Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL


TENAGA KERJA (JAMSOSTEK)

A. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa

Belanda, yaitu dari kata “verzekering”. Di Indonesia, para sarjana member

definisi berbeda dalam pemakaian istilah “pertanggungan”. Dalam uraian skripsi

ini nanti tidak dibedakan istilah Asuransi atau Pertanggungan, keduannya

digunakan secara bergantian.

Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam

perundang-undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal

dari kata “Asuransi” yang berarti Pertanggungan atau Perlindungan atas suatu

objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. 8

Asuransi dalam bahasa Inggris disebut Insurance . Ada 9 (dua) pihak yang

terlibat dalam Asuransi , yaitu pihak penanggung sebagai pihak yang sanggup

menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian

kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu peristiwa

yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan menerima ganti kerugian,

yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak

penanggung. 10

8
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya, Bandung, 2006, hal
5
9
J.C.T.Simorangkir,Rudy Erwin,J.T Prasetyo, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
2009, hal. 182.
10
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal, 217-218
Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai Asuransi yaitu,

Asuransi atau Pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam

golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian

untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada

suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung-

ruginya salah satu pihak. 11

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di dalam Pasal 247 menyebutkan

tentang 5 (lima) macam asuransi, yaitu:

1. Asuransi terhadap kebakaran

2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian

3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa)

4. Asuransi terhadap bahaya di laut dan perbudakan

5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai.

Buku 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengatur tentang jenis

asuransi yang poin 1, poin 2 dan poin 3 di atas, sedangkan jenis asuransi yang

poin 4 dan 5 diatur di dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dari

jenis-jenis asuransi yang disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, dapat dilakukan penggolongan besar sebagai berikut

1) Asuransi kerugian atau asuransi umum yang terdiri dari asuransi kebakaran

dan asuransi pertanian

2) Asuransi jiwa

11
Ibid
3) Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai. 12

Analisis tentang pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang menunjukkan bahwa lingkup pengaturan Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang menitik beratkan pada asuransi kebakaran saja sementara telah terdapat

berbagai jenis asuransi lainnya yang memerlukan pengaturan. Terlepas dari

keterbatasan dalam penggolongan tersebut diatas, Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang memungkinkan jenis penutupan asuransi secara luas, sesuai dengan

ketentuan Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang berbunyi: “

Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan

dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh

undang-undang.”

Namun, definisi tersebut tidak lagi mencukupi karena kepentingan yang

diasuransikan tidak lagi terbatas pada kepentingan yang dapat dinilaikan dengan

uang sebagaimana halnya dengan jiwa seseorang. Kebutuhan masyarakat telah

jauh melampaui kebutuhan terhadap asuransi kebakaran semata untuk

mempertanggungkan kepentingan mereka mengingat risiko-risiko yang timbul

kemudian melahirkan kebutuhan terhadap jenis-jenis asuransi baru. Batasan atas

objek asuransi dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang meliputi

objek asuransi atas kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat

diancam oleh suatu bahaya yang tidak dikecualikan oleh undang-undang sudah

tidak sesuai praktik industri sudah sejak lama.

12
Abdul Kadir Muhammad, Op.cit. hal, 50-54
Seiring berjalannya waktu, dikenal pula adanya asuransi yang bersifat

Sosial, yaitu Asuransi yang biasa dilakukan oleh pihak pemerintah dengan tujuan

untuk memberikan asuransi bagi masa depan rakyatnya.

Asuransi sosial timbul karena suatu kebutuhan masyarakat akan

terselenggarakannya suatu Jaminan Sosial. Suatu jaminan Sosial itu sudah

merupakan suatu hal yang demikian mendesak dan tidak dapat ditunda. Asuransi

sosial merupakan salah satu dari beberapa jenis asuransi yang umumnya relatif

masih baru dibandingkan dengan jenis asuransi lainnya.

Hal ini disebabkan timbulnya Asuransi Sosial berbeda latar belakangnya

dengan asuransi yang lain. Asuransi Sosial dibentuk oleh pemerintah sesuai

dengan tujuan negara yang terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni, untuk memajukan kesejahteraan

umum. Hal ini sejalan dengan tujuan Asuransi Sosial itu sendiri yakni

meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama para pegawai dan pensiun.

Jaminan Sosial sebagai tanggung jawab negara oleh karena itu

mensyaratkan adanya campur tangan yang besar dari negara dalam kebijakan

sosial atau kebijakan untuk kemiskinan. Sejarah kebijakan sosial di Inggris

melalui Beveridge Plan (1940’s) pernah mencatat situasi di mana hidup seorang

warga negara sejak lahir hingga mati (from cradle to grave) dilindungi oleh sistim

Jaminan Sosial. Sistem jaminan yang diterapkan di Inggris memiliki efek yang

cukup luas dalam perkembangan jaminan sosial modern.

Sistem Jaminan Sosial dapat memberikan motivasi dan kesetiaan pekerja

terhadap perusahaan akan meningkat yang pada gilirannya akan berdampak positif
terhadap produktivitas kerja dan dari sisi perusahaan akan mendorong perusahaan

meningkatkan efisiensi. Hal ini karena pekerja merasa nyaman dalam bekerja

karena telah terlindungi dari kemungkinan kecelakaan kerja maupun pensiun.

Sehingga akan memotivasi pekerja untuk bekerja lebih produktif. Selain itu

Jaminan Sosial juga merupakan konsekuensi logis sebagai timbal balik dari

perusahaan bagi pekerja yang telah memberikan keuntungan. Maka dari itu

jaminan sosial perlu diterapkan sehingga akan mampu membantu perekonomian

nasional, bahkan dapat menjadi cadangan dana nasional.

Perkembangan Asuransi Sosial dimulai dengan adanya Asuransi

Kesehatan Pegawai Negeri diikuti oleh asuransi sosial kecelakaan bagi para

pegawai swasta, dan dilanjutkan dengan asuransi sosial kesehatan bagi pegawai

swasta dalam program Jamsostek. Perkembangan kehidupan sosial di Indonesia

yang semakin kompleks telah mendorong meningkatnya kebutuhan atas biaya

pemeliharaan kesehatan dan biaya pengobatan. Untuk memenuhi kebutuhan

tersebut maka berbagai sistem pemeliharaan kesehatan dikembangkan. Asuransi

Sosial pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum,

keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Setelah mengalami kemajuan dan

perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun

cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting

dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang

pelaksanaan program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan

setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program


ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara

ASTEK yaitu Perum Astek.

Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja merupakan bagian yang cukup

penting dari upaya perlindungan tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan tenaga

kerja dimaksudkan untuk menjamin keamanan tenaga kerja yang merupakan

bagian dari sumber-sumber produksi dan bagian dari kelancaran suatu proses

produksi. Perhatian dan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan perlu tertanam

pada semua tingkat proses produksi, mulai dari pimpinan yang teratas sampai para

pelaksana terbawah. Perhatian akan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

tersebut dapat ditunjukkan melalui adanya perhatian akan seluruh proses kegiatan

perlindungan jaminan sosial tenaga kerja yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan. Dengan memperhatikan unsur keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya

maka jumlah kecelakaan kerja dapat dikurangi. Bentuk eksistensi pemerintah pada

permasalahan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja terlihat pada gencarnya

program PT JAMSOSTEK sebagai badan penyelenggara untuk memberikan

Jaminan Kecelakaan, Jaminan kematian akibat kerja, jaminan hari tua, dan

jaminan pemeliharaan kesehatan.

Penyelenggaraan program Jaminan Sosial terhadap tenaga kerja oleh PT

JAMSOSTEK merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan kewajiban

negara untuk memberikan perlindungan sosial, ekonomi kepada masyarakat,

sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara. Indonesia mengembangkan

program JAMSOSTEK berdasarkan funded social security yaitu jaminan sosial


yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja formal. 13

Pada tahun 1992, upaya ASTEK dikembangkan lagi menjadi JAMSOSTEK.

Pelaksanaan program JAMSOSTEK berdasarkan kepada UU No. 3 Tahun 1992.

Hal ini merupakan pengembangan kembali program–program ASTEK yang

dibawah JAMSOSTEK, telah ditambahkan rancangan pemeliharaan kesehatan

wajib kepada program yang ada. Oleh sebab itu, pada tanggal 17 Pebruari 1992

diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja yang selanjutnya disebut UU JAMSOSTEK, dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 ditunjuk dalam penyelenggaraan adalah

Perusahaan Perseroan (PERSEROAN) PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(JAMSOSTEK) dan menggunakan istilah JAMSOSTEK secara resmi sejak 31

Agustus 1996.

Kehadiran Jamsostek merupakan tuntutan dari organisasi pekerja atau

serikat buruh. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk

memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan

memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga

sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Manfaat

perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga

dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas

kerja.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

menyatakan bahwa

13
www.jamsostek.com, Sejarah JAMSOSTEK diakses tanggal 21 April 2015
Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Hal ini kemudian berlanjut dengan adanya pengembangan bahwa dasar

jaminan sosial yang menyeluruh negara perlu lebih dikembangkan kearah sistem

jaminan sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.

PT. JAMSOSTEK ditranformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Dengan

telah disahkan dan diundangkannya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), pada tanggal 25 November 2011,

maka terjadilah pergantian dari PT JAMSOSTEK menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Transformasi tersebut meliputi perubahan sifat, organ dan prinsip pengelolaan,

atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan stuktur dan budaya organisasi.

UU BPJS menentukan bahwa PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi pada

saat berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, pada tanggal 1 Januari 2014. BPJS

Ketenagakerjaan menurut UU BPJS mulai beroperasi selambatnya tanggal 1 Juli

2015 menyelenggarakan prorgam jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,

jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi peserta, selain peserta program yang

dikelola oleh PT Taspen (Persero) dan PT (Persero) Asabri, sesuai dengan

ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 46 UU No. 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Transformasi dari PT (Persero) menjadi badan hukum publik sangat

mendasar, karena menyangkut perubahan sifat dari pro laba melayani pemegang

saham menuju nir laba melayani kepentingan publik yang lebih luas untuk
melaksanakan misi yang ditetapkan dalam konstitusi dan peraturan perundang-

undangan pelaksanaannya. Dengan kata lain BPJS pada dasarnya

menyelenggarakan program yang merupakan program negara yang bertujuan

memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Pasal 5 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

menyatakan

bahwa jaminan sosial termasuk salah satu pelayanan yang termasuk dalam
pelayanan publik. Sehubungan dengan itu, dalam penyelenggaraannya
berpedoman pada asas-asas kepentingan umum, kepastian hukum,
kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,
partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan,
ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja

dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan

yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan

yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari

tua, dan meninggal dunia. Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di

Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek,

Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada

UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981,

program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri

didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan

pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis


kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta,

pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri. 14

Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai ganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. 15

Pengertian jaminan sosial tenaga kerja menurut Pasal 1 butir (1) Undang-
Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek menyebutkan bahwa
jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

Hal lain yang perlu mendapat catatan adalah perkataan “tenaga kerja”

dalam Pasal tersebut menunjukkan keluasaan ruang lingkup jaminan sosial itu,

yakni tidak terbatas pada buruh saja, melainkan juga setiap orang yang melakukan

pekerjaan kepada orang lain. Hal ini dipertegas oleh Pasal 1 butir (2) yang

berbunyi: “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau

barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

Pengertian jaminan sosial dalam ruang lingkup yang sangat luas, sehingga

mencakup usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan sosial dalam upaya

meningkatkan taraf hidup manusia dan mencegah atau mengatasi

14
M. Lutfi Chakim. Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
http://www.academia.edu/8652768/(diakses tanggal 1 Juni 2015)
15
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hal 152
keterbelakangan, kebergantungan, keterlantaran dan serta kemiskinan pada

umumnya.

Pihak-pihak dalam JAMSOSTEK antara lain :

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja

PT. Jamsostek (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

sesuai pasal 25 Undang-undang nomor 3 tahun 1993 merupakan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Struktur Organisasi PT Jamsostek

(Persero) tertuang dalam salinan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero),

PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja Nomor: KEP-213/MBU/2011 tanggal

13 Oktober 2011 tentang Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengalihan Tugas

Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Jaminan Sosial

Tenaga Kerja 16

2. Peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dalam Pasal 1 huruf 2 terdapat definisi peserta. Peserta adalah Pengusaha

dan Tenaga Kerja yang ikut dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Dengan

kata lain peserta terbagi dua yaitu pemberi kerja dan pekerja/buruh.

Pengusaha/pemberi kerja dapat berupa orang individu maupun badan hukum.

Berakhirnya JAMSOSTEK dikarenakan antara lain :

1. Jangka Waktu Habis

Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2012 terdapat syarat-syarat tertentu

dalam program jaminan hari tua. Seperti telah mencapai usia 55 tahun, cacat tetap,

16
Jamsostek.co.id/organisasi (diakses tanggal 23 Mei 2015)
dan buruh/pekerja meninggal. Karena program jaminan hari tua merupakan

jaminan jangka panjang yang akan dibayarkan santunannya apabila terdapat buruh

yang telah berusia 55 tahun. Jangka waktu tersebut telah ditentukan dengan batas

usia buruh, apabila telah mencapai usia tersebut seorang buruh tidak akan

membayar premi jaminan hari tua. Akan tetapi sebaliknya, buruh tersebut akan

mendapat manfaat dari jaminan hari tua.

2. Terjadi Evenemen Diikuti Dengan Klaim

Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dan

Jaminan Kematian akan berakhir apabila terjadi evenemen dan dilanjutkan dengan

klaim. Evenemen-evenemen harus terkait ketiga program tersebut, yakni

kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia. Karena santunan akan dibayarkan oleh

Badan Penyelenggara apabila terjadi risiko.

B. Dasar Hukum dan Sejarah Perkembangan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek)

Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU

No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja

(yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek

meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan

kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua,

dan pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena

penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system),

yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut

secara teori merupakan mekanisme asuransi.


Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully

funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap

diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial,

atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan

penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara

program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah

akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.

Jaminan sosial tenaga kerja termasuk hukum asuransi. Jaminan sosial

tenaga kerja diatur secara umum dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang

mengatur segala jenis asuransi secara umum. Adapun beberapa peraturan

perundangan yang lebih spesifik Jaminan Sosial tenaga kerja adalah sebagai

berikut :

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

3. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

4. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional

5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan dan

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 tentang

Perubanahan Kedelapan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja


7. Peraturan Menteri Nomor PER-12/MEN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis

Pendaftaraan Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan

Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/1999 tentang

Penyelenggaraan Program Jamianan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja

Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-169/MEN/1999 tentang

Penyelenggaraan Program Jamianan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja

Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

10. Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor B.337/DJPPK/IX/05

11. Surat Keputusna Direksi PT JAMSOSTEK (Persero) Nomor KEP/330/122010

tentang Penetapan Pemberian Hasil Pembangunan Dana Untuk Saldo Jamina

Hari Tua (JHT) Tahun 2010 dan Penetapan Pembayaran Saldo Jaminan Hari

Tua (JHT) Tahun 2011.

12. Keputusan Direksi PT JAMSOSTEK (Persero) Nomor KEP/310/102011

tentang Pemberian Manfaat Tambahan Bagi Peserta Program JAMSOSTEK

Sejarah Jamsostek dimulai dengan proses yang panjang, dimulai dari UU

No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri

Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan

untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang

pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan

Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang


Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial

tenaga kerja semakin transparan. 17

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut

landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun

1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial

tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta

dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977

tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995

ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga

Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi

kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan

kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai

pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkanUU

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang

itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan Pasal 34 ayat

2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

17
Imam Supomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, PradnyaParamita,
Jakarta, 2003, hal 7
sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat

memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam

meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Kiprah Perusahaan yang

mengedepankan kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia terus

berlanjut. Sampai saat ini, PT. Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4

(empat) program, yang mencakup :

1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

2. Jaminan Kematian (JKM)

3. Jaminan Hari Tua (JHT)

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan

keluarganya

Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1

Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT

Jamsostek tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial

tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan

Pensiun mulai 1 Juli 2015.

C. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Ruang lingkup atau bentuk program jaminan sosial tenaga kerja menurut

Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal

6 ayat (1) menentukan bahwa Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja

dalam Undang-Undang ini meliputi :

1. Jaminan Kecelakaan Kerja


International Labour Organization (ILO) mendefinisikan kecelakaan kerja

sebagai kecelakaan fisik atau penyakit sebagai akibat dari kerja dan tidak karena

kesengajaan yang menimbulkan ketidak mampuan bekerja untuk sementara atau

tetap atau kematian. 18

Kecelakaan kerja menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dapat

dilihat dalam Pasal 1 butir (6) adalah : Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang

terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul

karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan

berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan

yang biasa atau wajar dilalui”. Kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan

berangkat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang sama dilalui atau wajar

dilalui, juga meliputi penyakit yang timbul karena hubungan kerja yaitu dikatakan

sebagai penyakit yang mempunyai akibat langsung bagi pekerja maka dianggap

sebagai penyakit yang timbul karena akibat hubungan kerja.

Kecelakaan kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang

melakukan pekerjaan. Dalam pasal 1huruf 6 Undang-undang nomor 3 tahun 1992

definisi kecelakaan kerja adalah kecelakaan kerja yang berkaitan dengan

hubungan kerja, termasuk penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju

tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

Karena pada umumnya kecelakaan kerja akan mengakibatkan dua hal,

yaitu kematian dan cacat. Kematian adalah kecelakaan-kecelakaan yang

18
Sendjun Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta :Rineka
Cipta, 2002, hal 86.
mengakibatkan penderitanya bisa meninggal dunia. Sedangkan cacat adalah tidak

berfungsinya sebagian dari anggota tubuh tenaga kerja yang mengalami

kecelakaan kerja. Cacat terbagi menjadi cacat tetap dan cacat sementara. Cacat

tetap adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami

pembatasan, gangguan fisik, atau gangguan mental yang bersifat tetap. Cacat

sementara adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya

menjadi tidak mampu bekerja untuk sementara waktu. 19 Dalam menanggulangi

hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh kecelakaan

kerja yang berupa kematian atau cacat tetap atau sementara, baik fisik maupun

mental perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang

melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 1 huruf 6 Undang-undang nomor 3 tahun 1992

definisi kecelakaan kerja adalah kecelakaan kerja yang berkaitan dengan

hubungan kerja, termasuk penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju

tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

Karena pada umumnya kecelakaan kerja akan mengakibatkan dua hal,

yaitu kematian dan cacat. Kematian adalah kecelakaan-kecelakaan yang

mengakibatkan penderitanya bisa meninggal dunia. Sedangkan cacat adalah tidak

berfungsinya sebagian dari anggota tubuh tenaga kerja yang mengalami

kecelakaan kerja. Cacat terbagi menjadi cacat tetap dan cacat sementara. Cacat

tetap adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami

19
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal 116
pembatasan, gangguan fisik, atau gangguan mental yang bersifat tetap. Cacat

sementara adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya

menjadi tidak mampu bekerja untuk sementara waktu. 20 Dalam menanggulangi

hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh kecelakaan

kerja yang berupa kematian atau cacat tetap atau sementara, baik fisik maupun

mental perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

Adapun jaminan yang diberikan terhadap pekerja yang mengalami

kecelakaan kerja menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 adalah :

a. Biaya pengangkutan;

b. Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;

c. Biaya rehabilitasi;

Santunan berupa uang yang meliputi : santunan sementara tidak mampu

bekerja; santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya; santunan cacad total

untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; santunan kematian Selama

tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja,

pengusaha tetap membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan, sampai

penetapan akibat kecelakaan kerja yang dialami diterima oleh semua pihak.

2. Jaminan Kematian

Jaminan kematian adalah jaminan yang diberikan kepada keluarga atau

ahli waris tenaga kerja yang meninggal bukan akibat kecelakaan kerja, guna

meringankan beban keluarga dalam bentuk santunan dan biaya pemakaman. 21

20
Ibid
21
Zulaini Wahab, Dana Pensiun dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya , 2001), hal 144
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerja yang

meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya

penghasilan dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga

yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya

meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun

santunan uang. Mengenai besarnya jaminan kematian ini, Pasal 22 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja menentukan sebagai berikut :

a. Santunan kematian diberikan sebesar Rp 6.000.000,00

b. Santunan berkala sebesar Rp. 200.000,00 diberikan selama 24 Bulan

c. Biaya pemakaman diberikan sebesar Rp 1.500.000,00

Urutan penerimaan yang diutamakan dalam pembayaran santunan

kematian dan jaminan kematian menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 3

tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah sebagai berikut :

a. Janda atau duda

b. Anak Orang tua

c. Cucu

d. Kakek atau nenek

e. Saudara kandung

f. Mertua

Pihak-pihak yang disebutkan diatas mengajukan pembayaran jaminan

kematian kepada Badan Penyelenggara dengan disertai bukti-bukti, yaitu :


a. Kartu peserta, dan

b. Surat keterangan kematian.

Berdasarkan pengajuan inilah Badan Penyelenggara membayarkan

santunan kematian dan biaya pemakaman kepada keluarga yang berhak 22

3. Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya

penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan

diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua

memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga

kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

Kepesertaan jaminan hari tua bersifat wajib. Karena jaminan hari tua sama

dengan program tabungan hari tua, setiap peserta akan memiliki rekening

tersendiri pada badan penyelenggara. Besarnya iuran jaminan hari tua adalah 5,7

persen dari upah pekerja/buruh sebulan, dengan perincian 3,7 persen ditanggung

pengusaha dan sebesar 2 persen ditanggung oleh pekerja/buruh.

Jaminan hari tua dibayarkan sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan

berkala, kepada pekerja karena telah mencapai usia 55 tahun atau cacad total tetap

setelah ditetapkan oleh dokter (Pasal 14 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992).

Apabila pekerja meninggal dunia, jaminan hari tua dibayarkan kepada janda ata

u duda atau anak yatim-piatu. Sementara itu dalam Pasal 15 ditegaskan bahwa

jaminan hari tua dibayarkan sebelum pekerja mencapai usia 55 tahun setelah

mencapai masa kepesertaan tertentu, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

22
Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press,
2005), hal 244.
Berkaitan dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tersebut,

Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1994 menentukan hal-hal sebagai berikut :

Besarnya jaminan hari tua adalah keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta

hasil pengembangannya (Pasal 24 ayat 1). Jaminan hari tua dibayar kepada

pekerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau cacad total untuk selama-lamanya,

dan dapat dilakukan :

a. Secara sekaligus apabila jumlah jaminan hari tua yang harus dibayarkan

kurang dari Rp 3.000.000,00; atau

b. Secara berkala apabila seluruh jumlah jaminan hari tua mencapai Rp

3.000.000,00 atau lebih dan dilakukan paling lama 5 tahun.

Apabila pekerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya,

pembayaran jaminan hari tua dilakukan sekaligus. Dalam hal ini tenaga kerja

mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada Badan Penyelenggara.

Pembayaran jaminan hari tua dilakukan sekaligus kepada janda atau duda dalam

hal :

a. Pekerja yang menerima pembayaran jaminan berkala meninggal dunia,

sebesar sisa jaminan hari tua yang belum dibayarkan

b. Pekerja meninggal dunia, apabila janda atau duda tidak ada, maka pembayaran

jaminan hari tua diberikan kepada anak. Janda atau duda atau anak

mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada Badan Penyelenggara.

Pekerja yang telah mencapai usia 55 tahun tetapi masih tetap bekerja,

dapat memilih untuk menerima pembayaran jaminan hari tuanya pada saat berusia

55 tahun atau pada saat pekerja yang bersangkutan berhenti bekerja. Apabila
pekerja memilih untuk tidak menerima pembayaran jaminan hari tua pada usia 55

tahun, maka pembayaran jaminan hari tua dilakukan sejak pekerja yang

bersangkutan berhenti bekerja. Sementara itu pekerja yang telah mencapai usia 55

tahun dan tidak bekerja lagi mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada

Badan Penyelenggara.

Seorang pekerja yang cacad total tetap untuk selama-lamanya sebelum

mencapai usia 55 tahun berhak mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada

Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara menetapkan besarnya jaminan hari

tua paling lama 30 hari sebelum pekerja mencapai usia 55 tahun dan

memberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan. Jika pekerja berhenti bekerja

dari perusahaan sebelum mencapai usia 55 tahun dan mempunyai masa

kepesertaan serendah-rendahnya 5 tahun dapat menerima jaminan hari tua secara

sekaligus. Apabila terjadi demikian, pembayaran jaminan hari tua dibayarkan

setelah melewati masa tunggu 6 bulan terhitung sejak saat pekerja yang

bersangkutan berhenti bekerja. Pekerja dalam masa tunggu yang kemudian

bekerja kembali, jumlah jaminan hari tua yang menjadi haknyadiperhitungkan

dengan jaminan hari tua berikutnya.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Jaminan pemeliharaan kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 1 butir (9) menyatakan bahwa

:“Pemeliharaan Kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan

gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau

perawatan termasuk kehamilan dan persalinan”.


Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 ditegaskan bahwa

tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh jaminan

pemeliharaan kesehatan. Sebagai peraturan pelaksanaan, Pasal 33 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 menegaskan bahwa anak yang

berhak atas jaminan pemeliharaan kesehatan sebanyak-banyaknya 3 orang.

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas

tenaga kerja sehingga dapat melaksanaan tugas sebaik-baiknya dan merupakan

upaya kesehatan di bidang penyembuhan. Karena upaya penyembuhan

memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada

perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan

masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.

Di samping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan

kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan,

penyembuhan, dan pemulihan. Dengan demikian diharapkan tercapainya

kesehatan kerja yang optimal. Jaminan pemeliharaan kesehatan selain untuk

tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan

agar pekerja/pengusaha memperoleh kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental,

maupun sosial, sehingga memungkinkan dapat bekerjasama secara optimal. Oleh

karena itu, program jaminan sosial tenaga kerja juga memprogramkan jaminan

pemeliharaan kesehatan.

Paket pemeliharaan dasar yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek

(Persero) meliputi beberapa hal, yakni :


1. Rawat jalan tingkat pertama, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan

perorangan yang dilakukan di pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Rawat jalan tingkat lanjutan, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan

perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari pelaksanaan kesehatan

tingkat pertama.

3. Rawat inap, yaitu pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita

tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana

pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lainnya.

4. Pemerikasaan kehamilan dan pertolongan persalinan adalah pertolongan yang

diberikan kepada pekerja wanita berkeluarga atau istri pekerja peserta program

jaminan pemeliharaan kesehatan sampai persalinan ke tiga.

5. Penunjang diagnosik, yaitu jenis-jenis pelayanan yang berkaitan dengan

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan electro

encephalography (EEG), electro cardiography (ECG), dan ultra sonography

scanning (CT Scanning).

6. Pelayanan khusus, yaitu pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan

khusus bagi penyakit tertentu serta pembelian organ-organ tubuh agar

berfungsi seperti semula, yang meliputi pelayanan kesehatan yang

bersangkutan dengan kacamata, prothese mata, prothese gigi, alat bantu

dengar dan prothese anggota gerak.

7. Emergensi, yaitu pelayanan dimana peserta jaminan pemeliharaan kesehatan

membutuhakan pertolongan segera yang bila tidak segera ditolong akan

membahayakan jiwa.
Biaya pengobatan dan perawatan yang dikeluarkan untuk dokter, obat,

operasi, rontgen/laboratorium, perawatan Puskesmas, Rumah Sakit Umum

Pemerintah Kelas I atau Swasta yang setara, perawatan gigi, mata serta jasa

tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapat ijin resmi dari instansi berwenang,

Maka seluruh biaya yang akan dibayarkan berupa santunan maksimum sebesar Rp

20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk biaya penggantian gigi

tiruan maksimal sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Dalam rehabilitasi, biaya berupa penggantian pembelian alat bantu

(orthose) dan/atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus

dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit

Umum Pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut

serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp2.000.000,00(dua juta

rupiah).

Biaya pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan ke

rumah sakit diberikan biaya penggantian sebagai berikut:

1. Apabila hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai/danau maksimum

sebesar Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);

2. Apabila hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp

1.000.000,00 (satu juta rupiah);

3. Apabila menggunakan jasa angkutan udara maksimal sebesar Rp 2.000.000,00

(dua juta rupiah).


4. Apabila menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis jasa angkutan, maka berhak

atas biaya maksimal dari masing-masing jenis angkutan sebagaimana

dimaksud pada angka 1, angka 2 dan/atau angka 3.

Apabila seorang tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak memerlukan

pelayanan rawat inap melebihi ketentuan yang ditetapkan, maka selisih biayanya

menjadi tanggung jawab tenaga kerja yang bersangkutan.

a. Kewajiban PT. Jamsostek

b. bagi Perusahaan

Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1992 tentang Jamsostek. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

tentang Penyelenggaraan Jamsostek dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan bagi tenaga kerja terhadap risiko sosial-ekonomi yang menimpa

tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan baik berupa kecelakaan kerja, sakit, hari

tua, maupun meninggal dunia.

Dengan demikian ketenangan kerja bagi pekerja akan terwujud, sehingga

produktivitas akan meningkat. 23 .Penyelenggaraan program Jamsostek bersifat

wajib dandilaksanakan dengan sistem asuransi sosial untuk menjamin hak -hak

peserta dan kewajiban lainnya dari badan penyelenggaradengan tidak

meninggalkan watak sosialnya 24

Ciri-ciri dasar dari masing-masing program tersebut, dapat disimpulkan

bahwa program-program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKC), Jaminan Kematian

(JK) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah termasuk program asuransi,

23
Lalu Husni, Op.cit., hal 153.
24
Zulaini Wah ab, Op.cit., hal, 147.
sedangkan program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan suatu bentuk program

dana pensiun yang menjanjikan manfaat pensiun bagipesertanya. 25

PT. Jamsostek merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

mempunyai 2 (dua) kewajiban bagi perusahaan, yaitu:

a. Mengadministrasikan kepesertaan Jaminan Hari Tua (JHT) dan

menginvestasikan dana iuran Jaminan Hari Tua (JHT) Bertindak sebagai

perusahaan asuransi jiwa yang mengelola program Jaminan Kecelakaan Kerja

(JKC), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) 26

. Adapun kewajiban dasar PT. Jamsostek bagi pekerja adalah sebagai

berikut:

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal

bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbang tenaga

dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.

Mengenai penyelenggaraan paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dasar,

PT. Jamsostek Wajib:

a. Memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta

b. Memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket

pemeliharaan kesehatan. 27

c. Dengan demikian jaminan sosial tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja

sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasih orang lain bila dalam

25
Ibid
26
Lalu Husni, Op.cit., hal 153.
27
Ibid., hal 158
hubungan kerja terjadi risiko-risiko seperti kecelakan kerja, sakit, hari tua dan

lainnya. 28

d. Persyaratan Pendaftaran Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Untuk

dapat menjadi peserta program Jamsostek maka perusahaan yang

bersangkutan pada hakekatnya wajib untuk mendaftarkan diri serta

mendaftarkan tenaga kerjanya pada PT. Jamsostek. Sesuai dengan ketentuan

Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO:PER-

12/MEN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan,

Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja. Syarat-syarat kepesertaan adalah sebagai berikut:

a. Setiap pengusaha yang mengajukan pendaftaran kepesertaan program

jaminan sosial tenaga kerja kepada badan penyelenggara harus mengisi

formulir:

1) Pendaftaran perusahaan (formulir Jamsostek 1)

2) Pendaftaran tenaga kerja (formulir Jamsostek1a)

b. Setiap tenaga kerja yang telah menjadi peserta program jaminan sosial

tenaga kerja sebelum peraturan menteri ini berlaku yang akan

dikutsertakan dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan harus

mengisi formulir 1a dan menyerahkan ke badan penyelenggara

c. Formulir-formulir tersebut di atas akan dikirimkan oleh pihak pengusaha

setiap bulan serta harus sudah diisi dan disampaikan kembali kepada PT.

28
Ibid., hal 154
Jamsostek dalam tempo paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak

pengiriman oleh pihak PT.Jamsostek

d. Kepesertaan dalam program Jamsostek dimulai sejak tanggal 1 (satu),

bulan. Sedangkan menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi NO:PER - 12/MEN/ VI/2007 tentang Petunjuk Teknis

Pedaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,

Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, adalah

sebagai berikut:

a. Berdasarkan pengajuan pendaftaran kepesertaan dari pihak pengusaha yang

disertai dengan data-data tenaga kerja berikut upah yang masing-masing

mereka terima setiap bulan maka PT. Jamsostek akan menetapkan besarnya

iuran jaminan sosial tenaga kerja yang harus dibayar oleh pihak pengusaha

dan pihak tenaga kerja

b. Badan Penyelenggara akan menerbitkan sertifikat kepesertaan, kartu peserta

dan kartu pemeliharaan kesehatan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak formulir

pendaftaran diterima secara lengkap dan iuran pertama dibayar

c. Bentuk sertifikat kepesertaan untuk pengusaha, kartu peserta untuk tenaga

kerja dan kartu pemeliharaan kesehatan untuk tertanggung ditetapkan oleh

badan penyelenggara

d. Hambatan Dalam Keikutsertaan Program Jamsostek Pelita VI diperkirakan

bahwa pertumbuhan jumlah tenaga kerja mencapai sekitar 12 juta orang.

Dengan kata lain setiap tahun bertambah 2.5 juta tenaga kerja. Kalau

pertambahan jumlah peserta program Jamsostek di bawah angka


pertumbuhantenaga kerja maka PT. Jamsostek akan mengalami kemunduran,

tidak mampu menyeimbangkan jumlah peserta dengan jumlah pertumbuhan

tenaga kerja . Untuk itu pihak PT. Jamsostek pada awal Pelita VI menargetkan

kepesertaan tenaga kerja rata-rata 25% (2 juta orang setahun), sehingga

diharapkan akhir Pelita VI terdapat 20 juta tenaga kerja yang ikut dalam

program Jamsostek. Pemenuhan target yang ditetapkan tersebut di atas bukan

hal yang mudah dan tentunya akan mengalami hambatan-hambatan yang lebih

kompleks lagi dalam pelaksanaannya.

Beberapa hambatan dalam menjaring kepesertaan program jamsostek yang

dihadapi saat ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha / kontraktor /

pemborong untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program

Jamsostek

2) Masih banyak tenaga kerja yang belum mengetahui bahwa program Jamsostek

merupakan haknya untuk mendapatkan perlindungan. Hal ini disebabkan

rendahnya tingkat pengetahuan mereka dan sekitar 78% tenaga kerja

diIndonesia masih berpendidikan rendah (SLTP dan SD).

3) Kepesertaan program, jamsostek selama ini ada 3 macam yang dikenal dengan

istilah Peserta Daftar Sebagian (PDS), yaitu :

a) hanya sebagian tenaga kerja diikut sertakan.

b) Tidak semua dari program jamsostek diikut sertakan.

c) Kepesertaan yang tidak membayar penuh iuran (iuran tidak dibayar

berdasarkan upah yang diterima sebulan melainkan berdasarkan up ah

pokok saja).
4) Beratnya beban yang ditanggung pengusaha untuk membayar iuran JKK, JHT

JKM dan JPK yang besarnya masing -masing sekitar 0.24-1.74%, 3.70%,

0.30% dan 3-6% dari upah sebulan, sehingga secara langsung menambah

biaya produksi (variable cost). Tidak mengherankan pada bulan Juli 1994

tercatat 20.326 perusahaan yang menunggak dengan total iuran yang belum

dibayar sebesar Rp. 73 milyar.

5) Kesulitan keuangan (financial) perusahaan akibat pemenuhan kebijakan

pemerintah yaitu adanya kenaikan Upah Minimum Reginal (UMR) t enaga

kerja terhitung mulai 1 April, 1995 dan di tambah lagi adanya kenaikan UMR

sekitar 10.63 persen mulai 1 April 1996.

6) Meningkatnya jumlah perusahaan asuransi swasta yang menawarkan berbagai

macam perlindungan yang sasarannya pada seluruh lapisan masyarakat,

apalagi dalam era globalisasi sekarang ini sudah ada perusahaan asuransi

swasta asing yang mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Tindakan tegas terhadap pelanggar program Jamsostek, sudah saatnya

pemerintah tidak lagi bersikap toleransi terhadap pelaksanaan UU Nomor 3 tahun

1992. Ini berkaitan dengan tekad pemerintah meningkatkan perlindungan hukum

dan kesejahteraan pekerja. Sikap tegas perlu diambil mengingat masih banyaknya

perusahaan yang belum ikut serta dalam program jamsostek dan bukan hanya

dilihat dari macam kepesertaannya. Jadi pelaksanaan UU tersebut harus secara

utuh

Anda mungkin juga menyukai