Makalah
Oleh:
Neno Fitriyani H,dr
NPM. 13420103
BAB I
PENDAHULUAN
2003 berkisar antara 28,1% - 35,9% sementara kontribusi pemerintah Muangtai pada
kurn waktu yang sama berkisar antara 54,8% - 61,6% dari belanja kesehatan
rakyatnya. Di berbagai negara maju, pembiayaan kesehatan bersumber dana publik
mengambil porsi yang lebih besar. Di Inggris, Prancis, Australia, dan Taiwan
pembiayaan publik untuk pelayanan kesehatan mencapai lebih dari 80% dari biaya
kesehatan total. Di Indonesia sebaliknya, lebih dari 70% biaya kesehatan harus
ditanggung sendiri oleh tiap keluarga yang sangat bersifat regresif.1
Kesehatan merupakan urusan wajib pemerintah daerah yang dapat
dilaksanakan secara bersama dengan pemerintah dimana pemerintah daerah wajib
mengembangkan sistem jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan. Dalam
Pedoman Penyusunan APBD TA. 2014 disebutkan bahwa penyediaan dana
penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi PNSD yang dibebankan pada APBD
berpedoman pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Pemerintah daerah harus mengalokasikan
anggaran urusan kesehatan minimal 10% dari total belanja APBD diluar gaji. Atas
dasar hal tersebut pendanaan urusan kesehatan dapat bersumber dari APBN dan
APBD. Berdasarkan data tahun 2012, baru 11 provinsi yang mengalokasikan APBD
diatas 10% untuk kesehatan (Aceh, Babel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim,
Gorontalo, Sulsel, Bali, DKI Jakarta). Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian besar
provinsi di Indonesia belum mampu mengakomodir urusan kesehatan.3
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik menganalisis Implementasi
Kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Prospektif
Otonomi Daerah
I.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Implemetasi Kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Dalam Prospektif Otonomi Daerah?
I.3. Landasan Teori
3
Undang-undang
Nomor
24
Tahun
2011,
BPJS
akan
menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga
asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan
lembaga
jaminan
sosial
ketenaga
kerjaan PT.
diselenggarakan
dengan
prinsip
kegotongroyongan,
nirlaba,
yang
berfungsi
merumuskan
kebijakan
umum
dan
sinkronisasi
beranggotakan 15 (lima belas) orang, yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh
dan/atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi kerja dan
organisasi pekerja. Dalam melaksanakan tugasnya, DJSN dapat meminta masukan
dan bantuan tenaga ahli. Salah satu tugas wajib DJSN yaitu melakukan monitoring
dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Jaminan Sosial setiap 6 (bulan) dan
melaporkan hasilnya kepada pihak terkait termasuk kepada BPJS.7
Kepesertaan dan Iuran dalam Jaminan Sosial Nasional dibebankan kepada
Pemerintah, Pemberi Kerja dan Individu. Pemberi Kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, sesuai dengan program Jaminan sosial yang diikuti. Pemerintah
secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Penerima Bantuan Iuran yang dimaksud adalah fakir
miskin dan orang tidak mampu. 7
Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini diatur penyelenggaraan
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehan, jaminan kecelakaan
kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk
melalui
iuran
wajib
peserta.
Program-program
jaminan
sosial
tersebut
dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT
Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 8
Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan
liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban. Undnag-Undang ini membentuk 2 (dua)
BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan
program
jaminan
kesehatan
dan
BPJS
Ketenagakerjaan
untuk
meningkatkan,
mengembalikan
dan
memelihara
kesehatan
1.
2.
1.
2.
3.
Berdasar konsep WHO tahun 2009 blok-blok bangunan sistem kesehatan (The
building blocks of the health system): tujuan dan atribut-atribut. Blok-blok sistem
terdiri dari:
a. Penyediaan pelayanan (Service delivery)
b. Tenaga kesehatan (Health workforce)
10
c. Informasi (Information)
d. Produk-produk kedokteran, vaksin, dan teknologi (Medical products, vaccines
and technologies)
e. Pembiayaan (Financing)
f. Kepemimpinan/Tata Kelola (Leadership/governance)
Blok-blok sistem tadi memberikan cakupanakses (accesscoverage) dan
Jaminan kualitas (quality safety) untuk tujuan secara umum, yaitu:
a. Meningkatkan status kesehatan (level dan pemerataan)
b. Ketanggapan (Responsiveness)
c. Proteksi terhadap risiko sosial dan keuangan (Social and financial risk
protection)
d. Meningkatkan efisiensi (Improved eficiency).
I.3.4. Pemerintah daerah (PEMDA)11-17
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 menyebutkan
bahwa konsep Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menyelenggarakan dan mengimplementasikan konsep otonomi daerah
dalam pemerintahan, maka menurut Pasal 2 ayat 2 bahwa pemerintahan daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Yang dimaksud dengan asas otonomi dan tugas pembantuan itu
adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan
secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh
pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari
pemerintahan kabupaten/kota ke desa.
Pemerintahan daerah provinsi bisa langsung memberikan penugasan terhadap
pemerintahan kabupaten/kota atau penugasan pemerintahan kabupaten /kota ke desa,
penugasan yang dimaksud ini tentu bukan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
11
politik sehingga seorang bupati atau walikota bisa dijatukan gubernur, karena jelas
bahwa UU Nomor 32 tahun 2004 ini memberikan kedaulatan sepenuhnya kepada
rakyat untuk menilai, memilih atau memberhentikan kepala daerah sesuai dengan
mekanisme perundang-undangan yang berlaku. Proses peralihan dari sistem
dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi.
Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah
yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan
otonomi adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada
masyarakat(Widjaja, 2009:21-22).
sosial kesehatan dalam prospektif otonomi daerah yang berpedoman pada UndangUndang mengenai Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini, yaitu UU No. 32
Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004dan UU No. 24 tahun 2011.
I.4.2. Analisis Data
Sumber data penelitian yang digunakan sebagaimana lazimnya peneliti, yaitu:
Data Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat yang berkaitan dengan penelitian.
Data sekunder, merupakan data-data penunjang seperti peraturan perundangan
mengenai otonomi daerah, desentralisasi, dan BPJS. Langkah-langkah dalam
menganalisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Berupa: melukiskan
variabel,
mengidentifikasi
teori
secara
sistematis,
penemuan
pustaka,
dan
BAB II
PEMBAHASAN
14
yang terdiri dari semua aspek pemerintah daerah dari Gubernur sampai ke Kepala
Desa/Lurah.14
Pertama, peran dalam sosialisasi, Pemerintah Daerah (Pemda) bertindak
sebagai pelaku sosialisasi pelaksanaan JKN adalah ujung tombak dari pelayanan
kepemerintahan yang terbawah yang berhubungan langsung dengan masyarakat
sehingga mereka lah yang bisa mensosialisasikan program JKN ini kepada
masyarakat
banyak.
Di
samping
itu,
seperti
Gubernur, Anggota
DPRD,
peran dari Pemda untuk menyediakan sarana dan prasarana, seperti Puskesmas, RS
Pratama, RS rujukan, apotek dan lain-lain. Di samping itu Pemda juga perlu
menyediakan tenaga kesehatan yang cukup untuk wilayahnya, misalnya ketersediaan
akan dokter, perawat, bidan dan lain-lain. 15,17,18
Peran PEMDA memastikan kecukupan anggaran untuk penyelenggaraan
layanan kesehatan berupa: Dana kapitasi dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa
pelayanan kesehatan dan dukungan operasional pelayanan kesehatan. Dalam hal
pendapatan dana kapitasi tidak digunakan seluruhnya pada tahun anggaran berkenaan
dana kapitasi tersebut digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Jasa pelayanan
kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari total penerimaan dana kapitasi
JKN, meliputi jasa pelayanan kesehatan perorangan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan. Dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan meliputi biaya obat,alat kesehatan,bahanmedis habis pakai,danndukungan
biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. 15,17,18
BAB III
PENUTUP
III.1. Simpulan
a. Tugas dan Fungsi Kesehatan termasuk bidang yang diotonomikan
b. Pemerintah dan Pemda memiliki Kewajiban sesuai kewenangan yang diatur
dengan UUdan PP ( dalam hal program jaminan kesehatan bagi masyarakat)
Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota : Melaksanakan kegiatan bimbingan,
pemantauan dan fasilitasi dalam program BPJS
III.2. Saran
III.2.1. Bagi Pihak Pemerintah, BPJS dan Pemda berkoordinasi dalam hal:
1. Menyiapkan regulasi tentang penggunaan dana anggaran BPJS bagi PPK
dibawah Pemda.
2. Kewajiban menyediakan sarana &prasarana PPK yangmemadai ( jumlah
tempat tidur, SDM dan Alat)
16
Daftar Pustaka
1. WHO, The World Health Report 2005. Make Every Mother and Child Count.
Geneva,2005
2. WHO, The World Health Report 2000. Health Systems, Improving Performance.
Geneva,2000
3. WHO, The World Health Report 2006. Working Together for Health.
www.who.int.
4. Ghufron. A. Peran Pemerintah Daerah dalam Mengembangkan Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Makalah disajikan dalam Munas ke-3 PAMJAKI. Jakarta 29-31
Agustus 2006
5. Salim, Zafrullah. Makalah Workshop SJSN, Juni 06
6. Thabrany, H. Makna Fasilitas Kesehatan. Makalah disajikan dalam Diskusi
Majelis Pelayanan Kesehatan, Ditjen Yanmed, Depkes, Jakarta 2003.
7. PT Askes. Laporan Askes kepada Rapat Kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional,
Jakarta 16 Mei 2007
8. PT Askes. Laporan Penyelengaraan Program Askeskin 2006. Jakarta, 2007
9. Ali Gufron, dkk. Laporan Studi PJKMM- Program Magister Kesehatan FKUGMBadan Litbangkes, Web Depkes.go.id. 2006
10. Oka Mahendra. Dirjen Hukum dan Perundang-undangan. Penjelasan dan Arti
Keputuasn MK yang disampaikan dalam Loka Karya SJSN di Jakarta, Maret 2006
11. Adi, W(Ed.). 2005.Otonomi Daerah dan Optimalisasi Sumber Daya Ekonomi,
Jakarta:Pusat Penenlitian Ekonomi-LIPI
17
12. Kaelan,(Ed.).2007.Pendidikan
Yogyakarta:Paradigma.
Kewarganegaraan
Untuk
Perguruan
Tinggi.
18