Anda di halaman 1dari 29

PERTANGGUNG GUGATAN MANAJER INVESTASI TERHADAP KERUGIAN

TERTANGGUNG ASURANSI JIWA BERBASIS UNIT LINK

Adityawarman Bagaskara Erlangga


S1 Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

ABSTRACT

This study is entitled the liability of the investment manager against the loss of the insured life insurance
unit link, aims to find out the unit link life insurance product and the liability of the investment manager against the
loss of the insured life insurance unit link. The formulation of the problem in this thesis is first, how is the legal
relationship between the investment manager and the insured loss of unit-linked life insurance. Second, how is the
liability of the investment manager for the loss of the insured of unit-linked life insurance.
The method used in my thesis is to use normative research methods, a methodological system that uses
Normative facts taken from books, journals, and laws, Analysis of legal materials systematic interpretation.
The result of this thesis is that the public knows the legal relationship between investment managers and
insured unit-linked life insurance so that people get insight into unit-linked life insurance products, and liability for
losses of insured unit-linked life insurance carried out for the negligence of investment managers in carrying out
their obligations as one of the important instruments in managing securities in investment and legal remedies that
can be taken by the insured if they suffer losses due to investment managers.
Keywords: Liability, Role of Investment Manager, Unit-linked life insurance, Insured.

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul pertanggung gugatan manajer investasi terhadap kerugian tertanggung asuransi jiwa
unit link, bertujuan untuk mengetahui produk asuransi jiwa unit link serta tanggung gugat manajer investasi terhadap
kerugian tertanggung asuransi jiwa unit link. Rumusan masalah pada skripsi ini yang pertama, bagaimana hubungan
hukum antara manajer investasi terhadap kerugian tertanggung asuransi jiwa berbasis unit link. Yang kedua,
bagaimana pertanggung gugat manajer investasi terhadap kerugian tertanggung asuransi jiwa unit link.
Metode yang digunakan dalam skripsi saya yakni menggunakan metode penelitian normatif, sistem
metodelogi yang menggunakan fakta-fakta Normatif yang diambil dari buku, jurnal, dan Undang-Undang, Analisa
bahan hukum interpretasi sistematis.
Adapun hasil dari skripsi ini adalah agar masyarakat mengetahui hubungan hukum antara manajer investasi
dan tertanggung asuransi jiwa unit link sehingga masyarakat mendapatkan wawasan akan produk asuransi jiwa unit
link, dan pertanggung gugatan terhadap kerugian tertanggung asuransi jiwa unit link yang dilakukan atas kelalaian
manajer investasi dalam menjalankan kewajibannya sebagai salah satu instrumen penting dalam pengelolaan efek
dalam investasi serta upaya hukum yang dapat dilakukan tertanggung apabila mengalami kerugian akibat dari
manajer investasi.
Kata Kunci : Pertanggung gugatan, Peran Manajer Investasi, Asuransi jiwa unit link, Tertanggung

PENDAHULUAN
Pembangunan nasional juga berperan sebagai perubahan ekonomi, sosial, dan budaya melalui
kebijakan dan strategi yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam rentang waktu 2019
hingga 2021, Indonesia mengalami penurunan ekonomi sebagai akibat dari pandemi covid-19. Pada
Triwulan I tahun 2020, meskipun terjadi penurunan dibandingkan dengan Triwulan I tahun 2019 yang
mencapai 5,07%, ekonomi nasional masih mengalami pertumbuhan sebesar 2,97%. Penurunan ini terjadi
karena pengaruh eksternal, terutama penyebaran covid-19 di beberapa negara seperti Cina.1 Untuk
memulihkan ekonomi Indonesia, pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan fiskal dan moneter
yang komprehensif. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana APBN sebesar Rp 695,2 triliun

1
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-
Nasional.html diakses pada 10 Januari 2023
untuk memulihkan ekonomi.
Salah satu cara pemerintah menggerakkan perekonomian nasional dengan mengkonsumsi produk
dalam negeri, dalam artian semakin banyak masyarakat Indonesia konsumsi produk dalam negeri maka
perekonomian nasional semakin mengingkat. Pemerintah memberikan cara tersebut dengan Pemerintah
telah mengalokasikan dana sebesar Rp172,1 triliun dengan tujuan untuk memperkuat konsumsi dan daya
beli masyarakat. Dana ini disalurkan melalui berbagai program, seperti Bantuan Langsung Tunai, Kartu
Pra Kerja, pembebasan listrik, dan program lainnya. Pemerintah juga berupaya mendorong konsumsi di
kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dengan mengakselerasi realisasi APBN dan APBD. Selain
itu, upaya pemerintah juga difokuskan pada peningkatan konsumsi produk dalam negeri, dengan harapan
akan tercipta efek multiplier yang signifikan.2
Pemulihan perekonomian nasional, Bank Indonesia memberikan dukungan dengan berupaya untuk
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian surat berharga, serta
mempertahankan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Penurunan suku bunga dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan likuiditas keuangan guna mendorong aktivitas dunia usaha.
Di samping adanya pemulihan perekonomian nasional, Indonesia juga mengalami perkembangan dalam
hal asuransi. Asuransi memiliki berbagai macam, salah satunya asuransi kesehatan jiwa. Asuransi
merupakan dua pihak yang saling keterkaitan, saling memiliki hak dan kewajiban. Asuransi adalah suatu
mekanisme di mana satu pihak, yang disebut sebagai penanggung, bersedia untuk menanggung kerugian
yang mungkin dialami oleh pihak lain yang diasuransikan akibat suatu peristiwa yang akan terjadi.
Sebagai imbalannya, pihak yang diasuransikan tersebut wajib membayar premi atau kontribusi untuk
menjamin perlindungan tersebut.3
Semakin berkembangnya perasuransian di Indonesia, masyarakat semakin sadar akan pentingnya
asuransi. Persoalan tersebut dapat diamati berdasarkan semakin banyak perusahaan asuransi dalam negeri
ataupun perusahaan asing dan ini juga semakin bertambah jumlah nasabah. Hingga akhir September 2022,
jumlah keseluruhan orang yang diasuransikan dalam industri asuransi jiwa mencapai 80,85 juta orang,
mengalami peningkatan sebesar 28% dibanding periode yang sama pada tahun 2021. Budi Tampubolon,
Ketua Dewan Pengurus AAJI, menjelaskan bahwa pertumbuhan yang konsisten dalam jumlah total
tertanggung asuransi jiwa merupakan berita yang positif. Jumlah keseluruhan tertanggung dalam industri
asuransi jiwa secara terus-menerus menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada September 2022, dari
total tertanggung tersebut, sebanyak 25,97 juta orang merupakan tertanggung perorangan, mengalami
peningkatan sebesar 33,5% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2021. Sedangkan jumlah
tertanggung dalam polis asuransi kelompok mencapai 54,88 juta orang, meningkat sebesar 25,6%.4
Adapun beberapa manfaat asuransi yaitu:
1. Membantu masyarakat dalam mengatasi masalah risiko
2. Asuransi merupakan sarana pengumpulan dana yang lumayan besar sehingga dapat bermanfaat
untuk kepentingan masyarakat
3. Dapat mengatasi risiko dalam melaksanakan pembangunan.
Asuransi kesehatan dan asuransi jiwa adalah dua jenis asuransi yang berbeda. Keduanya memiliki
peran penting dalam melindungi diri dari berbagai risiko. Asuransi kesehatan adalah produk yang
memberikan jaminan perlindungan keuangan saat pemegang polis mengalami masalah kesehatan seperti
penyakit atau kecelakaan. Asuransi ini umumnya mencakup biaya perawatan medis dan operasi sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam polis. Di sisi lain, asuransi jiwa adalah jenis asuransi yang
memberikan perlindungan finansial dalam hal kematian pemegang polis. Jumlah tanggungan yang
diberikan oleh perusahaan asuransi kepada ahli waris pemegang polis tergantung pada besarnya premi

2
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-
Nasional.html
3
Wirjono Prodjodikoro. 1996. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakaerta : PT. Intermasa. diakses pada 10
Januari 2023
4
https://aaji.or.id/NewsEvent/meningkat-28persen, diakses pada tanggal 24 Desember 2022
yang telah dibayarkan oleh pemegang polis.
Adanya asuransi jiwa dan asuransi kesehatan masyarakat dapat terlindungi dalam hal kesehatan.
Pandemi covid-19 memberikan banyak pelajaran dan kesadaran masyarakat bahwa kesehatan sangat
penting sehingga masyarakat membutuhkan perlindungan dari asuransi Kesehatan. Asuransi pun diatur di
dalam Undang – Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi serta pihak tertanggung dan penanggung
berdasarkan perjanjian yang cukup jelas.
Walaupun perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan sering disebut sebagai bentuk perjanjian
untung-untungan menurut hukum perdata, sebenarnya hal ini adalah suatu pendekatan yang tidak tepat.
Selain tidak tepat, pendekatan ini juga bertentangan dengan prinsip-prinsip yang seharusnya ada dalam
perjanjian asuransi itu sendiri.5
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian di mana penanggung, setelah menerima premi, mengikatkan diri kepada
tertanggung untuk memberikan ganti rugi atas kerugian, kerusakan, atau ketidakmendapatkan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin terjadi akibat suatu peristiwa yang tidak pasti.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Asuransi, dalam Pasal 1 angka 1, menjelaskan bahwa
asuransi adalah suatu perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis.
Perjanjian ini menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima premi sebagai imbalan, dengan
tujuan memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis atas kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
dialami oleh tertanggung atau pemegang polis akibat suatu peristiwa yang tidak pasti. Perjanjian asuransi
juga dapat memberikan pembayaran berdasarkan pada meninggalnya tertanggung atau berdasarkan pada
kehidupan tertanggung dengan manfaat yang telah ditetapkan sebelumnya, atau berdasarkan hasil
pengelolaan dana.
Seiring dengan perkembangannya, pelaku industri asuransi kemudian mengembangkan sistem
asuransi yang ada dengan memperkenalkan elemen investasi. Melalui perkembangan ini, penanggung
tidak hanya menyediakan perlindungan bagi tertanggung, tetapi juga menawarkan potensi keuntungan
melalui pengelolaan dana tertanggung yang diinvestasikan. Jenis asuransi yang memiliki fitur tambahan
ini dikenal sebagai asuransi unitlink. Dengan adanya perkembangan ini, nasabah semakin tertarik dan
asuransi unitlink.6
Pendekatan pelaksanaan investasi Unitlink berbeda dengan pendekatan perlindungan asuransi.
Investasi bertujuan untuk mencapai keuntungan, sementara asuransi bertujuan untuk memberikan
perlindungan. Asuransi jiwa unit link adalah produk yang disediakan oleh perusahaan asuransi jiwa yang
menggabungkan fungsi perlindungan dan investasi. Dalam perencanaan keuangan, investasi dan
perlindungan adalah dua hal yang penting. Investasi diperlukan untuk mencapai tujuan keuangan seperti
pendanaan pendidikan dan persiapan dana pensiun. Tanpa investasi, mencapai tujuan keuangan akan sulit
karena tabungan yang hanya menghasilkan bunga rendah tidak akan mampu mengimbangi inflasi. Di sisi
lain, perlindungan asuransi melindungi dari risiko seperti kematian, cacat tetap, dan penyakit. Jika pencari
nafkah utama mengalami sakit, cacat, atau meninggal dunia, investasi dapat terhenti dan kestabilan
keuangan keluarga dapat terganggu. 7Oleh karena itu, perlindungan asuransi diperlukan agar investasi
tetap berjalan meskipun terjadi kejadian yang tidak diharapkan pada pencari nafkah utama. Pelaku usaha
Asuransi dalam bentuk asuransi unitlink, menggunakan jasa dari Manajer Investasi dalam menjalankan
keperluan untuk mengelola investasi dari unitlink. Adapun tujuan dari penggunaan Manajer Investasi yaitu
mengelola asset nasabah, memilih dan memutuskan instrumen investasi, membuat keputusan dalam
melepas instrumen investasi, melaporkan hasil investasi kepada Investor. Berdasarkan tujuan dari
penggunaan Manajer Investasi dapat dipahami bahwa Manajer Investasi mempunyai serangkaian

5
Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika, h. 81.
6
Dini Asmaningrum, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Manfaat Atas Maninggalnya
Tertanggung Dalam Asuransi Jiwa Invesstasi (Unitlink). Surabaya : h. 9
7
https://aaji.or.id/Articles/fakta-dari-asuransi-jiwa-unit-link, diakses pada tanggal 21 juli 2023
kewajiban kepada investor, yang mana dalam hal ini investor adalah perusahaan asuransi, tidak merujuk
pada nasabah asuransi unitlink, Nasabah asuransi unitlink yang telah memberikan pembayaran premi
sebagai bentuk keikutsertaannya dalam investasi unit link, tidak memiliki akses langsung terhadap
manajer investasi. Hubungan hukum investasi yang terbentuk adalah antara perusahaan asuransi dengan
manajer investasi untuk pengelolaan dana premi dari asuransi unit link.
Pada tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 360 pengaduan terkait unit link. Pada
tahun berikutnya, jumlah pengaduan meningkat drastis sebesar 65% menjadi 593 aduan. Akibat masalah
ini, sekitar 2,4 juta nasabah terpaksa harus memutuskan untuk menghentikan asuransi mereka. Pada
kuartal I-2021, terdapat 273 kasus pengaduan dari nasabah terkait kerugian dalam asuransi unit link. Unit
link adalah produk asuransi yang menggabungkan perlindungan dan investasi. Berbeda dengan asuransi
tradisional, nasabah membayar premi untuk mengalihkan risiko yang mungkin mereka hadapi di masa
depan kepada perusahaan asuransi. Namun, dalam kasus unit link, sebagian dari premi yang dibayarkan
oleh nasabah digunakan untuk tujuan investasi. Meskipun unit link sejatinya dapat menjadi solusi untuk
kebutuhan keuangan nasabah, terdapat beberapa masalah yang muncul terkait investasi unit link. 8Hal ini
berkaitan dengan melibatkannya tiga pihak yang terdiri dari nasabah, agen asuransi, dan perusahaan
asuransi.
Dalam konteks ini, peran manajer investasi sangat penting dalam mencapai keberhasilan pengelolaan
dana investor dalam bentuk unit link. Mengingat besarnya dana yang dikelola oleh manajer investasi,
penting untuk memiliki pengaturan yang sistematis dan memberikan kepastian hukum bagi investor.
Tanpa adanya pengaturan yang jelas, terdapat kemungkinan bahwa manajer investasi dapat melakukan
kelalaian yang tidak memperhatikan kepentingan investor, seperti memberikan informasi tentang
perkembangan dana investasi dengan keterlambatan. Akibatnya, investor mungkin terlambat dalam
mengambil keputusan untuk melindungi dan menyelamatkan dana investasinya, yang berpotensi
mengakibatkan kerugian bagi investor dan menghadapkan investor pada risiko yang tidak terlindungi.
Asuransi jiwa berbasis unit link, jika dilihat dari perspektif hukum asuransi, menjadi suatu
permasalahan yang signifikan karena berdampak pada perlindungan hukum bagi tertanggung dalam hal
kegagalan investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi unitlink. Asuransi konvensional relatif
memiliki kejelasan dalam pertanggungan karena telah memiliki dasar hukum yang lengkap. Namun,
dalam kasus nasabah asuransi jiwa berbasis unit link. 9Produk asuransi tradisional menawarkan proteksi
diri tanpa nilai tunai, sedangkan asuransi unit link menawarkan proteksi dengan nilai tunai, sering kali
mereka harus menerima kerugian investasi karena ketidakjelasan pengaturan hukum yang tidak
mengutamakan kepentingan nasabah. Akibatnya, hak dan kewajiban nasabah menjadi tidak terlindungi
atau mengalami kerugian.

KAJIAN PUSTAKA
Asuransi
Asuransi yaitu perjanjian antara dua pihak atau lebih dan masing – masing saling memiliki hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak pertama memiliki kewajiban untuk membayar premi dan pihak
kedua memberikan perlindungan kepada pihak pertama. Hal ini terjadi sesuai dengan asuransi yang diikuti
oleh pihak pertama. Asuransi sendiri memiliki banyak macam, salah satu asuransi yaitu asuransi jiwa,
asuransi kesehatan, asuransi, asuransi pendidikan dan masih banyak macam asuransi lainnya. Asuransi
(Verzekering atau Insurance) memiliki arti pertanggungan. Prof. R. Sukardono, seorang Guru Besar
Hukum Dagang, menerjemahkan asuransi dari Verzekeraar sebagai penanggung, yang merujuk kepada
pihak yang menanggung risiko. Sedangkan Vezekerde diterjemahkan sebagai tertanggung. Sementara itu,
Prof. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi selaku serapan dari assurantie, yang mengacu

8
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37397 diakses pada tanggal 25 juli 2023
9
Ketut sendra, konsep dan penerapan asuransi jiwa unit link, Yogyakarta: PT indra bayu grafika, h. 1
pada penjamin untuk penanggung dan terjamin untuk tertanggung.10
Asuransi adalah cara untuk mengganti kerugian kecil yang pasti dengan kerugian besar yang belum
pasti. Secara sederhana, dalam asuransi, seseorang setuju untuk membayar kerugian kecil saat ini sebagai
pengganti kemungkinan menghadapi kerugian besar di masa depan. Risiko kerugian besar yang mungkin
terjadi tersebut dipindahkan kepada perusahaan asuransi.
Pasal 246 KUHD menyatakan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana
penanggung, setelah menerima premi, berkewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung atas
kerugian, kerusakan, atau ketidakmendapatkan keuntungan yang diharapkan yang mungkin terjadi akibat
suatu peristiwa yang tak pasti.
Hubungan asuransi antara penanggung dan tertanggung adalah sebuah ikatan yang terjadi melalui
persetujuan atau kesepakatan yang bebas. Ikatan ini melibatkan kewajiban dan hak yang saling terikat
secara sukarela antara penanggung dan tertanggung.
1. Asuransi Unitlink
Unitlink merupakan gabungan dari asuransi dan investasi. Asuransi jiwa unitlink memberikan
perlindungan dengan premi rendah sekaligus investasi. Produk asuransi unitlink tidak diatur di dalam
Undang – undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Usaha perasuransian karena tidak ada pasal khusus
yang membahas tentang unitlink ataupun membahas perlindungan tertanggung asuransi unitlink.
Namun di Indonesia banyak perusahaan – perusahaan asuransi yang meluncurkan inovasi ini tetapi
masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami tentang produk asuransi ini.11
Produk asuransi unitlink berikut memberi keleluasaan pada pemegang polis guna menentukan
investasi yang memberikan kemungkinan tingkat pengembalian investasi yang optimal dan risiko
investasinya ditanggung oleh pemegang polis.
2. Penanggung Asuransi
Penanggung merupakan pihak yang menyediakan layanan dalam penanggulangan risiko kepada
individu yang dijamin (tertanggung). Penanggung dalam konteks ini adalah perusahaan asuransi yang
mengeluarkan polis asuransi. Perusahaan tersebut berkomitmen untuk memberikan ganti rugi kepada
nasabah jika terjadi peristiwa yang telah disepakati dalam polis asuransi. Sementara itu, perusahaan
akan menerima pembayaran secara berkala yang disebut premi, yaitu biaya yang dibayarkan sesuai
kesepakatan antara kedua belah pihak. Adapun jenis pembatasan tanggungjawab penanggung yaitu:
a. Cacat sendiri
b. Kebusukan sendiri
c. Sifat kodrat
d. Kesalahan tertanggung
e. Pemberatan resiko
3. Manajer Investasi
“Manajer investasi yakni perusahaan atau pihak yang mengelolah dana investasi nasabahnya.
Manajer investasi ialah perusahaan yang sudah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) untuk melakukan kegiatan usaha manajer investasi. Manajer investasi lebih dikenal sebagai
perusahaan yang mengelola portofolio reksadana yang merupakan kumpulan dana dari masyarakat.12”
Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.04/2018 Tentang Penerapan
tata Kelola Manajer Investasi, Manajer Investasi yakni pihak yang mengelolah portofolio efek bagi
para nasabah ataupun melakukan pengelolaan portofolio investasi kolektif bagi sekelompok nasabak,

10
Abdulkadir Muhammad, 2011. Hukum Asuransi Indonesia, Cet ke 5. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
h.7
11
https://www.greateasternlife.com/id/in/asuransi-individu/mengenal-asuransi/mengenal-asuransi-unit-link.html
di akses pada tanggal 25 juli 2023.
12
https://www.bareksa.com/berita/reksa-dana/2022-03-23/ada-berapa-jumlah-manajer-investasi-di-
indonesia-ini-daftarnya diakses pada tanggal 25 Desember 2022
namun tidak termasuk perusahaan asuransi, dana pensiun, serta bank yang melakukan sendiri aktivitas
usaha berdasar dari aturan undang – undang yang berlaku.

4. Kerugian Asuransi
Kerugian merupakan suatu pihak ataupun beberapa pihak yang tidak mendapatkan haknya secara
penuh ataupun sebagian namun pihak tersebut telah melakukan atau telah memenuhi kewajibannya.
Kerugian ini merupakan salah satu bentuk risiko yang dikhawatirkan akan terjadi pada nasabah
ataupun dari pihak manajer investasi. Kerugian yang timbul ini dapat bersifat sebagian ataupun
kerugian total. Pasal 253 ayat 1 KUHD menyatakan bahwa dalam asuransi, jumlah ganti rugi yang
dibayarkan oleh penanggung hanya mencakup nilai sebenarnya dari benda atau kepentingan yang
diasuransikan. Ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan bahwa jika suatu benda tidak diasuransikan
dengan nilai penuh, penanggung hanya berkewajiban membayar ganti rugi sesuai perbandingan antara
nilai yang diasuransikan dan yang tidak diasuransikan, meskipun ada kemungkinan untuk
menggunakan klausula Premier Risque yang akan memberikan ganti rugi sejumlah penuh
pertanggungan.
Pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi mengikuti prinsip subrogasi, yang diatur
dalam Pasal 1400 BW (Burgerlijk Wetboek). Prinsip ini mengacu pada situasi di mana pihak yang
membayar klaim asuransi (penanggung/pihak asuransi) menggantikan hak piutang atau klaim yang
dimiliki oleh tertanggung kepada pihak ketiga. Hal ini dapat terjadi baik melalui persetujuan antara
pihak-pihak terkait maupun karena ketentuan undang-undang.
5. Tanggung Gugat
Tanggung gugat merupakan kesediaan guna memberikan gugatan tanggungjawab yang telah
diberi pada orang yang menerima serta bersedia melakukan tugas tertentu. Memberikan
pertanggungan asuransi terhadap kerugian yang timbul dari klaim pihak ketiga yang menderita
kerugian akibat aktivitas tertanggung.
Asuransi tanggung gugat dpt dikelompokkan sebagai berikut:
a. Asuransi Tanggung Gugat Perorangan (Personal Liability Insurance)
b. Asuransi Tanggung Gugat Umum (General Liability Insurance)
c. Asuransi Tanggung Gugat Profesi (Professional Liability Insurance)
6. Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD (Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang), namun tetap terikat oleh persyaratan sah perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek). Pasal 1320 BW menetapkan empat persyaratan sah
perjanjian, yaitu::
a. Kesepakatan
Kesepakatan menjadi dasar berlakunya perjanjian asuransi sehingga berlakunya perjanjian
bukan pada saat penandatanganan polis atau penyerahan polis namun perjanjian berlaku saat
kesepakatan.
b. Kecakapan atau Kewenangan
Kecakapan dalam perjanjian asuransi dapat dinyatakan dengan kewenangan atau wewenang
dari kedua pihak, baik pihak penanggung ataupun dari pihak tertanggung.
c. Obyek Tertentu
Objek asuransi merupakan aset atau kekayaan yang memiliki nilai ekonomi, sehingga dapat
dinilai dengan sejumlah uang. Obyek asuransi memiliki hak subyektif yang tidak dapat
diwujudkan, dan hak subyektif ini disebut sebagai kepentingan. Dalam hal ini, kepentingan akan
selalu terkait dengan lokasi atau keberadaan obyek asuransi itu sendiri. Pasal 268 KUHD
memberikan definisi mengenai kepentingan, yang secara:
i. Dapat dinilai dengan uang
ii. Dapat terancam bahaya
iii. Tidak dikecualikan oleh undang – undang

d. Kausal yang Halal / diperbolehkan


Kausal yang halal yaitu isi perjanjian asuransi harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, tidak melanggar norma
kesusilaan, dan dapat diartikan bahwa obyek asuransi tidak dilarang untuk diperdagangkan,
memiliki kepentingan yang relevan, dan melibatkan pembayaran premi untuk mengalihkan risiko.
METODE PENELITIAN
Tipologi Penelitian dan Metode Pendekatan
Tipe penelitian ini adalah penelitian normatif. Metode ini merupakan suatu proses untuk
menemukan suatu aturan hukum, prinsip – prinsip hukum maupun doktrin untuk menjawab isu yang
terjadi saat ini ataupun yang akan mendatang. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma. Sistem norma adalah mengenai asas – asas, norma,
kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).13
Metode Pendekatan
Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan
undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah undang-undang yang berkaitan
dengan isi dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 14 Jadi,
kajian di sini adalah mengidemtifikasi dan menganalisis beberapa dokumen atau bahan pustaka
sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
Sumber Badan Hukum
Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan dalam suatu penelitian dapat berwujud bahan
hukum yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat. Bahan
hukum yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan bahan hukum primer, sedangkan bahan yang
diperoleh melalui bahan kepustakaan dan dokumentasi disebut bahan hukum sekunder.
Sesuai dengan pembedaan tersebut, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan
sumber data sekunder. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif atau artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim.15 Dalam hal ini meliputi:
i. Undang – Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Lembaran Negara Nomor
337, Tambahan lembaran Negara Nomor 5618).
ii. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomo 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara
Tahun 2008 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4856)

13
Mukti Fajar. Yulianto Achmad. 2007. Dualisme Penelitisn Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta.
Hal. 34
14
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Jakarta, hal 93 - 95
15
Ronny Hanitijo Soemitro. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta, 1990). hal. 10
iii. Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan
dengan Investasi.
iv. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.04/2018 tentang Penerapan Tata Kelola
Manajer Investasi.
v. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.04/2015 Tahun 2015 tentang kewajiban
manajer investasi.
vi. Undang – Undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1938 Nomor 276) Pasal 246.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum
primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer adalah16 buku-
buku, artikel, jurnal hukum, rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para
sarjana, hasil-hasil penelitian, yang tentunya mempunyai relevansi dengan apa yang hendak
diteliti.
c. Metode pengumpulan bahan hukum, Ada beberapa cara dalam memperoleh data yang
dilakukan dalam penulisan ini, antara lain bahan hukum primer dikumpulkan, diinventarisi,
serta di interprestasi, untuk selanjutnya dikategorikan secara sistematis kemudian dianalisis
guna menjawab permasalahan yang ada. Bahan hukum sekunder digunakan sebagai penunjang
bahan hukum primer. dari pengumpulan bahan-bahan hukum tersebut lalu dilakukan
pengelolahan serta analisa, dan hasilnya disajikan secara argumentatif.
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
Hubungan Hukum Antara Manajer Investasi dan Tertanggung Dalam Asuransi Jiwa Berbasis Unit
LINK
A. Perjanjian antara manajer investasi dan tertanggung asuransi jiwa unit link
1. Konsep dasar perjanjian dan hubungan hukum antara manajer investasi dan tertanggung
asuransi jiwa unit link
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.17 Hukum perjanjian diatur dalam Buku
III KUH Perdata yang berjudul tentang Perikatan pada umumnya. Hubungan perikatan dengan
perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan suatu
persetujuan karena dua pihak setuju untuk melaksanakan suatu hal tertentu. Istilah perjanjian
merupakan istilah yang umum dalam dunia hukum. Mengenai pengertian perjanjian diatur dalam
Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”. Pengertian perjanjian di atas selain tidak
lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja
sedangkan sangat luas karena dipergunakannya perkataan perbuatan tercakup juga perwakilan
sukarela dan perbuatan melawan hukum.18
Pasal 246 KUHD menyatakan bahwa Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dimana
penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan
kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang
diharapkan yang mungkin dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.19
Pasal 1 angka 1 UU No. 40/2014 menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh

16
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang, 2007), hal. 57.
17
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1985), hal. 1
18
Abdurrahman Fauzi, 2016, Pelaksanaan Perjanjian,Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau. Available from: http://repository.uin-suska.ac.id/7127/
Tati Hendrawati, 2022, Pengaruh Pendapatan dan Beban Terhadap Saldo Akhir Dana Tabarru (Studi Pada
Perusahaan Asuransi Syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan Periode 2016-2020). Diploma atau S1
thesis, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Available from: https://repository.uinbanten.ac.id/8990/
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan, keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis
karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang di dasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Subyek asuransi adalah pihak-pihak di dalam asuransi, yang pertama ialah penanggung,
dinyatakan di dalam Pasal 246 KUHD bahwa Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan,
kerusakan atau tidak mendapatkan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin dapat diderita karena
suatu peristiwa tidak pasti. Sedangkan pada pasal 1.1 UU No. 40/2014 tidak tedapat istilah ini,
melainkan langsung disebutkan dengan Perusahaan Asuransi, yang disebutkan merupakan perusahaan
asuransi umum dan jiwa dan Usaha Perasuransian yang menyangkut jasa pertanggungan atau
pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk, asuransi atau produk
asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau penilaian
kerugian asuransi atau asuransi syariah.20
Tertanggung dikatakan dalam Pasal 246 KUHD adalah pihak yang membayar premi dan
menerima ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapatkan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Sedangkan dalam
pasal 1.23. UU No. 40/2014, dinyatakan bahwa Tertanggung adalah pihak yang menghadapi risiko
sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi atau Perjanjian Reasuransi.
Hubungan asuransi terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan (Legally Bound)
yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa ketersediaan
secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing
terhadap satu sama lain (secara bertimbal balik).21
Asuransi jiwa berbasis unit-link diperkenalkan sebagai salah satu cara berinvestasi yang efektif di
mana nilai investasi langsung dikaitkan dengan kinerja investasi. Pada umumnya cara mengaitkan
nilai investasi dengan polis asuransi adalah dengan memberikan nilai unit, di mana total dana unit
tersebut dikelola oleh perusahaan asuransi. Cara lainnya adalah dengan mengaitkan unit reksadana.
Nilai unit secara langsung dapat mewakili nilai aset dari dana tersebut dan akan berfluktuasi
mengikuti kinerja investasi tersebut.
Polis asuransi jiwa unit-link adalah polis individu yang memberikan proteksi asuransi jiwa di
mana setiap saat nilainya bervariasi sesuai dengan nilai aset investasi tersebut. Polis asuransi jiwa
unit-link juga disebut equality-linked yaitu dana investasi yang pada umumnya digunakan untuk
mendukung produk-produk unit-link dan cenderung dikaitkan dengan ekuitas atau saham.22
Definisi asuransi jiwa berbasis unit link adalah produk perusahaan asuransi jiwa yang mengaitkan
fungsi proteksi dan investasi. Menurut OJK, asuransi jiwa berbasis unit link adalah kontrak asuransi
dalam bentuk unit yang memberikan manfaat perlindungan dengan premi rendah sekaligus investasi.
Jenis asuransi ini memberikan manfaat perlindungan asuransi kematian dan investasi sekaligus.23
Dalam asuransi jiwa berbasis unit link, pihak-pihak yang terlibat dalam produk asuransi ini adalah
pihak asuransi, tertanggung, dan pihak manajer investasi. Ketiga pihak ini mempunyai hubungan
hukum berdasarkan perjanjian yang mengikat para pihaknya. Dalam rencana keuangan asuransi jiwa
berbasis unit link, investasi dan proteksi adalah dua hal wajib dimiliki. Pertama adalah investasi.
Investasi diperlukan untuk mencapai tujuan keuangan, misalnya dana Pendidikan dan dana pensiun.

20
Dwi Tatak Subagiyo dan Fries Melia Salviana, 2014, Hukum Asuransi, Surabaya: PT. Revka Petra Media
21
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1987, h. 97.
22
Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral, Aditama,Bandung, 2004, h.10
23
A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta perkembangannya, Liberty,
Yogyakarta, 1985
Tanpa investasi, tujuan keuangan sulit dicapai karena mengandalkan tabungan, yang bungannya
rendah, tidak akan bisa mengejar kenaikkan harga. Kedua adalah proteksi. Proteksi melindungi
pemegang polis asuransi dari sejumlah risiko, misalnya, meninggal dunia, cacat tetap, dan sakit. Jika
pencari nafkah utama sakit, cacat, atau meninggal dunia, investasi ikut terhenti. Anak-anak terancam
tidak bisa sekolah. Istria tau suami kemungkinan tidak bisa pensiun dengan layak. Karena itu, perlu
adanya proteksi agar investasi bisa terus berjalan meskipun pencari nafkah utama mengalami
musibah.24
Pada produk asuransi jiwa berbasis unit link, premi yang dibayarkan akan dialokasikan ke dua
bagian yaitu premi dasar untuk proteksi dan premi investasi. Perusahaan asuransi jiwa biasanya
dibantu oleh Manajer Investasi dalam mengelola dana investasi pada asuransi jiwa berbasis unit link.
Dalam asuransi jiwa unit link, nilai polis adalah titik penting. Karena itu, perlu dipahami apa yang
mempengaruhi nilai polis. Jumlah dana yang masuk dari pembayaran premi dasar dan kedua, kinerja
return investasi yang dipengaruhi instrument yang dipilih (saham, obligasi, deposito) serta
kemampuan manajer investasi mengelola dana. Perlu diingat bahwa tidak ada jaminan return atau
hasil investasi di unit link. Risiko ditanggung oleh pemegang polis. Jika menerima penawara dari agen
asuransi yang menjanjikan kepastian return investasi, agen itu dipastikan tidak benar.25
Kebanyakan pemegang polis tidak memiliki pengalaman dalam pasar saham dan pasar uang.
Sebagai akibatnya mereka tidak tahu cara berinvestasi dengan bijaksana. Dana Unit-Link dikelola
oleh pengelola dana yang professional dan terlatih serta memahami dan menguasai manfaat dan risiko
investasi dengan baik yang selanjutnya disebut sebagai manajer investasi. Maka dari itu, ketika
membeli produk asuransi jiwa berbasis unit-link pengelolaan membutuhkan manajer investasi.26
Perusahaan asuransi jiwa berbasis unit link melakukan dan mengelola investasi setelah nasabah
membayar premi. Adapun, peran penting Manajer investasi yang merupakan pihak atau perusahaan
yang mengelola dana kelolaan nasabahnya ke dalam sejumlah instrument investasi. Lahirnya manajer
investasi dari adanya perjanjian pengelolaan portofolio efek yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 21/ POJK.04/2017 Tentang Pedoman Pengelolaan Portofolio Efek untuk
27
Kepentingan Nasabah Secara Individual.
Pengelolaan Portofolio Efek untuk Kepentingan Nasabah Secara Individual yang selanjutnya
disebut Pengelolaan Portofolio Nasabah Secara Individual adalah jasa pengelolaan portofolio efek
dan/atau dana yang dilakukan manajer investasi kepada 1 (satu) nasabah tertentu di mana berdasarkan
perjanjian tentang kepentingan nasabah secara individual, manajer investasi diberi wewenang penuh
oleh nasabah untuk melakukan pengelolaan portofolio efek dan/atau dana (POJK Pasal 1 ayat 1).
Selanjutnya Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk
para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali
perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.28
Nasabah adalah pihak yang menginvestasikan Portofolio Efek dan/atau dananya untuk dikelola
oleh Manajer Investasi dalam bentuk pengelolaan Portofolio Efek untuk kepentingan yang
bersangkutan secara individual. Selanjutnya yang disebut pihak adalah orang perseorangan,
perusahaan, usaha bersama, atau kelompok yang terorganisasi. Perjanjian pengelolaan portofolio
nasabah secara individual sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf a yaitu “Membuat
perjanjian tertulis pengelolaan portofolio nasabah secara individual dengan setiap nasabah”

24
Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 5
25
Ridwan Khairandy, 2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 13.
26
Marbun, B.N, 2009, Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum, Jakarta, Puspa Swara, h. 6.
27
Djohari Santoso dan Achmad Ali, 1999, Hukum Perjanjian Indonesia, Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, h. 47.
28
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, h. 30
selanjutnya, Manajer Investasi wajib memastikan bahwa setiap nasabah yang menandatangani
perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara individual, memiliki kewenangan dan kapasitas
untuk menandatangani perjanjian dimaksud. Perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara
individual wajib ditandatangani oleh Manajer Investasi dan Nasabah, perjanjian sebagaimana yang
dimaksud diatas dapat melibatkan Bank Kustodian sebagai pihak yang ikut serta menandatangani
perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara individual.29 Dalam perjanjian pengelolaan
portofolio nasabah secara individual paling sedikit wajib memuat tentang identitas Manajer Investasi,
Bank Kustodian, dan Nasabah yang terlibat dalam pengelolaan portofolio nasabah secara individual,
yang selanjutnya merupakan tugas dan tanggung jawab Manajer Investasi serta kewajiban Manajer
Investasi untuk menyimpan portofolio Efek dan/atau dana nasabah pada Bank Kustodian, Selanjutnya
meliputi hak nasabah, tujuan investasi, kebijakan investasi, biaya, metode penilaian yang diterapkan,
lalu tanggal ditandatanganinya perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara individual.
Selanjutnya, adanya jangka waktu perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara individual, serta
penunjukan Lembaga peradilan, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, atau Lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya sebagai Lembaga untuk menyelesaikan perselisihan dan sengketa perdata
antar para pihak dan ketentuan pengakhiran perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara
individual.
Adapun tugas dan tanggung jawab Manajer Investasi, yang pertama, mengelola portofolio efek
dan/atau dana milik nasabah sesuai dengan perjanjian pengelolaan portofolio nasabah secara
individual. Kedua, memastikan pemisahan rekening penyimpanan portofolio efek dan/atau dana untuk
setiap nasabah dengan rekening Manajer Investasi maupun rekening lainnya. Ketiga, menetapkan nilai
pasar wajar atas efek milik nasabah. Keempat, menyelenggarakan pembukuan dan catatan secara
terpisah untuk setiap nasabah. Kelima, menyelenggarakan pembukuan dan catatan secara terpisah
antara pembukuan dan catatan atas nama nasabah dengan pembukuan dan catatan atas nama Manajer
Investasi, dan yang terakhir memberikan gambaran risiko investasi kepada nasabah.30
2. Syarat-syarat Sah Perjanjian
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Akan tetapi,
tentu saja, perjanjian asuransi tidak boleh terlepas dari syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam
Pasal 1320 BW. Menurut ketentuan Pasal 1320 BW, terdapat 4 syarat sahnya Perjanjian, yaitu :
1. Kesepakatan (Consesus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut
pada pokonya meliputi :
a. Obyek Asuransi;
b. Pengalihan Risiko dan Pembayaran Premi;
c. Evenemen dan Ganti Kerugian;
d. Syarat-syarat Khusus Asuransi.
Kesepakatan menjadi dasar berlakunya Perjanjian Asuransi. Sehingga Berlakunya Perjanjian
Asuransi bukan pada saat penandatangan polis atau pada saat penyerahan polis. Keberlakuan
Perjanjian Asuransi adalah pada saat Kesepakatan, hal ini sebagaimana tercantum di dalam Pasal
257 KUHD, yaitu Perjanjian Pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat
itu, malahan sebelum Polis ditandatangani dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan
tertanggung berjalan akan tetapi tentu saja untuk hal tersebut harus ada pembayaran premi terlebih
dahulu dari Tertanggung kepada Penanggung, sebab berdasarkan Pasal 246 KUHD, tidak
dianggap telah terjadi Perjanjian Pengalihan Resiko atau Perjanjian Asuransi tanpa adanya

29
J.Satrio, Hukum Perjanjian, Ctk. Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, h. 57
30
Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Asuransi Syariah, Jakarta: Gaung Persada Press Group, 2014 h. 1
pembayaran Premi.31 Hal tersebut pula yang membawa kewajiban bagi tertanggung untuk segera
menandatangani dan menyerahkan kepada Tertanggung, dalam batas waktu maksimal 24 jam,
apabila tidak ditentukan dalam jangka waktu lebih panjang oleh ketentuan undang-undang (Pasal
259 KUHD). Perkecualian tersebut adalah apabila Perjanjian Asuransi tersebut dilakukan secara
tidak langsung atau dengan melalui perantara, maka batas waktunya adalah 8 hari setelah
melakukan perjanjian (Pasal 260 KUHD). Akan tetapi apabila terjadi permasalahan, maka untuk
pembuktian telah terjadi asuransi adalah tetapi dengan adanya pembuatan bukti tertulis (Pasal 258
KUHD), akan tetapi karena Pasal 259 KUHD hanya mencantumkan adanya bukti tertulis,
sehingga apabila diperbolehkan untuk alat bukti lainnya yang dibuat secara tertulis.
2. Kecakapan dan Kewenangan (Authority)
Kecakapan dalam perjanjian asuransi dapat dinyatakan dengan dengan kewenangan atau
wewenang dari kedua belah pihak, baik itu dari pihak Penanggung ataupun dari pihak
Tertanggung. Kewenangan tersebut ada yang bersifat subyektif dan ada yang bersifta obyektif,
tentu saja dalam hal ini kewenangan yang bersifat subyektif adalah terkait dengan kedewasaan. Di
mana tentu saja usia dari para pihak harus cakap hukum, di mana kecakapan ini diatur di dalam
Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Selanjutnya disebut dengan
UU No. 16/2019 yaitu 18 tahun, sehat ingatan, tidak dibawah perwalian atau pemegang kuasa
yang sah. Syarat obyektif, adalah terkait dengan kewenangan para pihak dalam mewakili suatu
perusahaan (hal ini apabila Penanggung dan Tertanggung berbentuk Perseroan Terbatas), selain
itu adalah adanya hubungan kepentingan antara Tertanggung dengan obyek asuransi, apabila
Tertanggung tidak memiliki hubungan kepentingan dengan obyek, maka penanggung tidak wajib
memberikan ganti kerugian (Pasal 250 KUHD). Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah
Tertanggung mencari keuntungan memperkaya diri dari pemberian ganti kerugian obyek asuransi
yang bukan haknya. Pasal 264 KUHD mengatur bahwa Perjanjian Asuransi dapat pula dilakukan
dengan beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun di luar
pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, apabila pertanggungan tersebut diadakan tidak
dinyatakan di dalam polisnya, maka pertanggungan tersebut dianggap dilakukan untuk dirinya
sendiri (Pasal 267 KUHD). Pertanggungan untuk pihak ketiga harus dengan tegas dinyatakan di
dalam polisnya, apakah hal tersebut karena pemberian amanat atau diluar sepengetahuan yang
berkepentingan, sebab Perjanjian asuransi tanpa adanya pemberian amanat adalah batal (Pasal 265
KUHD dan Pasal 266 KUHD).
3. Obyek Tertentu (Fixed Obyek)
Obyek asuransi dapat dikatakan sebuat harta kekayaan yang memiliki nilai ekonomi, sehingga
dapat dihargai dengan sejumlah uang. Obyek asuransi ini memiliki hak subyektif yang tidak
berwujud, hak subyektif ini disebut dengan kepentingan. Artinya kepentingan akan selalui
mengikuti dimana obyek asuransi itu berada. Pasal 268 KUHD memberikan pengertian mengenai
kepentingan, yaitu:
a. Dapat dinilai dengan uang;
b. Dapat terancam bahaya;
c. Tidak dikecualikan oleh Undang-Undang
Hal tersebut dengan maksud bahwa kepentingan tersebut memberi suatu ukuran akan adanya
ganti kerugian berupa sejumlah uang. Sedangkan Pasal 1 angka 25 UU No. 40/2014 menyatakan
bahwa obyek asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda
dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang
nilainya. Terkait dengan obyek asuransi tersebut terdapat satu prinsip yang dianut, yaitu adanya

31
Ayu Indah Lestari, “Analisis Pengakuan Pendapatan Premi Dan Beban Klaim Berdasarkan Psak No. 36
(Studi Kasus Pada Ajb Bumiputera 1912 Makassar)” Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar 2018
suatu pemberitahuan yang jelas megenai obyek oleh Tertanggung, hal ini terkait dengan adanya
perlindungan hukum bagi Penanggung dari ketidakjujuran Tertanggung.
4. Kausa Yang Halal / Diperbolehkan (Legal Cause)
Kausa yang halal atau diperbolehkan maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Dapat diartikan pula dengan obyek yang dilarang untuk
diperdagangkan, tidak adanya kepentingan, tidak adanya pembayaran premi guna mengalihkan
resiko. Tentu saja untuk syarat sahnya perjanjian, apabila syarat pertama dan kedua yang
merupakan syarat subyektif dilanggar, maka akibat hukumnya adalah dapat dibatalkan dan apabila
syarat ketiga dan syarat keempat yang dilanggar, maka akibat hukumnya adalah batal demi
hukum.
Berdasarkan ketentuan diatas, maka ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUH Perdata menganut
sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada para pihak (dalam hal menentukan isi, bentuk,
serta macam perjanjian) untuk mengadakan perjanjian akan tetapi isinya selain tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, juga harus memuat syarat
sahnya perjanjian.Ketentuan yang terdapat dalam hukum perjanjian merupakan kaidah hukum yang
mengatur artinya kaidah–kaidah hukum yang dalam kenyataanya dapat dikesampingkan oleh para
pihak dengan membuat ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan khusus di dalam perjanjian yang
mereka adakan sendiri.
Kaidah-kaidah hukum semacam itu ada yang menamakan dengan istilah hukum pelengkap atau
hukum penambah.Hal ini ditegaskan pula oleh Subekti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan
manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian.
3. Asas-Asas Perjanjian
Terdapat 5 (lima) asas perjanjian yang dikenal menurut ilmu hukum perdata yaitu :
a. Asas Konsensualisme
Dalam hukum perjanjian, asas konsensualisme berasal dari kata consensus yang berarti
sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Menurut Subekti asas consensus itu
dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan kata lain perjanjian itu mempunyai akibat
hukum sejak saat tercapainya kata sepakat dari para pihak yang bersangkutan. Asas
konsensualisme ini diatur dalam Pasal 1338 (1) jo. Pasal 1320 angka I KUH Perdata. Konsensus
antara pihak dapat diketahui dari kata “dibuat secara sah”, sedangkan untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat yang tercantum di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang salah
satunya menyebutkan “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya” (Pasal 1320 angka 1 KUH
Perdata). Kata sepakat itu sendiri timbul apabila ada pernyataan kehendak dari satu pihak dan
pihak lain menyatakan menerima atau menyetujuinya. Oleh karena itu unsur kehendak dan
pernyataan merupakan unsur-unsur pokok disamping unsur lain yang menentukan lahirnya
perjanjian. Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia memantapkan
adanya asas kebebasan berkontrak. Tanda sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian,
maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan
sepakatnya. Sepakat yang diberikan, dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya
paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk
memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang
dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang
diinginkan tidak terlaksana, (take it or leave it). Asas konsesualisme merupakan ‘roh’ dari suatu
perjanjian. Hal ini tersimpul dari kesepakatan para pihak, namun demikian pada situasi tertentu
terdapat perjanjian yang tidak mencerminkan wujud kesepakatan yang sesungguhnya. Menurut
Pasal 1321 KUH Perdata menyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan
karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Hal ini disebabkan adanya
cacat kehendak (wilsgebreke) yang mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam KUH Perdata
cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu:
a. Kesesatan atau dwaling.
b. Penipuan atau bedrog.
c. Paksaan atau dwang.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kekebasan orang
melakukan kontrak. Asas ini berarti setup orang boleh mengadakan perjanjian apa saja walaupun
perjanjian itu belum atau tidak diatur dalam undang-undang. Asas ini menganut sistem terbuka
yang memberikan kebebasan seluas-luasnya pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian. Jadi
para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri isi dan bentuk perjanjian. Asas
kebebasan berkontrak dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata dari kata
“semua perjanjian” dapat disimpulkan bahwa, masyarakat diberi kebebasan untuk:
a. Mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian.
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa saja.
c. Menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya.
d. Menentukan peraturan hukum yang berlaku bagi peraturan perjanjian yang dianutnya.
Asas kebebasan berkontrak ini dalam pelaksanaannya dibatasi oleh tiga hal seperti yang
tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu perjanjian itu tidak dilarang oleh undang-
undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
Selain dibatasi oleh Pasal 1337 KUH Perdata, asas kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh:
a. Adanya standarisasi dalam perjanjian. Hal ini disebabkan adanya perkembangan ekonomi yang
menghendaki segala secara cepat. Di sini biasanya salah satu pihak berkedudukan membuat
perjanjian baku (standard), baik dalam bentuk dan isinya. Di dalam perjanjian standard itu
terdapat pula klausula eksonerasi yaitu yang mensyaratkan salah satu pihak harus melakukan atau
tidak melakukan atau mengurangi atau mengalihkan kewajiban atau tanggung jawabnya. Apabila
klausula eksonerasi yang dibuat oleh pihak lawan, maka pihak lain ini dianggap menyetujui
klausula tersebut meskipun klausula tersebut menjadi beban baginya.
b. Tidak bertentangan dengan moral, adab kebiasaan dan ketertiban umum.
c. Asas itikad baik (in good faith)
Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan
ini diatur dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Dalam perundinganperundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak
akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan
hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak
dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing
calon pihak dalam perjanjian, terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam
batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-
masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan
itikad baik.
Ruang lingkup itikad baik yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata di
beberapa negara seperti di Indonesia masih diletakkan pada pelaksanaan kontrak saja. Hal itu
terlihat dari bunyi Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang
menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (zy moeten to goeder trouw
worden tenuitvoer gebracht).
Padahal sesungguhnya itikad baik juga diperlukan dalam proses negosiasi dan penyusunan
kontrak. Dengan demikian, itikad baik tersebut sebenarnya sudah harus ada sejak saat proses
negosiasi dan penyusunan kontrak hingga pelaksanaan kontrak. Kewajiban itikad baik pada masa
pra kontrak meliputi kewajiban untuk meneliti (onderzoekplicht) dan kewajiban untuk
memberitahukan dan menjelaskan (mededelingsplicht).
Itikad baik pra kontrak tetap mengacu kepada itikad baik yang bersifat subjektif. Itikad yang
bersifat subjektif ini digantungkan pada kejujuran para pihak. Dalam proses negosiasi dan
penyusunan kontrak, pihak kreditur memiliki kewajiban untuk menjelaskan fakta material yang
berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan sedangkan debitur memiliki kewajiban untuk
meneliti fakta material tersebut.
Ketentuan ini tidak berarti bahwa hukum Indonesia tidak mengenal sama sekali itikad baik
dalam pra kontrak. Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) mengenal itikad
baik pra kontrak: Terciptanya itikad baik dalam tahap pra kontrak ini sangat dipengaruhi oleh
ajaran culpa in contrahendo.
Dalam pelaksanaan perjanjian, asas itikad baik mempunyai dua pengertian yaitu:
1). Itikad baik dalam pengertian subyektif. Merupakan sikap batin seseorang pada saat
dimulainya suatu hubungan hukum berupa perkiraan bahwa syarat-syarat yang telah
diperlukan telah dipenuhi, di sini berarti adanya sikap jujur dan tidak bermaksud
menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dapat merugikan pihak lain.
2). Itikad baik dalam pengertian obyektif. Ini merupakan tindakan seseorang dalam
melaksanakan perjanjian yaitu pada saat melaksanakan hak dan kewajiban dalam suatu
hubungan hukum. Artinya bahwa pelaksanaan perjanjian harus berjalan di atas ketentuan yang
benar, yaitu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Asas itikad baik ini diatur
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menentukan bahwa persetujuan harus dilakukan
dengan itikad baik. Dari ketentuan di atas, hakim diberi wewenang untuk mengawasi
pelaksanaan perjanjian, jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan.
Pelaksanaan yang sesuai dengan norma-norma kepatutan dan kesusilaan inilah yang
dipandang adil dan hal ini dapat dikesampingkan oleh para pihak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud dari pelaksanaan perjanjian dengan itikad
baik adalah bagi para pihak dalam perjanjian harus ada keharusan untuk tidak melakukan segala
sesuatu yang bertentangan dengan norma kepatutan dan kesusilaan sehingga menimbulkan
keadilan bagi kedua belah pihak dan tidak merugikan salah satu pihak. Adapun akibat dari
pelanggaran asas itikad baik adalah perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan.
d. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda)
Asas kekuatan mengikat atau asas pacta sunt servanda ini berkaitan dengan akibat dari
perjanjian. Arti dari pacta sunt servanda adalah bahwa perjanjian yang dibuat secara sah
mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya, sehingga para pihak harus tunduk dan melaksanakan mengenai segala sesuatu yang
telah diperjanjikan. Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang
bagi yang membuatnya.
Adapun pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang menetapkan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan hukum yang terkandung didalamnya, dimaksudkan
untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penataannya.
Asas ini menimbulkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah memperjanjikan sesuatu
memperoleh kepastian bahwa perjanjian itu dijamin pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan
kekuatan Pasal 1338 KUH Perdata, yang intinya menyebutkan bahwa perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain diperbolehkan oleh undang-undang. Asas ini dapat berlaku apabila
kedudukan para pihak tidak seimbang. Tetapi jika kedudukan para pihak seimbang maka undang-
undang memberi perlindungan bahwa perjanjian itu dapat dibatalkan, baik atas tuntutan para
pihak yang dirugikan, kecuali dapat dibuktikan pihak yang dirugikan menyadari sepenuhnya
akibat-akibat yang timbul.
e. Asas Personalitas
Asas personalitas ini diartikan sebagai asas kepribadian. Asas kepribadian adalah asas
yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya
untuk kepentingan perorangan saja. Suatu perjanjian hanya mengikat bagi pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian itu, dan tidak mengikat bagi orang lain yang tidak terlibat dalam
perjanjian itu. Terhadap asas kepribadian ini ada pengecualiannya, yaitu apa yang disebut sebagai
“derden beding” atau perjanjian untuk pihak ketiga. Dalam hal ini seorang membuat suatu
perjanjian, di mana dalam perjanjian itu ia memperjanjikan hak-hak bagi orang lain, tanpa kuasa
dari orang yang diperjanjikan itu. Asas personalitas diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata,
menyebutkan tentang janji untuk pihak ketiga itu sebagai berikut:
Lagi pula diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang
pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau
suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain memuat suatu janji yang seperti itu.
Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak
ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya.
B. Hak dan Kewajiban Penanggung, Tertanggung, dan Manajer Investasi
Manusia menurut kodratnya, memiliki hak dan kewajiban atas sesuatu dalam menjalankan kehidupan
sosialnya dengan manusia yang lain. Tidak seorang pun manusia yang tidak mempunyai hak (Pasal 13
KUH Perdata), tetapi konsekuensinya bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama dengannya. Jadi
“hak” pada pihak satu berakibat timbulnya “kewajiban” pada pihak lain untuk menghormati hak tersebut.
Seseorang tidak boleh menggunakan haknya secara bebas, sehingga menimbulkan kerugian atau rasa tidak
enak pada orang lain. Adapun pengertian hak dan kewajiban secara umum. Hak itu memberikan
kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan
pembatasan dan beban, sehingga yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak.
Adapun dalam asuransi jiwa unit link, jika terjadinya sebuah kesepakatan atau perjanjian maka akan
ada hak dan kewajiban yang harus dijalankan sesuai norma norma hukum yang berlaku. Pihak-pihak yang
terikat seperti penanggung, tertanggung, dan manajer investasi.
1. Hak dan Kewajiban Penanggung
Terdapat hak dan kewajiban yang mengikat penanggung adalah menerima premi, mendapatkan
keterangan dari tertanggung berdasar prinsip itikad terbaik. (Pasal 251 KUHD), hak-hak lain sebagai
imbalan dari kewajiban tertanggung Menurut Man Suparman Sastrawidjaja hak penanggung antara
lain
a. Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian.
b. Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan dengan
obyek yang diasuransikan kepadanya.
c. Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan terjadi tetapi
disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri. (Pasal 276 KUHD).
d. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan
oleh perbuatan curang dari tertanggung.
e. Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi
risiko yang dihadapinya. (Pasal 271 KUHD)
Sedangkan kewajiban dari penanggung adalah:
a. Memberikan polis kepada tertanggung
b. Membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita tertanggung dalam hal asuransi kerugian dan
membayar santunan pada asuransi jiwa sesuai dengan kondisi polis.
Menurut Man Suparman Sastrawidjaja, kewajiban penanggung antara lain:
a. Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila
peristiwa yang diperjanjian terjadi, kecuali jika terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk
membebaskan dari kewajiban tersebut.
b. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung (Pasal 259, 260 KUHD).
c. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur, dengan syarat
tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya (premi restorno, Pasal 281
KUHD).
d. Dalam asuransi kebakaran, penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk
membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut diperjanjikan demikian (Pasal 289
KUHD). UU No. 40/2014 tentang Usaha Perasuransian menyebutkan bahwa penyelenggara
usaha perasuransian atau pihak yang bertindak sebagai pihak penanggung hanya boleh
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan (persero), Koperasi,
Perseroan Terbatas dan Usaha Bersama (mutual).
2. Hak dan Kewajiban Tertanggung
Tertanggung dalam pelaksanaan perjanjian asuransi mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan, sehingga apabila terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi polis
maka penanggung dapat melaksanakan kewajibannya. Hak-hak tertanggung adalah:

a. Menerima polis.
b. Mendapatkan ganti rugi bila terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi
polis.
Menurut Man Suparman Sastrawidjaja, hak tertanggung antara lain:
a. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 KUHD)
b. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (Pasal 260 KUHD)
c. Meminta ganti kerugian.
Sedangkan kewajiban dari tertanggung adalah:
a. Membayar premi.
b. Memberikan keterangan kepada penanggung berdasar prinsip utmost good faith.
c. Mencegah agar kerugian dapat dibatasi.
Menurut Man Suparman Sastrawidjaja, kewajiban tertanggung adalah:
a. Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD).
b. Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung mengenai obyek yang diasuransikan
(Pasal 251 KUHD).
c. Mencegah atau mengusahakan agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap
obyek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari; apabila dapat dibuktikan oleh
penanggung, bahwa tertanggung tidak berusaha untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut
dapat menjadi salah satu alasan bagi penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian
bahkan sebaliknya menuntut ganti kerugian kepada tertanggung (Pasal 283 KUHD).
d. Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang menimpa obyek
yang diasuransikan, berikut usaha – usaha pencegahannya.

3. Hak dan Kewajiban Manajer Investasi


Manajer Investasi merupakan pihak atau perusahaan yang mengelola dana kelolaan nasabahnya ke
dalam sejumlah instrument investasi. Hak dan kewajiban manajer investasi dalam asuransi unit link
sebagai berikut:
Yang pertama, mengelola Portofolio Efek dan/atau dana milik Nasabah sesuai dengan perjanjian
Pengelolaan Portofolio Nasabah Secara Individual. Kedua, memastikan pemisahan rekening
penyimpanan Portofolio Efek dan/atau dana untuk setiap Nasabah dengan rekening Manajer Investasi
maupun rekening lainnya. Ketiga, menetapkan nilai pasar wajar atas efek milik nasabah. Keempat,
menyelenggarakan pembukuan dan catatan secara terpisah untuk setiap nasabah. Kelima,
menyelenggarakan pembukuan dan catatan secara terpisah antara pembukuan dan catatan atas nama
nasabah dengan pembukuan dan catatan atas nama Manajer Investasi. Keenam, memberikan
gambaran risiko investasi kepada Nasabah. Adapun kewajiban Manajer Investasi dalam pengelolaan
portofolio nasabah, dalam pasal 17 Salinan POJK No.21 /POJK.04/2017, disebutkan bahwa kewajiban
Manajer Investasi sebagai berikut:
a. Manajer Investasi dan Bank Kustodian wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas sebaik mungkin untuk kepentingan Nasabah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 17 Ayat 1 POJK)
b. Dalam hal Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian tidak menjalankan kewajibannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian wajib
bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya masing-masing.
c. Manajer Investasi wajib menyampaikan informasi kepada Nasabah tentang gambaran risiko
investasi sebelum ditandatanganinya perjanjian Pengelolaan Portofolio Nasabah Secara
Individual. (Pasal 18 Salinan POJK No.21)
d. Perjanjian Pengelolaan Portofolio Nasabah Secara Individual dan/atau perubahannya wajib
disampaikan oleh Manajer Investasi kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian oleh para Pihak.
Pertanggung Gugatan Manajer Investasi terhadap Kerugian Tertanggung Asuransi Jiwa Berbasis
Unit Link
A. Kerugian yang diderita oleh tertanggung dalam asuransi jiwa unit link
Kerugian adalah keadaan di mana seseorang atau organisasi mengalami penurunan nilai aset,
kekayaan, atau laba akibat beberapa peristiwa, keputusan, atau tindakan yang tidak menguntungkan.
Kerugian bisa bersifat finansial maupun non-finansial, dan dapat terjadi beberapa skenario.32 Berikut
adalah beberapa penjelasan tentang kerugian yaitu:
Yang pertama adalah kerugian finansial, kerugian ini terjadi ketika seseorang atau organisasi
mengalami penurunan dalam pendapatan, laba, atau nilai aset. Kerugian finansial bisa disebabkan oleh
banyak faktor, seperti investasi yang buruk, penjualan yang menurun, biaya yang meningkat, atau
kegagalan bisnis. Yang kedua dalah kerugian non-finansial, kerugian ini adalah kerugian yang tidak
langsung berkaitan dengan uang atau keuangan, tetapi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang atau
reputasi organisasi. Contohnya termasuk kerugian waktu, kerugian kesehatan, kerugian reputasi, atau
kerugian hubungan. Adapun kerugian dalam investasi, ketika seseorang atau organisasi berinvestasi dalam
saham, obligasi, properti, atau instrumen lainnya, ada risiko kerugian jika nilai investasi tersebut menurun.
Dalam beberapa kasus, kerugian ini bisa jadi signifikan dan mengakibatkan kerugian modal yang sulit
untuk pulih.
Kerugian menurut Undang-Undang di Indonesia, kerugian yang berkaitan dengan pelanggaran
hukum atau kontrak diatur dalam KUH Perdata. Berikut adalah beberapa jenis kerugian yang diakui dalam
sistem hukum Indonesia yaitu:
Kerugian materiil, adalah kerugian yang dapat diukur secara finansial, seperti kerugian keuangan,
kerusakan properti, atau biaya medis. Selanjutnya kerugian inmateriil adalah kerugian yang tidak dapat
diukur secara finansial, seperti penderitaan emosinal, trauma psikologis, atau stress.33
Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa “Pikiran (gedachte) dan pengertian (besef) bahwa
dengan suatu perbuatan itu melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban yang diakui
oleh Undang-Undang, atau dengan kesusilaan (fatsoen), dianggap sebagai niat jahat (boos opzet).” Pasal
ini menjelaskan bahwa niat jahat atau kesalahan merupakan faktor penting dalam menentukan kewajiban
ganti rugi.
Dalam kasus pelanggaran hukum atau kontrak, pihak yang menderita kerugian harus
membuktikan bahwa mereka telah mengalami kerugian sebagai akibat langsung dari tindakan atau
kelalaian pihak yang bertanggung jawab. Jumlah kompensasi atau ganti rugi yang diberikan tergantung
pada sejauh mana kerugian tersebut dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Asuransi jiwa berbasis unit link adalah produk asuransi yang menggabungkan perlindungan
asuransi jiwa dengan investasi dalam satu polis. Meskipun produk ini menawarkan beberapa keuntungan,
namun seperti produk keuangan lainnya, ada juga beberapa kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung.
Beberapa kerugian yang mungkin di alami oleh tertanggung asuransi jiwa unit link antara lain34:
1. Biaya yang tinggi, produk asuransi jiwa unit link biasanya memiliki biaya yang lebih tinggi
daripada produk asuransi jiwa tradisional. Ini termasuk biaya administrasi, biaya investasi,
biaya penjualan dan biaya lainnya. Biaya-biaya ini dapat mengurangi nilai investasi dan
mempengaruhi pengembalian investasi nasabah di masa yang akan datang.
2. Risiko pasar, investasi dalam produk asuransi jiwa unit link memiliki risiko pasar yang sama
seperti investasi lainnya. Jika pasar mengalami penurunan, nilai investasi nasabah juga dapat
menurun. Hal ini dapat mengurangi nilai tunai polis nasabah dan mempengaruhi kemampuan
nasabah untuk membayar premi asuransi.

32
Nurhali, Alfi Nurhali, “Underwriting Dana Tabarru’: Pengaruh Pendapatan Investasi Dan Premi Asuransi
Syariah Di Indonesia Periode 2015-2018”. Skripsi Thesis, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta. 2020
33
Mulhadi, Dasar-dassar hukum asuransi, Cetakan pertama (Depok; Rajawali Pers, 2017) h. 40
34
Agoes Parera, Hukum Asuransi di Indonesia, Yogyakarta: PT Kanisius, 2019, hal.56-57
3. Risiko kredit, produk asuransi jiwa unit link dapat memasukkan investasi kedalam produk
keuangan atau gagal membayar utang, maka nilai investasi anda bisa terpengaruh.
4. Tidak fleksibel, produk asuransi jiwa unit link biasanya memiliki persyaratan yang ketat terkait
dengan premi dan investasi. Nasabah mungkin tidak bisa menjual polis atau mengubah
investasi nasabah dengan mudah, terutama jika nasabah telah memiliki polis tersebut selama
beberapa tahun.
5. Tergantung pada kinerja investasi, produk asuransi jiwa unit link bergantung pada kinerja
investasi untuk menghasilkan keuntungan. Jika investasi tidak menghasilkan keuntungan yang
diharapkan, maka nilai investasi nasabah bisa terpengaruh.
Oleh karena itu, kerugian tertanggung dalam asuransi jiwa unit link dapat terjadi karena dua hal,
yakni kerugian pada nilai investasi atau kerugian pada manfaat asuransi jiwa.
Kerugian pada nilai investasi terjadi ketika nilai investasi yang dimiliki oleh tertanggung
menurun, sehingga nilai akumulasi investasi yang dimiliki menjadi lebih rendah dari nilai premi yang
telah dibayarkan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti fluktuasi pasar, kinerja investasi
yang buruk, atau kebijakan investasi yang tidak tepat.35
Sementara itu, kerugian pada manfaat asuransi jiwa terjadi ketika tertanggung mengalami
kecelakaan atau meninggal dunia, namun besaran manfaat yang diterima oleh ahli waris lebih kecil dari
nilai premi yang dibayarkan. Hal ini dapat terjadi karena adanya ketentuan dalam polis yang mengatur
besaran manfaat yang dibayarkan, seperti adanya batas maksimum pada besaran manfaat atau adanya
klausul-klausul pengecualian atau pengurangan manfaat.
B. Tanggung Gugat Manajer Investasi terhadap Kerugian Tertanggung Asuransi Jiwa Berbasis
Unit Link
Tanggung gugat adalah istilah hukum yang merujuk pada kewajiban seseorang atau suatu pihak untuk
bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan atau kelalaian mereka
kepada pihak lain. Konsep tanggung gugat sering terkait dengan hukum perdata, di mana seseorang atau
suatu pihak dapat menuntut ganti rugi atau penggantian at as kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan
karena tindakan atau kelalaian orang lain.36
Dalam hal ini, seseorang atau suatu pihak yang menimbulkan kerugian atau kerusakan disebut
sebagai pihak yang “dapat dituntut tanggung gugat”. Pihak yang menderita kerugian atau kerusakan
disebut sebagai pihak yang “berhak atas ganti rugi”.
Konsep tanggung gugat juga dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti hukum lingkungan,
hukum kontrak, hukum bisnis, dan hukum keuangan. Dalam setiap bidang tersebut, tanggung guat
memiliki prinsip-prinsip yang berbeda tergantung pada hukum yang berlaku dan keadaan yang terjadi.
Dalam asuransi, prinsip-prinsip tanggung gugat mencakup:
1. Prinsip asuransi, prinsip ini menyatakan bahwa asuransi adalah mekanisme untuk mentransfer
risiko dari pemegang polis kepada perusahaan asuransi. Dalam hal ini, perusahaan asuransi
bertanggung jawab untuk membayar klaim jika terjadi kerugian atau kerusakan pada aset yang
diasuransikan,
2. Prinsip kejujuran, pemegang polis harus jujur dan memberikan informasi yang akurat dalam
mengajukan klaim asuransi. Jika terbukti bahwa pemegang polis memberikan informasi yang
salah atau menyesatkan, perusahaan asuransi berhak menolak klaim atau membatalkan polis.
3. Prinsip subrogasi, prinsip ini menyatakan bahwa perusahaan asuransi yang membayar klaim
atas kerugian atau kerusakan tertentu memiliki hak untuk mengambil tindakan hukum terhadap
pihak yang bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan tersebut. Prinsip ini

35
Nur Hasanah, Tutik Siswanti “Evaluasi Pengakuan, Pengukuran Dan Penyajian Pendapatan Berdasar
Psak 23 Pada Pt. Angkasa Pura Ii (Persero),” Jurnal Bisnis dan Akuntansi Unsurya, Vol. 4, No. 1, Januari 2019 Prodi
Akuntansi Unsurya, h. 37.
36
Asril Maulana, “Analisis Pendapatan Dan Beban Operasi Dalam Meningkatkan Laba Operasi Pada PT.
Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara)”, skripsi UIN Sumatra Utara
memungkingkan perusahaan asuransi untuk memulihkan kerugian yang telah dibayarkan.
4. Prinsip indemnitas, prinsip ini menyatakan bahwa perusahaan asuransi bertanggung jawab
untuk merestitusi pemegang polis dengan jumlah kerugian atau kerusakan yang sebenarnya
terjadi pada aset yang diasuransikan. Prinsip ini memastikan bahwa pemegang polis tidak akan
memperoleh keuntungan dari klaim asuransi.
5. Prinsip insurable interest, prinsip ini menyatakan bahwa pemegang polis harus memiliki
kepentingan yang sah dalam aset yang diasuransikan. Prinsip ini memastikan bahwa pemegang
polis tidak akan memperoleh keuntungan dari kejadian yang tidak terkait dengan
kepentingannya.
6. Prinsip probabilitas, prinsip ini menyatakan bahwa perusahaan asuransi hanya akan membayar
klaim atas kerugian atau kerusakan yang terjadi dalam batas risiko yang dapat diterima. Prinsip
ini memastikan bahwa perusahaan asuransi tidak akan membayar klaim yang tidak dapat
diprediksi atau terlalu besar.
Dalam konteks tanggung gugat, terdapat dua jenis tanggung gugat yang terkait dengan produk
asuransi jiwa unit link37, yaitu:
1. Tanggung gugat perusahaan asuransi, perusahaan asuransi bertanggung jawab untuk membayar
klaim asuransi jiwa jika tertanggung meninggal dunia atau menderita cacat tetap total. Jika
perusahaan asuransi tidak membayar klaim sebagaimana mestinya, tertanggung atau ahli
warisnya berpotensi untuk menuntut tanggung gugat perusahaan asuransi.
2. Tanggung gugat agen asuransi, agen asuransi bertanggung jawab untuk memberikan informasi
yang akurat dan jujur tentang produk asuransi jiwa unit link kepada calon nasabah. Jika agen
asuransi memberikan informasi yang menyesatkan atau menipu calon nasabah, calon nasabah
berpotensi untuk menuntut tanggung gugat agen asuransi.
Dalam kedua kasus tersebut, perusahaan asuransi atau agen asuransi dapat dituntut tanggung
gugat jika terbukti telah melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan fungsi mereka. Beberapa
contoh kesalahan atau kelalaian yang dapat menyebabkan tuntutan tanggung gugat adalah:
1. Perusahaan asuransi tidak membayar klaim jiwa sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati
dalam polis.
2. Agen asuransi tidak memperhatikan profil risiko calon nasabah dan merekomendasikan produk
asuransi jiwa unit link yang tidak sesuai dengan kebutuhan, profil risiko, atau kemampuan
keuangan calon nasabah.
Dalam hal ini, jika terdapat tuntutan tanggun gugat terhadap perusahaan asuransi atau agen
asuransi, maka pihak yang berwenang akan menilai bukti dan fakta yang ada untuk menentukan apakah
tuntutan itu berdasar dan seberapa besar ganti rugi yang harus diberikan.
Dasar perjanjian polis asuransi jiwa unit link adalah sebuah kontrak antara pemegang polis
(tertanggung) dan perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi jiwa unit link. Polis ini
menggabungkan manfaat asuransi jiwa dengan investasi dalam satu produk. Tertanggung membayar
premi setiap bulan atau tahun ke perusahaan asuransi, dan sebagian dari premi tersebut digunakan untuk
membayar manfaat asuransi jiwa, sementara sisanya diinvestasikan dalam unit-unit investasi yang
ditawarkan oleh perusahaan asuransi.38
Perjanjian polis asuransi jiwa unit link memiliki beberapa dasar perjanjian, yaitu:
1. Premi, tertanggung harus membayar premi secara berkala sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan di antara pihak-pihak yang terlibat.
2. Manfaat asuransi, perusahaan asuransi akan memberikan manfaat asuransi jiwa kepada ahli
waris atau keluarga tertentu jika terjadi kematian tertanggung.
3. Investasi, sisa dari premi yang dibayarkan oleh tertanggung akan diinvestasikan dalam unit-unit

37
Prakoso, Djoko, I Ketut Muria. 2000. Hukum Asuransi Indonesia. Rinneka Cipta Jakarta.
38
Ketut Sandra (2004). Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Berbasis Unit Link, Proteksi sekaligus
Investasi. Yogyakarta: Bayu Grafika, h. 21
investasi yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi. Nilai investasi ini akan berubah-ubah
tergantung pada kinerja investasi.
4. Biaya administrasi, perusahaan asuransi akan memotong biaya administrasi dan biaya lainnya
dari premi yang dibayarkan oleh tertanggung.
5. Periode polis, perjanjian polis memiliki masa berlaku tertentu dan bisa diperpanjang jika
tertanggung membayar premi secara teratur.
6. Syarat dan ketentuan lainnya, perjanjian polis asuransi jiwa unit link juga mencakup syarat dan
ketentuan lainnya yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.
Dalam perjanjian polis asuransi jiwa berbasis unit link, tertanggung memiliki hak untuk memilih
jenis investasi yang sesuai dengan profil risikonya. Namun, tertanggung juga harus memperhatikan biaya-
biaya yang dibebakan oleh perusahaan asuransi dalam polis tersebut, karena biaya tersebut dapat
mempengaruhi nilai investasi dan manfaat asuransi yang diterima oleh tertanggung.
Manajer investasi memiliki peran penting dalam industri keuangan, khususnya dalam asuransi
jiwa unit link. Manajer investasi bertanggung jawab atas pengelolaan dana yang diinvestasikan oleh
tertanggung asuransi jiwa unit link untuk mencapai tujuan investasi mereka. Namun, beberapa kelalaian
manajer investasi yang sering terjadi dalam asuransi unit link antara lain39:
1. Tidak memberikan informasi yang jelas, manajer investasi kadang-kadang tidak memberikan
informasi yang jelas tentang bagaimana dana investasi akan dikelola, termasuk risiko yang
terkait dengan investasi tersebut. Hal ini dapat membuat tertanggung tidak mengerti dengan
benar tentang produk yang mereka beli, dan dapat menyebabkan kerugian dalam jangka
panjang.
2. Tidak memilih investasi yang tepat, manajer investasi harus memilih investasi yang tepat untuk
mencapai tujuan investasi tertanggung. Jika manajer investasi tidak melakukan analisis yang
tepat atau memilih investasi yang tidak sesuai dengan profil risiko tertanggung, maka hal ini
dapat menyebabkan kerugian bagi tertanggung.
3. Tidak memperhatikan biaya, biaya dalam asuransi jiwa unit link dapat sangat tinggi, termasuk
biaya asuransi, biaya administrasi, dan biaya investasi. Manajer investasi harus
memperhitungkan biaya ini dan memilih investasi yang memberikan nilai yang lebih tinggi
bagi tertanggung.
4. Tidak memantau kinerja investasi, Manajer investasi harus memantau kinerja investasi secara
teratur dan membuat keputusan investasi yang cerdas. Jika mereka tidak memantau kinerja
investasi dengan cermat, maka hal ini dapat menyebabkan tertanggung kehilangan kesempatan
untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
5. Tidak memberikan laporan yang berkualitas, Manajer investasi harus memberikan laporan
kinerja investasi yang berkualitas kepada tertanggung secara teratur. Jika laporan ini tidak
akurat atau tidak memberikan informasi yang cukup, maka hal ini dapat membuat tertanggung
tidak mengerti tentang kineja investasi.
Kelalaian manajer investasi dalam asuransi unit link dapat menyebabkan kerugian finasial bagi
tertanggung. Oleh karena itu, penting bagi tertanggung untuk memilih perusahaan asuransi dan manajer
investasi yang andal dan terpercaya, serta memahami produk dan risiko terkait sebelum memutuskan
untuk berinvestasi.40
Manajer investasi merupakan pihak yang melakukan pengelolaan atas dana investor berdasarkan
pada suatu kontrak investasi. Pengelolaan ini dilakukan berdasarkan pada unsur kepercayaan, sehingga
terdapat suatu hubungan kepercayaan (fiduciary relationship) diantara investor dengan manajer investasi.
Jika investor menanamkan modal melalui manajer investasi, maka investor mempercayai manajer
investasi untuk mengelola dana investor agar mendapatkan keunntungan. Manajer investasi yang
melakukan pengelolaan dana nasabah dan memperjualbelikan dana tersebut atas efek yang ada di bursa.

39
Budi Untung, 2011, Hukum Bisnis Pasar Modal, Andi Offset, Yogyakarta, h. 171
40
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontE diakses pada tanggal 24 juli 2023.
Manajer investasi bertanggung jawab atas peletakan dana nasabah pada investasi. Apabila manajer
investasi mengetahui investasi mengalami penurunan akan tetapi tidak melakukan tindakan apapun
sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah, maka nasabah yang merasa dirugikan dapat mengajukan
gugatan dan menuntut haknya.41
Adapun hak dan kewajiban nasabah dalam produk asuransi jiwa unit link sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapatkan keterangan atau transparansi tentang segala hal yang berkaitan dengan
manfaat dan jaminan produk asuransi jiwa unit link.
2. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan tentang pelayanan yang diberikan oleh perusahaan
asuransi.
3. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian atas suatu peristiwa yang terjadi terhadap diri nasabah.
4. Kewajiban nasabah dalam membayar premi asuransi jiwa unit link sesuai dengan lamanya masa
asuransi yang disepakati.
5. Kewajiban nasabah untuk patuh dan mengikuti segala hal yang sudah ditetapkan dalam polis
asuransi jiwa unit link.
Salah satu tugas dari OJK adalah melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, hal ini
tertera pada pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Konsumen yang
dimaksud menurut Undang-Undang ini adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau
memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada perbankan,
pemodal di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, dan dana peserta pada dana pensiun.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan (ketentuan umum UU No. 21 Tahun
2011).42 Perlindungan konsumen oleh OJK telah diatur secara khusus pada Bab VI Perlindungan
Konsumen dan Masyarakat Pasal 28- Pasal 31 UU OJK. Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat,
OJK berwenang melakukan pembelaan hukum yang meliputi (Pasal 30 UU OJK); a) Memerintahkan atau
melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen
yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud; b) Mengajukan gugatan:
1. Untuk memperoleh Kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang
menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan
kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik.
2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen
dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.
Ganti kerugian sebagaimana dimaksud hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada
pihak yang dirugikan.43 Tanggung gugat bukan merupakan terminologi hukum yang dapat kita temui
pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam hukum asuransi.
Tanggung jawab itu termasuk tanggung gugat, istilah tanggung gugat terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya konsep ganti rugi dapat kita temui
untuk ranah perdata antara lain, ganti rugi dapat dikenakan dalam hal terjadinya wanprestasi (Pasal 1243
KUH Perdata) atau perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata).Bahwa pelaksanaan asuransi
harus berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dalam perjanjian apapun, walaupun
sudah diupayakan agar semua kata-kata dan perumusan dalam perjanjian itu dituliskan secara ringkas,
sederhana, dan tegas, namun dalam pelaksanaannya masih sering menimbulkan masalah. Apabila masalah
seperti itu timbul, maka tidak akan diragukan lagi bahwa perselisihan mengenai pelaksanaan perjanjian
tersebut terjadi. Dalam perjanjian yang dibuat biasanya salah satu pasalnya telah menentukan alternaitf

41
Ketut Sendra, 2004, Konsep dan Penerapan Asuransi jiwa berbasis unit link, proteksi sekaligus investasi,
Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, h. 134
42
Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal, Legislasi Indonesia, Vol.
9 No.3 Oktober 2012, h. 347-352.
43
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Cetakan Pertama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014, h. 223
penyelesaian perselisihan yang terjadi antara konsumen dengan perusahaan asuransi.44
Sebelum tahun 2006, ketentuan mengenai penyelesaian sengketa asuransi lebih banyak
diselesaikan melalui jalur litigasi. Namun demikian, penyelesaian melalui pengadilan tersebut memiliki
banyak kekurangan, sehingga para pihak enggan untuk memanfaatkan jalur tersebut. Sengketa biasanya
bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh
perasaan tidak puas yang bersifat subjektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh perorangan
maupun kelompok.
Adapun upaya yang dapat ditempuh penanggung dalam kerugian yang diderita akibat kelalaian
manajer investasi dalam mengelola efek nasabah.
1. Penyelesaian melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia
Penyelesaian sengketa asuransi melalui proses mediasi dalam Lembaga BMAI mulai muncul
pada tahun 2006. Hal tersebut disebabkan karena pada proses mediasi dinilai terkandung
kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan penyelesaian secara litigasi.
Mediasi merupakan proses negoisasi penyelesaian masalah dimana terdapat pihak luar yang
tidak memihak, netral, tidak bekerja sama dengan para pihak yang bersengketa untuk membantu
mereka guna mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.45 Dari pengertian
tersebut dapat dilihat bahwa mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan
berdasarkan adanya suatu perundingan antar pihak yang bersengketa. Mediator sebagai pihak luar
atau pihak ketiga bertugas membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa, sehingga
tercapai kesepakatan yang dapat diterima kedua pihak yang bersengketa guna mengakhiri
perselisihan. Namun demikian, mediator tersebut tidak memiliki wewenang untuk membuat
keputusan selama proses perundingan berlangsung. Pada proses mediasi, putusan yang
dikeluarkan adalah putusan yang berasal dari kedua pihak. Putusan tersebut mengikat manakala
terjadi kesepakatan. Apabila mediasi dipilih atau digunakan untuk menyelesaikan sengketa
dimana salah satu pihak memiliki bargaining power yang lebih dominan atau kuat, maka mediator
mempunyai peranan penting untuk menyetarakannya.
Pada umumnya tujuan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah menghasilkan rencana ke
depan yang dapat diterima dan dijalankan oleh kedua pihak yang bersengketa, mempersiapkan
pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari keputusan-keputusan yang dibuat, dan
mengurangi kekhawatiran dan dampak negative lainnya dari suatu konflik dengan cara membantu
pihak yang bersengketa untuk penyelesaian secara consensus. Sedangkan tahap-tahap yang dilalui
pada proses mediasi adalah dengan penataan atau pengaturan awal, pengantar atau pembukaan
oleh mediator, pernyataan pembuka oleh para pihak, pengumpulan informasai, identifikasi
masalah-masalah, penyusunan agenda dan kausus, memberikan pilihan-pilihan pemecah masalah,
melakukan tawar-menawar, kesepakatan dan terakhir adalah penutupan.46
Selanjutnya jika tertanggung ingin menyelesaikan sengketa melalui BMAI, maka harus
mendaftarkan sengketa tersebut ke BMAI. Laporan keluhan yang diterima oleh BMAI kemudian
akan ditangani oleh Case Manager. Case Manager akan berusaha untuk mengupayakan agar
tertanggung dan manajer investasi dapat mencapai suatu penyelesaian yang umum, Case Manager
akan bertindak sebagai mediator bagi kedua belah pihak. Pendaftaran perkara dapat dilakukan
pemegang polis dengan mengirim formular permohonan penyelesaian sengketa ke kantor BMAI
atau secara online melalui situs BMAI.
Pada tahap awal, BMAI menyelesaikan sengketa lewat mediasi. Bila tidak tercapai kesepakatan
antara mediator dan manajer investasi, mediator akan melakukan pendekatan ke pemegang polis
dan menjelaskan sebaik-baiknya penolakan oleh manajer investasi serta tawaran yang dapat
diberikan manajer investasi. Apabila pemegang polis tidak sepenuhnya menerima alasan

44
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan 23 Tahun 2010, h. 5.
45
Gary Goodpaster, 1999, Seri Dasar Hukum Ekonomi h. 241.
46
Suyud Margono, 2000, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, h. 63.
penolakan tersebut tetapi bersedia menerima ganti rugi secara kompromi, maka mediator akan
melakukan pendekatan kepada manajer investasi. Bila manajer investasi setuju, kasus ditutup.
Namun, jika manajer investasi tidak setuju, akan dilanjutkan ke tingkat ajudikasi. Tingkat
ajudikasi yang ditangani oleh majelis ajudikasi beranggotakan 3 (tiga) personil yang
berpengalaman. Saat ini BMAI telah memiliki 7 (tujuh) orang ajudikator independen. 47Apabila
keputusan yang ditetapkan majelis belum juga memuaskan, pemegang polis dapat menempuh
upaya hukum ke pengadilan. Sedangkan bagi manajer investasi, keputusan yang dibuat majelis
ajudikasi bersifat mengikat. Oleh sebab itu, maka BMAI berupaya menjadi jembatan baig kedua
belah pihak, khususnya pihak yang bersengketa, untuk sama-sama merundingkan dan
menyepakati putusan bersama yang pada akhirnya akan dihormati dan dilaksanakan oleh kedua
belah pihak.
2. Penyelesaian melalui pengadilan
Di dalam setiap kegiatan usaha yang dilakukan, selalu ada suatu perjanjian atas prestasi yang
akan dipenuhi oleh kedua pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Prestasi adalah suatu
kewajiban yang harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan, wujudnya dapat berupa melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu atau
memberikan sesuatu.
Dalam memenuhi prestasi juga harus berpedoman dengan asas beritikad baik. Jadi prinsipnya
saling memenuhi prestasi yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak
tidak memenuhi prestasi dari kesepakatan yang telah dibuat maka dapat dikatakan telah terjadi
suatu wanprestasi. Dalam hal ini wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-
pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Wanprestasi bermula
dari adanya kesepakatan para pihak untuk membuat perjanjian, dengan sejumlah klausul yang
mengandung sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari antara kedua belah pihak. (dalam
perjanjian timbal balik)48
Dalam hal ini wanprestasi terjadi dan menyebabkan suatu kerugian, maka perlulah suatu
penyelesaian wanprestasi yang dilakukan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar
dengan cara penyelesaian sengketa yang disediakan seperti diselesaikan di jalur litigasi maupun
non litigasi. Dengan jalur litigasi pula ada pengajuan sita jaminan agar pihak yang melakukan
wanprestasi mampu melaksanakan pembayaran ganti rugi tepat waktu dan tidak bertindak untuk
lepas dari pembayaran ganti rugi. 49
Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Dijelaskan dalam KUH Perdata, sumber dari perikatan
itu sendiri yakni dari perjanjian dan Undang-Undang. Dalam hal perikatan bersumber dari
Undang-Undang maka sudah jelas bahwa perikatan tersebut lahir karena adanya Undang-Undang
yang mengaturnya.50
Munculnya wanprestasi sudah dapat diawali dengan adanya perikatan atas perjanjian yang
dibuat oleh para pihak. Dalam hal manajer investasi melalukan wanprestasi dapat dikategorikan
dalam empat hal berupa:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

47
Joni Emirzon, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, PT Gramedia h. 26
48
Yahya Harahap, 2006, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, h. 43
49
Ibid, h.45
50
Ahmadi Miru, Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan, Jakarta: Rajawali Pers, h. 12
Dari keempat hal tersebut dapat dikatakan bahwa wanprestasi tidak selalu dimaksudkan tidak
dapat memenuhi sama sekali prestasi yang diperjanjikan, namu dapat juga terjadi dalam hal
manajer investasi tidak tepat waktu dalam memenuhi prestasi, serta dengan tidak sebagaimana
yang dikehendaki tertanggung. Tidak tepenuhinya kewajiban melaksanakan prestasi dapat di
sebabkan oleh dua kemungkinan yakni:
1. Karena kesalahan manajer investasi baik dengan sengaja maupun karena kelalaian. Wanprestasi
yang disebabkan adanya kesalahan manajer investasi itu sendiri, dimaksudkan manajer investasi
tidak melaksanakan kewajiban bukan dikarenakan oleh hal-hal yang diluar kemampuannya,
melainkan karena perbuatan yang di sengaja atau karena kelalaian. Untuk menentukan apakah
manajer investasi bersalah melakukan wanprestasi dalam keadaan bagaimana manajer investasi
sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi.
2. Karena keadaan memaksa/force majeur yang terjadi diluar kemampuan yang menyebabkan
debitur gagal menjalankan kewajibannya kepada pihak kreditur karena kejadian diluar kuasa
mereka. Misalnya, terjadi bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, epidemik, perang,
kerusuhan dan sebagainya. Seperti diketahui, dasar hukum force majeur yakni Pasal 1245 KUH
Perdata, mengatur bahwa penggantian biaya kerugian dan bunga dapat dimaafkan bilamana terjadi
suatu keadaan yang memaksa.
Manajer investasi yang lalai atau alpa tersebut dapat memiliki akibat-akibat sebagai berikut:
1. Membayar kerugian yang diderita tertanggung atau disebut ganti rugi.
2. Pembatalan perjanjian atau disebut pemecahan perjanjian.
3. Peralihan risiko.
4. Membayar biaya perkara, ini berlaku untuk masalah yang dibawa ke pengadilan (Pasal 181 ayat
1 HIR)
Secara singkat dapat dijelaskan dari KUH Perdata yang juga mengatur mengenai akibat hukum
yang terjadi apabila tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana mestinya, akibat hukum yang dapat
dirumuskan dalam KUH Perdata dapat dilihat dalam pasal berikut:
1. Pasal 1243 KUH Perdata, penggantian biaya ganti rugi dan bunga karena tak terpenuhinya
suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelahnya dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya, hanya dapat diberika atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
2. Pasal 1237 KUH Perdata, dalam hal ini adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan
tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
3. Pasal 1266 KUH Perdata, syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-
persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih
dahulu apakah manajer investasi melakukan wanprestasi atau lalai dan kalau hal itu disangkal olehnya,
maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan
adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang
pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan
mudah dimungkiri oleh manajer investasi.51
Dalam proses penyelesaian wanprestasi di pengadilan, diberlakukan penyelesaian berdasarkan
hukum acara perdata sebagaimana penyelesaian perkara-perkara perdata lainnya. Hal ini berarti dalam
proses penyelesaiannya dapat dikenakan ganti rugi maupun sita jaminan apabila memang diperlukan
dilaksanakan sita sebagaimana yang diatur dalam Pasal 227 HIR. Litigasi ini dimulai dengan pengajuan
gugatan pada pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang memeriksa dan memutus
perkara. Proses persidangan dimulai dari pembacaan gugata, repik duplik, pemeriksaan alat bukti,
kesimpulan hingga penjatuhan putusan oleh majelis hakim. Di pengadilan, tertanggung asuransi jiwa unit
link haru sebisa mungkin membuktikan bahwa manajer investasi tersebut telah melakukan wanprestasi,

51
Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, h. 87
bukan karena keadaan memaksa. Penyelesaian melalui jalur non litigasi ini dibagi atas Arbitrase dan
Alternative Dispute Resolution (ADR). Sebelum menyelesaikannya melalui dua jalur litigasi dan non
litigasi, pada dasarnya hakim dapat menawarkan kepada para pihak untuk melakukan mediasi atau
mufakat.
Pada Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah satu pasal yang tampaknya
diselipkan secara spesifik, yang khusus mengatur hak konsumen untuk menggugat pelaku usaha yang
menolak, dan/atau tidak memberikan tanggapan, dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
konsumen sebagaimana di maksud dalam Pasal 19, baik melalui badan penyelesaian sengketa konsumen
maupun dengan mengajukannya ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Perlindungan konsumen diselenggarakan salah satunya atas dasar asas kepastian hukum. Dengan
asas kepastian hukum dini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen khususnya bagi pemegang polis
asuransi jiwa unit link, serta negara menjamin adanya kepastian hukum.
OJK sebagai Lembaga independent yang salah satu tujuannya adalah untuk melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan masyarakat di Sektor
Jasa Keuangan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dimaksud, OJK telah menyediakan sarana dan
mekanisme pelayanan pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan. Perusahaaan asuransi, perlu
menyusun kertas kerja dalam menawarkan asuransi jiwa berbasis unit link, melaksanakan welcome call
dengan metode open question, memastikan mencantumkan seluruh biaya pada laporan perkembangan
dana, memberikan rincian perhitungan pengembalian premi, dan mencantumkan data historis kinerja
investasi pada ilustrasi.52
Konsumen dan masyarakat, wajib memahami produk asuransi jiwa berbasis unit link yang akan
digunakannya dengan meminta secara rinci kepada agen terkait manfaat, biaya, dan risiko produk asuransi
unit link dan memahami seluruh ketentuan polis. Secara ringkas menurut peneliti asuransi hanya
dipergunakan untuk melindungi pemilik polis dari risiko, sehingga bila digabungkan dengan investasi bisa
menjadi boomerang dan imbal hasil tidak akan maksimal.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan masalah tersebut, dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan memiliki arti mengalihkan risiko kepada pihak lain,
sehingga pihak tersebut akan terbebas dari risiko, sedangkan perjanjian penjaminan adalah perjanjian
pembagian risiko, sehingga pihak tersebut tidak terbebas dari risiko, akan tetapi apabila pihak tersebut
tidak mampu untuk menanggung risiko tersebut, maka ada pihak lain yang membantu
menanggungnya, asuransi juga memiliki sifat investasi untuk menarik minat sebenarnya memiliki dua
macam perjanjian, yaitu perjanjian asuransi atau pertanggungan itu sendiri dengan perjanjian
investasi, Hubungan hukum antara manajer investasi dan tertanggung lahir dari perjanjian antara
tertanggung dengan penanggung (perusahaan asuransi) maka lahirlah dua perjanjian yang pertama,
antara tertanggung dan penanggung yang selanjutnya lahir perjanjian pengelolaan investasi antara
manajer investasi dan tertanggung asuransi jiwa berbasis unit link.
2. Dapat disimpulkan bahwa asuransi unit link ini merupakan asuransi gabungan antara proteksi dan
investasi, sehingga memiliki risiko yang cukup tinggi. Banyaknya kasus kerugian atau kurangnya
pemahaman akan unit link ini, sehingga masyarakat pun bisa teredukasi untuk lebih berhati-hati dan
memisahkan antara asuransi dan investasi. Kewajiban dan hak dari pemilik polis harus dipenuhi
terlebih dahulu, serta bila kondisi perekonomian dunia sedang kurang baik, lebih baik investasi pada
produk unit link ini ditarik terlebih dahulu mengingat goyangan pada perekonomian dunia bisa
mengurangi keuntungan pemilik polis. Dalam kerugian tertanggung asuransi jiwa unit link dapat
dilakukan upaya hukum mulai dari jalur mediasi hingga ke jalur pengadilan atas kasus wanprestasi

52
Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Rais Asa Sukses, h. 38
kelalaian manajer investasi hingga mengakibatkan kerugian terhadap nasabah atau investor asuransi
jiwa unit link.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka terdapat beberapa saran sebagai berikut:
1. Untuk calon nasabah asuransi jiwa unit link, harus memahami produk yang akan dibeli atau paham
akan seluk beluk asuransi jiwa unit link. Memastikan perusahaan dan produk asuransi terdaftar dan di
awasi oleh OJK. Nasabah asuransi jiwa unit link, wajib memahami isi dari polis tersebut agar
dikemudian hari tidak terjadi sengketa. Perusahaan asuransi seharusnya menjelaskan lebih detail akan
unit link tersebut, bahwa yang mengelola investasi bukan perusahaan asuransi melainkan manajer
investasi sebagai agen dalam mengelola portofolio efek.
2. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa manajer investasi memiliki peran yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan mengelola dana investor dalam bentuk unit link, terlebih begitu besar dana
milik investor yang dikelola manajer investasi, namun belum ditemukan pengaturan yang sistematis
dan memberikan kepastian hukum bagi investor, sehingga tidak menutup kemungkinan manajer
investasi tanpa memperhatikan kepentingan investor dapat melakukan kelalaian seperti terlambatnya
manajer investasi memberikan informasi tentang perkembangan dana investasi milik investor, sehingga
ketika investor terlambat dalam mengambil keputusan mengakibatkan investor mengalami kerugian
dan investor dalam keadaan tidak terlindungi. Pemerintah juga sebenarnya harus lebih mengedukasi
masyarakat akan produk asuransi unit link, dikarenakan banyaknya kasus kerugian yang timbul dari
produk tersebut, seharusnya pemerintah lebih fokus untuk memberikan perlindungan dan memberikan
pengetahuan akan hal tersebut. Untuk masyarakat diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam memilih
produk asuransi jiwa unit link, dikarenakan akan biaya yang lebih mahal di banding asuransi jiwa.
Diharapkan masyarakat dapat lebih selektif dalam memilih produk sesuai kemampuan finansial setiap
masyarakat.

DAFTAR BACAAN

Peraturan Perundang – Undangan

Undang – Undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1938 Nomor 276)
Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821)
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara No. 14 Tahun 2008).
Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor
111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5253)
Undang – Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Lembaran Negara Nomor 337, Tambahan
lembaran Negara Nomor 5618).
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1249/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1250/KMK.013/1988 Tentang Usaha Asuransi Jiwa.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomo 73 Tahun 1992
Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 79, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4856)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.04/2015 Tahun 2015 tentang kewajiban manajer investasi
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.04/2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi.
Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi.
Buku

Abbas Salim. 2000. Asuransi dan Manajemen Resiko, Cet keenam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dini Asmaningrum, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Manfaat Atas Maninggalnya Tertanggung Dalam
Asuransi Jiwa Invesstasi (Unitlink). Surabaya
Djohari Santoso dan Achmad Ali.1999. Hukum Perjanjian Indonesia, Perpustakaan Fakultas HukumUniversitas
Islam Indonesia, Yogyakarta.
Herlien Budiono. 2009. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Citra
AdityaBakti, Bandung.
Jhonny Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Malang
Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Cet. I. Prenada Media, Jakarta,
Mehr, Robert.I and Emerson Cammack. 1980. Principles of Insurance, Home Wood Illinois, Richard D Irwin Inc.
Merkin, Robert, Angus Rodger. 1997. EC Insurance Law. Longman, London.
Mertokusumo, Sudikno. 2007. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty, Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Mukti Fajar.Yulianto Achmad, 2007,.Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta
Prakoso, Djoko, I Ketut Muria. 2000. Hukum Asuransi Indonesia. Rinneka Cipta Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Jakarta
Pro. Abdulkadir Muhammad,S.H., 2011. Hukum Asuransi Indonesia, Cet ke 5. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Purba, Radiks, 1995. Memahami Asuransi di Indonesia. Pustaka Binaman Pressindo, Cet II, Jakarta.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta
Sri Rejeki Hartono. 1992. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika
Wirjono Prodjodikoro. 1996. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakaerta : PT. Intermasa.

Website

https://aaji.or.id/NewsEvent/meningkat-28persen, diakses pada tanggal 24 Desember 2022


https://www.bareksa.com/berita/reksa-dana/2022-03-23/ada-berapa-jumlah-manajer-investasi-di-indonesia-ini-
daftarnya diakses pada tanggal 25 Desember 2022
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-Nasional.html diakses
pada 10 Januari 2023
https://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-otoritas-jasa-keuangan.aspx diakses 7 Januari 2023

Anda mungkin juga menyukai