Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASINONAL

1. Apa itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi
kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

2. Apa itu SJSN?


Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.

3. Apa itu DJSN?


Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah Dewan yang berfungsi untuk membantu
Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem
Jaminan Sosial Nasional.

4. Kapan BPJS Kesehatan mulai operasional?


BPJS Kesehatan mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014.

5. Apa saja jenis jaminan sosial?


Jaminan sosial meliputi:
• Jaminan Kesehatan
• Jaminan Kecelakaan Kerja
• Jaminan Hari Tua
• Jaminan Pensiun
• Aminan Kematian

6. Apa itu BPJS Kesehatan?


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

7. Siapa saja yang menjadi peserta BPJS Kesehatan?


Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh
BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia
dan telah membayar iuran.

8. Ada berapa kelompok peserta BPJS Kesehatan?


Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok yaitu:

1. PBI Jaminan Kesehatan.


Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah
sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

2. Bukan PBI jaminan kesehatan.


Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri dari:
1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya.
2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya.
3) Buka pekerja dan anggota keluarganya

9. Siapa saja yang lain yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan?
Yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang mengalami
catat total tetap dan tidak mampu.
10. Apa yang dimaksud dengan cacat total tetap dan siapa yang berwenang menetapkan?
Cacat total tetap merupakan kecacatan fisik dan/atau mental yang mengakibatkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Penetapan cacat total tetap
dilakukan oleh dokter yang berwenang.

11. Apa yang dimaksud dengan pekerja?


Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lain.

12. Apa yang dimaksud dengan pekerja penerima upah?


Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi upah kerja
dengan menerima gaji atau upah.

13. Siapa saja yang dimaksud pekerja penerima upah?


Pekerja penerima upah terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil.
2. Anggota TNI.
3. Anggota POLRI.
4. Pejabat Negara.
5. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri.
6. Pegawai Swasta.
7. Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.

14. Apa yang dimaksud dengan pekerja bukan penerima upah?


Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas
risiko sendiri.

15. Siapa saja yang termasuk pekerja bukan penerima upah?


Pekerja bukan penerima upah terdiri dari:
1. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri.
2. Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah.

16. Apa yang dimaksud dengan bukan pekerja?


Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran
Jaminan Kesehatan.

17. Siapa saja yang termasuk bukan pekerja?


Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas:
1. Investor.
2. Pemberi kerja.
3. Penerima pensiun.
4. Veteran.
5. Perintis Kemerdekaan.
6. Bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.

18. Siapa saja yang dimaksud dengan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil?
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Tidak Tetap, Pegawai
Honorer, Staf Khusus dan pegawai lain yang dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

19. Siapa yang dimaksud dengan pemberi kerja?


Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.

20. Siapa saja yang dimaksud dengan anggota keluarga?


Anggota keluarga yang dimaksud melaliputi:
1. Satu orang isteri atau suami yang sah dari peserta.
2. Anak kandung, anak tiri dan atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan
kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri.
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

21. Berapa jumlah peserta dan anggota keluarganya yang ditanggung?


Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling
banyak 5 (lima) orang).

22. Bagaimana bila jumlah peserta dan angota keluarganya lebih dari 5 (lima) orang?
Peserta yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang termasuk
peserta, dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain dengan membayar iuran
tambahan.

23. Apakah boleh penduduk Indonesia tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Tidak boleh, karena kepesertaan BJS Kesehatan bersifat WAJIB. Meskipun yang
bersangkutan sudah meiliki Jaminan Kesehatan lain.

24. Apa yang terjadi kalau kita tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Ketika sakit dan harus berobat atau dirawat maka semua biaya yang timbul harus
dibayar sendiri dan kemungkinan bisa angat mahal di luar kemampuan.

25. Kapan seluruh penduduk Indonesia sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Paling lambat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS
Kesehatan yang dilakukan secara bertahap

==============================================================

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014.
JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN No. 40 Tahun (2014)
Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keadilan
sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan sistem pembayaran klaim untuk pelayanan
kesehatan rujukan dalam JKN, maka ada berbagai isu penting yang akan mengakibatkan
terjadinya kegagalan penyeimbangan fasilitas dan SDM kesehatan. Dikhawatirkan
tujuan JKN untuk pemberian pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia akan
gagal tercapai.

Pada tahun 2014, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM melakukan
penelitian untuk monitoring awal pelaksanaan JKN. Penelitian ini merupakan awal
dari penelitian monitoring yang akan berjalan dari tahun 2014 sampai dengan 2019.
Ada beberapa pertanyaan kritis yang terkait dengan kebijakan JKN adalah:

apakah masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM dokter
dan dokter spesialis yang belum memadai akan mendapatkan manfaat JKN seperti daerah
lain yang lebih baik?;
dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi apakah JKN yang mempunyai ciri
sentralistis dengan peraturan yang relatif seragam dapat mencapai tujuan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?;
apakah dana pemerintah yang dianggarkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat
mencapai sasarannya.
Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di level propinsi pada bulan April 2014,
propinsi-propinsi ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian: (1) kelompok yang
sudah maju dan (2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah
ketersediaan tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung. Terjadi
perbedaan yang ekstrim antara kedua kelompok tersebut. Secara ringkas, skenario
optimis untuk pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 dinyatakan oleh para
peneliti di DKI, DIY,Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian Kabupaten/Kota di
Jawa Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi
Selatan. Sementara itu, skenario pesimis ringan dan berat untuk tercapainya UHC
melalui JKN pada tahun 2019 dinyatakan oleh peneliti di NTT, Kalimatan Timur,
sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi
Tenggara.

Hasil dari skenario yang ditulis pada awal berjalannya BPJS di atas menunjukkan
bahwa kebijakan sistem pembiayaan (adanya UU SJSN dan UU BPJS, JKN) ini mempunyai
kemungkinan tidak berhasil mencapai tujuan dalam kriteria keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Bahkan ada kemungkinan terjadi peningkatan kesenjangan.
Masyarakat di daerah tertinggal/buruk tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun
menjadi anggota BPJS. Portabilitas dapat memperburuk pemerataan, karena masyarakat
daerah buruk yang dapat memperoleh manfaat di daerah lain cenderung adalah orang
mampu.

=============================================================

SKN (SISTEM KESEHATAN NASIONAL)

WHO menjelaskan sistem kesehatan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan meningkatkan dan memelihara kesehatan warga negara. Indonesia memiliki
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang merupakan acuan dalam penyusunan dan
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Sistem ini diatur melalui Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam naungan SKN, terdapat
tujuh subsistem yang akan dibahas pada artikel berikut ini.

Subsistem Upaya Kesehatan


Subsistem Upaya Kesehatan merupakan acuan dari kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Terdapat tiga tingkatan upaya kesehatan, yaitu
tingkat pertama (primer), tingkat kedua (sekunder), dan tingkat ketiga (tersier).
Ketiga tingkatan tersebut juga bisa dibagi lagi menjadi pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, ketiga
tingkatan tersebut menggunakan sistem rujuk.

Ada empat unsur dari subsistem upaya kesehatan sebagai berikut:

Upaya kesehatan yaitu kegiatan pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,


pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagai alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Sumber daya upaya kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan, fasilitas,
pembiayaan, sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan untuk menjamin standar dan mutunya.
Peraturan ini menyatakan pemerintah memiliki kewajiban menyediakan pelayanan
kesehatan perorangan primer di seluruh wilayah, terutama bagi masyarakat miskin,
daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak
diminati swasta. Bagi penduduk miskin, pemerintah juga wajib membiayai pelayanan
kesehatan perorangan primer mereka.

Subsistem Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Subsistem ini merupakan acuan dari penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
teknologi dan produk kesehatan untuk membangun data dan informasi kesehatan yang
berbasis bukti. Terdapat empat area penelitian di bawah subsistem ini yakni (1)
biomedis dan teknologi dasar kesehatan; (2) teknologi terapan kesehatan dan
epidemiologi klinik; (3) teknologi intervensi kesehatan masyarakat; (4) humaniora,
kebijakan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Berkaitan dengan penelitian, peraturan ini secara tegas menyatakan penelitian yang
memerlukan uji coba terhadap manusia dilakukan dengan jaminan tidak merugikan
manusia yang dijadikan subjek uji coba. Sementara bila ada penelitian yang berisiko
tinggi atau berbahaya bagi kesehatan, maka harus atas izin dan diawasi oleh
pemerintah.

Tujuan utama dilakukan penelitian adalah untuk mencegah terjadinya penyakit,


mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan,
memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit, serta menganalisis
berbagai permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kesehatan.

Subsistem Pembiayaan Kesehatan


Subsistem ini mengatur penyelenggaraan pembiayaan kesehatan, dari penggalian,
pengalokasian, hingga pembelanjaan dana kesehatan. Tujuannya adalah tersedianya
pembiayaan yang memadai, dialokasikan secara adil, dan dimanfaatkan untuk membangun
upaya kesehatan secara merata, terjangkau, dan bermutu bagi seluruh masyarakat.
Pembiayaan kesehatan adalah kunci dari terselenggarakannya berbagai subsistem lain
dalam SKN.

Subsistem Pembiayaan Kesehatan memiliki tiga unsur utama yaitu dana, sumber daya
(meliputi SDM pengelola, sarana, standar, regulasi dan kelembagaan), dan
pengelolaan dana kesehatan (seperangkat aturan mengenai mekanisme penggalian,
pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan pertanggungjawaban).

Dalam penyelenggaraannya, terdapat tiga kegiatan utama. Pertama, penggalian dana


dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui pajak dan APBN/APBD, dari
swasta melalui kemitraan, dan dari masyarakat secara sukarela. Pembiayaan kesehatan
pada dasarnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah saja, tetapi
juga masyarakat dan swasta.

Meski begitu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menanggung pembiayaan kesehatan


untuk masyarakat miskin dan tidak mampu. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Pasal 171, menjelaskan pemerintah pusat harus menganggarkan minimal 5 persen dari
APBN di luar gaji. Sementara pemerintah daerah perlu menganggarkan minimal 10
persen dari APBD di luar gaji.

Kedua, pengalokasian dana melalui perencanaan anggaran kesehatan. Prioritas dari


alokasi dana ini adalah upaya kesehatan primer, program bantuan sosial bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu, dan pembangunan kesehatan di daerah terpencil,
perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta.

Ketiga, pembelanjaan yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan pengelolaan
yang transparan, akuntabel, serta menerapkan prinsip penyelenggaraan tata
pemerintahan yang baik (good governance).

Subsistem Sumber Daya Manusia (SDM)


Subsistem SDM bertujuan agar tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu, dalam
jumlah dan jenis yang mencukupi, terdistribusi secara adil, dan didayagunakan
secara optimal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Terdapat tiga unsur dalam
Subsistem SDM, yaitu (1) sumber daya manusia kesehatan; (2) sumber daya
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; (3) penyelenggaraan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.
Subsistem ini menjadi acuan bagi tenaga kesehatan yaitu harus memiliki kualifikasi
minimum dan izin dari pemerintah, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi,
hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan praktik profesi melalui
uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin kerja bagi
tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.

Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan


Subsistem ini meliputi berbagai kegiatan untuk (1) menjamin keamanan, khasiat,
manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang
beredar; (2) menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama
obat esensial; (3) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat; (4) penggunaan obat yang rasional; (5) serta upaya kemandirian
di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

Ada lima unsur dari subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, yaitu
(a) kesediaan komoditi dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan khasiat yang tepat,
(b) sumber daya dalam bentuk SDM yang kompeten di bidang farmasi, fasilitas
produksi, distribusi, dan pelayanan, serta pembiayaan dari pemerintah, (c)
pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu; (d) pengawasan komprehensif melalui
standardisasi, evaluasi produk sebelum beredar, sertifikasi, pengawasan produk
sebelum beredar, dan pengujian produk; (e) pemberdayaan masyarakat agar dapat
terlibat aktif dalam penyediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan serta terhindar dari penggunaan yang salah.

Subsistem Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan


Subsistem ini meliputi manajemen kesehatan, kebijakan kesehatan, administrasi
kesehatan, hukum kesehatan, dan informasi kesehatan. Tujuannya untuk mewujudkan
kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, berbasis bukti dan operasional,
terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang berdaya guna dan
akuntabel, serta didukung hukum kesehatan dan sistem informasi kesehatan.

Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna,
diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi,
integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi berbagai subsistem SKN agar
efektif, efisien, dan transparansi dalam penyelenggaraan SKN tersebut.

Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan, pemerintah perlu melibatkan masyarakat


dan berbagai stakeholders terkait. Kebijakan kesehatan harus mengacu kepada
kebijakan pembangunan kesehatan nasional dan penetapan skala prioritas berbasis
bukti. Pembagian peran dalam pengelolaan kebijakan kesehatan adalah sebagai
berikut. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan kesehatan, pemerintah daerah
provinsi membimbing dan mengendalikan kebijakan kesehatan, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota menyelenggarakan bimbingan dan pengendalian operasional urusan
kesehatan.

Subsistem Pemberdayaan Masyarakat


Subsistem Pemberdayaan Masyarakat ada untuk meningkatnya kemampuan masyarakat dalam
berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan
aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta menjadi penggerak dalam mewujudkan
pembangunan kesehatan. Kegiatannya meliputi penggerakan masyarakat,
pengorganisasian dalam pemberdayaan, advokasi, kemitraan, dan peningkatan sumber
daya.

Pemerintah memiliki peran untuk membuka akses informasi dan dialog, menyiapkan
regulasi, membekali masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan, serta memberi
dukungan sumber daya untuk melaksanakan upaya kesehatan dan mendorong terbentuknya
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Sementara, peran masyarakat dalam
pembangunan kesehatan adalah dengan mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan serta
melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat lainnya.

Indonesia sudah memiliki SKN yang komprehensif sebagai acuan untuk pembangunan
kesehatan. Kini tantangannya adalah melaksanakan mandat dari SKN serta melakukan
reviu secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan dinamika nasional
serta global. Dalam pembangunan kesehatan, CISDI sebagai think tank juga berperan
terutama melalui advokasi serta penguatan upaya kesehatan primer melalui program
Pencerah Nusantara.

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank
yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat.
CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata
kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan,
adekuat, dan merata.

=====================================================================

TENTANG SDGS (SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS)/ TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

1.Tanpa Kemiskinan, Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala Bentuk di Manapun


2.Tanpa Kelaparan, Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang
Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan
3. Kehidupan Sehat dan SejahteraKehidupan Sehat dan Sejahtera, Menjamin Kehidupan
yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia
4.Pendidikan Berkualitas, Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata
serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua
5.Kesetaraan Gender, Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan
6.Air Bersih dan Sanitasi Layak, Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih
dan Sanitasi yang Berkelanjutan untuk Semua
7.Energi Bersih dan Terjangkau Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal,
Berkelanjutan dan Modern untuk Semua
8. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang
Inklusif dan Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta
Pekerjaan yang Layak untuk Semua
9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur, Membangun Infrastruktur yang Tangguh,
Meningkatkan Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
DST...................

Seluruh isu kesehatan dalam SDGs diintegrasikan dalam satu tujuan yakni tujuan
nomor 3, yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
orang di segala usia. Terdapat 38 target SDGs di sektor kesehatan yang perlu
diwujudkan. Selain permasalahan yang belum tuntas ditangani diantaranya yaitu upaya
penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), pengendalian
penyakit HIV/AIDS, TB, Malaria serta peningkatan akses kesehatan reproduksi
(termasuk KB), terdapat hal-hal baru yang menjadi perhatian, yaitu: 1) Kematian
akibat penyakit tidak menular (PTM); 2) Penyalahgunaan narkotika dan alkohol; 3)
Kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas; 4) Universal Health Coverage; 5)
Kontaminasi dan polusi air, udara dan tanah; serta penanganan krisis dan
kegawatdaruratan.

Fokus dari seluruh target tersebut antara lain gizi masyarakat, sistem kesehatan
nasional, akses kesehatan dan reproduksi, Keluarga Berencana (KB), serta sanitasi
dan air bersih.

Pembangunan sektor kesehatan untuk SDGs sangat tergantung kepada peran aktif
seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah pusat dan daerah, parlemen, dunia
usaha, media massa, lembaga sosial kemasyarakatan, organisasi profesi dan
akademisi, mitra pembangunan serta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Tantangan terbesar dalam pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan di Indonesia


adalah reformulasi konsep pembangunan yang terintegrasi dan penempatan kesehatan
sebagai satu rangkaian proses manajemen pembangunan yang meliputi input, process,
output, outcome dan impact pembangunan serta memahamkan bersama akan substansi
pembangunan kesehatan yang harus dilaksanakan bersama di era desentralisasi dan
demokratisasi saat ini.

Program yang diusung untuk mewujudkan SDGs dalam bidang kesehatan adalah Program
Indonesia Sehat dengan 3 pilar yakni paradigma sehat, pelayanan kesehatan dan
jaminan kesehatan nasional.

Paradigma sehat merupakan sebuah pendekatan yang mengedepankan konsep promotif dan
preventif dalam pelayanan kesehatan dan menempatkan kesehatan sebagai input dari
sebuah proses pembangunan.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan dan diarahkan untuk peningkatan Akses dan mutu
pelayanan. Dalam hal pelayanan kesehatan primer diarahkan untuk upaya pelayanan
promotif dan preventif, melalui pendekatan continuum of care dan intervensi
berbasis risiko kesehatan baik dalam tatanan tata kelola klinis, tata kelola
manajemen dan tata kelola program.
Jaminan Kesehatan Nasional, negara bertekad untuk menjamin seluruh penduduk dan
warga negara asing yang tinggal di Indonesia dalam pelayanan kesehatannya.

======================================================================

KEBIJAKAN DASAR PUSKESMAS

1 KEBIJAKAN DASAR PUSKESMAS (Kepmenkes No 128 th 2004) KEBJK DSR PUSK

2 PEMBANGUNAN KESEHATAN MEMPUNYAI VISI INDONESIA/ MASYARAKAT SEHAT, DIANTARANYA


DILAKSANAKAN MELALUI PELAYANAN KESEHATAN OLEH PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT SELAMA INI
PEMERINTAH TELAH MEMBANGUN PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DI SELURUH INDONESIA. RATA-
RATA SETIAP KECAMATAN MEMPUNYAI 2 PUSKESMAS, SETIAP 3 DESA MEMPUNYAI 1 PUSKESMAS
PEMBANTU PUSKESMAS TELAH MELAKSANAKAN KEGIATAN DENGAN HASIL YANG NYATA, STATUS
KESEHATAN MASYARAKAT MAKIN MENINGKAT, DITANDAI DENGAN MAKIN MENURUNNYA ANGKA
KEMATIAN BAYI, IBU, MAKIN MENINGKATNYA STATUS GIZI MASYARAKAT UMUR HARAPAN HIDUP.
KEBJK DSR PUSK

3 NAMUN HASIL PEMBANGUNAN TERSEBUT BELUM OPTIMALKARENA MASIH TERDAPAT PERBEDAAN


BESAR STATUS KESEHATAN MASY ANTAR DAERAH DAN KELOMPOK MASYARAKAT. SELAIN ITU STATUS
KESEHATAN INDONESIA MSH RENDAH DIBANDINGKAN DGN NEGARA TETANGGA. KONDISI TSB
DISEBABKAN OLEH BANYAK HAL DIANTARANYA KARENA KONSEP PUSKESMAS BELUM SEPENUHNYA
MEMENUHI HARAPAN KONSEP PUSKESMAS YG LAMA : SEOLAH PUSKESMAS ADALAH PENANGGUNGJAWAB
SELURUH MASALAH KESHTN VISI, MISI, FUNGSI BLM JELAS PROGRAM TERLALU BANYAK PSM
BELUM OPTIMAL DIGERAKAN, DLL KEBJK DSR PUSK

4 KAB/ KOTA SEHAT VISI PUSKESMAS MISI PUSKESMAS FUNGSI PUSKESMAS MANAJEMEN PUSK
PROGR PUSKESMAS WAJIB - PENGEMBANGAN ASAS, ORGANISASI, LAINNYA KETERLIBATAN
MASYARAKAT ( BDN PENYANTUN) TATA HUB KERJA (ESELON NAIK?) RUJUKAN KONSEP/ KEBIJAKAN
DASAR PUSKESMAS KEBJK DSR PUSK

5 PEMANTAUAN - EVALUASI SIMPUS SP2TP DATA DAN INF PERENCANAAN PENGGERAKAN


/PELAKSANAAN PUSKESMAS DINKES KAB DINKES PROP DEPKES KASUS PROGRAM UNIT KERJA
SUMBERDAYA DUKUNGAN SIMPUS THD PENGELOLAAN PROGRAM PUSKESMAS KEBJK DSR PUSK

6 Latar belakang 1. Puskesmas telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun Hasil


yang dicapai cukup memuaskan, a.l: AKI : 373 (SKRT 95) 334/ kelahiran hidup (SDKI
97) AKB : 60 (Susenas 95) 51/1000 kelahiran hidup (Susenas 01) UHH : 45 tahun ( 70)
menjadi 65 tahun (2000) 2. Sampai saat ini tercatat: Puskesmas : (1.818 unit
diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap) Puskesmas pembantu : Puskesmas
keliling : KEBJK DSR PUSK

7 MASALAH Visi, misi dan fungsi Puskesmas belum dirumuskan secara jelas Beban kerja
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlalu
berat Sistem manajemen Puskesmas dengan berlakunya prinsip otonomi perlu
disesuaikan. Puskesmas dan daerah tidak memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan
program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang tentu saja dinilai
tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi KEBJK DSR PUSK

8 .. lanjutan masalah Kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas kurang berorientasi pada


masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat Keterlibatan masyarakat yang
merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum
dikembangkan secara optimal Sistem pembiayaan Puskesmas belum mengantisipasi arah
perkembangan masa depan KEBJK DSR PUSK

9 PENGERTIAN PUSKESMAS Puskesmas adalah unit pelaksana tehnis Dinas Kesehatan


Kab/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau
sebagian wilayah kecamatan SBG UNIT PELAKSANA TEKNIS: melaksanakan sebagian tugas
Dinas kesehatan Kab/kota KEBJK DSR PUSK

10 Visi Tercapainya Kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010


Masyarakat yang hidup dlm lingk dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau yankes yang bermutu seara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi- tingginya KEBJK DSR PUSK

11 INDIKATOR KECAMATAN SEHAT Indikator pencapaian : Lingkungan sehat Perilaku sehat


Cakupan pelayanan kesehatan yg bermutu Derajad kesehatan penduduk kecamatan KEBJK
DSR PUSK

12 Misi Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya Mendorong


kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya Memelihara
dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya KEBJK DSR PUSK

13 TUJUAN MENDUKUNG TERCAPAINYA TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN NASIONAL YAKNI


MENINGKATKAN KESADARAN, KEMAUAN DAN KEMAMPUAN HIDUP SEHAT BAGI SETIAP ORANG YANG
BERTEMPAT TINGGAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEBJK DSR PUSK

14 FUNGSI PUSKESMAS PUSAT PEMBANGUNAN BERWAWASAN KESEHATAN PUSAT PEMBERDAYAAN KELG


& MASY PUSAT YANKES STR I YANKESMAS (PUBLIC GOODS) YANKES PERORANGAN (PRIVATE
GOODS) KEBJK DSR PUSK

15 FUNGSI (1) PUSAT PENGGERAK PEMBANGUNAN BERWAWASAN KESEHATAN Berupaya


menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan pembangunan yg berwawasan kesehatan Aktif memantau dan melaporkan
dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan KEBJK DSR PUSK

16 FUNGSI (2) PUSAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Berupaya agar perorangan terutama


pemuka masyarakat, keluarga & masyarakat : Memiliki kesadaran, kemauan dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat Berperan aktif
dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan Ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan KEBJK DSR PUSK

17 FUNGSI (3) PUSAT PELAYANAN KESEHATAN STRATA PERTAMA Menyelenggarakan pelayanan


kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan a.
Pelayanan kesehatan perorangan b. Pelayanan kesehatan masyarakat KEBJK DSR PUSK

18 Kedudukan Sistem Kesehatan Nasional --> sebagai sarana pelayanan kesehatan


(perorangan dan masyarakat) strata pertama Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota --> unit
pelaksana teknis dinas yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas
pembangunan kesehatan kabupaten/kota Sistem Pemerintah Daerah --> unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kab/kota yang merupakan unit struktural pemda kab/kota KEBJK
DSR PUSK

19 ...lanjutan kedudukan Antar sarana yankes strata pertama - sebagai mitra yankes
swasta strata pertama Sebagai pembina yankes bersumber daya masyarakat KEBJK DSR
PUSK

20 Organisasi Struktur organisasi Kepala Puskesmas Unit Tata Usaha Unit Pelaksana
Teknis Fungsional Upaya Kesehatan Masyarakat Upaya Kesehatan perorangan Jaringan
Pelayanan Puskesmas pembantu Puskesmas Keliling Bidan di Desa/Komunitas KEBJK DSR
PUSK

21 Dipimpin oleh kepala puskesmas, seorang sarjana di bidang kesehatan yang


kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. Eselon Kepala Puskesmas : Es
IV a ( IIIb?) Struktur: tergantung jenis kegiatan dan beban kerja Memp staf tehnis
utk : = upaya kes perorangan = upaya kes masyarakat KEBJK DSR PUSK

22 TATAKERJA 1. Dengan kantor kec: berkordinasi 2. Bertanggung jawab kpd Dinkes


kab/kota 3. Bermitra dengan sarana yankes tk pertama lainnya 4. Menjalin kerjasama
yg erat dg fasilitas rujukan 5. Dengan Lintas sektor: berkordinasi 6. Dengan
masyarakat: bermitra dg BPP ( BPP: Organisasi yg menghimpun tokoh masy yg peduli
kes masyarakat) KEBJK DSR PUSK

23 UPAYA PUSKESMAS A. Upaya kesehatan wajib puskesmas 1. Upaya kesehatan ibu, anak
& kb 2. Upaya promosi kesehatan 3. Upaya kesehatan lingkungan 4. Upaya perbaikan
gizi 5. Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular 6. Upaya pengobatan dasar
B. Upaya kesehatan pengembangan puskesmas Dilaksanakan sesuai dengan masalah
kesehatan masy yg ada dan kemampuan Puskesmas Bila ada masalah kes tapi pusk tdk
mampu maka pelaksanaan oleh dinkes kab/kota Upaya Lab(medis dan kes masy) dan
Perkesmas serta Pencatatan Pelaporan mrpkn kegiatan penunjang dari tiap upaya wajib
atau pengembangan. KEBJK DSR PUSK

24 UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN: Pemilihan dilakukan oleh puskesmas bersama Dinkes


kab/kota dengan mempertimbangkan masukan BPP Dalam keadaan tertentu ditetapkan
sebagai penugasan dari Dinkes kab/kota Dilaksanakan bila upaya kes wajib telah
terlaksana sec optimal (target cakupan & mutu terpenuhi) KEBJK DSR PUSK

25 AZAS PENYELENGGARAAN PUSKESMAS 1. Azas pertanggungjawaban wilayah 2. Azas


pemberdayaan masyarakat 3. Azas keterpaduan Lintas program Lintas sektoral 4. Azas
rujukan Rujukan medis Rujukan kesehatan masyarakat KEBJK DSR PUSK

26 Azas pertanggungjawaban wilayah 1. Pusk bertanggungjawab meningkatkan derajat


kesehatan masy yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya 2. Dilakukan kegiatan
dalam gedung dan luar gedung 3. Ditunjang dengan puskesmas pembantu, Bidan di desa,
puskesmas keliling KEBJK DSR PUSK

27 AZAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 1. Puskesmas harus memberdayakan perorangan,


keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dlm menyelenggarakan setiap upaya
Puskesmas 2. Potensi masyarakat perlu dihimpun UKBM KEBJK DSR PUSK

28 AZAS KETERPADUAN Setiap upaya diselenggarakan secara terpadu Keterpaduan lintas


program UKS : keterpaduan Promkes, Pengobatan, Kesehatan Gigi, Kespro. Remaja,
Kesehatan Jiwa Posyandu : keterpaduan KIA & KB, Gizi, P2M, Promkes Kesehatan Jiwa
Keterpaduan lintas sektoral Upaya Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama, dunia usaha, koperasi, PKK
Upaya Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kades,
pertanian, pendidikan, agama KEBJK DSR PUSK

29 AZAS RUJUKAN Rujukan medis/upaya kes perorangan = rujukan kasus = bahan


pemeriksaan = ilmu pengetahuan Rujukan upaya kesehatan masyarakat = rujukan sarana
dan logistik = rujukan tenaga = rujukan operasional KEBJK DSR PUSK

30 SISTEM RUJUKAN UKM UKP DEPKES/DINKES PROPINSI YANKES STR III RS PUSAT/ PROPINSI
DINKES KAB/Kota BP4, BKMM,BKOM PUSKESMAS POSYANDU,POLINDES, UKBM lainnya YANKES STR
II YANKES STR I MASYARAKAT RS KABUPATEN/Kota BP4,BKMM,BKOM, KLINIK /PRAKTEK
SPESIALIS SWASTA PUSKESMAS,PRA KTEK DR UMUM,BIDAN, BP,BKIA POSYANDU POLINDES RUMAH
TANGGA KEBJK DSR PUSK

31 MANAJEMEN PUSKESMAS A. Perencanaan B. Pelaksanaan dan pengendalian ( termasuk


kendali mutu dan kendali biaya) 1. Pengorganisasian 2. Penyelenggaraan 3.
Pemantauan, yg meliputi jangkauan dan mutu ---menggunakan data dari SIMPUS 4.
Penilaian sumber data utama SIMPUS C. Pengawasan dan pertanggungjawaban KEBJK DSR
PUSK

32 PERENCANAAN A. Rencana usulan kegiatan = Upaya Kes Pusk Wajib = Upaya Kes Pusk
Pengembangan B. Rencana pelaksanaan kegiatan = Upaya Kes Pusk Wajib = Upaya Kes
Pusk Pengembangan KEBJK DSR PUSK

33 PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN 1. Pengorganisasian = Penentuan penanggung jawab


dan pelaksana kegiatan persatuan wilayah kerja = Membagi habis pekerjaan =
Penggalangan kerjasama tim dg lintas sektoral 2. Penyelenggaraan memperhatikan : =
Azas penyelenggaraan puskesmas = Standar dan Pedoman pelayanan = Menyelenggarakan
kendali mutu dan kendali biaya KEBJK DSR PUSK

34 PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN 3. Pemantauan = kinerja (cakupan, mutu, biaya)


=masalah dan hambatan =menggunakan data dari SIMPUS 4. Penilaian sumber data utama
SIMPUS KEBJK DSR PUSK

35 PENGAWASAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN 1. Pengawasan = Internal = Eksternal 2.


Pertanggungjawaban = laporan berkala = laporan pertanggung jawaban masa jabatan
KEBJK DSR PUSK
36 SUMBER PEMBIAYAAN PUSKESMAS 1. PEMERINTAH ( anggaran pembangunan dan anggaran
rutin) 2. PENDAPATAN PUSKESMAS 3. SUMBER LAIN, antara lain dari : PT ASKES,
JAMSOSTEK, JPSBK/ PKPS BBM KEBJK DSR PUSK

37 PEMBIAYAAN Apabila sistim Jaminan Kesehatan Nasional telah berlaku akan terjadi
perubahan pada sistim pembiayaan Puskesmas. Direncanakan pada masa yang akan datang
pemerintah hanya bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat Untuk
upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistim Jaminan Kesehatan Nasional,
kecuali untuk penduduk miskin yang tetap ditanggung oleh Pemerintah dalam bentuk
pembayaran premi KEBJK DSR PUSK

38 Penutup Perubahan ditujukan untuk mengantarkan Puskesmas dalam perannya sebagai


ujung tombak pencapaian Indonesia Sehat 2010 Penerapan kebijakan dasar Puskesmas
memerlukan dukungan yang mantap dari berbagai pihak : dukungan politis peraturan
perundangan sumberdaya, termasuk pembiayaan KEBJK DSR PUSK

39 ... lanjutan penutup Penerapan kebijakan memerlukan standar dan pedoman baik
teknis maupun manajemen Kebijakan dasar, standar dan pedoman merupakan acuan
Propinsi dan Kabupaten/ Kota dalam mengembangkan kebijakan operasional di masing-
masing daerah Diharapkan kebijakan ini dapat diterapkan di seluruh Indonesia KEBJK
DSR PUSK

====================================================================

NAWA CITA

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

'Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa Sanskerta,
nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam konteks perpolitikan
Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014, istilah ini merujuk kepada visi-misi yang
dipakai oleh pasangan calon presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla
berisi agenda pemerintahan pasangan itu.[1]Dalam visi-misi tersebut dipaparkan
sembilan agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno
yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam
ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.[2]

Adapun intisari dari Program Nawa Cita tersebut adalah:[3]

Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan
nasional yang tepercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang
dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan tepercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan
konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga
perwakilan.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera"
dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program
rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial
untuk rakyat pada tahun 2019.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.
Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela
negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog
antarwarga.
Revolusi mental
Salah satu agenda dalam Nawa Cita yang paling banyak dibahas bahkan diperdebatkan
oleh publik adalah poin nomor 8 yakni, revolusi karakter bangsa atau lazim disebut
revolusi mental.[4] Pembahasan hangat tentang revolusi mental berlangsung sejak
masa kampanye Pemilu Presiden 2014, bahkan sempat menjadi trending topic di
jejaring sosial.[5] Dalam sebuah tulisan di harian nasional, Jokowi menjelaskan
bahwa arti dari revolusi mental yang dia gagas adalah menggalakkan pembangunan
karakter untuk mempertegas kepribadian dan jadi diri bangsa sesuai dengan amanat
Trisakti Soekarno. Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Jokowi, sistem
pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang
berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama yang hidup
Indonesia. Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang terprogram,
terarah dan tepat sasaran oleh negara dapat membantu membangun kepribadian sosial
dan budaya Indonesia.[6]

Kabinet Kerja
Setelah terpilih menjadi Presiden, Jokowi menerapkan Nawa Cita ke dalam progam-
program pemerintahannya melalui sebuah kabinet yang disebut Kabinet Kerja.
Komposisi dan strutur Kabinet Kerja dirancang untuk mengakomodir agenda-agenda yang
termuat dalam Nawa Cita.[7] Dia mengubah nomenklatur beberapa kementerian dan
menambah jumlah menteri koordinator, yakni:

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dibentuk untuk menggalakkan pembangunan


serta menegakkan kedaulatan Indonesia di bidang kemaritiman karena dalam Nawa Cita
ditegaskan bahwa Indonesia pada dasarnya adalah negara maritim. Hal ini dapat
dibuktikan secara geografis dan historis. Sebagian besar wilayah Indonesia yang
terdiri dari pulau-pulau, terhubung oleh laut dan sejak berabad-abad yang lalu
nenek moyang Indonesia telah dikenal dunia sebagai pelaut-pelaut tangguh. Selama
ini, pembangunan bidang kemaritiman kurang mendapat perhatian dan kekayaan bahari
Indonesia belum dieksplorasi secara maksimal, bahkan sering mengalami pencurian
oleh negara lain.[8]
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dibentuk untuk
mengkoordinir pembangunan karakter berlandaskan budaya bangsa sesuai dengan agenda
Nawa Cita.
Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, dipisahkan dari Bidang
Pendidikan tinggi yang sebelumnya merupakan satu kesatuan agar pembangunan karakter
dan budaya bangsa melaui pendidikan dapat ditangani secara lebih serius sesuai
dengan semangat Nawa Cita.[9]
Kementerian Pariwisata dipisahkan dari bidang ekonomi kreatif agar kedua bidang
tersebut dikelola secara lebih serius dan dapat menjadi salah satu andalan
Indonesia dalam mewujudkan kemandirian ekonomi sesuai dengan amanat Nawa Cita.[10]
====================================================================
PILAR-PILAR

Kerja Nyata Sehatkan Indonesia

*Catatan 2 tahun kerja nyata sehatkan Indonesia

Pembangunan kesehatan harus dilakukan dengan pendekatan komprehensif, dengan


mengacu pada visi misi Presiden.

Visi Presiden adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan


Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong.

Upaya untuk mewujudkan visi ini dilakukan melalui 7 misi pembangunan, dimana pada
misi ke-4 adalah mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.

Dalam pembangunan nasional 2015-2019 juga dibangun kemandirian di bidang ekonomi,


berdaulat di bidang politik dan berkepribadian dalam budaya yang dikenal dengan
Trisakti. Untuk mewujudkannya, ditetapkan 9 agenda prioritas (Nawacita), dimana
pada agenda ke-5 dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
yang akan dicapai melalui Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan
Program Indonesia Kerja Indonesia sejahtera.

Program Indonesia sehat memiliki 3 komponen yaitu:

1) Revolusi mental masyarakat agar memiliki paradigma sehat;

2) Penguatan Pelayanan Kesehatan; dan

3) Mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Semangat membangun dari pinggiran tercermin dalam upaya penguatan pelayanan


kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), Kemenkes memiliki
terobosan untuk menempatkan tenaga kesehatan secara tim yang dinamakan program
Nusantara Sehat (NS).

Sedangkan penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui pendekatan keluarga


juga terus diupayakan, ini yang disebut program Keluarga Sehat.

Pilar Pertama: Paradigma Sehat

Kenaikan penduduk menjadi tantangan bukan hanya untuk Indonesia tapi juga untuk
seluruh negara di dunia. Indonesia harus memanfaatkan Bonus Demografi yang
diprediksi akan terjadi pada tahun 2035 mendatang. Populasi usia produktif pada
tahun tersebut tidak lain adalah anak-anak saat ini yang harus dipelihara
kesehatannya.

Bonus demografi perlu dipersiapkan sejak awal dengan menanamkan paradigma sehat
dalam diri sejak dini, diharapkan pada saat puncak bonus demografi, Indonesia dapat
melaju kencang menuju kemakmuran bangsa. Sehingga Indonesia tidak menjadi negara
yang tingkat dependensi tinggi karena penyakit kronis yang menimpa sebagian besar
penduduk yang seharusnya produktif, sehingga menurunkan daya saing kita di MEA dan
global.
Dalam dua tahun kerja nyata untuk mewujudkan Indonesia Sehat pada pilar pertama,
terdapat beberapa capaian yang telah dicapai, antara lain:

-Angka Kematian Ibu turun dari 5.019 Orang pada tahun 2013 menjadi 4.809 Orang pada
tahun 2015

-Angka Kematian Bayi turun dari 23.703 anak pada tahun 2013 menjadi 22.267 anak
pada tahun 2015

-Angka Balita yang mengalami Stunting turun dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi
29,6% pada tahun 2015.

-Sampai dengan akhir tahun 2016, program pemberian makanan tambahan (PMT) akan
membagikan: 6.122 ton PMT bagi 696.715

-Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK); 7.376 ton PMT bagi 738.883 Balita; dan
856,2 ton PMT bagi 158.550 anak sekolah.

Pilar Kedua: Penguatan Layanan Kesehatan

Fasilitas kesehatan primer menjadi soko guru dari pelayanan kesehatan, bukan saja
menjadi gate keeper untuk rujukan tetapi juga membina masyarakat umum untuk
mempunyai kemampuan untuk hidup sehat.

Penguatan layanan kesehatan dengan semangat membangun dari pinggiran, menjadikan


sebuah terobosan untuk pemerataan tenaga kesehatan (Nakes) di Daerah Tertinggal,
Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Sejak mulai diberangkatkan pada April 2015, telah
ditempatkan sebanyak 838 orang dalam Tim Nusantara Sehat di 158 Puskesmas di DTPK.

Pengembangan RS rujukan juga menjadi bagian dari penguatan layanan kesehatan.


Tujuannya adalah agar terjadi pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
menurut kompetensi Faskes tersebut. Target sasaran s/d 2019 adalah 14 RS rujukan
nasional, 20 RS rujukan Propinsi dan 110 RS rujukan regional.

Pilar Ketiga : Jaminan Kesehatan Nasional

Pelaksanaan JKN cukup menggembirakan. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, sampai
dengan bulan Oktober 2016 tercatat jumlah peserta JKN sebesar 169,574.010 juta jiwa
atau kurang lebih 66,11% dari total penduduk tahun 2016 sebesar 256.511.495 jiwa.
Tentunya penambahan cakupan kepesertaan ini harus diikuti dengan pemenuhan supply
side baik sarana prasarana maupun SDM kesehatan.

Perkembangan lain yang cukup menggembirakan semakin banyak fasilitas kesehatan yang
ikut dalam program JKN. Data dari BPJS Kesehatan sampai dengan Oktober 2016, jumlah
fasilitas kesehatan yang telah bekersama dengan BPJS kesehatan untuk melayanani
peserta JKN berjumlah 25.828 fasilitas kesehatan, yang terdiri dari 20.531
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.001 Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL), 2.047 Apotik, 956 Optika dan 256 Laboratorium

Sampai dengan bulan Januari 2016, pelayanan Penyakit katastrofik di era JKN
menghabiskan biaya klaim sebesar Rp 74,3 Milyar dengan pemanfaatan tertinggi pada
penderita penyakit Jantung yaitu 905.223 penderita dan biaya klaim sebesar 6,9 T.
Berikutnya diikuti oleh kasus kanker sebesar 1,8 T dan kasus stroke sebesar 1,548
T.(Rokom 2016)

===================================================================================
==
ETIKA KEPERAWATAN

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan
hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan
keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak
diinginkan.

Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah
tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia)

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan
layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat.

Otonomi (Autonomi)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang
lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi
adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau
penyimpangan

Beneficence (Berbuat Baik)


Prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yang baik dengan begitu dapat
mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program
latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk
tidak dilakukan karena alasan risiko serangan jantung.

Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan
ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan
perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut
kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan.

Non-maleficence (tidak merugikan)


Prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak
pemberian transfusi darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat
keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistruksikan pemberian transfusi
darah. akhirnya transfusi darah tidak diberikan karena prinsip beneficence walaupun
pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsip nonmaleficince.

Veracity (Kejujuran)
Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk
meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat,
komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling
percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia
ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena
kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut dan meninggal dunia.
Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan
kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat
tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan
intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik
kejujuran.
Fidelity (Menepati janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu
perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada
orang lain.

Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi
tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan
peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus
dihindari.

Accountability (Akuntabilitasi)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat
bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat,
karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien
perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas
delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

===============================================

Prinsip Etik dalam Praktik Keperawatan (PENJELASAN LAINNYA)

Autonomi (otonomi) / Respek


Menghormati keputusan pasien untuk menentukan nasibnya, dalam hal ini setiap
keputusan medis ataupun keperawatan harus memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga terdekat. Autonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau
mengatur diri sendiri. Melibatkan pasien dan keluarga yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan.
Tugas perawat berkaitan dengan upaya menghargai otonomi adalah
Membantu dan membangkitkan pasien dalam mengambil keputusan
Mensuport hak pasien Informed Concend.
Arahan yang sifatnya advance
Dukungan keputusan pasien yang baik.

Beneficence (berbuat baik)


Keharusan perawat untuk berbuat baik kepada pasien, setiap tindakan medis dan
keperawatan harus ditujukan untuk kebaikan pasien. Perawat melakukan yang baik
yaitu mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien dan keluarga.

Justice (Keadilan)
Sikap dan tindakan medis dan keperawatan harus bersifat adil, dokter dan perawat
harus menggunakan rasa keadilan apabila akan melakukan tindakan kepada pasien.

Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu kebenaran,
tidak berbohong atau menipu orang lain. Kejujuran adalah landasan untuk “informed
concend” yang baik. Perawat harus dapat menyingkap semua informasi yang diperlukan
oleh pasien maupun kelaurganya sebelum mereka membuat keputusan.

Non Maleficence / Avouding Killing (tidak merugikan)


Keharusan perawat untuk menghindari berbuat yang merugikan pasien, setiap tindakan
medis dan keperawatan tidak boleh memperburuk keadaan pasien. Berarti tindakan yang
dilakukan tidak menyebabkan bahaya bagi pasien, risiko membahayakan dan bahaya yang
tidak disengaja.
Fidelity (menepati janji)
Setiap perawat mempunyai tanggung jawab asuhan keperawatan kepada individu,
keluarga / komunitas. Prinsip ini untuk mempertahankan hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien diantaranya.

Confidentiality (kerahasiaan)
Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat terhadap semua informasi tentang
pasien/klien yang dirawatnya. Pasien/klien harus dapat menerima bahwa informasi
yang diberikan kepada tenaga professional kesehatan akan dihargai dan tidak
disampaikan/dibagikan kepada pihak lain secara tidak tepat.

Upaya merahasikan informasi yang sifatnya rahasia bagi pasien untuk menjaga privasi
pasien atau prinsip etik yang mendasar yakni data pasien, menghindarkan diri
mendiskusikan kondisi pasien dengan orang yang tidak terkait.

Accountability (akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional
dapat diniai dalma situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Dalam menerapkan
prinsip etik, apakah keputusan ini mencegah konsekwensi bahaya, apakah tindakan ini
bermanfaat, apakah keputusan ini adil, keran dalam pelyanan kesehatan petugas dalam
hal ini dokter dan perawat tidak boleh membeda-bedakan pasien dari status
sosialnya, tetapi melihat dari penting atau tidaknya pemberian tindakan tersebut
pada pasien.

Hak-hak pasien haruslah dihargai dan dilindungim hak-hak tersebut menyangkut


kehidupan, kebahagiaan, kebebasasn, privacy, self determination, perlakukan adil
dan integritas diri. Dilemma etik/moral masih mungkin terjadi, misalnya tindakan
yang mengandung beneficience dan nonmaleficience terjadi secara bersamaan seperti
“rule of double effect (RDE) yaitu apabila suatu tindakan untuk memberikan
kenyamanan berdasarkan prinsi beneficience tetapi sekaligus memiliki risiko
terjadinya peruburukan sehingga berlawanan dengan prinisip nonmaleficence.
Contohnya: pemberian morphin sulfat untuk mengendalikan rasa nyeri hebat yang
terjadi pada pasien penderita cancer stadium akhir yang beresiko akan memberikan
efek depresan yang dapat menekan pusat pernfasan pasien.

Anda mungkin juga menyukai