Anda di halaman 1dari 9

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN ASURANSI

KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT HILANGNYA OBJEK PERTANGGUNGAN


Shamara Qanita 1), Sri Maharani Mardiananingrum TVM2)
1 Faculty of Law, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur, Indonesia, E-mail:
20071010012@student.upnjatim.ac.id
2 Faculty of Law, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur, Indonesia, E-mail:

runnei2014@gmail.com

Abstrak
Asuransi atau perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang memberikan perlindungan
terhadap suatu peristiwaa yang terjadi tanpa direncanakan atau tidak dapat diketahui pada
saat perjanjian berlangsung. Dalam perjanjian tersebut terdapat subjek hukum yang saling
mengikatkan dirinya ke dalam perjanjian asuransi, yakni penanggung dan tertanggung yang
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Segala kesepakatan yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak dituangkan dalam sebuah akta, yakni polis. Polis asuuransi harus memiliki
ketentuan yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPer. Penelitian ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang mana penulis mencari sumber-sumber
melalui bahan-bahan kepustakaan yang ada dalam literatur, Peraturan Perundang-Undangan,
dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi. Hasil dari penulisan
yang telah dibuat oleh penulis, menyimpulkan bahwa ganti kerugian dalam asuransi
kendaraan bermotor yang disebabkan oleh evenemen adalah ganti kerugian total dan
penanggung akan memberikan ganti kerugian kepada tertanggung berdasarkan besaran
harga yang tertuang dalam polis, namun apabila dalam polis tersebut tidak diatur mengenai
pengkategorian hilangnya sebuah objek asuransi yang dilakukan oleh tertanggung, maka
ganti kerugian tidak dapat diberikan oleh pihak penanggung.

Kata Kunci : Asuransi, Perjanjian, Polis

Abstarct

Insurance or insurance agreement is an agreement that provides protection against an event


that occurs unplanned or cannot be known at the time of the agreement. In the agreement,
there are legal subjects who bind themselves to each other in the insurance agreement,
namely the insurer and the insured, each of whom has rights and obligations. All agreements
that have been agreed upon by both parties are stated in a deed, namely a policy. The
insurance policy must have provisions as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil
Code. This study uses a normative juridical approach, where the author looks for sources
through literature materials in literature, laws and regulations, and provisions related to
insurance agreements. The results of the writing that has been made by the author, conclude
that compensation for losses in motor vehicle insurance caused by events is total
compensation and the insurer will provide compensation to the insured based on the amount
of the price stated in the policy, but if the policy is not regulated regarding the categorization
of the loss of an insurance object carried out by the insured, Then compensation cannot be
provided by the insurer.
Keywords : Insurance, Agreement, Policy
I. Pendahuluan
Perkembangan di Indonesia terutama dalam Pembangunan Nasional didorong oleh
beberapa aspek yang tentunya diwujudkan oleh masyarakat dalam negara tersebut. Dalam
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pasal 33 ayat 4 Undang-
Undang Dasar 1945 yakni untuk mengamanatkan penyelenggaraan ekonomi demi
kepentingan nasional. Di era yang telah berkembang dalam teknologi industri ini dipastikan
akan lebih banyak resiko yang dihadapinya, terutama oleh manusia yang menjalankan serta
mewujudkan perkembangan tersebut. Manusia tentunya dalam mewujudkan keinginannya
akan berhadapan oleh manusia lain, maka dari itu manusia merupakann makhluk sosial yang
tidak lepas dengan suatu perikatan atau perjanjian. Perjanjian itu sendiri diatur dalam Pasal
1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
mana satu oang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jaddi,
dalam perjanjian tersebut akan menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Kata sepakat berdasarkan Pasal
1320 KUHPerdata merupakan salah satu unsur dalam suatu syarat sah perjanjian. Apabila
dalam pasal tersebut tidak dipenuhi atau terjadi paksaan, kekeliruan, atau penipuan, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Tentunya dalam suatu perjanjian akan diiringi oleh sebuah fenomena yang bernama
resiko. Resiko sendiri berasal dari sebuah kemungkinan hingga suatu hal yang tidak
diharapkan. Suatu hal yang tidak diharapkan dalam hal ini mengartikan bahwa suatu hal
yang dapat datang secara tiba-tiba dan tak terduga oleh siapapun yang mengakibatkan
kerugian kepada salah satu pihak baik kerugian dalam keuangan, raga, kehormatan bahkan
kerugian jiwa. Untuk itu, diperlukannya perlindungan hukum bagi manusia untuk
menghindari resiko-resiko yang akan diterima oleh tiap individu.

Perlindungan hukum sangatlah luas jangkauannya, berbagai aspek memiliki


perlindungan hukumnya sendiri, salah satuunya adalah perlindungan asuransi. Di Indonesia,
terdapat istilah “hukum positif” yang mana hal tersebut merupakan suatu susunan hukum
mengenai kehidupan bermasyarakat. Hukum positif adalah hukum yang berlaku sungguh-
sungguh dan cenderung berubah-ubah untuk mewujudkan ketertiban yang tegas untuk
kebaikan umum.1 Terpenting lagi perlindungan hukum dalam ranah kebutuhan penunjang
hidup manusia, yang tentunya berkaitan dengan pihak lain untuk menghindari sebuah resiko.
Dalam hal ini biasanya disebut sebagai asuransi.

Untuk saat ini pemerintah telah menyediakan berbagai wadah untuk menanggung
resiko yang dialami oleh individu dengan cara memberikan santunnan. Pemerintah bersama
pihak swasta telah banyak mendirikan lembaga-lembaga asuransi untuk memberikan
jaminan atau tanggungan kepada seseorang yang ditimpa oleh suatu kerugian atau peristiwa.
Lebih lengkapnya, asuransi atau yang disebut perjanjian asuransi merupakan istilah yang

1 Sugiarto, U. S. (2021). Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika.


digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial
untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-
kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan
atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu
sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.

Melihat arti pentingnya perjanjian asuransi yang tentunya memiliki tujuan khusus
yakni suatu perjanjian yang memberikan proteksi yang dituangkan dalam akta perjanjiannya
yang dalam hal ini disebut dengan polis. Dimana dalam polis tersebut dituliskan syarat-
syarat, kewajiban-kewajiban, dan janji-janji yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sesuai
dengan kedudukannya masing-masing sebagai tertanggung dan penanggung. Dijelaskan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang menjelaskan asas dan ketentuan-ketentuan
sendiri yang berlaku sebagai kaidah hukum khusus di samping hukum perjanjian pada
umumnya. Untuk itu, pihak tertanggung dan penanggung mempunyai hak dan kewajiban
yang mana tertanggung harus melakukan pembayaran premi. Demikian untuk pihak
Spenamggung harus memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung apabila terjadi suatu
resiko di kemudian hari, kedua hal tersebut dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang di
sepakati bersama saat membuat perjanjian.

II. Perumusan Masalah

III. Metode Penelitian


Penulisan ini dilakukan untuk memperoleh kejelasan mengenai penyelesaian proses
ganti rugi dalam perjanjian asuransi akibatt suatu resiko yang tidak diduga pada saat
perjanjian asuransi dibuat. Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan
yuridis normatif yang memiliki pendekatan dengan cara mempelajari, mengkaji, dan
mengiterpretasi bahan-bahan kepustakaan yang terdapat dalam literatur-literatur, dan bahan-
bahan hukum yang berupa Peraturan Perundang-Undangan, dan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan perjanjian asuransi.

IV. Hasil Pembahasan


A. Pengertian Asuransi
Dalam segala hal perkembangan asuransi mulai sebelum masehi hingga asuransi
masuk ke dalam Negara Indonesia di tahun 1816 yakni perusahaan asuransi Semarang Sea.
Namun, pencapaian penting adalah adanya Kongres Asuransi Nasional Seluruh Indonesia
(KANSI) pertama pada 25-30 November 1956 di Bogor yang bertujuan untuk menyatukan
pendapat dan bekerjasama memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi perekonomian
nasional, mengatasi sisa-sisa sistem perekonomian kolonial, realisasi konkret dari
pembatalan Perjanjian Meja Bundar (KMB) dan peningkatan kesadaran berasuransi.
Kongres tersebut akhirnya mendirikan Dewan Asuransi Indonesia (DAI) pada 1 Februari
1957.2 Pada tahun 2002, DAI berubah menjadi Federasi Perasuransian Indonesia (FAPI)
yang merupakan wadah perasuransian di Indonesia, tetapi karena adanya kendala dalam
pengesahan Anggaran Dasar FAPI, kemudian nama FAPI dikembalikan menjadi Dewan
Asuransi Indonesia di tahun 2010.

Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi diartikan sebagai pertanggungan yang dilakukan
melalui perjanjian, dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi untuk memberikan suatu ganti rugi karena adanya suatu kehilangan,
kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan karena suatu peristiwa yang
tidak pasti. Selain itu, pengertian asuransi juga dituangkan dalam Undang-Undang tentang
Usaha Perasuransian yakni Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, yang
menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi
sebagai imbalan untuk :

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena


kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 3

Terdapat unsur-unsur yang dapat diambil berdasarkan definisi diatas, yakni adanya
para pihak yang dalam hal ini adalah tertanggung atau yaang berstatus sebagai perseorangan,
persekutuan atau badan hukum dan penanggung yang berupa Perusahaan badan hukum,
Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi yang masing-masing
memiliki hak dan kewajiban yang telah teruang dalam perjanjian dan dituangkan dalam
polis. Adapula obyek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Dalam obyek asuransi
tersebut terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh para pihak, yang merupakan salah satu unsur
dari definisi asuransi dan tercantum dalam Pasal 250 KUHD dan 268 KUHD. Unsur
berikutnya adalah peristiwa asuransi atau yang disebut dengan perbuatan hukum yang
akhhirnya melahirkan hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung
apabila adana suatu resiko dan Evenement.

B. Perjanjian Asuransi
Pada dasarnya seluruh perjanjian sama sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata, yang mana harus terpenuhinya syarat sah yakni kesepakatan, kecakapan
atau kewenangan, obyek tertentu, dan kausal yang halal. Perjanjian asuransi merupakan

2 Subagiyo, D. T., & Salviana, F. M. (2016). Hukum Asuransi.


3 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014
perjanjian sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa perjanjian dimaksud menunjukkan bahwa
hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung
memberikan janji akan mengganti kerugian, apabila tertanggung sudah membayar premi dan
polis sudah berjalan. Sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apapun.4 Perjanjian
asuransi berlaku pada saat kesepakatan sesuai dengan Pasal 257 KUHD yang mana
perjanjian pertanggungan ada setelah perjanjian itu diadakan, bahkan dapat dikatakan
sebelun polis ditandatangani dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan
tertanggung berjalan akan tetapi tentu saja untuk hal tersebut harus ada pembayaran premi
terlebih dahulu dari Tertanggung kepada Penanggung, sebab berdasarkan Pasal 246 KUHD,
tidak dianggap telah terjadi Perjanjian Pengalihan Resiko atau Perjanjian Asuransi tanpa
adanya pembayaran Premi.

Hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi adalah pembayaran premi dan
pemberian ganti kerugian apabila terjadi evenemen. Pihak tertanggung wajib
memberitahukan keadaan objek asuransi kepada penanggung dijelaskan dalam Pasal 251
KUHD. Selain itu, dalam Pasal 251 KUHD mengatakan bahwa apabila semua
pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui
oleh tertanggung tentang objek asuransi, maka akibat hukum nya adalah asuransi batal.

Berdasarkan uraian diatas, perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian khusus


yang diatur dalam KUHD. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral).
Maksudnya bahwa perjanjian dimaksud menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang
memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti
kerugian, apabila tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan. Sebaliknya
tertanggung tidak menjanjian suatu apapun.

C. Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Bila Kendaraan Bermotor Hilang


Hal yang paling utama dilakukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai upaya
untuk melakukan perlindungan hukum secara preventif dengan mengeluarkan Peraturan
Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dalam
aturan tersebut mengatur secara keseluruhan kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha
dalam menjalankan usaha, mengatur tentang hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha
serta bagi konsumen diwajibkan adanya itikad baik dan memberikan informasi yang jujur
kepada pelaku usaha. Pengaturan ini yang menjadi utama upaya perlindungan hukum
preventif yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan.

Adapun perlindungan hukum secara represif yang dapat dilakukan Otoritas Jasa
Keuangan sebagai Lembaga negara adalah saat terjadi sengketa antara masyarakat yang
disebut dengan tertsanggung dengan perusahaan asuransi yang disebut dengan penanggung.
Dalam hal tersebut pengawasan sangat dibutuhkan agar perusahaan asuransi tidak

4Erlina, B. (2010). Klaim Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Kendaraaan Bermotor. Pranata
Hukum, 5(2).
melakukan hal-hal yang sewenang-wenang dan bilamana terdapat pelanggaran yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi, maka otoritas dapat memberikan sanksi sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.

blank

Hubungan antara resiko dan asuransi adalah hubungan yang erat dan mengikat satu
sama lain. Namun dari hubungan yang erat tersebut tetap memiliki sebuah batasan-batasan
yang telah diatur dalam Pasal 246 KUHD, yang berbunyi “Asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantuan
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntunga yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.” Dalam pasal tersebut
menjelaskan bahwa kedua belah pihak saling memiliki hak dan kewajiban. Yang mana
tertanggung yang berpotensi memiliki resiko dan penanggung sebagai pihak yang menerima
resiko dari pihak pertama dengan menerima suatu pembayaran yang disebut premi.

Guna mencegah resiko perusahaan asuransi tidak dapat melaksanakan kewajibannya,


sesuai dengan amanat Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
perasuransian. Menurut Wulan selaku praktisi hukum, Sebelum seseorang, asset atau harta
bendanya mendapat perlindungan asuransi tentu didahului dengan bentuk perjanjian tertulis
yang dilakukan oleh seseorang dengan pihak perusahaan asuransi yang isinya menjelaskan
mengenai segala hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang pada umumnya disebut
Polis Asuransi. Dalam hal ini Polis asuransi menjadi bukti tertulis yang sah dalam perjanjian
asuransi yaitu antara nasabah pemegang polis (tertanggung) dan perusahaan asuransi
(penanggung). Sehingga keberadaan polis menjadi penting karena akan melindungi setiap
hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung.5

Apabila suatu kerugian terjadi sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu
yang tidak diperjanjikan, maka tentu saja penanggung harus memenuhi kewajibannya untuk
memberi ganti kerugian. Namun tidak setiap kerugian merupakan kewajiban dari
penanggung, melainkan harus dalam suatu peristiwa yang mempunyai hubungan sebab
akibat. Untuk itu, perusahaan asuransi atau penanggung secara tegas memberikan kriteria
dan batasan proteksi atau jaminan yang akan diberikannya kepada tertanggung. Hal tersebut
diwajibkan untuk dicantumkan dalam polis, sesuai dengan jenis asuransi yang bersangkutan.
Jadi apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang telah
diperjanjikan, penanggung harus bertanggung jawan untuk membayar kerugian.

Polis dapat ditambah atau diubah sesuai dengan berbagai kebutuhan, seperto
perubahan keadaan, pemindahan tangan nama dan sebagainya. Namun perubahan tersebut

5 Girsang, J., Sudirman, L., Jaya, F., & Halim, D. (2023). Pertanggungjawaban Hukum Perusahaan
Asuransi Terhadap Penolakan Klaim Atas Kehilangan Kendaraan Bermotor. Jurnal Justitia: Jurnal
Ilmu Hukum dan Humaniora, 7(4), 819-829.
harus tetap memenuhi syarat atau pemberitahuan yang harus dicatat dalam polis agar
perubahan tersebut dianggap sah dan mengikat para pihak. Apabila kepentingan beralih pada
masa berjalannya pertanggungan, sejak saat itu pertanggungan beralih demi keuntungan
sipemilik baru dan peralihan terjadi secara otomatis tanpa harus memberitahukan kepada
pihak penanggung kecuali diperjanjikan sebaliknya, sesuai dengan asas “pertanggungan
mengikuti kepentingan” yang dijelaskan dalam Pasal 263 ayat (1) KUHD .

Perjanjian asuransi (Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor. 2 tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian) terdiri dari beberapa unsur, setidaknya adalah Penanggung
(Perusahaan Asuransi), tertanggung (nasabah), Premi, Peristiwa yang belum pasti, kerugian.
Jadi premi merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Menurut
perumusan kedua Pasal diatas, seorang Penanggung mendapat Premi, dan premi itu menurt
Pasal 256 (7) KUHD harus dinyatakan dalam Polis. Isi dan bentuk suatu polis harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 256 KUHD, maka semua polis harus
menyebutkan:

1. Hari ditutupnya pertanggungan


2. Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau atas
tanggungan seorang ketiga.
3. Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan.
4. Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan.
5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung.
6. Saat pada mana hanya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan saat
berakhirnya.
7. Premi pertanggungan tersebut.
8. Pada umumnya semua keadaan yang kiranya penting bagi si penanggung untuk
diketahuinya, dan segala yang diperjanjikan antara para pihak.

Hal terpenting dalam perjanjian asuransi adalah menetapkan kapan saat perjanjian itu
dianggap lahir. Sebab hal ini turut menentukan diterima/ditolaknya tuntutan ganti rugi dari
tertanggung kepada penanggung.6 Dalam suatu perjanjian (polis asuransi) sesuai pasal 1313
KUHPerdata serta hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian (polis asuransi),
menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas agar suatu perjanjian/kontrak dapat
memberikan kedudukan yang sama antar subjek hukum yang terlibat (para pihak yang
melakukan perjanjian polis asuransi (perusahaan asuransi dan tertanggung)). Kepastian
memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan suatu
perjanjian, dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut wanprestasi atau salah satu

6Yamin, M. (2014). Analisa Penyelenggaraan Asuransi Kendaraan Bermotor (Doctoral dissertation,


Tadulako University).
pihak ada yang dirugikan maka sanksi dalam suatu perjanjian/kontrak tersebut harus
dijalankan sesuai kesepakatan para pihak baik perusahaan asuransi maupun tertanggung.

V. Penutup
A. Kesimpulan
Tanggung jawab Asuransi bila kendaraan bermotor hilang Adalah dijelaskan pada
Asuransi kerugian atau asuransi umum (general insurance) merupakan penanggulangan
resiko atas kerugian. Kewajiban utama dalam perjanjian asuransi sebenarnya adalah
memberi ganti kerugian bila barang tersebut hilang. Meskipun demikian kewajiban memberi
ganti rugi itu merupakan suatu kewajiban bersyarat atas terjadi atau tidak suatu peristiwa
yang diperjanjikan yang mengakibatkan timbulnya suatu kerugian. Hal tersebut merupakan
sebuah resiko atas perjanjian yang telah disepakati dalam sebuah akta yakni polis. Namun
ada juga resiko yang tidak dijamin oleh asuransi, yakni hilangnya kendaraan bermotor yang
akibat dari kelalaian nasabah itu sendiri. Artinya, pelaksanaan kewajiban penanggung itu
masih tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang telah diperjanjikan oleh
para pihak sebelumnya. Untuk sampai pada suatu keadaan dimana penanggung/perusahaan
harus benar-benar memberi ganti kerugian. Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerbitkan
hasil perjanjian tersebut ke dalam sebuah akta yakni polis. Adanya polis tersebut menjadikan
sebuah acuan untuk kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh pihak tertanggung
maupun penanggung. Jadi dalam hal ini, apabila suatu objek asuransi hilang yang
disebabkan oleh nasabah itu sendiri, maka ganti kerugian tidak dapat diberikan oleh pihak
tertanggung. Untuk itu perlu adanya kejelasan dalam sebuah polis yang mengkategorikan
hilangnya objek asuransi.

B. Saran
Idealnya ketika para pihak sudah menandatangani perjanjian dalam hal ini berbentuk
polis asuransi, seharusnya para pihak sudah mengetahui dan memahami seluruh isi polis dan
tidak ada lagi perbedaan penafsiran, namun nasabah selaku konsumen sering merasa
dirugikan atas penolakan klaim kehilangan tersebut, khawatirnya, nanti lama-kelamaan
masyarakat akan enggan untuk mengasuransikan diri dan/atau harta bendanya. Untuk
mencegah hal yang demikian, perlu adanya perlindungan kepada nasabah selaku konsumen
agar tidak serta merta kejadian kehilangan masuk dalam kategori pengecualian. Perlu adanya
telaah yang lebih dalam, mensinkronkan antara laporan kehilangan di kepolisian dengan
investigasi tim perusahaan asuransi, sehingga tidak terkesan keputusan sepihak, karena
sewajarnya tanggungjawab perusahaan asuransi adalah membayar klaim atas resiko yang
tidak terduga yang dialami oleh tertanggung. Selain itu keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sebagai Pengawas perusahaan asuransi seharusnya lebih pro aktif melakukan
tindakan-tindakan pengawasan dan pembinaan baik itu bersifat preventif maupun represif.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Subagiyo, D. T., & Salviana, F. M. (2016). Hukum Asuransi.

Ganie, A. J., & SE, S. (2023). Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika.

Peraturan Perundang Undangan :

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No. 40 Tahun 2014

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Jurnal :

Girsang, J., Sudirman, L., Jaya, F., & Halim, D. (2023). Pertanggungjawaban Hukum
Perusahaan Asuransi Terhadap Penolakan Klaim Atas Kehilangan Kendaraan
Bermotor. Jurnal Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 7(4), 819-829.

Yamin, M. (2014). Analisa Penyelenggaraan Asuransi Kendaraan Bermotor (Doctoral


dissertation, Tadulako University).

Erlina, B. (2010). Klaim Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Kendaraaan


Bermotor. Pranata Hukum, 5(2).

Girsang, Junimart, et al. "Pertanggungjawaban Hukum Perusahaan Asuransi Terhadap


Penolakan Klaim Atas Kehilangan Kendaraan Bermotor." Jurnal Justitia: Jurnal
Ilmu Hukum dan Humaniora 7.4 (2023): 819-829.

Anda mungkin juga menyukai