Anda di halaman 1dari 10

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur


kesejahteraan yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 5 ayat 2 Undang – Undang No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan ditegaskan “bahwa setiap orang mempunyai hak
dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau”.1 Pada tahun 2005 di Jenewa, untuk mewujudkan komitmen global
mengenai pembangunan kesehatan maka Negara anggota World Health
Organization (WHO) menyetujui sebuah resolusi agar Negara
mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk.2

Universal Health Coverage (UHC) merupakan konsep reformasi


pelayanan kesehatan meliputi segenap masyarakat yang ditinjau dari
beberapa aspek yakni aksesibilitas, pelayanan kesehatan yang berkualitas
dan komprehensif, mencakup pelayanan preventif, promotif, kuratif hingga
rehabilitative serta mengurangi keterbatasan financial untuk memperoleh
pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk.2 Salah satu strategi demi tercapainya
UHC di Indonesia maka pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan
kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang
diwujudkan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).3

Pemerintah telah membentuk suatu perusahaan BUMN yang bergerak di


bidang asuransi jaminan kesehatan sosial bagi seluruh masyarakat, yaitu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS merupakan badan hukum nirlaba yang
dibentuk dengan Undang – Undang untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. BPJS dibagi menjadi dua, yaitu BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan, berdasarkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang BPJS. BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang
bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan
jaminan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). BPJS

1
Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab
kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.4

Peserta BPJS adalah setiap orang, termasuk orang asing yang


bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran Jaminan Kesehatan. Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta
Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non- PBI). Peserta PBI Jaminan Kesehatan
meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang
iurannya dibayarkan oleh Pemerintah. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan
merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang
terdiri atas: 5, 6

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: Pejabat Negara,


Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pegawai Negeri
Sipil, Prajurit, Anggota Polri, Kepala dan Perangkat Desa, Pegawai swasta.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: Pekerja di
luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: Investor, Pemberi
kerja, Penerima pensiun, Veteran, Perintis kemerdekaan, Janda, duda atau
anak yatim dan/atau piatu dari Veteran atau perintis kemerdekaan.

Berikut ini iuran pembayaran keanggotaan BPJS :

1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh peserta.

2
3. uran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD
dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu
persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak
ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1%
(satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh
pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima
upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp. 42.000, - (empat poluh dua ribu rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda,
duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya
ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji
pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14
(empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

Sejak diberlakukan program jaminan kesehatan nasional (JKN) pada awal


2014, komisi pemberantrasan korupsi (KPK) telah melakukan kajian
terhadap potensi korupsi dibidang tersebut. KPK mengkaji
penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Salah satu temuan
pentingnya adalah tingginya potensi kecurangan atau fraud. Fraud
merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mendapatkan keuntungan secara finansial dari program jaminan kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak

3
sesuai dengan ketentuan. Nilai total dana kelolaan asuransi kesehatan
yang dikelola BPJS Kesehatan pada 2014 sekitar Rp 40 triliun. Hasil kajian KPK
mengungkap potensi dana yang hilang akibat kecurangan bisa mencapai Rp 2
triliun.7

Diseluruh Indonesia, pada tahun 2015 menurut data yang


dilansir oleh KPK menunjukkn bahwa terdeteksi potensi fraud dari 175. 774
klaim Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut dengaaan nilai Rp. 440 M. ini
baru dari kelompok klinisi, belum dari aktor lain seperti staf BPJS kesehatan,
pasien dan supplier alat kesehatan dan obat. Pada Tahun 2017 awal Februari KPK
menerbitkan angka klaim kejadian fraud pada sistem JKN di fasilitas kessehatan
mencapaii lebih dari satu juta klaim. 7

Tingginya angka kecurangan pada sistem JKN ini menandakan masih


rendahnya pengawasan dan hukum yang mengatur mengenai sistem JKN ini.
Ketika seseorang melakukan fraud terdapat 3 faktor yang mendasari hal tersebut,
pertama adalah tekanan yang merupakan faktor utama yang memotivasi seseorang
melakukan tindakan criminal fraud, kemudian yang kedua ada kesempatan yaitu
situasi yang memungkinkan tindakan criminal dilakukan, terakhir adalah
rasionalisasi atau pembenaran atas tindakan criminal yang dilakukan.

Hal yang dapat dicegah dari luar dari ketiga faktor tersebut
adalah menghilangkan atau mengecilkan kemungkinan untuk melakukan
kecurangan. Oleh karena itu pada tahun 2015 telah diterbutkan peraturan menteri
kesehatan no. 36 tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan dalam program
jaminan kesehatan nasional (JKN) pada system jaminan sosial nasional (SJSN)
sebagai dasar hukum pengembangan system anti fraud layanan kesehatan di
Indonesia.7

Berikut ini temuan kecurangan (fraud) Sistem JKN di Beberapa


Pelayanan Kesehatan di Indonesia :

1. Puskesmas

4
Puskesmas adalah salah satu dari penyedia fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) yang ada di Indonesia. Per februari 2015 menurut
catatan dari KPK terdapat dugaan kecurangan atau fraud pada FKTP
dengan nilai mencapai hampir satu triliun. Sedangkan menurut penegak
hukum periode 2014-2018 ditemukan 8 kasus korupsi pengelolaan
dana kapitasi puskesmas di 8 daerah, yang telah menimbulkan kerugian
sebesar Rp, 5,8 miliar. KPK dalam operasi tangkap tangan atau OTT
menemukan kasus pegelolaan dana kapitasi di Jombang, Jawa Timur,
dimana kepala dinas kesehatan mengumpulkan dana kapitasi dari 34
puskesmas, untuk menyuap bupati Jombang.
2. Rumah Sakit
Sistem pembayaran INA-CBG belum tentu sama dengan biaya
sesungguhnya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dalam merawat
pasien, terkadang lenih tinggi sehingga tindakan kecurangan dalam upaya
mendapatkan keuntungan dapat saja terjadi. BPJS kesehatan cabang
Ambon mencatat terjadi fraud dalam hal kesalahan coding yang
berpotensi menimbukan kerugian hingga Rp. 113.947.900 pada kasus
rawat jalan dan pada kasus rawat inap berpotensi menyebabkan
kerugian hingga Rp. 1.537.708.800.

Sumber :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara


RI Tahun 2009, Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Hartati, Tatik S. 2016. Pencegahan Kecurangan Fraud dalam Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Kesehatan (SJSN)
Di Rumah Sakit Umum Daerah Manggala Tulang Bawang. Bandar lampung,
Lampung. FIAT JUSTISIA, Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Undang-UndangNomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Lembaran Negara RI Tahun 2004,
Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018
tentang Jaminan Kesehatan

5
6. Panduan Praktis tentang Kepesertaan dan Pelayanan Kesehatan yang
Diselenggarkan oleh BPJS Kesehatan Berdasarkan Regulasi yang sudah
terbit. 2014.
7. Djasri Hanevi et all 2016. Korupsi dalam Pelayanan Kesehatan di Era
Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi dan Sistem
Pengendalian.
PENDAHULUAN SEJARAH JAMINAN KESEHATAN BPJS

FRAUD PELAYANAN KESEHATAN

Segala bentuk kecurangan atau ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak


dalam mata rantai pelayanan kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri
yang jauh melampaui keuntungan yang diperoleh dari praktik normal.

Bagaimana suatu hal dapat dikatakan sebagai fraud :

1. Adanya penyimpangan  Harus ada pernyataan atau data, baik tertulis


maupun tidak tertulis yang menunjukkan adanya penyimpangan.
2. Adanya unsur kesengajaan  Orang atau pihak tersebut mengetahui
bahwa tindakan yang dilakukan adalah tidak benar.
3. Adanya keuntungan  Harus ada keuntungan yang diperoleh oleh orang
atau pihak yang membuat pernyataan dan harus ada pula pihak yang
dirugikan.

3 Pelaku Utama Fraud :

1. PPK
2. Konsumen
3. Perusahaan Jaminan Kesehatan

6
7
8
9
10

Anda mungkin juga menyukai