runnei2014@gmail.com
Abstrak
Asuransi atau perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang memberikan perlindungan
terhadap suatu peristiwaa yang terjadi tanpa direncanakan atau tidak dapat diketahui pada
saat perjanjian berlangsung. Dalam perjanjian tersebut terdapat subjek hukum yang saling
mengikatkan dirinya ke dalam perjanjian asuransi, yakni penanggung dan tertanggung yang
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Segala kesepakatan yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak dituangkan dalam sebuah akta, yakni polis. Polis asuuransi harus memiliki
ketentuan yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPer. Penelitian ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang mana penulis mencari sumber-sumber
melalui bahan-bahan kepustakaan yang ada dalam literatur, Peraturan Perundang-Undangan,
dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi. Hasil dari penulisan
yang telah dibuat oleh penulis, menyimpulkan bahwa ganti kerugian dalam asuransi
kendaraan bermotor yang disebabkan oleh evenemen adalah ganti kerugian total dan
penanggung akan memberikan ganti kerugian kepada tertanggung berdasarkan besaran
harga yang tertuang dalam polis, namun apabila dalam polis tersebut tidak diatur mengenai
pengkategorian hilangnya sebuah objek asuransi yang dilakukan oleh tertanggung, maka
ganti kerugian tidak dapat diberikan oleh pihak penanggung.
Abstarct
Tentunya dalam suatu perjanjian akan diiringi oleh sebuah fenomena yang bernama
resiko. Resiko sendiri berasal dari sebuah kemungkinan hingga suatu hal yang tidak
diharapkan. Suatu hal yang tidak diharapkan dalam hal ini mengartikan bahwa suatu hal
yang dapat datang secara tiba-tiba dan tak terduga oleh siapapun yang mengakibatkan
kerugian kepada salah satu pihak baik kerugian dalam keuangan, raga, kehormatan bahkan
kerugian jiwa. Untuk itu, diperlukannya perlindungan hukum bagi manusia untuk
menghindari resiko-resiko yang akan diterima oleh tiap individu.
Untuk saat ini pemerintah telah menyediakan berbagai wadah untuk menanggung
resiko yang dialami oleh individu dengan cara memberikan santunnan. Pemerintah bersama
pihak swasta telah banyak mendirikan lembaga-lembaga asuransi untuk memberikan
jaminan atau tanggungan kepada seseorang yang ditimpa oleh suatu kerugian atau peristiwa.
Lebih lengkapnya, asuransi atau yang disebut perjanjian asuransi merupakan istilah yang
Melihat arti pentingnya perjanjian asuransi yang tentunya memiliki tujuan khusus
yakni suatu perjanjian yang memberikan proteksi yang dituangkan dalam akta perjanjiannya
yang dalam hal ini disebut dengan polis. Dimana dalam polis tersebut dituliskan syarat-
syarat, kewajiban-kewajiban, dan janji-janji yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sesuai
dengan kedudukannya masing-masing sebagai tertanggung dan penanggung. Dijelaskan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang menjelaskan asas dan ketentuan-ketentuan
sendiri yang berlaku sebagai kaidah hukum khusus di samping hukum perjanjian pada
umumnya. Untuk itu, pihak tertanggung dan penanggung mempunyai hak dan kewajiban
yang mana tertanggung harus melakukan pembayaran premi. Demikian untuk pihak
Spenamggung harus memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung apabila terjadi suatu
resiko di kemudian hari, kedua hal tersebut dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang di
sepakati bersama saat membuat perjanjian.
Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi diartikan sebagai pertanggungan yang dilakukan
melalui perjanjian, dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi untuk memberikan suatu ganti rugi karena adanya suatu kehilangan,
kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan karena suatu peristiwa yang
tidak pasti. Selain itu, pengertian asuransi juga dituangkan dalam Undang-Undang tentang
Usaha Perasuransian yakni Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, yang
menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi
sebagai imbalan untuk :
Terdapat unsur-unsur yang dapat diambil berdasarkan definisi diatas, yakni adanya
para pihak yang dalam hal ini adalah tertanggung atau yaang berstatus sebagai perseorangan,
persekutuan atau badan hukum dan penanggung yang berupa Perusahaan badan hukum,
Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi yang masing-masing
memiliki hak dan kewajiban yang telah teruang dalam perjanjian dan dituangkan dalam
polis. Adapula obyek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Dalam obyek asuransi
tersebut terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh para pihak, yang merupakan salah satu unsur
dari definisi asuransi dan tercantum dalam Pasal 250 KUHD dan 268 KUHD. Unsur
berikutnya adalah peristiwa asuransi atau yang disebut dengan perbuatan hukum yang
akhhirnya melahirkan hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung
apabila adana suatu resiko dan Evenement.
B. Perjanjian Asuransi
Pada dasarnya seluruh perjanjian sama sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata, yang mana harus terpenuhinya syarat sah yakni kesepakatan, kecakapan
atau kewenangan, obyek tertentu, dan kausal yang halal. Perjanjian asuransi merupakan
Hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi adalah pembayaran premi dan
pemberian ganti kerugian apabila terjadi evenemen. Pihak tertanggung wajib
memberitahukan keadaan objek asuransi kepada penanggung dijelaskan dalam Pasal 251
KUHD. Selain itu, dalam Pasal 251 KUHD mengatakan bahwa apabila semua
pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui
oleh tertanggung tentang objek asuransi, maka akibat hukum nya adalah asuransi batal.
Adapun perlindungan hukum secara represif yang dapat dilakukan Otoritas Jasa
Keuangan sebagai Lembaga negara adalah saat terjadi sengketa antara masyarakat yang
disebut dengan tertsanggung dengan perusahaan asuransi yang disebut dengan penanggung.
Dalam hal tersebut pengawasan sangat dibutuhkan agar perusahaan asuransi tidak
4Erlina, B. (2010). Klaim Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Kendaraaan Bermotor. Pranata
Hukum, 5(2).
melakukan hal-hal yang sewenang-wenang dan bilamana terdapat pelanggaran yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi, maka otoritas dapat memberikan sanksi sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
blank
Hubungan antara resiko dan asuransi adalah hubungan yang erat dan mengikat satu
sama lain. Namun dari hubungan yang erat tersebut tetap memiliki sebuah batasan-batasan
yang telah diatur dalam Pasal 246 KUHD, yang berbunyi “Asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantuan
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntunga yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.” Dalam pasal tersebut
menjelaskan bahwa kedua belah pihak saling memiliki hak dan kewajiban. Yang mana
tertanggung yang berpotensi memiliki resiko dan penanggung sebagai pihak yang menerima
resiko dari pihak pertama dengan menerima suatu pembayaran yang disebut premi.
Apabila suatu kerugian terjadi sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu
yang tidak diperjanjikan, maka tentu saja penanggung harus memenuhi kewajibannya untuk
memberi ganti kerugian. Namun tidak setiap kerugian merupakan kewajiban dari
penanggung, melainkan harus dalam suatu peristiwa yang mempunyai hubungan sebab
akibat. Untuk itu, perusahaan asuransi atau penanggung secara tegas memberikan kriteria
dan batasan proteksi atau jaminan yang akan diberikannya kepada tertanggung. Hal tersebut
diwajibkan untuk dicantumkan dalam polis, sesuai dengan jenis asuransi yang bersangkutan.
Jadi apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang telah
diperjanjikan, penanggung harus bertanggung jawan untuk membayar kerugian.
Polis dapat ditambah atau diubah sesuai dengan berbagai kebutuhan, seperto
perubahan keadaan, pemindahan tangan nama dan sebagainya. Namun perubahan tersebut
5 Girsang, J., Sudirman, L., Jaya, F., & Halim, D. (2023). Pertanggungjawaban Hukum Perusahaan
Asuransi Terhadap Penolakan Klaim Atas Kehilangan Kendaraan Bermotor. Jurnal Justitia: Jurnal
Ilmu Hukum dan Humaniora, 7(4), 819-829.
harus tetap memenuhi syarat atau pemberitahuan yang harus dicatat dalam polis agar
perubahan tersebut dianggap sah dan mengikat para pihak. Apabila kepentingan beralih pada
masa berjalannya pertanggungan, sejak saat itu pertanggungan beralih demi keuntungan
sipemilik baru dan peralihan terjadi secara otomatis tanpa harus memberitahukan kepada
pihak penanggung kecuali diperjanjikan sebaliknya, sesuai dengan asas “pertanggungan
mengikuti kepentingan” yang dijelaskan dalam Pasal 263 ayat (1) KUHD .
Perjanjian asuransi (Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor. 2 tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian) terdiri dari beberapa unsur, setidaknya adalah Penanggung
(Perusahaan Asuransi), tertanggung (nasabah), Premi, Peristiwa yang belum pasti, kerugian.
Jadi premi merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Menurut
perumusan kedua Pasal diatas, seorang Penanggung mendapat Premi, dan premi itu menurt
Pasal 256 (7) KUHD harus dinyatakan dalam Polis. Isi dan bentuk suatu polis harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 256 KUHD, maka semua polis harus
menyebutkan:
Hal terpenting dalam perjanjian asuransi adalah menetapkan kapan saat perjanjian itu
dianggap lahir. Sebab hal ini turut menentukan diterima/ditolaknya tuntutan ganti rugi dari
tertanggung kepada penanggung.6 Dalam suatu perjanjian (polis asuransi) sesuai pasal 1313
KUHPerdata serta hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian (polis asuransi),
menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas agar suatu perjanjian/kontrak dapat
memberikan kedudukan yang sama antar subjek hukum yang terlibat (para pihak yang
melakukan perjanjian polis asuransi (perusahaan asuransi dan tertanggung)). Kepastian
memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan suatu
perjanjian, dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut wanprestasi atau salah satu
V. Penutup
A. Kesimpulan
Tanggung jawab Asuransi bila kendaraan bermotor hilang Adalah dijelaskan pada
Asuransi kerugian atau asuransi umum (general insurance) merupakan penanggulangan
resiko atas kerugian. Kewajiban utama dalam perjanjian asuransi sebenarnya adalah
memberi ganti kerugian bila barang tersebut hilang. Meskipun demikian kewajiban memberi
ganti rugi itu merupakan suatu kewajiban bersyarat atas terjadi atau tidak suatu peristiwa
yang diperjanjikan yang mengakibatkan timbulnya suatu kerugian. Hal tersebut merupakan
sebuah resiko atas perjanjian yang telah disepakati dalam sebuah akta yakni polis. Namun
ada juga resiko yang tidak dijamin oleh asuransi, yakni hilangnya kendaraan bermotor yang
akibat dari kelalaian nasabah itu sendiri. Artinya, pelaksanaan kewajiban penanggung itu
masih tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang telah diperjanjikan oleh
para pihak sebelumnya. Untuk sampai pada suatu keadaan dimana penanggung/perusahaan
harus benar-benar memberi ganti kerugian. Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerbitkan
hasil perjanjian tersebut ke dalam sebuah akta yakni polis. Adanya polis tersebut menjadikan
sebuah acuan untuk kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh pihak tertanggung
maupun penanggung. Jadi dalam hal ini, apabila suatu objek asuransi hilang yang
disebabkan oleh nasabah itu sendiri, maka ganti kerugian tidak dapat diberikan oleh pihak
tertanggung. Untuk itu perlu adanya kejelasan dalam sebuah polis yang mengkategorikan
hilangnya objek asuransi.
B. Saran
Idealnya ketika para pihak sudah menandatangani perjanjian dalam hal ini berbentuk
polis asuransi, seharusnya para pihak sudah mengetahui dan memahami seluruh isi polis dan
tidak ada lagi perbedaan penafsiran, namun nasabah selaku konsumen sering merasa
dirugikan atas penolakan klaim kehilangan tersebut, khawatirnya, nanti lama-kelamaan
masyarakat akan enggan untuk mengasuransikan diri dan/atau harta bendanya. Untuk
mencegah hal yang demikian, perlu adanya perlindungan kepada nasabah selaku konsumen
agar tidak serta merta kejadian kehilangan masuk dalam kategori pengecualian. Perlu adanya
telaah yang lebih dalam, mensinkronkan antara laporan kehilangan di kepolisian dengan
investigasi tim perusahaan asuransi, sehingga tidak terkesan keputusan sepihak, karena
sewajarnya tanggungjawab perusahaan asuransi adalah membayar klaim atas resiko yang
tidak terduga yang dialami oleh tertanggung. Selain itu keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sebagai Pengawas perusahaan asuransi seharusnya lebih pro aktif melakukan
tindakan-tindakan pengawasan dan pembinaan baik itu bersifat preventif maupun represif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ganie, A. J., & SE, S. (2023). Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika.
Jurnal :
Girsang, J., Sudirman, L., Jaya, F., & Halim, D. (2023). Pertanggungjawaban Hukum
Perusahaan Asuransi Terhadap Penolakan Klaim Atas Kehilangan Kendaraan
Bermotor. Jurnal Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 7(4), 819-829.