Anda di halaman 1dari 20

MISREPRESENTATION SEBAGAI FRAUD DALAM PERKARA

KONTRAK ASURANSI YANG DILAKUKAN PENANGGUNG

Mulhadi, Dedi Harianto

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


Jalan Dr. Mansyur No. 58 Kota Medan
Email: mulhadi@usu.ac.id, dedi@usu.ac.id

Disubmit: 15-07-2021 | Diterima: 19-04-2022


Abstract
Insurance companies in Indonesia are currently trapped in the stigma of seeking the highest
premiums. Many agents do not work according to standards and do not explain in detail the insured
party’s rights and obligations. This study aims to determine the meaning of misrepresentation
and forms of misrepresentation made by the insurer in an insurance contract case based on
court decisions. This normative juridical approach uses content analysis method. The results
showed that the insurer failed to provide correct information about the importance of medical
check-ups about life insurance, failed to explain the relationship between honesty in disclosing
material circumstances with the risk of cancellation of the policy or the consequences of an
insurance claim being rejected, failed to present the correct information to policyholders and
gives the impression that insurance claims can be made easily, only with a photocopy of the
receipt for payment of hospital fees, and the failed to present correct information that the policy
can only be closed to other people if the prospective insured has a birth certificate and cannot
be replaced by a statement only.

Key words: misrepresentation, fraud, insurer, insurance contract

Abstrak
Perusahaan asuransi di Indonesia saat ini terjebak dalam stigma mencari premi setinggi-
tingginya. Banyak agen tidak bekerja sesuai standar dan tidak menjelaskan secara rinci hak
dan kewajiban pihak tertanggung. Penelitian ini bertujuan mengetahui misrepresentasi dan
bentuk-bentuk misrepresentasi yang dilakukan oleh penanggung dalam perkara kontrak
asuransi berdasarkan putusan-putusan pengadilan. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan
metode content analysis. Hasil menunjukkan bahwa penanggung gagal memberikan informasi
mengenai pentingnya pemeriksaan kesehatan dalam kaitannya dengan asuransi jiwa, gagal
menjelaskan hubungan antara kejujuran dalam mengungkapkan keadaan materil secara lengkap
dengan risiko batalnya polis atau konsekuensi penolakan klaim asuransi ditolak, penanggung
memberikan informasi keliru kepada pemegang polis dengan mengesankan selah-olah klaim
bisa dilakukan dengan mudah hanya dengan photocopy bukti pengeluaran biaya rumah sakit,
dan gagal menyajikan informasi bahwa polis hanya dapat ditutup untuk orang lain, jika
calon tertanggungnya memiliki akta kelahiran dan tidak bisa digantikan dengan sebuah surat
pernyataan.
Kata kunci: misrepresentasi, penanggung, kontrak asuransi

59 DOI: https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2022.01501.4
60 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

Pendahuluan menunjukkan hal-hal yang harus diketahui


Asuransi adalah salah satu sarana efektif konsumennya. Apalagi kalau marketingnya
untuk mengendalikan risiko dengan membagi lewat telepon, konsumen seharusnya
dan mengalihkan risiko itu pada pihak lain, mendapatkan kesempatan membaca polisnya,
karena asuransi bertujuan membagi risiko tidak bisa asal dibacakan. Banyak cara
kerugian secara adil,1sehingga wajar disebut marketing asuransi yang merugikan konsumen.
sarana manajemen risiko.2Bagi perusahaan Di sisi lain, konsumen banyak yang belum
asuransi, tujuan asuransi tidak semata-mata paham dengan dunia perasuransian.
4

pengalihan risiko, yang lebih penting adalah Memberikan penjelasan terperinci kepada
dalam rangka mengumpulkan premi sebanyak- calon tertanggung mengenai produk asuransi
banyaknya.3 merupakan kewajiban perusahaan asuransi,
Demi upaya premi demikian juga dengan institusi perantara
mengumpulkan
sebanyak-banyaknya, perusahaan asuransi lainnya seperti agen asuransi dan underwriter.
melalui agen-agennya, melakukan berbagai Namun kewajiban ini terkadang diabaikan
cara untuk menarik minat konsumen demi demi mengejar target pengumpulan premi yang
tercapainya target pengumpulan premi. dihasilkan. Kewajiban ini sangat berkaitan
Menurut Kepala Badan Mediasi dan Arbitrase dengan prinsip dasar dalam perjanjian pada
Asuransi Indonesia (BMAI) Frans Lamury, umumnya, yakni prinsip itikad baik. Selain
saat ini perusahaan asuransi di Indonesia itu, saat ini dikenal asas khusus dalam kontrak
terjebak dalam stigma mencari premi setinggi- asuransi, bahwa penanggung juga wajib
tingginya. Banyak agen perusahaan asuransi tunduk patuh pada aturan hukum asuransi
yang tidak bekerja sesuai standar, tidak yang berkembang secara global yaitu prinsip
menjelaskan secara rinci hak dan kewajiban utmost good faith.
pihak tertanggung (misrepresentasi). Ketua Prinsip utmost good faith berati “the most
Umum Yayasan Lembaga Konsumen abundant good trust; absolute and perfect
Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritik candor or openness and honesty; the absence
sistem marketing asuransi. Menurutnya, of any concealment or deception, however
perusahaan asuransi tidak hanya menonjolkan slight (kepercayaan baik yang paling
5

sisi kelebihan produknya, tapi juga mesti berlimpah; keterusterangan dan keterbukaan
1 Terungwa Azende, “Risk Management and Insurance of Small and Medium Scale Enterprises (SMEs) in
Nigeria.” International Journal of finance and Accounting 1, no. 1, (2012) : 8-17
2 D. Suresh Kumar, et al. “An Analysis of Farmers’ Perception and Awareness Towards Crop Insurance as a Tool
for Risk Management in Tamil Nadu,” Agricultural Economics Research Review 24, no. 1, (2011): 37-46.
3 Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi, dan Surat Berharga. (Bandung : PT Alumni,
1997), hlm.146.
4 Gabriela Jessica, “Perusahaan Asuransi Harus Ditertibkan”, https://mediaindonesia.com/read/
detail/124954-perusahaan-asuransi-harus-ditertibkan, Diakses 04 November 2020.
5 S. W. Thomas, “Utmost Good Faith in Reinsurance: a Tradition in Need of Adjustment”, Duke LJ, 41, 1991 :
1548.
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 61

dan kejujuran yang mutlak dan sempurna; berhak memperoleh manfaat; dan bertindak
tidak adanya penyembunyian atau penipuan, dengan integritas, kompetensi, serta utmost
betapapun kecilnya). Prinsip utmost good good faith”. Terakhir dalam Pasal 31 ayat
faith sebagai suatu “kewajiban afirmatif untuk 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
mengungkapkan secara sukarela, akurat dan tentang Perasuransian, bahwa “Agen Asuransi,
menyeluruh, semua fakta material, baik yang Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan
diminta atau tidak.6Walaupun KUHD belum Perusahaan Perasuransian wajib memberikan
mewajibkan prinsip ini pada penanggung, informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau
bukan berarti penanggung bebas melakukan tidak menyesatkan kepada Pemegang Polis,
tindakan misrepresentasi atau memanfaatkan Tertanggung, atau Peserta mengenai risiko,
prinsip ini untuk melindungi kepentingannya manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya
dengan sengaja memberikan informasi sesat terkait dengan produk asuransi atau produk
kepada tertanggung. Prinsip utmost good faith asuransi syariah yang ditawarkan”. Namun
pada penanggung sudah diwajibkan dalam dalam praktiknya, prinsip utmost good faith
ketentuan di luar KUHD, yakni dalam Pasal ini seolah-olah hanya dibebankan kepada
27 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 73 tertanggung.
Tahun 1992 bahwa agen Asuransi dalam Mangacu pada beberapa putusan
menjalankan kegiatannya harus memberikan pengadilan dalam perkara asuransi,
keterangan yang benar dan jelas kepada misrepresentasi sudah menjadi senjata ampuh
calon tertanggung tentang program asuransi bagi penanggung untuk menolak klaim
yang dipasarkan dan ketentuan isi polis, asuransi. Kepercayaan diri perusahaan asuransi
termasuk mengenai hak dan kewajiban calon menggunakan pasal misrepresentation atau
tertanggung. Demikian juga dalam Peraturan pun non-disclosure untuk melemahkan klaim
Menteri Keuangan Republik Indonesia tertanggung bukan tanpa alasan, karena aturan
Nomor: 152/PMK.010/2012 tentang Tata hukum memberikan perlindungan kepada
Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan penanggung. Walaupun demikian, pada
Perasuransi, khususnya dalam ketentuan Pasal banyak kasus hukum, penanggung sering
64 ayat (2) huruf c dan d, bahwa “Perusahaan gagal membuktikan tuduhannya, seperti dalam
Asuransi, Perusahaan Reasuransi, perusahaan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 216/
pialang asuransi, perusahaan pialang Pdt.G/2011/PN.Sby, Putusan MA No.241 PK/
reasuransi, dan perusahaan Agen Asuransi, Pdt /2011, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
wajib mengungkapkan informasi yang Selatan No.738/Pdt G/2012/PN.Jkt.Sel., dan
material dan relevan bagi pemegang polis, Putusan MA No.560 K/Pdt.Sus/2012.
tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang Jarang ditemukan kasus hukum dengan

6 Basic Insurance Concept and Principles, Singapore: Singapore College of Insurance Limited, 2002, hlm. 41
62 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

pokok perkara misrepresentasi yang kesempatan dan tidak ada yang membantah
dialamatkan kepada penanggung. Selain bahwa prinsip utmost good faith dalam pasal
karena aturan hukumnya masih baru dengan dimaksud selalu digunakan sebagai tameng
sanksi bersifat administratif, tertanggung untuk melakukan tindakan serupa (insurance
sebagai penggugat merasa lebih nyaman fraud, misrepresentation, non-disclosure),
dan diuntungkan bila menggunakan pasal atau pun dalam rangka menolak berprestasi,
wanprestasi atau perbuatan melawan hukum seperti dalam Putusan No.147 K/PDT/2009,
sebagai dasar hukum untuk mempertahankan Putusan Nomor 1499/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel.,
haknya dengan mengajukan gugatannya ke Putusan No. 2506 K/Pdt/2011, dan Putusan
pengadilan. No. 424 K/Pdt/ antara Erna Dwiningsih vs
Pada beberapa kasus yang dimenangkan Asuransi Jiwa Central Asia Raya.
tertanggung, walaupun hakim tidak Kontrak asuransi sebagai kontrak utmost
menegaskan penanggung melakukan good faith digambarkan sebagai sangat rumit
misrepresentasi atau kecurangan asuransi dalam karakter dan sangat rentan terhadap
(insurance fraud), namun melalui kasus penyalahgunaannya oleh penanggung.7
hukum tersebut, ditemukan adanya fakta Apalagi alat ukurnya tidak jelas diatur
hukum dalam posita gugatan yang diajukan dalam KUHD dan semuanya diserahkan
pemegang polis atau tertanggung bahwa pada penilaian majelis hakim pengadilan.
penanggung dalam memasarkan polis Penelitian ini penting dilakukan untuk
asuransi miliknya cenderung memberikan memberi bukti bahwa perilaku misrepresentasi
janji-janji palsu, bohong dan menyesatkan atau pernyataan keliru yang dikhawatirkan
(misrepresentation), dengan tujuan menarik dilakukan oleh tertanggung justru lebih
minat calon tertanggung, dan hal ini juga banyak dilakukan oleh penanggung dengan
menjadi salah satu pemicu munculnya memanfaatkan ketentuan Pasal 251 KUHD
sengketa di kemudian hari. atau prinsip utmost good faith.
Selama ini tertanggung selalu disudutkan Chumaidah, melalui penelitian yang
dan diposisikan sebagai pelaku kecurangan dilakukannya menyatakan bahwa itikad baik
asuransi (insurance fraud), misrepresentation, dalam perjanjian asuransi seharusnya bukan
atau pun non-disclosure, padahal dengan hanya dibebankan kepada pihak tertanggung,
posisinya yang kuat ditambah dengan namun penanggung juga harus beritikad baik
regulasi hukum asuransi yang memihak dalam melaksakan perjanjian, sehingga terjadi
pada penanggung, seperti diatur dalam Pasal keseimbangan.8
251 KUHD, penanggung punya banyak Berdasarkan latar belakang tersebut di
7 Henry T. Kramer, The Nature of Reinsurance, in REINSURANCE 1, 9 (Robert W. Strain ed., 1980), dalam
Thomas, S. W. “Utmost Good Faith in Reinsurance: a Tradition in Need of Adjustment”. Duke LJ, 41, 1991,
hlm. 1551.
8 Zahry Vandawati Chumaida, “Menciptakan Itikad Baik Yang Berkeadilan Dalam Kontrak Asuransi
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 63

atas, mendorong penulis untuk mengetahui risiko, asuransi juga bisa digunakan sebagai
mengenai pengertian misrepresentasi dan insentif untuk menghindari risiko.10
bentuk-bentuk misrepresentasi yang dilakukan Asuransi itu sendiri diciptakan untuk
oleh penanggung dalam perkara kontrak melindungi orang, kelompok, atau aktivitas
asuransi. usaha terhadap risiko kerugian finansial
Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan cara membagi atau menyebarkan
yuridis normatif dengan mengandalkan bahan risiko melalui pembayaran sejumlah premi.
hukum sekunder dengan sampel berupa Namun demikian, janji penanggung berupa
empat putusan pengadilan. Penelitian ini imbalan ganti rugi atau sejumlah uang hanya
dimulai dengan membaca ketentuan peraturan akan jadi mimpi bila pada awal kontrak
perundangan dan putusan-putusan pengadilan calon pemegang polis tidak memenuhi
berkenaan dengan perkara kontrak asuransi. prinsip utmost good faith. Carter menyatakan
Setelah kedua tindakan itu dilakukan, kewajiban untuk beritikad baik sempurna itu
maka akan teridentifikasi bentuk-bentuk lebih utama dibebankan kepada tertanggung,
misrepresentasi yang cenderung dilakukan karena penanggung memiliki posisi yang
oleh penanggung. Data disajikan secara relatif lebih pasif, dan pada kenyataannya
deskriptif dengan analisa kualitatif. Pasal 251 KUHD menganut konsep bahwa
hanya tertanggung yang wajib beritikad baik
Pembahasan sempurna,11 sedangkan perusahaan asuransi
dibebaskan untuk hal demikian. Prinsip
A. Misrepresentation sebagai fraud
utmost good faith meliputi dua hal, yakni
dalam Kontrak Asuransi
kewajiban untuk mengungkapkan fakta
Kontrak asuransi telah didefinisikan
atau keadaan materil (duty of disclosure)
sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih
dan larangan memberikan informasi keliru
di mana satu pihak, tertanggung (the insured)
(misrepresentation). Dalam Hukum Asuransi
membayar jumlah tertentu kepada perusahaan
Indonesia, Pasal 251 KUHD, dengan tegas
asuransi (the insurer), sebagai imbalan
mengatur prinsip ini, sebagai berikut:
ganti rugi atas kerugian yang terjadi sebagai
“Setiap keterangan yang keliru atau
akibat dari risiko-risiko, kontinjensi (segala tidak benar (misrepresentation), atau
kemungkinan) atau kejadian-kejadian tertentu setiap tidak memberitahukan hal-hal
yang ditentukan dalam kontrak.9 Selain yang diketahui oleh tertanggung
(non-disclosure), betapapun itikad
berfungsi sebagai sarana untuk menghadapi
Jiwa.” Yuridika 29, no. 2 (2014) : 257
9 Emeric Fischer, “The Rule of Insurable Interest and the Principle of Indemnity: Are They Measures of Damages
in Property Insurance,” Ind. LJ 56, (1980): 445
10 Johannes Spinnewijn, “Unemployed but Optimistic: Optimal Insurance Design with Biased Beliefs,” Journal
of the European Economic Association 13, no. 1, (2015): 130-167.
11 R.L. Carter, Reinsurance, (London : Kluwer Publishing Limited,1979), p.123.
64 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

baik ada padanya, yang demikian tentang sesuatu dengan maksud untuk
sifatnya, sehingga seandainya menipu (with the intent to deceive), biasanya
penanggung telah mengetahui
keadaan yang sebenarnya, perjanjian berbentuk lisan atau kata-kata tertulis, disebut
itu tidak akan ditutup, atau bila sudah juga representasi palsu (false representation).
ditutup dengan syarat yang sama, Penyembunyian (concealment) atau bahkan
mengakibatkan batalnya perjanjian
pertanggungan”. non-disclosure mungkin memiliki efek sama
sebagai misrepresentasi.13
Bila penerapan prinsip utmost good
Garner mengatakan misrepresentation
faith secara tidak adil ini (duty of disclosure
sebagai kecurangan (fraudulent) memiliki ciri-
dan larangan misrepresentation) hanya
ciri bahwa pembuatnya (a) tahu atau percaya
kepada tertanggung, bukan tidak mungkin
bahwa pernyataan atau keterangan yang
penanggung menjadikan prinsip ini sebagai
disampaikannya tersebut tidak sesuai dengan
sarana spekulasi untuk menguntungkan diri
fakta, atau (b) tidak memiliki keyakinan bahwa
sendiri dan merugikan pihak tertanggung
ia menyatakan atau menyiratkan kebenaran
atau pemegang polis. Pada tahap pra-kontrak
dari pernyataan tersebut, atau (c) mengetahui
misalnya, kesempatan penanggung untuk
bahwa dia tidak memiliki dasar (pengetahuan)
melakukan misrepresentasi terbuka lebar
tentang apa yang dia nyatakan atau implikasi
dalam rangka menarik minat calon tertanggung,
atas pernyataan tersebut“).14
sehingga calon tertanggung atau pemegang
Pernyataan keliru (misrepresentation)
polis tidak mendapatkan informasi lengkap
tidak bisa dipisahkan dari fraud (kecurangan),
(materil) mengenai produk asuransi yang
bahkan misrepresentasi ini diakui sebagai
ditawarkan kepadanya, dan jika ini dilakukan
bagian dari fraud. Hal ini bisa dipahami dari
menjadi sebuah tindakan kecurangan (fraud),
penjelasan Garner dalam bukunya “Black’s
dan misrepresentasi merupakan salah satu
Law Dictionary”, sebagai berikut:
unsur dari fraud itu sendiri.
“Fraud is (1) A knowing
Misrepresentasi adalah pernyataan misrepresentation of the truth or
tentang sesuatu sebagai fakta yang sebenarnya concealment of a material fact to
tidak benar, dan tertanggung/penanggung induce another to act to his or her
detriment; is usual a tort, but in
yang menyatakan, mengetahui bahwa itu some cases (esp. when the conduct
tidak benar, dengan maksud untuk menipu is willful) it may be a crime, (2) A
penjamin emisi (underwriter)12atau tindakan misrepresentation made recklessly
without belief in its truth to induce
membuat pernyataan salah atau menyesatkan, another person to act”.15
pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta
12 Salzman Gary I, “Misrepresentation and Concealment in Insurance,” Am. Bus. LJ 8, (1970) : 119
13 Bryan A. Garner, (Editor), Black’s Law Dictionary, 8th ed., (U.S.A: Thomson West, 2004), p.3169
14 Ibid., p.3170
15 Ibid., p.1950
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 65

Misrepresentasi juga memiliki kesamaan Dalam kontrak asuransi, sebagaimana


dengan penyalahgunaan, yakni terjadi dalam diatur dalam Section 17 Marine Insurance
tahap pra kontrak dan bertujuan merugikan Act (MIA) 1906 Inggris, kewajiban untuk
calon pemegang polis atau tertanggung, beritikad terbaik (utmost good faith),
keduanya merupakan satu rangkaian tindakan meliputi duty of disclosure dan larangan
yang saling mendukung satu sama lain. misrepresentation, sesungguhnya menjadi isu
Misrepresentasi oleh perusahaan asuransi sentral dalam bisnis asuransi, yang ditekankan
biasanya memanfaatkan kelemahan calon pada pihak tertanggung. Saat ini, kewajiban
pemegang polis atau tertanggung dari untuk jujur, menyajikan informasi apa adanya
berbagai sisi, dengan memberikan informasi yang diketahui atau pantas diketahui oleh para
keliru atau menyesatkan yang menyebabkan pihak dalam hubungan kotrak asuransi wajib
calon tertanggung menjadi tidak bebas dalam juga dilakukan oleh perusahaan asuransi,
memberikan kesepakatannya, dan ini disebut bahkan wajib juga bagi agent dan underwriter,
penyalahgunaan keadaan (misbruik van dan hal itu sudah dimulai jauh sebelum
omstandigheden; undue influence). lahirnya Marine Insurance Act (MIA) 1906
Kedua hal ini bisa terjadi secara bersama- sebagaimana dikenal dalam perkara Carter vs.
sama atau sendiri-sendiri pada tahap Boehm (1766).
pra-kontrak dengan akibat hukum yang sama, Sayangnya, Pasal 251 KUHD Indonesia
yaitu kontrak bisa dibatalkan. Persoalannya, tidak membebankan kewajiban kepada
apakah tertanggung atau pemegang polis penanggung untuk beritikad baik dalam
memahami kedua doktrin atau prinsip hukum kontrak asuransi, juga tidak ada larangan dan
ini sehingga saat terjadi sengketa tidak lupa sanksi bagi perusahaan asuransi jika ketahuan
mencantumkannya dalam gugatan, baik pada melakukan tindakan misrepresentasi. Sehingga
bagian posita atau pun petitum gugatan. sangatlah pantas jika dikatakan prinsip utmost
good faith dalam Pasal 251 KUHD sebagai
B. Bentuk-bentuk Misrepresentasi
ketentuan tidak adil dan diskriminatif,
yang Dilakukan Penanggung
padahal dasar dan konstitusi negara Republik
Upaya kehati-hatian para pihak dalam
Indonesia sangat menjunjung tinggi keadilan
mengadakan kontrak harus dilakukan pada
sebagai tujuan ideal negara dan anti terhadap
tahap pra-kontrak, karena kemungkinan
tindakan diskriminatif.
tindakan “misrepresentasi” (keterangan keliru
Kehadiran prinsip utmost good faith bukan
atau kurang lengkap/kabur) atau pun tindakan
tanpa alasan, selain sebagai sarana kontrol
“panyalahgunaan keadaan” oleh salah satu
untuk membatasi tindakan kecurangan dan
pihak, bisa terjadi pada tahap pra-kontrak,
menjamin keberlangsungan itikad baik itu
sehingga merugikan pihak lainnya.
66 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

sendiri,16juga dalam rangka melindungi Akibat pelanggaran principle of utmost


kepentingan para pihak yang terikat dalam good faith oleh perusahaan asuransi,
kontrak, namun pada prakteknya, penerapan tertanggung pada akhirnya mendapatkan
prinsip ini justru lebih banyak merugikan pihak informasi atau pemahaman yang salah
tertanggung, menimbulkan ketidakseimbangan mengenai polis dan segala ketentuannya.
dalam kontrak, salah satunya membuka celah Saat tertanggung mengajukan klaim asuransi,
bagi pihak penanggung untuk melakukan tertanggung malah dituduh melakukan
misrepresentasi dengan maksud merugikan misrepresentasi atau bahkan non-disclosure,
tertanggung. sehingga tidak bisa mendapatkan haknya
Mengacu pada pendapat Godfrey,17 berupa ganti kerugian atau pembayaran
pada tahap pra-kontrak, beberapa tindakan sejumlah uang. Padahal penyebab awalnya
pelanggaran duty of utmost good faith, adalah akibat kegagalan perusahaan dalam
baik dalam bentuk misrepresentation atau menyajikan informasi yang benar kepada
pun non-disclosure bisa dilakukan oleh tertanggung.
penanggung, antara lain sebagai berikut:
1. Perkara No.147 K/PDT/2009
1. Penanggung gagal menjelaskan
ketentuan penting polis kepada antara Vincent Salim Saragi vs
tertanggung; Asuransi Jiwa Bersama Bumi
2. Penanggung gagal memberi tahu Putera 1912 (AJBBP)
tertanggung tentang konsekuensi serius
Pada perkara No.147 K/PDT/2009 antara
pelanggaran syarat suatu polis;
Vincent Salim Saragi vs Asuransi Jiwa
3. Penanggung gagal memberi tahu
tertanggung tentang segala kondisi Bersama Bumi Putera 1912 (AJBBP), pada
yang mendahului kewajiban perusahaan halaman 16 putusan hakim Kasasi dalam
asuransi untuk membayar klaim;
perkara ini memberikan pertimbangan bahwa
4. Penanggung gagal memberi tahu
Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah salah
tertanggung bahwa polis yang mereka
peroleh tidak memberikan perlindungan dalam menerapkan hukum atau setidaknya
yang mereka minta secara eksplisit; tidak memberikan pertimbangan yang cukup.
5. Penanggung gagal memberi tahu Merupakan kelaziman pihak asuransi dikala
tertanggung tentang hak yang mereka hendak menarik calon nasabah asuransi,
miliki berdasarkan polis yang tidak
diketahui oleh tertanggung; perusahaan tidak memperhatikan syarat

6. Penanggung gagal menyusun polis kemungkinan yang akan terjadi seperti


asuransi dalam bahasa jelas dan pemeriksaan kesehatan. Ternyata dalam
tidak ambigu, sehingga tertanggung pengisian formulir mengenai kesehatan tidak
memahami dengan jelas polis tersebut.
diisi oleh Tertanggung padahal tidak diadakan
16 Joh Lowry, “Whither the duty of good faith in UK insurance contracts,” Conn. Ins. LJ 16, (2009): 104
17 Kelly Godfrey, “The Duty of Utmost Good Faith - The Great Unknown of Modern Insurance Law,” Insurance
Law Journal 14, (2002): 56.
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 67

cek up kesehatan. Baru setelah Tertanggung yang benar mengenai pentingnya pemeriksaan
meninggal, pihak asuransi mencari alasan kesehatan dalam kaitannya dengan asuransi
melakukan investigasi atas kesehatan jiwa, padahal pemeriksaan kesehatan
Tertanggung, hal ini sekedar akal-akalan merupakan bagian penting dan tidak bisa
dari pihak asuransi untuk tidak memenuhi dipisahkan dalam pembukaan polis asuransi
kewajibannya, apalagi dengan keluarnya jiwa, tetapi perusahaan malah membebaskan
polis asuransi atas nama Tertanggung, berarti calon tertanggung untuk tidak melakukan
semua persyaratan telah terpenuhi. Hal medical check-up. Kedua, karena tidak ada
ini dipandang sebagai kecerobohan pihak kewajiban pemeriksaaan kesehatan, AJBBP
asuransi, sehingga penanggung tidak dapat sebagai penanggung kemudian memberikan
melepaskan diri dari tanggung jawab untuk informasi mengenai tidak pentingnya
memenuhi kewajibannya. mengisi kolom khusus dalam formulir SPAJ
Menurut penulis, walaupun hakim dalam (halaman 2 putusan), sehingga tertanggung
perkara ini tidak menyinggung dasar hukum mengabaikan dengan membiarkan kolom
misrepresentasi dalam putusannya, namun informasi kesehatan dalam keadaan
dalam pertimbangannya, terlihat bahwa kosong, padahal informasi kesehatan sangat
sesungguhnya pihak penanggung sudah diperlukan untuk menentukan besarnya premi
melanggar ketentuan misrepresentasi dan dan penting bagi penanggung apakah akan
bahkan doktrin penyalahgunaan keadaan pada mengambil alih risiko atau tidak sesuai dengan
saat bersamaan. AJBBP dalam persyaratan informasi kesehatan yang diperolehnya dari
polis tidak mewajibkan adanya pemeriksaan tertanggung. Ketiga, penanggung gagal dalam
kesehatan, padahal polis ini menanggung jiwa menjelaskan hubungan antara kejujuran dalam
seseorang yang salah satu persyaratannya mengungkapkan informasi kesehatan secara
menghendaki adanya informasi atau fakta lengkap dengan risiko batalnya polis atau klaim
materil mengenai kesehatan calon tertanggung. asuransi ditolak sesuai dengan ketentuan Pasal
Kelaziman dalam praktik asuransi jiwa telah 251 KUHD. Penanggung memberikan kesan
dengan sengaja dibaikan oleh AJBBP dengan pada tertanggung seolah-olah polis asuransi
berlindung pada asas kebebasan berkontrak. jiwa tetap berlaku, tidak akan dibatalkan atau
Padahal asas kebebasan berkontrak pada manfaatnya tetap bisa diklaim / dinikmati
intinya tidak boleh dilakukan sebebas- tertanggung (ahli waris) walaupun tidak ada
bebasnya sehingga merugikan salah satu pihak medical check-up. Bahwa informasi kesehatan
dalam kontrak. yang tidak dijelaskan tertanggung dengan cara
Dalam perkara ini, tindakan membiarkan kolom formulir dalam keadaan
misrepresentasi pertama yang dilakukan kosong (karena tidak ada medical check-up)
AJBBP adalah tidak memberikan informasi seolah-olah tidak berdampak hukum dan tidak
68 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

menyebabkan asuransi dapat dibatalkan. tersebut untuk kemudian melakukan kegiatan


Bila mengacu pada pendapat Godfrey investigasi kesehatan tertanggung sebagai
di atas, maka dalam Perkara No: No.147 K/ dasar untuk menolak pembayaran klaim atau
PDT/2009 antara Vincent Salim Saragi vs manfaat asuransi. Padahal saat pra-kontrak,
Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 kolom kesehatan dalam formulir SPAJ
(AJBBP), dapat disimpulkan adanya 3 (tiga) diperintahkan oleh penanggung untuk tidak
tindakan misrepresentasi yang dilakukan diisi, namun belakangan, setelah Penggugat
penanggung, yaitu mengurus klaim kepada Penanggung/
a. penanggung gagal (failed; Tergugat, Penggugat baru mengetahui bahwa
unsuccessful) menjelaskan ketentuan kolom keterangan kesehatan yang tidak boleh
penting polis kepada tertanggung; diisi oleh Tertanggung itu kemudian sengaja
b. penanggung gagal (failed; unsuccessful) diisi sendiri oleh Penanggung/Tergugat
memberi tahu tertanggung tentang dengan data yang merugikan Tertanggung
konsekuensi serius pelanggaran syarat dan/atau ahli warisnya.
suatu polis; Mengacu pada tindakan penyalahgunaan
c. penanggung gagal (failed; unsuccessful) keadaan tersebut, dan dikaitkan dengan
memberi tahu tertanggung tentang ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata,
segala kondisi yang mendahului Penanggung telah melakukan penipuan
kewajiban perusahaan asuransi untuk dengan maksud menguntungkan diri sendiri,
membayar klaim. sehingga pihak Tertanggung dipandang tidak
Disisi lain, penanggung juga melakukan bebas dalam menyatakan kehendaknya saat
tindakan penyalahgunaan keadaan (undue kesepakatan terjadi, hal inilah yang disebut
influence). Pertama, menyalahgunakan cacat kehendak (wilsgebreken). Namun yang
keadaan mengenai lemahnya pengetahuan menjadi masalah, baik dalam posita maupun
calon tertanggung tentang asuransi jiwa, baik dalam petitum gugatan, Penggugat tidak
persyaratannya, ketentuan hukum atau pun mengemukakan telah terjadi cacat kehendak
prinsip-prinsip yang berlaku dalam asuransi atau adanya tindakan penyalahgunaan keadaan
jiwa. Kedua, perusahaan menyalahgunaan yang dilakukan Penanggung/Tergugat,
kepolosan tertanggung yang dengan begitu sehingga hakim pengadilan tidak memberikan
saja percaya atas segala informasi menarik pertimbangan hukum berkenaan dengan
dan manfaat yang dijanjikan penanggung pada penyalahgunaan keadaan atau cacat kehendak,
masa akhir kontrak. Ketiga, karena sukses hal ini dalam upaya menghindari terjadinya
melakukan tindakan penyalahgunaan pada putusan di luar gugatan (ultra petita).
poin pertama dan poin kedua, maka tindakan Prinsip ultra petita yang dikenal dalam
berikutnya adalah memanfaatkan keadaan Hukum Acara Perdata telah diatur dalam Pasal
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 69

178 (3) HIR dan Pasal 189 (3) Rbg, dimana Jasa Indonesia (Persero) Tarakan dan PT.
Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas Asuransi Jasa Indonesia (Persero) vs. Yosep
perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan dan Pimpinan Cabang PT. BNI (Persero)
lebih daripada yang dituntut.18Hakim hanya Tbk Tarakan, dimana Majelis Hakim PK MA
menimbang hal-hal yang diajukan para dalam pertimbangan hukum III dan IV hlm.
pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan 27-32, sebagai berikut:
kepadanya (iudex non ultra petita atau ultra “Putusan Kasasi Mahkamah
petita non cognoscitur).19Prinsip hukum ini Agung juncto Putusan Pengadilan
Tinggi Samarinda juncto Putusan
juga berkaitan dengan salah satu asas dalam Pengadilan Negeri Tarakan harus
hukum acara perdata yakni asas “hakim dibatalkan karena mengabulkan
bersifat pasif,” artinya hakim dalam memeriksa bunga yang tidak dituntut oleh
termohon Peninjauan Kembali
perkara perdata bersikap pasif dalam arti kata atau mengabulkan lebih dari yang
ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang dituntut (ultra Petitum)”.22
diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada
Pada Perkara No.147 K/PDT/2009 ini,
asasnya ditentukan oleh para pihak bukan
hakim menyatakan bahwa tindakan yang
oleh hakim, 20
sehingga sangat rasional bila
dilakukan Tergugat (AJBBP) tersebut
hakim tidak akan memutus perkara yang
bukanlah penyalahgunaan keadaan atau cacat
tidak dituntut oleh penggugat. Bila hakim
kehendak, melainkan sebagai kecerobohan
memutus melebihi apa yang dituntut oleh
pihak asuransi, dan oleh karenanya tidak dapat
penggugat, hakim dipandang telah melampaui
melepaskan diri dari tanggung jawab untuk
batas wewenangnya (ultra vires), dan putusan
memenuhi kewajibannya, sehingga pada
hakim seperti ini berakibat dibatalkan oleh
akhirnya hakim memenangkan tertanggung
hakim pada tingkat kasasi Mahkamah Agung
dan membebani perusahaan untuk membayar
Republik Indonesia, seperti dalam Perkara
21
ganti kerugian kepada tertanggung secara
Nomor 530/PK/Pdt/2017, dalam perkara
tunai dan sekaligus berupa ganti rugi atas
antara Pimpinan Cabang PT. Asuransi
bunga bank.
18 B. S. A. Subagyono, et al, Kajian Penerapan Asas Ultra Petita Pada Petitum Ex Aequo Et Bono, Yuridika, 29
(1), (2014) : 103.
19 Ibid., hlm.104
20 Hazar Kusmayanti, Eidy Sandra, dan Ria Novianti. “Sidang Keliling dan Prinsip-Prinsip Hukum Acara
Perdata: Studi Pengamatan Sidang Keliling di Pengadilan Agama Tasikmalaya.” ADHAPER: Jurnal Hukum
Acara Perdata 1, no. 2, (2015): 103.
21 Pasal 30 (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, menyatakan bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan
putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena: a. tidak berwenang
atau melampaui batas wewenang; b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c. lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
22 Bandingkan dengan: Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No: 1321 K/Sip/1973 tanggal 13 Mei 1975,
menyatakan bahwa tuntutan mengenai bunga uang, karena tidak diperjanjikan dengan tegas, tidak dapat
dikabulkan.
70 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

2. Perkara Nomor 1499/Pdt.G/2009/ klaim”, tidak menyatakan Tergugat sudah


PN.Jkt.Sel., antara Cecil David melakukan wanprestasi. Namun dalam
Camil (Penggugat) vs PT. pandangan penulis, frasa “kelalaian yang
Prudential Life Insurance disengaja” atau frasa “menghindar dari
Perkara Nomor 1499/Pdt.G/2009/PN.Jkt. kewajiban membayar klaim” memiliki makna
Sel., antara Cecil David Camil (Penggugat) yang sama dengan wanprestasi.
vs PT. Prudential Life Insurance (Tergugat) Penanggung kemudian berdalih bahwa
juga mengandung unsur misrepresentasi. penolakan klaim didasarkan pada ketentuan
PT. Prudential Life Insurance (disingkat polis yang menyatakan “jika tertanggung
PT.PLI) diduga melakukan misrepresentasi juga mempunyai asuransi kesehatan dari
yang menyatakan klaim bisa dilakukan perusahaan lainnya, yang memberikan
dengan mudah hanya dengan potocopy bukti pertanggungan sejenis bagi penyakit,
pengeluaran biaya rumah sakit, dan tidak cidera atau ketidakmampuan, yang juga
menjadi soal bila sebelumnya tertanggung dipertanggungkan dibawah polis ini, maka
sudah dicover oleh perusahaan tempat setelah dikurangi jumlah total semua
bekerja. Pada saat sebelum kontrak berjalan. manfaat asuransi yang telah dibayarkan oleh
Tertanggung tidak mendapatkan penjelasan perusahaan lainnya,…Penanggung hanya
dari perusahaan bahwa klaim asuransi akan akan membayarkan biaya yang tersisa sampai
ditolak jika Tertanggung sudah dicover oleh maksimum jumlah yang dipertanggungkan
perusahaan lain, dan pada kenyataannya kalim dalam Polis”. Denga kata lain, klaim
asuransi harus diajukan dengan menunjukkan ditolak dengan alasan karena tagihan atas
kwitansi asli bukti pengeluaran biaya rumah perawatan tersebut sebesar Rp 10.201.947,
sakit. telah dibayarkan oleh PT. Global Asistensi
Pada perkara ini, Penggugat telah Manajemen Indonesia (Global Assistance &
menjelaskan dalam positanya mengenai Healthcare). Berdasarkan isis polis tersebut,
adanya keterangan keliru yang dilakukan Penanggung (Tergugat) punya alasan menolak
Tergugat walaupun tanpa menyebut membayar klaim asuransi yang diajukan
terminologi misrepresentasi, apalagi dasar Tertanggung karena sudah dibayarkan oleh
hukumnya, bahkan juga tidak disebut dalam perusahaan lain, walaupun kenyataannya PT.
petitum. Dalam petitum ke-3 halaman 8 GAMI bukanlah perusahaan asuransi.
putusan, Penggugat hanya menyatakan Hakim Pengadilan yang memeriksa
bahwa Tergugat melakukan “tipu muslihat’ perkara ini dalam pertimbangan putusannya
atau setidaknya oleh sebab “kelalaian pada halaman 18 berpendapat bahwa
yang disengaja” yang dimaksudkan untuk “fotocopi kuitansi yang dilegalisir oleh yang
“menghindar dari kewajiban membayar berwenang (bukti P2, dan P3) nilainya sama
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 71

dengan kuitansi aslinya”, sehingga ketentuan keterangan menyesatkan yang disampaikan


dalam polis asuransi butir 9.1 khususnya oleh Perusahaan Asuransi atau Agennya, yang
butir 9.1.1 terpenuhi, dengan demikian menyatakan klaim asuransi bisa dilakukan
penggugat akan mendapatkan keadilan. dengan mudah hanya dengan potocopy bukti
Akhirnya, Hakim mengabulkan gugatan pengeluaran biaya rumah sakit, dan tidak
penggugat untuk sebagian dan menetapkan menjadi soal bila sebelumnya tertanggung
polis tersebut adalah sah dan masih berlaku. sudah dicover oleh perusahaan tempat bekerja.
Menurut hakim, sudah seharusnya Tergugat Namun pada kenyataannya klaim dengan
bertanggung jawab terhadap pengajuan klaim potocopy bukti pengeluaran saja tidak cukup
tersebut, oleh karena itu menghukum tergugat sehingga klaim yang diajukan Penggugat
untuk membayar 2 (dua) kali pengajuan klaim ditolak.
Penggugat. Tipu muslihat dalam perjanjian
Berkenaan dengan petitum ketiga sebenarnya termasuk salah satu unsur yang
Penggugat mengenai adanya “tipu muslihat” dapat membatalkan perjanjian, diatur dalam
yang dilakukan Tergugat / PersuahaanAsuransi, Pasal 1321 jo 1328 KUHPerdata. Menurut
Hakim Pengadilan dalam pertimbangan penulis, walaupun hakim memiliki pandangan
hukumnya halaman 18 menyatakan: tidak ada tipu muslihat dalam perkara Cecil
“Menimbang, terhadap petitum ke David Camil vs PT. Prudential Life Insurance,
3 penggugat, karena berdasarkan namun keterangan yang menyesatkan
keterangan saksi Roni Parmanto
Sitanggang dipersidangan petugas (misrepresentasi) yang disampaikan oleh
asuransi yang memprospek Perusahaan Asuransi atau Agennya, dengan
penggugat saat itu, tidak pernah menyatakan klaim asuransi bisa dilakukan
mengatakan kuitansi fotocopi bisa
untuk persyaratan klaim, dan tidak menunjukkan potocopy bukti pengeluaran
ada bukti penggugat lainnya tentang biaya rumah sakit sudah mengandung unsur
hal ini, maka “tidak terjadi tipu penipuan, dan hal ini bisa dikategorikan
muslihat” atau setidaknya karena
“kelalaian yang disengaja dari sebagai cacat kehendak atau penyalahgunaan
tergugat untuk menghindar dari keadaan. Penanggung memanfaatkan
kewajibannya membayar klaim”, keadaan akan terbatasnya pengetahuan calon
sehingga tidak ada alasan menurut
hukum untuk menetapkan hubungan tertanggung yang secara psikologis menjadi
perjanjian penanggungan antara titik lemah calon tertanggung sehingga
penggugat dengan tergugat putus mendorong dirinya menerima informasi itu
demi hukum, karenanya petitum ke
3 tersebut harus ditolak”. seolah-olah benar.
Baik misrepresentasi atau pun
Tipu muslihat yang dimaksud oleh
penyalahgunaan keadaan memiliki kemiripan,
Penggugat adalah tipu muslihat yang terjadi
yakni sama-sama merupakan penipuan
pada awal kontrak, yakni mengenai adanya
72 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

(fraud). Misrepresentasi merupakan bagian unconscionability. Kontrak adhesi atau


atau pre-determinan bagi munculnya perjanjian baku ini praktiknya memuat
tindakan penyalahgunaan keadaan. Dengan banyak syarat baku yang tidak dirundingkan
informasi menyesatkan tersebut, secara dan disusun sendiri oleh salah satu pihak
sadar atau tidak, karena posisinya yang serta menguntungkan bagi pihak yang
kuat, penanggung telah menyalahgunakan menyusunnya.24
posisinya atau memanfaatkan keadaan Menurut Schreiber, filosofi utama
tertanggung yang lemah dari segala aspek, pentingnya kehadiran prinsip utmost good faith
sehingga menyebabkan tertanggung terdorong (salah satunya larangan misrepresentation)
mengambil asuransi. adalah dalam rangka mengurangi kekhawatiran
Sumriyah menyebut penyesatan terjadinya cacat kehendak atau penyalahgunaan
(misrepresentation) sebagai salah satu keadaan dan mendorong itikad baik dalam
jenis cacat kehendak atau penyalahgunaan perjanjian asuransi.25Dengan demikian, sulit
keadaan. Dalam sistem hukum Indonesia, memisahkan hubungan antara misrepresentasi
misrepresentation ini dapat dipadankan (sebagai bagian dari prinsip utmost good faith)
dengan kesesatan dalam Pasal 1322 BW, dengan doktrin penyalahgunaan keadaan atau
yaitu gambaran keliru yang berasal dari faktor cacat kehendak (undue influence), karena
internal terhadap sifat-sifat maupun keadaan- memiliki tujuan yang sama, yakni mendorong
keadaan benda.23 itikad baik dalam perjanjian asuransi. Jika
Kehadiran prinsip ini dengan segala tugas misrepresentation dan duty of disclosure
konsekuensi hukumnya dengan dukungan dibebankan kepada tertanggung agar beritikad
peraturan perundang-undangan asuransi baik, maka kehadiran doktrin penyalahgunaan
yang diskriminatif dan pro penanggung, keadaan bertujuan untuk membatasi
memberikan kedudukan semakin kuat bagi kewenangan penanggung agar tindakannya
perusahaan asuransi untuk mencengkram dan tidak semena-mena dan senantiasa bertindak
memaksakan kehendaknya pada tertanggung dalam bingkai itikad baik.
dengan pengaturan isi polis yang cendrung
3. Perkara No. 2506 K/Pdt/2011,
memberatkan tertanggung. Pencantuman isi
antara Ny. Milo Herlina vs
polis yang sifatnya memberatkan tertanggung
Asuransi Jiwa Mega Life (AJML)
dalam wujud adhesion contracts juga
Jkt c.q. AJML
merupakan bagian dari penyalahgunaan
Berkaitan dengan Perkara No. 2506 K/
keadaan, dalam hukum anglo disebut
Pdt/2011, antara Ny. Milo Herlina vs Asuransi
23 Sumriyah, “Cacat Kehendak (Wilsgebreken) sebagai Upaya Pembatalan Perjanjian dalam Perspektif Hukum
Perdata,” Simposium Hukum Indonesia 1, no. 1, 2019, hlm. 666
24 Ibid., hlm. 667
25 Arthur C. Schreiber, “Lord Mansfield - The Father of Insurance Law,” Ins. LJ, 1960, hlm. 766.
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 73

Jiwa Mega Life (AJML) Jkt c.q. AJML tergugat/penanggung telah melakukan
Pontianak, tindakan misrepresentasi itu perbuatan ingkar janji/ wanprestasi, dan
dilakukan oleh penanggung melalui informasi wajib untuk membayar kerugian kepada
keliru yang disampaikan oleh agen dan penggugat/pemegang polis sebesar Rp.300
kepala cabang AJML, bahwa “polis AJML juta secara tunai, seketika dan sekaligus.
dapat ditutup untuk orang lain, walaupun Namun sayangnya, pada tingkat banding,
calon tertanggung (keponakan) tersebut tidak melalui putusan No. 59/PDT/2010/PT.PTK,
memiliki akta kelahiran, dan bisa digantikan putusan Pengadilan Negeri Pontianak tanggal
dengan sebuah surat pernyataan saja”. Dengan 26 Juli 2010 dibatalkan dan menyatakan
informasi keliru itu mendorong pemegang menolak gugatan pemegang polis/terbanding
polis terperdaya dan akhirnya menutup polis seluruhnya. Hakim Pengadilan Tinggi
dengan nilai pertanggungan 300 juta dengan Pontianak dalam pertimbangannya memberi
kwitansi premi pertama 16 September 2009. alasan bahwa “Penggugat/Terbanding tidak
Pada tanggal 30 September 2009, dapat membuktikan dipersidangan bahwa
tertanggung (bernama Sisilia) meninggal polis sudah terbit, dan kenyataannya memang
dunia karena demam berdarah. Pada tanggal polis belum diterima oleh pemegang polis/
17 Oktober 2009, penggugat/pemegang polis penggugat. Dengan alasan itu, Hakim
mengajukan permohonan klaim asuransi. menyatakan perjanjian pertanggungan dalam
Baru pada tanggal 30 Oktober 2009 tergugat/ perkara ini belum sempurna dan dianggap
penanggung memberikan jawaban jika belum ada”.
klaim asuransi tetapi ditolak dengan alasan Perkara ini kemudian dilanjutkan
dengan alasan bahwa SPAJ yang dimohonkan pada tingkat kasasi MA dengan register
Penggugat tidak dapat dikabulkan karena perkara No.2506 K/Pdt/2011. Dalam
kurang persyaratan, dan tertanggung (bernama pertimbangannya, Hakim kasasi menyatakan
Sisilia) bukan anak kandung penggugat/ hahwa persyaratan/dokumen pendukung
pemegang polis. Karena tergugat/penanggung pengajuan asuransi telah diterima oleh pihak
menolak klaim yang diajukan oleh penggugat/ Tergugat, dan pembayaran premi semesteran
pemegang polis, pada tanggal 15 Januari sebesar Rp. 6.525.000,- juga telah masuk ke
2010, tergugat/penanggung melalui suratnya, rekening Tergugat pada tanggal 16 September
berjanji akan mengembalikan uang premi 2009, sehingga telah lahir hubungan hukum
yang sudah terlanjur diterima oleh tergugat/ perjanjian pertanggungan antara Penggugat
penanggung. dan Tergugat sekalipun polis belum ditanda
Melalui putusan dengan perkara No. 20/ tangani oleh Tergugat.
Pdt.G/2010/PN.PTK, 26 Juli 2010, hakim
4. Perkara No. 424 K/Pdt/2012 antara
memberikan keputusan dan menyatakan
Erna Dwiningsih vs Asuransi Jiwa
74 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

Central Asia Raya. ditengarai sebagai bentuk itikad tidak baik


Lazimnya, penutupan asuransi jiwa selalu dari BBP dan melanggar prinsip kehati-hatian
mensyaratkan adanya pemeriksaan kesehatan bank (prudential banking) dalam penyaluran
dari calon tertanggung. Dalam perkara ini, kredit. Selain itu, kebijakan perusahaan
kewajiban pemeriksaan kesehatan tidak asuransi AJCAR yang membebaskan calon
menjadi salah satu syarat bagi penutupan tertanggung untuk tidak melakukan medical
asuransi jiwa kredit oleh PT. Asuransi Jiwa check-up juga dipandang sebagai bentuk itikad
Central Asia Raya (AJCAR). Hal ini tentu saja tidak baik, melanggar prinsip kehati-hatian
menjadi tanda tanya besar bagi peneliti dan dan penyalahgunaan keadaan, serta dipandang
akademisi di bidang asuransi. Adakah regulasi sebagai tindakan kecerobohan yang disengaja.
yang membolehkan hal ini dan dimana itu AJCAR wajib menerapkan prinsip kehati-
diatur atau merupakan kebijakan internal dari hatian dalam menerima pengalihan risiko,
perusahaan asuransi sebagai wujud penerapan dengan tetap mewajibkan calon tertanggung
asas kebebasan berkontrak? yang terikat perjanjian kredit dengan bank
Perjanjian kredit yang dilakukan antara untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
PT. Bank Bumi Putra (BBP) dengan Drs. AJCAR seharusnya memberikan informasi
Soehermanto (almarhum) sebagai perjanjian tentang arti penting medical check-up,
utama yang melahirkan kewajiban ditutupnya sebagai bagian tidak terpisahkan dengan
asuransi jiwa kredit, mewajibkan adanya syarat penutupan polis dan hubungannya
medical check-up terhadap calon debitur. dengan klaim asuransi. Sebgaimana sudah
Namun, informasi kesehatan yang sudah dijelaskan pada paragraph sebelumnya,
diketahui oleh BBP selaku kreditur mengenai bahwa tindakan penanggung membebaskan
riwayat penyakit kronis calon nasabah tidak calon tertanggung tidak melakukan medical
disampaikan kepada AJCAR. Jika BBP selaku check-up dipandang sebagai bentuk itikad
kreditur sudah mengetahui adanya penyakit tidak baik, dan penyalahgunaan keadaan.
kronis yang diderita oleh calon debitur, Selain tidak memberikan informasi yang
sepantasnya perjanjian kredit tidak dilanjutkan, wajar tentang hubungan kesehatan dan klaim
karena tidak memenuhi syarat sebagai debitur. asuransi dalam perjanjian asuransi jiwa
Namun kenyataannya, kredit kredit, dengan motif menangguk keuntungan,
perjanjian
tetap dilanjutkan dan diproses oleh BPP, penanggung sudah bisa memastikan bahwa
sehingga melahirkan kewajiban baru bagi tertanggung nantinya tidak akan mendapatkan
debitur untuk menutup asuransi jiwa kredit ganti kerugian karena tidak mengungkapkan
sebagai syarat jaminan bagi pelunasan kredit segala keadaan materil berkenaan dengan
di masa mendatang. Informasi kesehatan kesehatannya pada saat mengisi formulir
debitur yang tidak diberikan kepada AJCAR permohonan asuransi. Tindakan penanggung
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 75

melalui agennya tentunya merupakan strategi menyatakan bahwa suami Penggugat telah
marketing untuk meraup keuntungan dengan memberikan keterangan yang tidak benar,
mengabaikan prinsip itikad baik agar mampu yakni menyatakan tidak menderita suatu
mengumpulkan premi sebanyak-banyaknya, penyakit, sedangkan fakta dipersidangan
namun mengabaikan kepentingan tertanggung menunjukkan bahwa 7 (tujuh) bulan atau
untuk bisa menikmati haknya dalam bentuk dalam periode 2 (dua) tahun sebelum tanggal
klaim asuransi. pengisian formulir tersebut, suami Penggugat
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi telah mengidap penyakit tumor buli-buli,
Samarinda dalam Putusannya atas perkara sehingga suami Penggugat telah melakukan
No. 130/Pdt/2009/PT.KT.Smda, tanggal 18 fraud sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Januari 2010 telah memberikan pertimbangan Pasal 251 KUHD, dan Hakim Kasasi
yang cukup adil, menyatakan bahwa menyimpulkan perjanjian penutupan asuransi
“Seharusnya hasil medical ceck-up dari jiwa kredit antara suami Penggugat dengan
Laboratorium Klinik Khatulistiwa tertanggal Tergugat II (AJCAR) adalah tidak sah.
06 Januari 2007 diserahkan kepada Pemohon Misrepresentasi dalam asuransi semestinya
Kasasi (AJCAR), karena secara hukum tidak akan terjadi bila prinsip utmost good
Penanggunglah yang mempunyai kepentingan faith diterapkan secara seimbang, baik kepada
untuk meneliti riwayat kesehatan Tertanggung tertanggung maupun kepada penanggung.
(suami Termohon Kasasi), guna menentukan Dalam penegakan hukum asuransi di
besaran resiko di dalam penutupan asuransi”. pengadilan, prinsip utmost good faith bagi
Kemudian pada pertimbangan hukum penanggung yang sudah diatur dalam
berikutnya, Majelis Hakim menyatakan ketentuan di luar KUHD (sebagaimana sudah
bahwa “dalam proses Perjanjian asuransi dijelaskan dalam paragraph 4) harus benar-
bukan hanya Tertanggung yang harus jujur, benar diterapkan oleh hakim sehingga tercipta
Penanggung juga harus jujur”. kepastian dan keseimbangan hukum, terutama
Menurut pandangan Hakim Kasasi MA, dalam upaya melindungi pihak tertanggung.
pertimbangan Majelis Hakim PT Samarinda
dianggap keliru, dan menyatakan bahwa Simpulan
“Judex Facti/Pengadilan Tinggi Kalimantan Dalam perkara-perkara asuransi yang
Timur tidak memberikan pertimbangan menjadi obyek penelitian ini, diidentifikasi
yang cukup terhadap fakta persidangan yang beberapa tindakan misrepresentasi yang
menunjukkan bahwa ketika mengisi formulir diakukan penanggung, Pertama, penanggung
permintaan asuransi jiwa kredit Kepada gagal memberikan informasi yang benar
Tergugat II (AJCAR) untuk hutangnya pada mengenai pentingnya pemeriksaan kesehatan
Tergugat I (BBP). Hakim Kasasi lebuh lanjut dalam kaitannya dengan asuransi jiwa. Sebagai
76 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

konsekuensi membebaskan calon tertanggung dengan mengesankan selah-olah klaim bisa


melakukan medical check-up, perusahaan dilakukan dengan mudah hanya dengan foto
asuransi kemudian gagal memberikan copy bukti pengeluaran biaya rumah sakit,
informasi yang benar mengenai pentingnya dan tidak menjadi soal bila sebelumnya
mengisi kolom khusus dalam formulir SPAJ, tertanggung sudah di-cover oleh perusahaan
sehingga tertanggung mengabaikannya tempat bekerja. Keempat, perusahaan asuransi
dengan membiarkan kolom informasi gagal menyajikan informasi yang benar
kesehatan dalam keadaan kosong. Kedua, bahwa polis hanya dapat ditutup untuk orang
penanggung gagal menjelaskan hubungan lain, jika calon tertanggungnya memiliki
antara kejujuran dalam mengungkapkan akta kelahiran dan tidak bisa digantikan
informasi kesehatan secara lengkap dengan dengan sebuah surat pernyataan saja. Melihat
risiko batalnya polis atau konsekuensi klaim betapa besarnya dampak misrepresentasi
asuransi ditolak sesuai dengan ketentuan yang dipandang sebagai fraud yang lebih
Pasal 251 KUHD. Penanggung memberikan banyak merugikan tertanggung, pemerintah
kesan pada tertanggung seolah-olah polis diharapkan menghapus ketentuan prinsip
asuransi jiwa tetap berlaku, atau manfaatnya utmost good faith dalam Pasal 251 KUHD
tetap bisa dinikmati tertanggung (ahli waris) dan memperbaharuinya dengan cara megantur
walaupun tidak ada medical check-up. Ketiga, ulang prinsip ini dalam UU Perasuransian
perusahaan memberikan informasi keliru Baru selaras dengan nilai-nilai keadilan dalam
kepada pemegang polis atau tertanggung falsafah negara Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Jurnal
Basic Insurance Concept and Principles, Azende, Terungwa. “Risk management
Singapore : Singapore College of and insurance of small and medium
Insurance Limited, 2002 scale enterprises (SMEs) in
Carter, R.L. Reinsurance. London : Kluwer Nigeria.”  International Journal of
Publishing Limited,1979. finance and Accounting 1, no. 1, (2012) :
Garner, Bryan A. (Editor). Black’s Law 8-17
Dictionary. 8th ed. U.S.A : Thomson Chumaida, Zahry Vandawati. “Menciptakan
West, 2004. Itikad Baik Yang Berkeadilan Dalam
Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Kontrak Asuransi Jiwa.” Yuridika 29,
Hukum Asuransi, dan Surat Berharga. no. 2 (2014) : 257
Bandung : PT Alumni, 1997. Fischer, Emeric. “The Rule of Insurable
Mulhadi, Harianto, Misrepresentation Sebagai Fraud Dalam Perkara Kontrak Asuransi Yang... 77

Interest and the Principle of Indemnity: (1960) : 766.


Are They Measures of Damages in Spinnewijn, Johannes. “Unemployed but
Property Insurance.” Ind. LJ 56, (1980): Optimistic: Optimal Insurance Design
445 with Biased Beliefs.” Journal of the
Gary I. Salzman. “Misrepresentation and European Economic Association 13, no.
Concealment in Insurance.” Am. Bus. 1, (2015) : 130-167.
LJ 8. 1970. Subagyono, B. S. A. et al. “Kajian Penerapan
Godfrey, Kelly. “The Duty of Utmost Good Asas Ultra Petita Pada Petitum Ex
Faith - The Great Unknown of Modern Aequo Et Bono.” Yuridika  29, No.1,
Insurance Law.” Insurance Law (2014) : 103.
Journal 14, (2002) : 56. Sumriyah. “Cacat Kehendak (Wilsgebreken)
Kramer, Henry T. The Nature of Reinsurance, Sebagai Upaya Pembatalan Perjanjian
in REINSURANCE 1, 9 (Robert W. dalam Perspektif Hukum Perdata,”
Strain ed., 1980), dalam Thomas, S. W. Simposium Hukum Indonesia 1, no. 1,
“Utmost Good Faith in Reinsurance: a (2019) : 666.
Tradition in Need of Adjustment”. Duke Thomas, S. W. “Utmost Good Faith in
LJ, 41, 1991, hlm. 1551. Reinsurance: a Tradition in Need of
Kumar, D. Suresh, et al. “An Analysis of Adjustment”, Duke LJ, 41, 1991 : 1548.
Farmers’ Perception and Awareness
Towards Crop Insurance as a Tool Naskah Internet
for Risk Management in Tamil Gabriela Jessica. “Perusahaan
Nadu,”  Agricultural Economics Asuransi Harus Ditertibkan”,
Research Review 24, no. 1, (2011) : 37-46 https://mediaindonesia.com/read/
Kusmayanti, Hazar, dkk. “Sidang Keliling detail/124954-perusahaan-asuransi-
dan Prinsip-Prinsip Hukum Acara harus-ditertibkan. Diakses 04
Perdata: Studi Pengamatan Sidang November 2020
Keliling di Pengadilan Agama
Tasikmalaya.”  ADHAPER: Jurnal Peraturan Perundang-undangan
Hukum Acara Perdata 1, no. 2, (2015) : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
103. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Lowry, John. “Whither the duty of good faith Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
in UK insurance contracts.” Conn. Ins. Perubahan atas Undang-Undang Nomor
LJ 16, 2009. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Schreiber, Arthur C. “Lord Mansfield-The Agung
Father of Insurance Law,” Ins. LJ, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
78 ARENA HUKUM Volume 15, Nomor 1, April 2022, Halaman 59-78

tentang Perasuransian
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
Nomor 23 /POJK.05/2015 tentang
Produk Asuransi dan Pemasaran Produk
Asuransi.

Anda mungkin juga menyukai