menyelidik; mengkaji; memeriksa;
meniliti. Menelaah disini berarti penulis melakukan penelitan dan pengkajian mengenai Undang-Undang dan
konsep-konsep terkait.
18Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, Hal. 96.
19
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2007,
Hal. 391.
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
dokumentasi dan studi pustaka dan wawancara. Dalam pengumpulan data primer perlu
adanya tehnik yang tepat yaitu dengan cara:
1) Studi kepustakaan (library research)
yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan
mempergunakan content analysis20. Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi
dokumen atau bahan pustaka dengan cara mengunjungi perpustakaan, membaca,
mengkaji dan mempelajari buku-buku, literature, peraturan perundang-undangan,
jurnal, penelitian, makalah, internet, dan lain sebagainya guna mengumpulkan dan
merumuskan hasil penelitian.
2) Wawancara
Tehnik wawancara yang digunakan ialah:
a. Wawancara Secara Langsung.
Dalam melakukan wawancara secara langsung dilakukan secara tatap muka tanpa
menggunakan perantara yaitu media komunikasi elektronik maupun media sosial.
Wawancara ini dapat dilakukan dengan menggunakan pembicaraan formal maupun
informal. Dimana pembicaraan tersebut diterapkan sesuai dengan objek yang ada.
b. Wawancara dengan pertanyaan yang terstruktur.
Dalam wawancara ini menggunakan pertanyaan yang sudah terstruktur sehingga
setiap objek yang di wawancara memiliki pertanyaan yang sama sehingga dapat
menghasilkan data yang komperhensif.
Di dalam penelitian ini populasi yang dituju ialah setiap individu yang terkait dalam
keikutsertaan BPJS Ketenagakerjaan. Dan yang di maksud populasi adah, seluruh
objek atau seluruh individu/atau seluruh gejala, kejadian yang akan di teliti21
2) Sample
Sample yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode Purposive Sampling 22 :
20Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,Rajawali Pers : Jakarta,2008, hlm.
21.
21 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi {enelitian Hukum dan Junimetri, Jakarta:Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990,
Hal.44
ialah pengambilan sample yang tidak dilakukan secara acak namun dilakukan secara
sengaja melalui pertimbangan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang akurat,
kriteria korenpondem yang dituju ialah :
22 Abdul Kadir Muhamma, Hukum Dan Penelitian Hukum,PT. Cotra Adotya Bakti, Bandung, 2004, Hal. 172
23 Yudha Bhakti Ardiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum,PT.Alumni, Bandung, 2012, Hlm. 9.
24Ibid , Hlm. 11
sehingga diperlukannya penafsiran sistematis untuk dapat mengetahui dari
mana dan asal dari peraturan perundang-undangan tersebut. Serta bagian dari
sistem undang-undang satu sama lain yang pastinya akan membentuk
rangkaian sehingga harapannya nanti akan mengungkap norma dalam suatu
permasalahan hukum yang terjadi.