DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu,
bagaimanakah implementasi sistem jaminan sosial di Indonesia.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui implementasi sistem jaminan sosial di Indonesia.
2. Untuk mengetahui
II. FILOSOFI, DEFINISI, ASAS, PRINSIP JAMINAN SOSIAL, TATA KELOLA DAN
BEBARA SARANA YANG DIPERLUKAN SEBAGAI PRASYARAT DALAM
PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL
1. Filosofi Jaminan sosial
Jaminan sosial adalah sistem proteksi yang diberikan kepada orang per orang untuk
mencegah kemiskinan, karena risiko risiko sosial ekonomi yang kemungkinannya dapat
menimbulkan hilangnya pekerjaan. Karena itu, jaminan sosial sebagai salah satu pilar
kesejahteraan yang bersifat operasional.
Sistem jaminan sosial adalah lintas disiplin ilmu ekonomi, hukum, sosial dan ilmu
pemerintahan. Jaminan sosial dalam dimensi ekonomi adalah faktor investasi terhadap iuran
yang belum jatuh tempo dan faktor konsusmsi dalam bentuk pemberian manfaat tunai.
Kemudian jaminan sosial dalam dimensi hukum adalah bahwa implementasi jaminan sosial
berdasarkan UU jaminan sosial sebagai tindak-lanjut dari UUD 1945 yang berarti terkait
dengan hukum tata negara sedang pelanggaran terhadap UU jaminan sosial terkait dengan
hukum pidana. Operasionalisasi jaminan sosial dalam dimensi sosial adalah prinsip gotong
royong baik vertikal antar penghasilan yang berbeda maupun horizontal antar generasi.
Adapun jaminan sosial dalam dimensi ilmu pemerintahan terkait dengan tata kelola,
tata pamong dan hubungan pelembagaan antara BPJS sebagai penyelenggara serta lembaga
pemerintah sebagai regulator yang sekaligus fasilitator terhadap penyelenggaraan jaminan
sosial yang berkelanjutan. Implementasi sistem jaminan sosial sarat dengan intervensi politik,
tekanan masyarakat dan kemauan politik pemerintah. Konsekuensi penyelenggaraan jaminan
sosial diperlukan pendanaan yang terus menerus, karena jaminan sosial sebagai program
permanen seumur hidup. Karena itu pendanaan sistem jaminan sosial melibatkan seluruh
pemegang kebijakan yang meliputi pemberi kerja, penerima kerja dan pemerintah. Perlu
dicatat, bahwa program jaminan sosial yang didanai oleh peserta tidak berarti tidak didanai
oleh pemerintah. Pemerintah berkewajiban mendanai program jaminan sosial apabila
penyelenggaraannya mengalami defisit karena krisis ekonomi.
Kunci sukses dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah pelaksanaan
penindakan hukum yang efektif. Ketidak-konsistenan dalam penindakan hukum terjadi
karena terbatasnya anggaran pengawasan, terbatasnya kualitas pengawas tenaga kerja dan
terbatasnya kewenangan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Sukses tidaknya dalam
implementasi sistem jaminan sosial tergantung dari kondisi ekonomi, situasi ketenaga-
kerjaan, kemampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan, memberlakukan
upah memadai dan mengkondisikan kenyamanan kerja, karena prinsip bekerja berbasis pada
pekerjaan yang berkelanjutan. Karena itu, lapangan pekerjaan atau pekerjaan yang bersifat
tetap merupakan landasan yang kuat bagi BPJS dalam perluasan kepesertaan sistem jaminan
sosial yang efektif dan berkelanjutan.
2. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sebagaimana dijelaskan dalam filosofi jaminan sosial adalah
tercapainya kondisi keamanan ekonomi yang ditandai dengan terkendalinya inflasi dan
rendahnya tingkat pengangguran. Tercapainya keamanan ekonomi belum tentu
memperlihatkan adanya kemakmuran orang per orang. Indonesia pernah mengalami
keamanan ekonomi yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata
6-7% per tahun selama periode 1987-1996. Akan tetapi dengan tercapainya keamanan
ekonomi belum tentu berhasil dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial dengan
kepesertaan universal. Untuk mengetahui adanya kemakmuran orang per orang perlu dilihat
dari sukses dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial, karena dalam operasionalisasi
sistem jaminan sosial telah dilakukan pendataan perusahaan dan tenaga kerja termasuk
pendaftaran penduduk miskin dalam program bantuan sosial.
Menurut UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial
adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Adapun pemahaman kesejahteraan sosial secara operasional adalah upaya yang
terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara, yang meiliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan perlindungan sosial.
Implementasi kesejahteraan atau kesejahteraan sosial mengacu pada konsep ekonomi
dasar, yaitu teori preferensi, selera dan atau nilai ekonomi. Karena itu teori kesejahteraan
adalah interaksi dari preferensi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Secara esensi, program kesejahteraan sosial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia dalam tiga (3) dimensi, yaitu material, spiritual dan sosial. Teori kesejahteraan
adalah konsep kebutuhan dasar bagi masyarakat yang membutuhkannya agar dapat
melaksanakan kembali fungsi-fungsi sosialnya. Jaminan sosial melakukan mitigasi risiko
dalam menetapkan besarnya kompensasi penghasilan dengan menetapkan besarnya income
substitute maksimal 2/3 dari penghasilan tenaga kerja yang masih aktif.
3. Definisi
Jaminan sosial sebagai pilar utama kesejahteraan sosial dalam implementasinya perlu
ditopang dengan berbagai persyaratan yang antara lain adanya lapangan pekerjaan,
terbentuknya pasar tenaga kerja yang independen dan fasilitas fasilitas lain untuk
memperlancar operasionalisasi program program jaminan sosial oleh badan badan
penyelenggara jaminan sosial. Beberika beberapa pengertian atau definisi tentang konsep
jaminan sosial sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan sosial:
a. Pasal 3 UU No. 3/1992 tentang Jamsostek mendefinisikan jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek) sebagai suatu proteksi bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal dunia.
b. Rejda (1994) mendefinisikan bahwa jaminan sosial sebagai skema preventif bagi
komunitas yang bekerja terhadap peristiwa ketidakamanan ekonomi seperti inflasi,
flukstuasi kurs dan penganggutan sebagai akibat kebijakan publik yang bersifat ekspansif
sehingga menimbulkan penurunan daya beli masyarakat bahkan rentan miskin dan
miskin sama sekali. Karena itu diperlukan jaring pengaman sosial atau program
pemberdayaan untuk memulihkan kondisi masyarakat yang mengalami penurunan daya
beli.
c. Konstitusi ISSA 1998 mengartikan jaminan sosial sebagai suatu program perlindungan
dengan kepesertaan wajib yang berdasarkan UU Jaminan Sosial, kemudian dengan
memberikan manfaat tunai maupun pelayanan kepada setiap peserta beserta keluarganya
yang mengalami peristiwa-peristiwa kecelakaan, pemutusan hubungan kerja sebelum
usia pensiun, sakit, persalinan, cacat, kematian prematur dan hari tua.
d. Konvensi ILO 1998 memberikan pemahaman tentang jaminan sosial sebagai sistem
proteksi yang dipersiapkan oleh masyarakat (pekerja) itu sendiri bersama pemerintah
untuk mengupayakan pendanaan bersama guna membiayai program-program jaminan
sosial sebagaimana tertuang dalam seperangkat kebijakan publik yang pada umumnya
dalam bentuk UU Sistem Jaminan Sosial. Jika tidak, maka akan terjadi kemungkinan
hilangnya penghasilan atau bahkan hilangnya pekerjaan sebagai akibat adanya peristiwa
peristiwa sakit-persalinan, kecelakaan kerja, kematian prematur, PHK sebelum usia
pensiun, cacat sementara atau cacat tetap, hari tua dan penurunan penghasilan keluarga
karena dampak kebijakan publik.
e. Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 40/2004 tentang SJSN mendefinisikan jaminan sosial
sebagai salah satu bentuk perlindungan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak. Adapun SJSN itu sendiri sebagai suatu tata-
kelola penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara
jaminan sosial.
f. Purwoko (2006) menyatakan bahwa jaminan sosial sebagai salah satu faktor ekonomi
yang memberikan manfaat tunai kepada peserta sebagai pengganti penghasilan yang
hilang, karena peserta mengalami berbagai musibah seperti sakit, kecelakaan, kematian
prematur, pemutusan hubungan kerja sebelum usia pensiun dan hari tua.
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial ini bersifat nasional sesuai UU Jaminan Sosial
dimana pendanaannya berasal dari iuran iuran peserta yang terdiri dari iuran pemberi kerja
dan pekerja. Adapun iuran yang belum jatuh tempo berfungsi sebagai tabungan dan atau
investasi sedang iuran yang telah jatuh tempo merupakan fungsi konsumsi.
Definisi atau pemahaman tentang konsep jaminan sosial sebagaimana dikemukakan di
atas mengandung kesamaan esensi, yaitu suatu skema proteksi yang ditujukan untuk tindakan
pencegahan khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan terhadap berbagai risiko /
peristiwa yang terjadi secara alami seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK
sebelum usia pensiun dan hari tua. Timbulnya peristiwa tersebut dapat mengakibatkan
hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan masyarakat. Karena itu, diperlukan
pendanaan secara bersama antara pemberi kerja atau perusahaan, penerima kerja atau pekerja
dan pemerintah. Keunikan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah bahwa
pemerintah disamping sebagai regulator, juga bertindak sebagai fasilitator termasuk terlibat
dalam pembiayaan program apabila diperlukan karena adanya krisis ekonomi. Pemerintah
tidak boleh menyelenggarakan sistem jaminan sosial termasuk program bantuan sosial yang
didanai dari APBN kecuali sebagai regulator dan fasilitator, karena terkait prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik.