Anda di halaman 1dari 21

PENGAJUAN PROPOSAL SKRIPSI

“Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Asuransi


jiwasraya Persero”

Disusun Oleh :

Kelompok 2

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG KARNO

2020
Abstrak
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Asuransi Jiwasraya Persero. Fakultas
Hukum Universitas Bung karno.

Menstabilkan ekonomi nasional dan bertumbuhan secara berkelanjutan dan stabil,


mewajibkan sektor jasa keuangan menjalankan usahanya secara terorganisir, adil,
transparan dan akuntabel serta dapat melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Transparansi, keadilan, kehandalan, kerahasiaan, keamanan data dan
informasi konsumen, penanganan keluhan yang cepat dan sederhana, dan biaya
penyelesaian sengketa yang terjangkau menjadi prinsip perlindungan konsumen di
sektor jasa keuangan.

Kesadaran konsumen asuransi mengenai kegiatan sektor jasa keuangan sangat


dibutuhkan, sehingga sektor jasa keuangan asuransi dapat dilakukan dengan cara
yang terorganisir, adil, transparan dan akuntabel.

Penulisan hukum (pengajuan proposal skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui


perlindungan hukum yang didapatkan nasabah asuransi menurut peraturan
perundang-undangan asuransi untuk menganalisa penyelesaian nasabah yang
dirugikan pihak asuransi jiwasraya persero.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen Asuransi, Perlindungan Hukum, Nasabah


asuransi Jiwasraya Persero.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman saat ini kian berkembang sangatlah pesat, Kecanggihan


teknologi dan kemudahan untuk mengakses informasi sudah menjadi sahabat didalam
kehidupan manusia saat ini. Tak hanya terjadi di Indonesia melainkan diberbagai
belahan bumi ini, dampak tersebut dirasakan. Hal yang paling menonjol ialah
meningkatnya kebutuhan manusia itu sendiri, seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk dimuka bumi ini. Dahulu manusia hanya membutuhkan sandang, pangan
dan papan, agar dapat bertahan hidup. Namun di zaman sekarang handphone sudah
termasuk menjadi kebutuhan pokok saat ini, kapanpun dan di manapun handphone
akan selalu ada di setiap aktifitas manusia.

Demikian halnya seperti saat ini tidak hanya ingin memenuhi kebutuhan
pokoknya saja, manusia saat ini juga memikirkan soal kebutuhan dimasa yang akan
datang. Untuk itu mereka mempersiapkannya mulai dari saat ini guna dapat
memenuhi kebutuhannya dihari tua nanti, saat ia tak lagi produktif.

Sebagai contoh dana pensiun, bekal tersebut ditujukan guna dapat memenuhi
kebutuhannya dihari tua ataupun guna memenuhi kebutuhan anak – anaknya agar
tetap dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu sebagaian manusia memerlukan
asuransi, agar dapat memenuhi kebutuhan yang belum pasti tersebut dimasa yang
akan datang.

Asuransi merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk mencapai suatu
keadaan yang dapat memenuhi kebutuhannya, terutama sekali untuk kebutuhan –
kebutuhannya yang hakiki sifatnya antara lain lebih rasa aman dan terlindungi.1

Manfaat asuransi sangat penting dan besar artinya pada masa sekarang ini,
diantaranya:

1. Asuransi dapat memberikan rasa terjamin atau rasa aman dalam menjalankan
usaha. Hal ini karena seseorang akan terlepas dari kekhawatiran akan tertimpa

1
Dr.Hartono, Sri Rejeki.,S.H. 1992. Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika.Hal.30
kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak diharapkan, sebab walaupun
tertimpa kerugian akan mendapat ganti rugi dari perusahaan asuransi.
2. Asuransi dapat menaikan efisiensi dan kegiatan perusahaan, sebab dengan
memperalihkan resiko yang lebih besar kepada perusahaan asuransi,
perusahaan itu akan mencurahkan perhatian dan pikirannya pada peningkatan
usahanya.
3. Asuransi cenderung kearah perkiraan penilaian biaya yang layak. Dengan
adanya perkiraan akan suatu resiko yang jumlahnya dapat dikira-kira
sebelumnya, maka suatu perusahaan akan memperhitungkan adanya ganti rugi
dari asuransi didalam ia menilai biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan.
4. Asuransi merupakan dasar pertimbangan pemberian suatu kredit. Apabila
seseorang meminjam kredit bank, maka biasanya meminta kepada debitur
untuk menutup asuransi benda jaminan,
5. Asuransi dapat mengurangi timbulnya kerugian-kerugian. Dengan ditutupnya
perjanjian asuransi, maka resiko yang mungkin dialami seseorang dapat
ditutup oleh perusahaan asuransi.2
6. Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal pendapatan atau untuk
harapan masa depan. Dalam hal ini fungsi menabung dari asuransi terutama
dalam asuransi jiwa.
7. Asuransi merupakan alat pembangunan. Dalam hal ini premi yang terkumpul
dalam perusahaan asuransi dapat dipakai sebagai dana investasi dalam
pembangunan bantuan kredit jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang, bagi usaha-usaha pembangunan. Pada akhirnya dapat memperluas
kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat banyak.3

Menurut H.M.N Purwosutjipto :

“Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara penanggung dengan


penutup asuransi ,dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian
dan atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu penutupan
perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu
teradinya evenement, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar
uang premi”.

2
Santoso Poedjosoebroto, 1996, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia,
Jakarta: Bharata, Hal 82.
3
Endang, M. Suparman Sastrawidjaja, 1993, Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung Asuransi
Deposito Usaha Peransuransian), Bandung: Alumni, Hal 59.
Sementara itu didalam KUHD Pasal 246 menyatakan bahwa asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung,dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkinakan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tak tertentu.

Nasabah atau orang yang mendaftarkan dirinya pada asuransi jiwa menjadi orang
yang berkomitmen dengan perusahaan asuransi melalui surat atau akta perjanjian
asuransi jiwa memiliki bantuan perlindungan hukum di berbagai macam aturan
peraturan undang – undang. Contohnya pada Undang – Undang No. 21 Tahun 2011
mengenai Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 mengenai
Perasuransian, juga pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013
tentang melindungi pembeli Sektor Jasa Keuangan. Perlindungan hukum yang
diberikan terhadap nasabah asuransi dijelaskan dalam Pasal 2 huruf a Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang berbunyi : 

“Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana
dari masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan
kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan
timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup
atau meninggalnya seseorang.”

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen sudah menyebutkan secara jelas mengenai perlindungan hukum yang
diberikan bagi konsumen pemakai jasa atau nasabah asuransi, yaitu
dengan melakukan segala upaya demi tercapainya perlindungan hukum bagi nasabah.
Perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi merupakan hal yang penting
sekali, oleh karena dihubungkan dengan praktik perjanjian baku pada perjanjian
asuransi, pada hakikatnya sejak penandantanganan polis asuransi, tertanggung
sebenarnya sudah kurang mendapatkan perlindungan hukum oleh karena isi atau
format perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak perusahaan asuransi.

Salah satu institusi yang berwenang dan berfungsi di dalam memberikan


perlindungan hukum tersebut ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur
dalam Undang – Undang No. 21 Tahun 2011, yang pada Pasal 55 ayat (1)
menyatakan bahwa : “Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan ke OJK.4

B. Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan dalam suatu penelitian penting untuk dialkukan oleh


peneliti, sebab dengan adanya perumusan masalah penelitian dapat difokuskan pada
suatu permasalahan pokok untuk mendapatkan gambaran yang terarah serta agar
dapat mempermudah dalam membahas suatu permasalahan sehingga sasaran dan
tujuan yang diharapkanakan dapat dicapai. Adapun yang dapat dirumuskan sebagai
suatu permasalahan pada penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana perlindungan hukum yang didapatkan nasabah asuransi menurut


peraturan perundang-undangan
2. Bagaimana penyelesaian terhadap nasabah yang dirugikan pihak asuransi PT.
Jiwasraya (Persero)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai


berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang didapatkan nasabah asuransi


menurut peraturan perundang-undangan asuransi.
2. Untuk menganalisa penyelesaian nasabah yang dirugikan pihak asuransi
jiwasraya persero.

D. Manfaat Penelitian

Di dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada manfaat yang


dapat diambil bagi penulis sendiri, ataupun masyarakat pada umumnya. Manfaat
penelitian ini dibedakan kedalam dua bentuk, yaitu :

 Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum perdata pada


umumnya dan hukum asuransi pada khususnya, terutama mengenai perlindungan
hukum terhadap nasabah asuransi PT. Jiwasraya (persero). Hasil penelitian ini dapat
4
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 55 ayat (1)).
bermanfaat untuk memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang Hukum Asuransi dan umumnya Hukum Perdata.

 Manfaat praktis

Untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan penulis untuk


menerapkan ilmu yang diperoleh. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk
memberikan formasi dan kepada masyarakat pada umumnya dan semua pihak yang
berkepentingan pada khususnya.

E. Metode penelitian

Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah
suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu pengetahuannya
kini usaha dimana dengan menggunakan metode-metode tertentu. 5
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, yang dilakukan dengan cara
menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas, konsepsi, doktrin dan norma hukum yang berkaitan dengan penelitian.

5
HadiSutrisno. 1997. MetodologiRiset. Yogjakarta : UGM press. Hal. 3
BAB II

LANDASAN TEORI
Perlindungan Konsumen dan Permasalahan

Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) dan permasalahannya. Lahirnya


UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan (Pasal 3) untuk
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha,
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

Hak dan Kewajiban para pihak

Berdasarkan tujuan dari lahirnya UU Perlindungan Konsumen diatas, maka perlu


diatur apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Pada Pasal 4 mengatur tentang hak
Konsumen yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan; hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak – hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 5 dalam UU yang
sama, mengatur tentang kewajibannya yaitu : membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa.
Mengikuti perlindungan konsumen secara patut. Berdasarkan ketentuan Pasal 5
(a) di atas, bahwa dalam jasa Asuransi, Konsumen Asuransi pun berkewajiban untuk
membaca dan memberikan keterangan yang jujur dan akurat pada aplikasi asuransi
sebelum aplikasi tersebut ditandatangani. Demikian pula wajib membaca isi polis
dengan tujuan untuk membuktikan apakah polis yang diterimanya sesuai dengan yang
ditawarkan oleh Pelaku Usaha dan atau yang diminta melalui lembar aplikasi asuransi
(SPAJ/SPPA) yang ditandatangani.

Undang-undang Perlindungan Konsumen ini juga mengatur tentang Hak dan


Kewajiban Pelaku Usaha. Pada Pasal 6 mengatur tentang haknya yaitu: hak-hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik; hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya dan Pasal 7 mengatur tentang kewajibannya yaitu:

 beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya


 memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan
 memberlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif

Menjamin memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji yang


diperdagangkan (dalam usaha asuransi dikenal dengan istilah masa free look atau
examination provision atau masa untuk itu tertanggung/ pemilik polis harus dapat
memanfaatkan kebebasan untuk melihat dan membaca kebenaran isi atau materi
kontrak asuransi yang telah disepakatinya)

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan/atau


jasa (Pasal 8 (1) f): yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,
etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Dalam
usaha asuransi khususnya dalam penjualan produk asuransi pada umumnya penjualan
menggunakan brosur, leaflet, ilustrasi, dan keterangan lain sebagai alat peraga
penjualan (sales kits dan sales talk) yang diharapkan dapat mendukung kelancaran
proses penjualan. Oleh karena itu semua peraga dan alat penjualan diharapkan tidak
terjadi penyimpangan atau diharapkan sesuai dengan kondisi produk yang dibelinya

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang


dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah (Pasal 9 ayat (1) k):
menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Larangan
pencantuman klausula baku atau eksonerasi (Mariam Darus Badrulzaman, 1995:71),
diatur pada Pasal 18 sebagai berikut :

Ayat (1): Mengatur bahwa Pelaku Usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau penjanjian
apabila: menyatakan pengalihan tanggung jawab Pelaku Usaha; secara
angsuran;
Ayat (2): Pelaku Usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letaknya
yang pengungkapannya sulit dimengerti;
Ayat (3): Setiap klausula baku yang telah ditetapkan memenuhi ketentuan pada
ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum;
Ayat (4): Pelaku Usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-undang ini.
Tujuan diberlakukannya UU Perlindungan Konsumen ini memiliki tujuan yang
sangat baik agar pengguna produk dan/atau jasa dapat terlindungi. Akan tetapi
permasalahannya adalah, apakah UU ini lebih menekankan pada pemberian
perlindungan kepada konsumen pengguna produk nyata atau kepada produk nyata
dan jasa. Jika diperhatikan dari aspek larangannya lebih memprioritaskan untuk
Pelaku Usaha yang memproduksi dan menjual barang nyata dan/atau layanannya.
Masalahnya bagaimana bagi pelaku usaha yang menawarkan jasa dan/atau
layanannya, seperti yang diterapkan pada jasa keuangan Asuransi, yang pada
umumnya bersifat adhesif (baku atau standar).

Oleh karena penggunaan klausula ini, sebagai suatu kebutuhan dan tuntutan
dalam masyarakat dunia usaha yang membutuhkan efisiensi di dalam aktivitasnya,
bahkan menunjukkan gejala-gejala peningkatan sebagai dampak globalisasi dunia.
Perlindungan Konsumen (UU No. 40 Tahun 2014) dan permasalahannya.
Perlindungan Konsumen yang diatur dalam POJK. Bentuk perlindungan hukum bagi
konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen. Walaupun sangat beragam,
secara garis besar hak-hak konsumen dapat dibagi dalam 3 (tiga) hak yang menjadi
prinsip dasar, yaitu:

 Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik


kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan
 Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar
 Hak untuk memperoleh
Penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapinya.

Perlindungan Konsumen pada jasa keuangan diatur pada Pasal 31, UU No. 21
Tahun 2011 tentang OJK, yang lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan OJK (POJK).
Adapun yang dimaksud “Konsumen” dalam jasa keuangan adalah pihak – pihak yang
mendapatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di LJK antara
lain nasabah pada perbankan, pemodal di pasar modal, pemegang polis pada
perasuransian, dan peserta pada dana pension, berdasarkan peraturan perundang –
undangan di sektor jasa keuangan (Pasal 1 ayat 2), sedangkan yang dimaksud dengan
“Perlindungan konsumen” adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan
perilaku pelaku usaha Jasa keuangan (Ayat 3). Sedangkan Konsumen Asuransi adalah
pihak-pihak yang membayar premi dan/atau memanfaatkan

Pelayanan yang tersedia dari perusahaan perasuransian.

Adapun yang dimaksud dengan “Perasuransian” adalah usaha perasuransian yang


bergerak di sector usaha asuransi, yaitu jasa keuangan yang dengan menghimpun
dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan
kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian
karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya
seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang
menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian (Pasal 1
ayat 7).

Pengertian asuransi juga dirumuskan oleh pasal 246 KUHD, yang menyatakan:
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan didentanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu.

Dari definisi Pasal 246 KUHD dapat ditentukan beberapa unsur penting dalam
pertanggungan, yaitu:

 Unsur Subjek Subjek pertanggungan adalah pihak-pihak, yaitu penanggung


dan tertanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian secara
bertimbal balik.
 Unsur Status Pihak penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban
dan hak, dan berstatus sebagai manusia pribadi, sekelompok manusia pribadi,
dan badan hukum. Tetapi khusus mengenai penanggung manusia pribadi, dun
badan hukum. Tetapi khusus mengenai penanggung harus berstatus badan
hukum dalam Pasal 7 ayat (l) No.2 Tahun 1992.
 Unsur Objek Objek pertanggungan dapat berupa benda, kepentingan yang
melekat pada benda, sejumlah uang. Tujuan yang hendak dicapai oleh
tertanggung ialah peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung.
Pertanggungan terjadi karena tidak mampu menghadapi bahaya yang
mengancam benda miliknya (kepentingan). Dengan pertanggungan
tertanggung merasa bebas dari resiko, karena membayar sejumlah premi
kepada penanggung dan ini merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh
penanggung.
 Unsur Peristiwa Peristiwa pertanggungan merupakan persetujuan atau kata
sepakat antara penanggung dan tertanggung mengenai objek pertanggungan
dan syarat – syarat yang berlaku dalam pertanggungan. Tidak pemberitahuan
menurut Pasal 251 KUHD dianggap tidak ada kata sepakat, sehingga
dianggap pula tidak ada pertanggungan. Dalam persetujuan atau kata sepakat
itu termasuk juga evenement (peristiwa tak tentu). Jika evenement ini benar –
benar terjadi, sehingga timbul kerugian, maka penanggung berkewajiban
membayar ganti kerugian kepada tertanggung. Sebaliknya jika evenement itu
tidak terjadi, penanggung tetap menikmati premi yang diterimanya dari
tertanggung. Evenement adalah peristiwa terhadap mana benda-benda itu
dipertanggungkan. Evenement ini tidak dapat diketahui sebelumnya dan tidak
diharapkan terjadi.
 Unsur Hubungan Hukum Hubungan hukum antara penanggung dan
tertanggung adalah hubungan kewajiban dan hak, yaitu keterkaitan
penanggung dan tertanggung memenuhi kewajiban dan memperoleh hak.
Kewajiban pokok penanggungan adalah memikul beban risiko dan jika terjadi
evenement yang menimbulkan kerugian, dia wajib membayar ganti kerugian
kepada tertanggung. Penangggung memperoleh hak atas premi. Premi ini
merupakan kewajiban 10 pokok tertanggung untuk memperoleh hak bebas
dari beban resiko, atau penggantian kerugian jika terjadi evenement.6

Prinsip – prinsip Asuransi

6
Abdulkadir Muhammad, 2000, Pengantof Hukum Pertanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
him. 9
Prinsip indemnitas adalah suatu prinsip utama dalam peranjian asuransi, karena
merupakan prinsip yang mendasari mekanisme kerja dan memberikan arah tujuan
dari perjanjian asuransi itu sendiri (khusus untuk asuransi kerugian). Perjanjian
asuransi mempunyai tujuan utama yang spesifik ialah untuk memberikan suatu ganti
kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.7 Kerugian itu tidak boleh
menyebabkan posisi keuangan pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari
posisi sebelum menderita kerugian. Jadi terbatas sampai pada posisi semula, sehingga
sesuai dengan Pasal 246 KUHD :" seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan pergantian
kepadanya karena suatu kerugaian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan".

Yang ingin dicapai oleh prinsip indemnitas adalah keseimbangan antara resiko
yang dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung
sebagai akibat dari terjadinya peristiwa yang secara wajar tidak diharapkan
terjadinya. Jadi harus ada hubungan antara kepentingan dan prinsip indemnitas.
Tertanggung harus benar-benar mempunyai kepentingan terhadap kemungkinan
menderita kerugian karena terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan.

Dengan jelas dikatakan Prof. Emmy Pengaribuan, bahwa prinsip keseimbangan


ini ditarik pada prinsip umum dari hukum perdata yaitu Tarangan memperkaya diri
secara melawan hukum atau memperkaya diri tanpa hak".8

Perlindungan Hukum Yang Didapatkan Nasabah Asuransi Menurut Peraturan


Perundang-undangan.

Dalam Undang – Undang ini yang dimaksud dengan Asuransi adalah perjanjian
antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar
bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

 memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena


kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
 memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
7
A.Junaedy Ganie, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, him 45.
8
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.Cit., him 29
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana.9

Hukum perasuransian di Indonesia sudah cukup lama dikenal dan diatur dalam
sejumlah peraturan perundang-undangan semenjak belum terwujudnya negara
Republik Indonesia. Eksistensi pengaturan asuransi dalam KUHD tetap berlanjut,
karena tidak dicabut oleh peraturan perundang – undangan lainnya. Undang-Undang
No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah peraturan perundangan
pertama sebagai karya bangsa dan negara Republik Indonesia yang merdeka dan
berdaulat, tetapi tidak mencabut keberadaan KUHD di dalam mengatur berbagai
aspek tentang perasuransian, khususnya perlindungan hukum terhadap pemegang
polis asuransi.

Perlindungan hukum bagi pemegang Polis asuransi penting sekali oleh karena,
polis itu merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa
asuransi telah terjadi. Polis asuransi sebagai bukti terjadinya perjanjian asuransi
mengikat melalui perjanjian asuransi yang dibuktikan dengan Polis asuransi telah
terjadi pemindahan resiko misalnya asuransi jiwa atau asuransi kerugian kepada
perusahaan asuransi. Abdul Kadir Muhammad menjelaskan, melalui perjanjian
asuransi resiko kemungkinan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian yang
mengancam kepentingan tertanggung itu dialihkan kepada perusahaan asuransi
kerugian selaku penanggung.10

Perlindungan hukum lebih menempatkan kedudukan pemegang Polis sebagai


pihak yang lebih diberikan perhatian oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dibandingkan dengan perusahaan asuransi. Undang-Undang No. 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian menentukan sejumlah kriteria standarisasi bagi perusahaan
asuransi, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 26 ayat-ayatnya, sebagai berikut :

1. Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar perilaku usaha yang


mencakup ketentuan mengenai :
A. Polis;
B. Premi atau kontribusi;
C. Underwitting dan pengenalan Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta;
D. Penyelesaian klaim;
E. Keahlian di bidang perasuransian;
F. Distribusi atau pemasatan produk;
9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Op Cit, hal. 166
G. Penanganan keluhan Pemegang Polis;
H. Standar lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.11

Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, lebih banyak


mendapatkan pengaturan dan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang dalam
Pasal 28 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
ditentukan bahwa, “Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK berwenang
melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang meliputi :

1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, karakateristik sektor


jasa keuangan, layanan, dan produknya;
2. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila
kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan
3. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan disektor jasa keuangan.12

POJK No. 1/POJK.07/2012 juga mengatur penyelesaian sengketa yang


dinamakan sebagai penyelesaian pengaduan konsumen, sebagaimana diatur pada
Pasal 39 ayat-ayatnya, sebagai berikut:

1. Dalam hal tidak mencapai kesepakatan penyelesaian pengaduan, konsumen


dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui
pengadilan.
2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
3. Dalam hal penyelesaian sengketa tidak dilakukan melalui lembaga alternatif
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), konsumen dapat
menyampaikan permohonan kepada otoritas jasa keuangan untuk
memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku
di pelaku usaha jasa keuangan.

11
UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Pasal 26).
12
Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 28)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian


hukum yang meletakkan hukum sebagai suatu sistem norma yang berlaku didalam
masyarakat13. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,
kaidah, dari peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Dengan
pengertian penelitian yang dilakukan dengan menganalisis substansi Peraturan
Perundang-undangan atas pokok permasalahan. Dalam hal ini penulis akan
menganalisis perlindungan hukum terhadap nasabah asuransi Jiwasraya (Persero)
sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan.

Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan perundang-undangan


(statue approach). Pendekatan perundang-undangan (statue approach) dilakukan
dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut
dengan isu hukum yang sedang ditangani dalam hal ini Undang Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

B NYA GA ADA???

C. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
meliputi data sekunder. Data sekunder terdari dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer, yaitu bersumber dari peraturan perundang-undangan


yang berhubungan dengan (dengan apa?)
2. Bahan hukum sekunder, yaitu mencakup seluruh materi yang berhubungan
dengan bahan hukum primer, berupa literatur baik berupa buku, artikel, surat
kabar, jurnal-jurnal hukum, dan bacaan lainnya.

13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005), hal. 35
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum
primer dan bahan hukum tersier sebagai penunjang informasi dalam
penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder maka


pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan
analisis terhadap peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan langkah
sebagai berikut :

1. Mempelajari, meneliti, dan mengutip buku literatur dan peraturan perundang-


undangan yang berlaku dan mempunya relevansi dengan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini.
2. Menginventarisasi dan menilai serta memilih secara selektif bahan-bahan
bacaan lainnya seperti majalah, surat kabar, artikel yang menunjang dan
memperkaya penulisan penelitian ini.

E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif yaitu dengan cara menguraikan data dalam bentuk kalimat yang selanjutnya
diadakan pembahasan terhadap masalah yang diteliti, sehingga dari uraian tersebut
dapat diambil suatu simpulan terhadap pokok bahasan yang diteliti.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perusahaan asuransi adalah salah satu perusahan jasa keuangan


pengakumulasi dana masyarakat yang diperoleh atau didapatkan dari premi yang
dibayarkan konsumennya, oleh karena itu perusahaan asuransi dalam
menyelenggarakan usahanya wajib memenuhi ketentuan Tata Kelola Perusahaan
yang baik bagi Perusahaan Perasuransian (good corporate, good governance)
sesuai POJK No. 2 POJK.05/ 2014, dan dapat memberikan perlindungan terhadap
konsumennya (POJK No. 1/POJK.07/2013). Oleh karena itu, hadirnya OJK (UU
No. 21 Tahun 2011, tanggal 22- 11-2011) dan peraturan pelaksanaannya dapat
benar-benar memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
secara terpadu, independen, dan akuntabel. Demikian juga dengan hadirnya UU
No. 40 Tahun 2014 (tanggal 17 Oktober 2014) tentang Perasuransian diharapkan
agar industri perasuransian dapat berkembang secara sehat, dapat diandalkan,
amanah, dan kompetitif akan meningkatkan perlindungan bagi Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta, serta mendorong Pembangunan Nasional.

Oleh karenanya, peraturan pelaksanaannya agar segera dilengkapi dan harus


terpenuhi dalam kurun waktu 2,5 tahun terhitung UU ini diundangkan, dengan
tujuan agar perlindungan terhadap konsumennya sebagai pengguna produk
dan/atau layanannya, terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Sebagai bentuk dan usaha atau layanan Pelaku usaha terhadap konsumennya,
mengharuskan Pelaku Usaha dapat meningkatkan peran unit kerja (Internal
Dispute Resolution) dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan
pengaduan yang diajukan konsumennya sesuai yang diatur Pasal 36 ayat (1),
POJK No. 1/POJK.07/2013, sehingga pelayanan terhadap konsumennya dapat
ditingkatkan, dan berusaha untuk menghindarkan dari praktek atau kecurangan
(fraud) dalam Asuransi.

Jika sengketa asuransi pun tidak dapat dihindari agar Pelaku Usaha
Perasuransian dapat memberikan alternatif penyelesaian melalui Badan Mediasi
dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), sehingga konsumen asuransi terus
mendapatkan pelayanan yang berkesinambungan. Bahwa tujuan perusahaan akan
tercapai jika perusahaan dikelola dengan baik dan sesuai dengan harapan yang
ditetapkannya. Oleh karena itu, sebaiknya Jiwasraya Persero sebagai satu-satunya
perusahaan Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik Indonesia (BUMN) yang
saat ini merupakan perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar di Indonesia , harus
membangun kinerja baik dan memenangkan persaingan, juga merupakan
perusahaan yang berfokus pada kepuasan dan membangun loyalitas
konsumennya. Bagaimana dapat membangun kepuasan dan layolitas konsumen,
salah satunya memperhatikan dan fokus terhadap perlindungan konsumennya
sebagai pengguna produk dan/atau layanannya, dan tidak gegabah dalam
mengambil keputusan-keputusan yang akan merugikan para nasabah.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

Dimyanti Khuzdaifah, 2004. Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum


UMS.
Endang, M. Suparman Sastrawidjaja, 1993, Hukum Asuransi (Perlindungan
Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian), Bandung: Alumni.

Hartono Hadisaputro. 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,


Yogyakarta: Liberty.

Hartono. Sri Redjeki, 2001, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar
Grafika. H.M.N.

Purwosuţjipto. 1983, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7 Hukum


SuratBerharga, Jakarta: Djambatan.

Poedjosoebroto. Santoso, 1996, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan


Jiwa di Indonesia, Jakarta: Bharata.

Kitab PerUndang-undangan: Undang-undang No 2Tahun 1992Tentang Usaha


Perasuransian.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.Tentang Perbankan.


Undang-Undang Nomor 10Tahun 1998.Tentang Perubahan Atas Undang- Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Anda mungkin juga menyukai