Anda di halaman 1dari 23

SISTEM JAMINAN SOSIAL: ASAS, PRINSIP, SIFAT KEPESERTAAN DAN TATA-KELOLA PENYELENGGARAAN DI BEBERAPA NEGARA1

Prof. Dr. Bambang Purwoko, SE, MA


Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Pancasila
Abstract: Implementation of social security system does not stand alone. However, the success in its implementation depends on the preparedness of the government in pursuing policies on job-creation, in providing more facilities, for example on labor market as required to the placement of the unemployed and on building hospitals for the medical services of the members and their families including law enforcement. Theoretically, social security is a system to which risk mitigation applies to prevent the communities as a whole from loss of income and or to prevent from poverty due to sickness, work-injury, premature-death, layoff and old age. Methodology used in this study is a descriptive review on the implementation of social security system in the US, South Korea, China and the outcome of this review will be useful inputs for Indonesian government to improve its social security system especially for the implementation of employee social security (Jamsostek) in the context of National Social Security System based on Law No 40 of 2004.

Keywords: Social security system, labor market, risk mitigation, loss of income and layoff.

I. PENDAHULUAN
Aktivitas manusia berisiko (activity of a man is at risk). Risiko adalah faktor ketidakpastian dari suatu aktivitas yang kita lakukan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Pengertian lain dari risiko adalah potensi kehilangan atau kerugian. Risiko dapat dibedakan atas tiga (3) hal: yaitu risiko finansial, risiko operasional dan risiko murni. Adapun bahasan dalam makalah ini difokuskan pada risiko murni. Risiko murni atau risiko pasti (pure-risk) adalah potensi kerugian karena peristiwa yang berulang-ulang seperti sakit dan kecelakaan menyusul adanya peristiwa yang tidak berulang-ulang atau terjadi sekali secara alami seperti menjadi tua serta meninggal dunia. Kemudian risiko murni yang dimaksud tidak berhubungan dengan peristiwa orang per orangan melainkan bersifat kolektif dalam komunitas, karena dalam mekanisme pengelolaannya diperlukan pemusatan risiko untuk keperluan mitigasi risiko secara merata. Selain risiko-risiko murni sebagaimana
1

Makalah ini disusun untuk keperluan sosialisasi program Jamsostek dalam Seminar sehari yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Jamsostek pada tanggal 15 Desember 2010 di Hotel Millenium Jakarta.

disebutkan di atas, juga terdapat suatu risiko yang akan dihadapi komunitas tertentu apabila pemerintah memberlakukan kebijakan kontrak kerja dan kebijakan pembatasan subsidi BBM. Komunitas tertentu dimaksudkan tenaga kerja sebagai penerima upah minimum yang bersifat rentan miskin bisa jadi miskin, kemungkinan kehilangan pekerjaan yang berarti kehilangan penghasilan. Risiko yang demikian merupakan risiko sisa (residue risk) yang dapat diminimalisasi dengan membuka lapangan pekerjaan dan menghidupkan kembali fungsi pasar tenaga kerja sebagai salah satu sarana / fasilitas umum yang diperlukan untuk implementasi jaminan sosial secara efektif. Demikian halnya dengan fasilitas kesehatan seperti pembangunan rumah sakit menyusul pengadaan peralatan dan rekrutmen tenaga medis diperlukan untuk penyelenggaraan program asuransi kesehatan sosial yang efektif. Penanganan risiko murni tersebut termasuk risiko sisa sebaiknya tidak dikelola sendiri melainkan dialihkan dalam skema asuransi sosial atau jaminan sosial agar penanganannya menjadi lebih efektif dan pendanaan nya dapat dipikul bersama atau dilakukan dengan gotong royong. Dalam kontek ini, asuransi sosial atau jaminan sosial adalah sebuah sistem proteksi bagi komunitas khususnya tenaga kerja melalui fungsi manajemen risiko yang antara lain melakukan identifikasi, analisis dan mitigasi risiko untuk penanganan yang efektif terhadap peristiwaperistiwa sakit, kecelakaan, kematian prematur, pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia pensiun dan PHK karena usia pensiun. Dengan kata lain, jaminan sosial adalah skema preventif atau program pencegahan sebagai sistem yang tak berdiri sendiri. Karena jaminan sosial sebagai sebuah sistem, maka diperlukan prasarana umum dan kesehatan yang difasilitasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah serta operator yang handal sebagai badan penyelenggara yang independen. Semua peristiwa, kecuali peristiwa kematian, pada dasarnya dapat dicegah. Sifat pencegahan satu sama lain tidak sama. Sifat pencegahan terhadap perisitwa sakit tak terstruktur, sedangkan pencagahan terhadap peristiwa kecelakaan kerja bersifat terstruktur, misalnya dengan memberlakukan UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk minimalisasi peristiwa kecelakaan kerja yang disertai dengan pengawasan ketat yang melekat di tempat kerja atau di pesawat terbang dimana setiap penumpang pesawat dengan sendirinya mengikat sabuk keselamatan (fasten your seat-belt). Pencegahan yang tak terstruktur terjadi pada peristiwa sakit, sebagai contoh tentang bahaya merokok akan tetapi orang tetap merokok. Peristiwa pensiun dan kematian bersifat pasti, bahwa semua orang pasti cepat atau lambat akan pensiun kemudian meninggal. Adapun peristiwa PHK sebelum usia pensiun bisa jadi pasti dan tidak pasti tergantung dari intervensi / tekanan serikat pekerja. PHK sebelum usia pensiun dapat diatasi dengan penempatan kerja melalui pasar tenaga kerja. Dengan memperkerjakan kembali tenaga kerja yang ter-PHK, maka kepesertaan dalam sistem jaminan sosial khususnya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dapat berkelanjutan hingga mencapai usia pensiun. Apakah implementasi sistem jaminan sosial khususnya penyelenggaraan program Jamsostek yang berdasrkan UU No 3 Tahun 1992 sudah sesuai kaidah, asas dan prinsip yang berlaku secara universal? Maka dalam makalah ini akan dilakukan telaah terhadap penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia dengan melakukan analisis komparasi terhadap penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Amerika Serikat, Korea Selatan dan China sebagai salah satu bentuk metodologi dalam penulisan makalah ini. Dalam telaah tersebut akan diawali dengan deskripsi tentang filosofi, definisi, asas dn prinsip jaminan sosial yang diadopsi dari UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemjudian hasil dari analisis komparasi di ketiga negara tersebut dapat digunakan sebagai salah satu masukan bagi pemerintah dalam menyempurnakan dan atau memperbaiki sistem jaminan sosial di Indonesia. 2

II. FILOSOFI, DEFINISI, ASAS, PRINSIP JAMINAN SOSIAL, TATA KELOLA DAN BEBARA SARANA YANG DIPERLUKAN SEBAGAI PRASYARAT DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL 1. Filosofi Jaminan sosial
Tujuan dibentuknya sebuah negara adalah tercapainya negara kesejahteraan (welfarestate) yang seharusnya merupakan komitmen pemerintah sebagai penyelenggaran negara utama menuju peradaban masyarakat sebagai bagian dari sasaran pembangunan milenium abad 21. Kesejahteraan adalah suatu kemakmuran yang masih bersifat abstrak khususnya dalam seting sistem. Tercapainya kesejahteraan biasanya ditandai dengan keamanan ekonomi (econmic-security), yaitu terkendalinya tingkat inflasi dan rendahnya tingkat pengangguran. Jaminan sosial adalah sistem proteksi yang diberikan kepada orang per orang untuk mencegah kemiskinan, karena risiko risiko sosial ekonomi yang kemungkinannya dapat menimbulkan hilangnya pekerjaan. Karena itu, jaminan sosial sebagai salah satu pilar kesejahteraan yang bersifat operasional. Sistem jaminan sosial adalah lintas disiplin ilmu ekonomi, hukum, sosial dan ilmu pemerintahan. Jaminan sosial dalam dimensi ekonomi adalah faktor investasi terhadap iuran yang belum jatuh tempo dan faktor konsusmsi dalam bentuk pemberian manfaat tunai. Kemudian jaminan sosial dalam dimensi hukum adalah bahwa implementasi jaminan sosial berdasarkan UU jaminan sosial sebagai tindak-lanjut dari UUD 1945 yang berarti terkait dengan hukum tata negara sedang pelanggaran terhadap UU jaminan sosial terkait dengan hukum pidana. Operasionalisasi jamnan sosial dalam dimensi sosial adalah prinsip gotong royong baik vertikal antar penghasilan yang berbeda maupun horizontal antar generasi. Adapun jaminan sosial dalam dimensi ilmu pemerintahan terkait dengan tata kelola, tata pamong dan hubungan pelembagaan antara BPJS sebagai penyelenggara serta lembaga pemerintah sebagai regulator yang sekaligus fasilitator terhadap penyelenggaraan jaminan sosial yang berkelanjutan. Implementasi sistem jaminan sosial sarat dengan intervensi politik, tekanan masyarakat dan kemauan politik pemerintah. Konsekuensi penyelenggaraan jaminan sosial diperlukan pendanaan yang terus menerus, karena jaminan sosial sebagai program permanen seumur hidup. Karena itu pendanaan sistem jaminan sosial melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stake-holders) yang meliputi pemberi-kerja, penerima kerja dan pemerintah. Perlu dicatat, bahwa program jaminan sosial yang didanai oleh peserta tidak berarti tidak didanai oleh pemerintah. Pemerintah berkewajiban mendanai program jaminan sosial apabila penyelenggaraannya mengalami defisit karena krisis ekonomi. Kunci sukses dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah pelaksanaan penindakan hukum yang efektif. Ketidak-konsistenan dalam penindakan hukum terjadi karena terbatasnya anggaran pengawasan, terbatasnya kualitas pengawas ketenaga-kerjan dan terbatasnya kewenangan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Sukses tidaknya dalam implementasi sistem jaminan sosial tergantung dari kondisi ekonomi, situasi ketenaga-kerjaan, kemampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan, memberlakukan upah memadai dan mengkondisikan kenyamanan kerja, karena prinsip bekerja berbasis pada pekerjaan yang berkelanjutan. Karena itu, lapangan 3

pekerjaan atau pekerjaan yang bersifat tetap merupakan landasan yang kuat bagi BPJS dalam perluasan kepesertaan sistem jaminan sosial yang efektif dan berkelanjutan.

2. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sebagaimana dijelaskan dalam filosofi jaminan sosial adalah tercapainya kondisi keamanan ekonomi yang ditandai dengan terkendalinya inflasi dan rendahnya tingkat pengangguran. Tercapainya keamanan ekonomi belum tentu memperlihatkan adanya kemakmuran orang per orang. Indonesia pernah mengalami keamanan ekonomi yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dengan ratarata 6-7% per tahun selama periode 1987-1996. Akan tetapi dengan tercapainya keamanan ekonomi belum tentu berhasil dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial dengan kepesertaan universal. Untuk mengetahui adanya kemakmuran orang per orang perlu dilihat dari sukses dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial, karena dalam operasionalisasi sistem jaminan sosial telah dilakukan pendataan perusahaan dan tenagakerja termasui pendaftaran penduduk miskin dalam program bantuan sosial. Berikut disampaikan kutipan mengenai definisi kesejahteraan: a. The University of Virginia Library Electronic Tex Centre 2003 explains that the s usual formalism of social welfare derived from economic theory, viz. the preferences or tastes or values which may be expressed by the government to meet the basic needs of the people. The theory of social welfare is the interaction of the preferences of desires of the decision-maker in the elite group with the range of the alternative decisions actually available as opportunity set. The latter may vary from time to time because of changes in the wealth of the community. b. UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Adapun pemahaman kesejahteraan sosial secara operasional adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meiliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan perlindungan sosial. Pengertian kesejahteraan sosial tersebut baik menurut The University of Virginia maupun menurut UU No 11 tahun 2009 pada dasarnya memiliki kesamaan dalam penekanan teori ekonomi. Implementasi kesejahteraan atau kesejahteraan sosial mengacu pada konsep ekonomi dasar, yaitu teori preferensi, selera dan atau nilai ekonomi. Karena itu teori kesejahteraan adalah interaksi dari preferensi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Secara esensi, program kesejahteraan sosial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam tiga (3) dimensi, yaitu material, spiritual dan sosial. Teori kesejahteraan adalah konsep kebutuhan dasar bagi masyarakat yang membutuhkannya agar dapat melaksanakan kembali fungsi-fungsi sosialnya. Jaminan sosial melakukan mitigasi risiko dalam menetapkan besarnya kompensasi penghasilan (income substitute) dengan menetapkan besarnya income substitute maksimal 2/3 dari penghasilan tenaga kerja yang masih aktif. Adapun pengertian secara teknis mengenai 4

sistem jaminan sosial mengacu pada UU No 3/1992, pendapat para pakar jaminan sosial, Konstitusi ISSA 1988 dan Konvensi ILO 1998.

3. Definisi
Jaminan sosial sebagai pilar utama kesejahteraan sosial dalam implementasinya perlu ditopang dengan berbagai persyaratan yang antara lain adanya lapangan pekerjaan, terbentuknya pasar tenaga kerja yang independen dan fasilitas fasilitas lain untuk memperlancar operasionalisasi program program jaminan sosial oleh badan badan penyelenggara jaminan sosial. Beberika beberapa pengertian atau definisi tentang konsep jaminan sosial sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan sosial: a. Pasal 3 UU No. 3/1992 tentang Jamsostek mendefinisikan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek sebagai suatu proteksi bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal dunia. b. Rejda (1994) mendefinisikan bahwa jaminan sosial sebagai skema preventif bagi komunitas yang bekerja terhadap peristiwa ketidak-amanan ekonomi (ecnomic insecurity) seperti inflasi, flukstuasi kurs dan penganggutan sebagai akibat kebijakan publik yang bersifat ekspansif sehingga menimbulkan penurunan daya beli masyarakat bahkan rentan miskin dan miskin sama sekali. Karena itu diperlukan jaring pengaman sosial atau program pemberdayaan untuk memulihkan kondisi masyarakat yang mengalami penurunan daya beli. c. Konstitusi ISSA 1998 mengartikan jaminan sosial sebagai suatu program perlindungan dengan kepesertaan wajib yang berdasarkan UU Jaminan Sosial, kemudian dengan memberikan manfaat tunai maupun pelayanan kepada setiap peserta beserta keluarganya yang mengalami peristiwa-peristiwa kecelakaan, pemutusan hubungan kerja sebelum usia pensiun, sakit, persalinan, cacat, kematian prematur dan hari tua. d. Konvensi ILO 1998 memberikan pemahaman tentang jaminan sosial sebagai sistem proteksi yang dipersiapkan oleh masyarakat (pekerja) itu sendiri bersama pemerintah untuk mengupayakan pendanaan bersama guna membiayai program-program jaminan sosial sebagaimana tertuang dalam seperangkat kebijakan publik yang pada umumnya dalam bentuk UU Sistem Jaminan Sosial. Jika tidak, maka akan terjadi kemungkinan hilangnya penghasilan atau bahkan hilangnya pekerjaan sebagai akibat adanya peristiwa peristiwa sakit-persalinan, kecelakaan kerja, kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun, cacat sementara atau cacat tetap, hari tua dan penurunan penghasilan keluarga karena dampak kebijakan publik. e. Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 40/2004 tentang SJSN mendefinisikan jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak. Adapun SJSN itu sendiri sebagai suatu tata-kelola penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 5

f. Purwoko (2006) menyatakan bahwa jaminan sosial sebagai salah satu faktor ekonomi yang memberikan manfaat tunai kepada peserta sebagai pengganti penghasilan yang hilang, karena peserta mengalami berbagai musibah seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, pemutusan hubungan kerja sebelum usia pensiun dan hari tua. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial ini bersifat nasional sesuai UU Jaminan Sosial dimana pendanaannya berasal dari iuran iuran peserta yang terdiri dari iuran pemberi kerja dan pekerja. Adapun iuran yang belum jatuh tempo berfungsi sebagai tabungan dan atau investasi sedang iuran yang telah jatuh tempo merupakan fungsi konsumsi. Definisi atau pemahaman tentang konsep jaminan sosial sebagaimana dikemukakan di atas mengandung kesamaan esensi, yaitu suatu skema proteksi yang ditujukan untuk tindakan pencegahan khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan terhadap berbagai risiko / peristiwa yang terjadi secara alami seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun dan hari tua. Timbulnya peristiwa tersebut dapat mengakibatkan hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan masyarakat. Karena itu, diperlukan pendanaan secara bersama (shared-funding) antara pemberi-kerja atau perusahaan, penerima kerja atau pekerja dan pemerintah. Keunikan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah bahwa pemerintah disamping sebagai regulator, juga bertindak sebagai fasilitator termasuk terlibat dalam pembiayaan program apabila diperlukan karena adanya krisis ekonomi. Pemerintah tidak boleh menyelenggarakan sistem jaminan sosial termasuk program bantuan sosial yang didanai dari APBN kecuali sebagai regulator dan fasilitator, karena terkait prinsip tata kelola pemerintahan yang baik [good government governance (Triple G)].

4. Asas, Tujuan, Prinsip dan Tata-kelola Penyelenggaraan


Setelah kita memahami beberapa definisi sistem jaminan sosial yang digunakan sebagai acuan dalam merumuskana kebijakan jaminan sosial, maka berikut ini dipaparkan asas, tujuan, prinsip dan tata-kelola penyelenggaraan sistem jaminan sosial agar dapat dipertanggung-jawabkan secara terbuka kepada anggota masyarakat sebagai komponen pemangku kepentingan yang terbesar. a. Asas-asas jaminan sosial mencakup kemanusiaan, manfaat dan keadilan. Asas kemanusiaan adalah asas yang berhubungan dengan martabat manusia bahwa untuk menjunjung harga diri manusia diperlukan sistem jaminan sosial sebagai hak dasar bagi seluruh penduduk. Hak dasar bagi seluruh penduduk untuk memperoleh jaminan sosial dinyatakan dalam Pasal-pasal 28-h dan Pasal 34 UUD 1945 yang selanjutnya ditindak-lanjuti dengan Pasal 2 UU No 40/2004 tentang SJSN. Adapun asas manfaat jaminan sosial biasanya berupa pemberian nilai tunai dan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dasar hidup yang layak seperti pangan, sandang, papan dan kebutuhan medis dasar. Pemberian manfaat jaminan sosial berasaskan keadilan dalam arti bahwa manfaat yang diberikan berlaku bagi seluruh warga negara kaya, hampir misikin atau miskin, karena jaminan sosial bersifat permanen seumur hidup. Ketiga asas tersebut merupakan landasan dalam implementasi sistem jaminan sosial berkelanjutan. b. Agar terwujud penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang berkelanjuta, maka jaminan sosial diselenggarakan secara nasional dengan membentuk BPJS 6

indenpenden yang berdasarkan UU Jaminan sosial. Mengapa demikian? Karena jaminan sosial memberikan kepastian jaminan bagi masyarakat agar tercapai pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak secara merata sebagai amanat Pasalpasal 28-h dan 34 UUD 1945. Secara empirik, tujuan diselenggarakannya sistem jaminan sosial disamping untuk mematuhi asas hak asasi manusia, juga dimaksudkan untuk minimalisasi tingkat korupsi. Tingkat korupsi di negara negara maju seperti Jerman, Belanda, Swiss, Australia dan Inggris relatif rendah karena adanya sistem jaminan sosial yang berkesinambungan. Di negara negara tersebut berlaku jaminan kesehatan yang bersifat universal an jamainan pensiun seumur hidup sebagai salah satu program jaminan sosial yang berkelanjutan. Dalam hal ini, negara melalui pemerintah yang sah memberikan kepastian jaminan bagi seluruh warga negara manakala mengalami sakit dan pensiun dijamin adanya kepastian pendapatan. c. BPJS yang berwenang menyelenggarakan sistem jaminan sosial harus mematuhi sembilan (9) prinsin UU No 40/2004 tentang SJSN, agar dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik Adapun kesembilan prinsip UU SJSN tersebut bersifat universal seperti prinsip-prinsip (i) gotong royong, (ii) kepesertaanwajib, (iii) nirlaba, (iv) keterbukaan, (v) akuntabilitas, (vi) portabilitas, (vii) dana amanah, (viii) konservatif dan (ix) pengembalian hasil investasi kepada peserta. Dari kesembilan prinsip tersebut, prinsip nirlaba merupakan kekhasan bagi BPJS bahwa yang dimaksud dengan mematuhi prinsip nirlaba terkait dengan bentuk badan hukum BPJS sebagaimana seharusnya (baca Purwoko, 2010). d. Dengan menggaris-bawahi fungsi pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah-pemerintah daerah, yaitu sebagai regulator dan fasilitator, maka penyelenggaraan sistem jaminan sosial menjadi kewenangan BPJS. Artinya adalah bahwa penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang didanai sendiri oleh masyarakat bukan merupakan kewenangan pemerintah pusat dan tidak juga menjadi kewenangan pemerintah daerah. Karena kewenangan BPJS begitu menentukan dalam memberikan kepastian jaminan sebagaimana mengacup pada amanat Pasal-psal 28-h dan 34 UUD 1945, maka penyelenggaraannya secara teori di luar kapasitas BUMN Persero yang tunduk dengan UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dalam artian tanggungjawab pemerintah sebagai pemegang saham menjadi terbatas. Adalah menyalahi prinsip jaminan sosial dan amanat Pasal 28-h dan 34 UUD 1945 (baca Purwoko, 2010). Kemudian penyelenggaraan sistem jaminan sosial terikat dengan kaidah yang berlaku universal, yaitu pemusatan risiko (pooling of risk) untuk penyeberan risiko melalui subsidi silang dalam program, antar kepesertaan dan antar generasi yang tersebar di berbagai daerah. Managing social security is based on pooling of risk. For what? For the redistribution of income and that is why social security shall be centrally managed by quasi independent body. Selanjutnya prinsip jaminan sosial yang hakiki adalah gotong royong, maka dalam pembayaran manfaat berlaku model anggaran (pay-as-you-go). Karena itu diperlukan pendanaan bersama antara perusahaan, tenaga kerja dan pemerintah. Pemerintah perlu menyiapkan anggaran jaminan sosial untuk mengantisipasi timbulnya krisis ekonomi seperti peristiwa PHK sebelum usia pension dan wabah penyakit.

5. Mengapa sistem jaminan sosial diselenggarakan secara nasional dengan UU?


Sebagaimana dijelaskan dalam tata kelola penyelenggaraan sistem jaminan sosial bahwa implementasi sistem jaminan sosial dilakukan secara nasional oleh BPJS yang independen berdasarkan UU Jaminan Sosial. Adapun alasan teknis mengapa sistem jaminan sosial diselenggarakan secara nasional adalah sebagai berikut: a. Pada dasarnya jaminan sosial ditujukan untuk proteksi dasar bagi seluruh rakyat sehingga diperlukan penyelenggaraan secara nasional. b. Adanya mobilitas penduduk lintas batas, mutasi tenaga kerja lintas sektoral dan urbanisasi masyarakat lintas wilayah yang memungkinan penyelenggaraan secara nasional untuk memenuhi prinsip portabilitas. c. Penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional dapat menjamin pelayanan kesehatan lintas wilayah. Pembayaran manfaat pensiun dilakukan di mana saja, karena bekerja bisa di mana saja, karena iuran pensiun dikelola secara nasional di cabang cabang BPJS yang tersebar di seleuruh daerah. d. Implementasi jaminan sosial secara nasional sangat memudahkan dalam penyelenggaraan jaminan seumur hidup termasuk menjamin eksistensi prinsip gotong royong baik vertikal maupun horizontal yang merupakan kekhasan sistem jaminan sosial. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang bersifat nasional untuk memenuhi prinsip gotong royong memastikan adanya kepesertaan yang bersifat wajib dengan UU Jaminan sosial. Mengapa kepesertaan jaminan sosial yang bersifat wajib harus dengan UU jaminan sosial? a. Jaminan sosial adalah bukan barang dagangan melainkan sebagai hak dan kewajiban masyarakat, perusahaan bahkan negara melalui pemerintah yang sah. b. Kepesertaan wajib dalam sistem jaminan sosial ditujukan untuk memenuhi prinsip gotong royong vertikal dan horizontal. Hal ini merupakan prinsip dasar jaminan sosial untuk terus meningkat perluasan kepesertaan sebagai satu satunya kinerja bagi sukses tidaknya BPJS. c. Sistem jaminan sosial adalah skema publik yang ditujukan untuk memberikan kompensasi hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan masyarakat sebagai akibat peristiwa kecelakaan, sakit, PHK sebelum usia pensiun, hari tua dan kematian prematur. d. Program jaminan sosial didanai dari iuran peserta yang dipotong dari upah/gaji, bahwa iuran peserta tersebut sebagai komponen pajak yang akan dikembalikan kepada peserta pada saat tidak bekerja lagi karena usia pensiun. Kemudian jaminan sosial

ditujukan untuk pencegahan kemiskinan di hari tua karena adanya pooling of risk secara nasional.

6. Fasilitas-fasilitas yang diperlukan sebagai prasyarat bagi Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial disamping memperhatikan asas, prinsip dan tata kelola yang baik, juga diperlukan beberapa fasilitas untuk memperluas kepesertaan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial perlu ditopang dengan keberadaan sektor formal dan bursa tenaga kerja sebagai fasilitas umum menyusul rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan. a. Sektor Formal Sektor formal adalah badan hukum yang terdafatar di Kementerian yang terkait dengan bidan usahanya dengan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), karena memperkerjakan tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa dengan imbalan upah / gaji yang diterima secara reguler. Pengusaha dan tenaga kerja disamping sebagai peserta sistem jaminan sosial, juga sebagai pembayar pajak dan sekaligus berfungsi sebagai investor khususnya untuk kegiatan investasi langsung seperti penyertaan modal untuk mencipkan lapangan pekerjaan sebagaimana diperlihatkan dalam panah 1 dan panah 4 (lihat Bagan 1). Pajak merupakan penerimaan negara yang dapat digunakan sebagai sumber dana pembangunan seperti bursa tenaga kerja, rumah sakit, pharmasi dan pengadaan peralatan medis (lihat panah 2). Bursa tenaga kerja yang berfungsi untuk penempatan kerja baru maupun untuk penempatan keambali bagi tenaga kerja yang ter PHK sebelum usia 55 tahun berdampak terhadap pertambahan kepesertaan, menyusul fungsi rumah sakit dan pharmasi untuk mempermudah penyelenggaraan sistem jaminan sosial sebagaimana diperlihatkan dalam panah 3. Kegiatan investasi langsung juga dapat memperluas kesempatan kerja, karena penyertaan modal dapat berarti perluasan usaha atau ekspansi bisnis sehingga berhubungan dengan perekrutan tenaga kerja baru untuk memperbesar porsi sektor formal (lihat panah 5). Perekrutan tenaga-kerja baru sebagai hasil dari kegiatan investasi langsung pada dasarnya merupakan potensi penambahan kepesertaan sistem jaminan sosial (lihat panah 6 Bagan 1). Hubungan antara sektor formal yang terdiri dari para pengusaha dan tenaga kerja dan sistem jaminan sosial adalah sebagai hubungan kemitraan dimana iuran mengalir dari sektor formal secara reguler sebagaimana dipaparkan dalam panah 7 dan sistem jaminan sosial melakukan pengelolaan dana serta pencatatan / penerbitan kartu identitas untuk disampaikan kepada peserta (lihat panah 8 Bagan1). b. Fasilitas-fasilitas Umum dan Kesehatan Fasilitas umum selain bursa tenaga kerja seperti pembangunan jalan, sarana komunikasi umum dan transportasi publik diperlukan untuk mempermudah penyelenggaraan sistem jaminan sosial, misalnya untuk perluasan kepesertaan tenaga kerja baru. Hubungan 9

timbal balik secara tidak langsung antara kegiatan investasi langsung dan sistem perpajakan begitu nyata (lihat panah 9). Kemudian hubungan timbal baik antara kegiatan pembangunan fasilitas fasilitas dan penambahan tenanga kerja sektor formal begitu signifikan (lihat panah 10). Hubungan timbal balik antara penerimaan pajak dan jumlah tenaga kerja memiliki korelasi yang kuat terhadap penambahan penerimaan pajak (lihat panah 11), kemudian hubungan timbal balik antara kegiatan investasi langsung terhadap pembangunan fasilitas kesehatan yang mencakup pembangunan rumah sakit, pengadaan peralatan medis, penyediaan laboratorium dan farmasi adalah untuk perekrutan tenaga medis dan atau sebagai sebagai salah satu kegiatan investasi komersial di bidang kesehatan (lihat panah 12).

BAGAN 1. SARANA-SARANA YANG DIPERLUKAN SEBAGAI PRASYARA BAGI PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL

1
PengusahaTK sektor formal sebagai pembayar pajak dan investor

Penerimaan pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan

Bursa tenaga kerja, rumah sakit, pharmasi dan pengadaan peralatan medis

12 7 8 9
Investasi langsung dalam bentuk penyertaan modal

10

Sistem jaminan sosial: kepesertaan dan iuran peserta

11
Tenaga kerja yang menerima upah secara regular dan bersifat tetap

4
Sumber: Purwoko (2006)

10

III. PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA


Sistem jaminan sosial telah lama diperkenalkan di Indonesia seperti program pensiun bagi Anggota ABRI (sekarang TNI-Polri) dan PNS Departemen Pertahanan & Keamanan (sekarang Kementerian Pertahanan) sejak tahun 1967 yang berdasarkan UU No 6/1966. Menyusul pengenalanan program pensiun bagi PNS terjadi pada tahun 1970 yang berdasarkan pada UU No 11/1969. Metode pembiayaan program program pensiun tersebut berdasarkan sistem anggaran (pay as you go) dari APBN sedangkan iuran TNI-Polri dan PNS sebesar 4,75% dari gaji pokok terhadap program pensiun merupakan suplemen, karena iuran PNS yang terakumulasi setelah dibayarkan secara berkala hanya menyumbang 10% dari manfaat pensiun yang dibayarkan kemudian sisanya yang sebesar 90% berasal dari APBN. Program pensiun bagi pegawai negeri tersebut memenuhi prinsip portabilitas (berkelanjutan sampai pensiun ahli waris). Sementara sistem jaminan sosial bagi karyawan / pegawai sektor swasta juga telah lama berlaku wajib, yaitu pada tahun 1978 berdasarkan PP No 33/1977 tentang asuransi sosial tenaga kerja (Astek). Kemudian program Astek diamendemen dalam UU No 3/1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Tujuan dari amendemen program Astek menjadi program Jamsostek adalah untuk memperluas kepesertaan agar seluruh tenaga kerja baik sektor formal maupun sektor informal mendapatkan akses perlindungan dalam program Jamsostek. Akan tetapi hingga berlakunya UU No 40/2004 tentang SJSN, masih belum seluruh tenaga kerja khususnya sektor formal dilindungi, karena kepesertaan tenaga kerja sektor formal dalam program Jamsostek masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini bukan kesalahan PT Jamsostek, karena Jamsostek tidak memiliki kewenangan investigasi dan penindakan hukum. Tantangan dalam penambahan kepesertaan Jamsostek terkait dengan kebijaksanaan ketenaga-kerjaan yang membolehkan penarikan dana JHT oleh peserta Jamsostek karena PHK sebelum usia pensiun sepanjang memiliki masa kepesertaan 5 tahun. Berarti kebutuhan hari tua tidak terpenuhi dan tenaga kerja yang ter-PHK yang tak tersalurkan lagi akan memasuki sektor informal sehingga menambah jumlah sektor informal menjadi besar dari tahun ke tahun. UU SJSN masih belum dapat diimplementasikan walaupun sudah berlaku, karena UU tersebut harus ditindak-lanjuti dengan UU BPJS yang saat sekang masih menunggu pengesahan RUU BPJS menjadi UU BPJS. Perlu digarisbawahi bahwa problem mendasar dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia adalah terbatasnya kesempatan kerja di sektor formal dan masalah penduduk miskin. Ada lima (5) masalah pokok yang sangat mendasar, sehingga menyulitkan dalam membangun sistem jaminan sosial yang inklusif sebagai berikut: a. Masalah kemiskinan menunjukkan bahwa 1/3 penduduk Indonesia miskin (76/230) menyusul kesempatan kerja lebih dari 70% berada di sektor informal di tahun 2009; b. Rendahnya upah minimum secara nasional yang hanya sebesar USD 2 per hari akan menyulitkan dalam penetapan iuran jaminan sosial yang disarankan berkisar antara 1417% upah; c. Adanya range upah yang sangat mencolok yaitu 1:160, misalnya gaji Gubernur BI sebesar Rp 160 juta akan tetapi masih ada tenaga kerja BUMN dengan gaji Rp 1 juta per bulan;

11

d. Keterbatasan pengawasan dan penindakan hukum dalam penyelenggaraan program Jamsostek. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada lagi perekrutan pegawai pengawasan perburuhan yang menanganai pelanggaran terhadap program Jamsostek; e. Masalah bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang berlaku kurang pas / kurang sesuai prinsip prinsip UU SJSN. Salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia adalah bahwa kebijakan jaminan sosial dalam periode 1970-1990an tidak disiapkan secara terintegrasi dengan perluasan kesempatan kerja di sektor formal. Karena itu sistem jaminan sosial di Indonesia di periode itu cenderung eksklusif. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang bersifat eksklusif utamanya di negara negara berkembang di Asia hanya berkonsentrasi pada kepesertaan tenaga kerja sektor formal secara parsil. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial secara parsil sesungguhnya bertentangan dengan asas dan prinsip prinsip jaminan sosial. Secara konstitusi, jaminan sosial memiliki asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sedangkan prinsip prinsip jaminan sosial yang utama meliputi gotong-royong, kepesertaan wajib, nirlaba, portabilitas dan akuntabilitas. Asas kemanusiaan merupakan penghargaan terhadap martabat manusial; asas manfaat berhubungan dengan hak dasar peserta sedangkan asas keadilan berkaitan dengan tercapainya kesetaraan sosial (social-equality). Asas kemanusiaan adalah terpenuhinya hak atas pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Asas manfaat pada dasarnya menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya. Asas keadilan pada prinsipnya mengupayakan pengembangan sistem jaminan sosial inklusif yaitu menuju kepesertaan universal. Kepesertaan jaminan sosial yang bersifat universal adalah keikutsertaan seluruh warga negara secara wjaib ke dalam sistem jaminan sosial agar memudahkan dalam melakukan mitigasi risiko. Kepesertaan universal telah diadopsi di Korea, Thailand dan China. Jaminan sosial adalah skema publik yang ditujukan untuk memberikan perlindungan dasaar sebagai amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945. Amanat tersebut selanjutnya ditindak-lanjuti dengan UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial pada prinsipnya dapat diselenggarakan melalui pendekatan fiskal akan tetapi dengan cakupan / program yang terbatas. Karena itu tujuan utama dalam penyelenggaraan jaminan sosial diupayakan dengan pembiayaan bersama dalam bentuk iuran perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Jaminan sosial diperlukan untuk mengantisipasi adanya peristiwa peristiwa sosial ekonomi yang kemungkinannya dapat menimpa masyarakat seperti sakit-persalinan, kecelakaan kerja, kematian prematur, PHK dan hari tua. Dengan jaminan sosial terciptalah ketenangan kerja dan kepastian manfaat untuk kelangsungan hidup. Kelima peristiwa tersebut adalah risiko murni yang dapat menimpa setiap anggota masyarakat yang memungkinkan hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan. Karena itu diperlukan SJSN sebagai sistem jaminan sosial inklusif dalam arti memperluas kepesertaan universal yang bersifat wajib agar memperingan pelayanan kesehatan dan program jaminan hari tua. Hal ini mengacu pada prinsip jaminan sosial yang antara lain: kepesertaaan wajib dan gotong royong. Dengan memperhatikan prinsip jaminan sosial tersebut, maka bentuk badan hukum BPJS yang sekarang berlaku persero negara perlu disesuaikan dengan bentuk badan hukum BPJS yang sesuai dengan prinsip prinsip jaminan sosial. Karena bentuk badan hukum BPJS yang sekarang sebagai persero menempatkan kedudukan pemerintah yang terbatas karena sebagai pemegang saham BUMN Persero.

12

IV. PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL DI BEBERAPA NEGARA


Dalam sesi ni akan dipaparkan penyelenggaraan sistem jaminan sosial di beberapa negara yang meliputi Amerika Serikat (AS), Korea Selatan (Korea), Republik Rakyat Cina (Cina) dan Indonesia sebagai komparasi, sedangkan hasil komparasi tersebut dapat merupakan masukan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan penyesuaian. Sengaja dipaparkan AS sebagai negara federasi agar diketahui bagaimana implementasi sistem jaminan sosial, menyusul Korea dan Cina sebagai negara kesatuan termasuk Indonesia. Jaminan sosial tak mengenal status bentuk negara/pemerintahan, karena implementasi sistem jaminan sosial ditujukan oleh, dari dan untuk rakyat. Dalam paparan ini, pembahasan mencakup batasan program jaminan sosial dan dasar hukum penyelenggaraannya (lihat Tabel 1); kemudian membahas besarnya iuran per program dan pendanaan bersama (lihat Tabel 2); menyusul peliputan kepesertaan yang sekaligus membahas persyaratan untuk mendapatkan manfaat dan bentuk bentuk manfaat jaminan sosial yang seperti apa diterima kepada tenaga kerja beserta keluarganya (lihat Tabel 3) serta pemaparan bentuk bentuk badan hukum BPJS (lihat Tabel 4). Tabel 1 memaparkan program program jaminan sosial dan dasar hukum implementasi. Program jaminan sosial dikelompokkan ke dalam lima (5) program besar, yaitu (a) program hari tua, cacat dan ahli waris; (b) program sakit dan persalinan; (c) program kecelakaan; (d) program sementara tidak bekerja dan (e) program bantuan keluarga. Program hari tua, cacat dan ahli waris terkait dengan penyelenggaraan pensiun (manfaat pasti) yang memberikan manfaat berkala sampai pencari nafkah utama meninggal dunia kemudian beralih ke pensiun janda / duda hingga sampai ke anak yang dikenal dengan istilah pensiun ahli waris. Pensiun cacat berlaku bagi setiap tenaga kerja yang mengalami cacat total tetap sebagai akibat dari kecelakaan yang terkait dengan hubungan kerja. Bagi tenaga kerja yang mengalami cacat total tetap sebagamana ditetapkan dengan preskripsi dokter spesialis kecelakaan kerja akan mendapatkan manfaat pensiun berkala seumur hidup sekalipun masa kepesertaan kurang dari 20 tahun. Program sakit dan persalinan adalah program pencegahan atas gangguan kesehatan yang diberikan kepada setiap tenaga kerja beserta keluarganya dalam bentuk konsultasi dokter umum/keluarga, konsultasi dokter spesialis sesuai rujukan, pharmasi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan persalinan dan layanan rawat inap termasuk layanan gawat darurat. Layanan medis dalam sistem jaminan sosial ini tidak meliput kosmetik, kecuali segala macam sakit secara alami. Program kecelakaan yang dikaitkan dengan hubungan kerja berdasarkan sistem jaminan sosial yang meliputi layanan-layanan medis, pemeriksaan laboratorium, penetapan cacat sementara / cacat tetap dan pemberian rehabilitasi seperti alat bantu dan ortopedi. Selain pelayanan medis, juga berlaku pemberian manfaat tunai khususnya tunjangan sementara tak mampu bekerja karena kecelakaan yang terkait dengan hubungan kerja atau hal lain. Adapun yang dimaksud dengan program sementara tidak bekerja adalah program asuransi pengangguran (unemployment insurance) bagi tenaga kerja yang terkena PHK sebelum usia pensiun. Program ini tidak sama dengan pesangon (severance pay) yang memberikan manfaat sekaligus sesuai Pasal 156 UU No 13/2003. Program sementara tidak bekerja memberikan manfaat berkala sampai dengan maksimal 1 tahun atau memberikan santuan sampai dengan tenaga kerja yang terkena PHK dipekerjakan kembali melalui bursa 13

tenaga kerja. Program bantuan keluarga sebagai skema bantuan sosial merupakan skema berbasis pajak. Program bantuan keluarga ini tidak dengan sendirinya diberikan kepada setiap anggota keluarga kecuali yang keluarga miskin. Program bantuan keluarga ini diberikan sesuai permohonan yang akan dilakukan secara selektif oleh BPJS. TABEL 1. DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL Program Amerika Serikat Korea Selatan China Indonesia
1. Hari tua, cacat dan ahli waris UU Jamsos 1935 UU Pensiun 1973 UU Pensiun 1986 UU Pensiun 2007 UU Askes 1976 UU Askes 1999 UU Askes 2007 UU Jamsos 1953 UU Jamsos 1953 UU No 3 / 1992 (Jamsostek)

2. Sakit dan persalinan

UU Askes 1965 UU Askes 1972 UU Askes 2003 UU Jamsos 1935

UU Jamsos 1953 UU Jamsos 1986 UU Jamsos 2007 UU Jamsos 1953

UU No 3 / 1992 (Jamsostek)

3. Kecelakaan

UU No 3 / 1992 (Jamsostek) UU No 13 / 2003 (Ketenagakerjaan) UU No 11 / 2009 (Kesejahteraan)

4. Sementara tak bekerja 5. Bantuan Keluarga

UU Jamsos 1935

UU Jamsos 1993

UU Jamsos 1999

UU Jamsos 1935

Sumber: US Social Security Administration (2009) Dalam Tabel 1 disebutkan bahwa program pensiun yang memberikan manfaat berkala seumur hidup berlaku di AS yang berdasarkan UU tahun 1935 tentang sistem jaminan sosial dengan kepesertaan wajib bagi setiap perusahaan yang memperkerjakan 1 orang. Program pensiun semacam ini juga diberikan di Korea dan Cina, kecuali Indonesia melaksanakan pembayaran manfaat hari tua secara sekaligus dalam JHT Jamsostek walaupun program JHT tersebut sesuai Pasal 14 UU No 3/1992 dapat ditransformasi ke dalam pensiun berkala. Peogram hari tua yang diselenggarakan Jamsostek meliput program asuransi kematian sebagai asal usul berlakunya program tabungan wajib yang dikaitkan dengan asuransi kematian. Dasar hukum program pensiun ini beragam, yaitu ada yang dikaitkan dengan sistem jaminan sosial seperti UU tahun 1935 di AS; UU tahun 1953 tentang jaminan sosial di Cina dan UU No 3/1992 di Indonesia termasuk UU No 40/2004 tentang SJSN. Dasar hukum program pensiun di Korea difokuskan pada UU pensiun jaminan sosial tahun 1973 yang diamendemen menjadi UU tahun 1986 dan UU tahun 2007 tentang penyelenggaraan program pensiun. Program sakit dan persalinan diselenggarakan di AS, Korea dan Cina termasuk Indonesia dengan kepesertaan yang bersifat opsi. Program sakit diatur dalam UU tahun 1965 tentang asuransi kesehatan sosial yang diamendemen dua (2) kali yaitu UU tahun 1972 dan UU tahun 2003. UU asuransi kesehatan sosial tahun 1965 meliput seluruh tenaga kerja termasuk kepesertaan lanjut usia atau pensiunan, sedangkan UU tahun 1972 memperluas cakupannya untuk kepesertaan penyandang cacat terlepas terkait dengan kecelakaan kerja atau tidak dan UU tahun 2003 memperinci tentang preskripsi / resep obat dokter. Dasar hukum penyelenggaraan program sakit di Korea berlaku UU tahun 1976 tentang asuransi sakit menyusul berlakunya UU tahun 1999 tentang asuransi kesehatan sosial dan UU 2007 tentang perawatan medis jangka panjang. Kemudian dasar hukum penyelenggaraan program 14

sakit di Cina berdasarkan UU tahun 1953 tentang jaminan kesehatan bagi tenaga kerja tetap menyusul berlakunya UU tahun 1986 tentang pengaturan jaminan kesehatan bagi tenaga kerja kontrak dan UU tahun 2007 tentang jaminan kesehatan bagi tenaga kerja usaha mandiri di perkotaan. Program jaminan kecelakaan kerja pada umumnya memiliki kesamaan dan diselenggarakan di AS, Korea, Cina dan Indonesia. Program asuransi pengangguran diselenggarakan di AS berdasarkan UU tahun 1935 tentang sistem jaminan sosial akan tetapi dibiayai dengan pajak sebesar 0,8% upah, kemudian di Korea berdasarkan UU tahun 1993 tentang jaminan sosial dan di Cina berdasarkan UU tahun 1999 tentang jaminan sosial. Tujuan penyelenggaraan asuransi pengangguran di Cina untuk mengantisipasi tingginya PHK sebelum usia pension sebagai konsekuensi penerapan ekonomi pasar sejak tahun 2000. Indonesia masih belum menyelenggarakan program asuransi pengangguran dan sebagai gantinya diberlakukan program pesangon sebagaimana diatur dalam Pasal 156 UU No 13/2003 tentang Ketenaga-kerjaan. Karena UU Ketenaga-kerjaan tersebut masih masih dinili memberatkan pengusaha, maka dalam hal terjadinya PHK sebelum usia pensiun berhak menarik JHT-Jamostek sepanjang memiliki masa kepesertaan sampai dengan lima (5) tahun. TABEL 2. IURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL SEBAGAI % UPAH Program Amerika Serikat Korea Selatan China
1. Hari tua, cacat dan ahli waris 2. Sakit dan persalinan 3. Kecelakaan 4. Sementara tak bekerja 5. Bantuan Keluarga Total Perusahaan 6,20 Tenaga-kerja 6,20 12,40 Perusahaan 1,45 Tenaga-kerja 1,45 2,90 Perusahaan 1,58 Pajak penghasilan (0,8%) APBN 16,88 Perusahaan 4,50 Tenaga-kerja 4,50 9,00 Perusahaan 2,54 Tenaga-kerja 2,54 5,08 Perusahaan 0,70 Perusahaan 1,30 Tenaga-kerja 0,45 1,75 APBN 16,30 Perusahaan 20,00 Tenaga-kerja 8,00 28,00 Perusahaan 6,00 Tenaga-kerja 2,00 8,00 Perusahaan 1,00 Perusahaan 2,00 Tenaga-kerja 1,00 3,00 APBN 40,00

Indonesia
Perusahaan 4,00 Tenaga-kerja 2,00 6,00 Perusahaan 6,00

Perusahaan -

1,00

Ad hoc 13,0

Sumber: US Social Security Administration (2009) Tabel 2 menjelaskan mengenai ragam iuran sistem jaminan sosial sebagai prosentase upah. Iuran program hari tua di AS ditetapkan sebesar 12,4% dengan paro pendanaan yang sama antara perusahaan dan tenaga kerja, kemudian Korea sebesar 9% dengan paro pendanaan yang sama. Iuran program hari tua di Cina ditetapan maksimal 20% dari upah yang menjadi beban perusahaan, kemudian tenaga kerja diwajibkan mengikuti program tabungan wajib dengan iuran sebesar 8% upah. Program hari tua di Indonesia ditetapkan 6% upah dengan perincian 4% beban perusahaan dan 2% beban tenaga kerja. Program hari tua mencakup jaminan hari tua (JHT) yang dikaitkan dengan asuransi kematian dengan iuran sebesar 0,3% sehingga iuran JHT sendiri ditetapkan sebesar 5,7% upah. Iuran program sakit dan persalinan di AS ditetapkan 2,9% upah dengan paro pendanaan yang sama antara perusahaan dan tenaga kerja. Iuran program sakit di Korea ditetapkan lebih tinggi dari AS sebesar 5,0*% upah dengan paro pendanaan yang sama antara perusahaan dan tenaga kerja. Selanjutnya iuran program sakit di Cina ditetapkan sebesar 8% yang terdiri dari 6% iuran beban perusahaan dan 2% iuran menjadi tanggungan tenaga kerja, menyusul iruan program sakit yang berlaku di Indonesia dalam JPK Jamsostek ditetapkan sebesar 6% yang 15

sepenuhnya menjadi tanggungan perusahaan. Hampir semua negara menerapkan pendanaan bersama dalam membiayai program sakit, kecuali Indonesia. Adapun iuran program kecelakaan berlaku sama dengan iuran antara 0,7-1,6% upah yang menjadi beban perusahaan. Iuran program sementara tidak bekerja ditetapkan sebesar 1,75% di Korea dan 3% di Cina, sedangkan iuran program sementara tak bekerja di AS ditetapkan 0,8% upah tetapi dibebankan pada pajak badan perusahaan yang sepenuhnya dibiayai oleh perusahaan. TABEL 3. KEPESERTAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL Program Amerika Serikat Korea Selatan
1. Hari tua, cacat dan ahli waris 2. Sakit dan persalinan 3. Kecelakaan TKUR TKUM TKUR TKKA TKIP TKSP TKIP TKUR TKUM Universal

China
TKUR TKUM TKUR Petani TKUR TKUM TKUR

Indonesia
TKUR

TKUR

TKUR TKUM TKUR TKUM Universal

TKUR

4. Sementara tak bekerja 5. Bantuan Keluarga

Universal

Universal

Universal

Sumber: US Social Security Administration (2009) Tabel 3 mengillustrasikan ragam kepesertaan tenaga kerja yang meliputi a. tenaga kerja yang menerima upah secara regular pada sektor formal (TKUR), b. tenaga kerja usaha mandiri (TKUM), c. tenaga kerja perusahaan kerata api (TKKA), d. tenaga kerja sector industri dan perdagangan (TKIP) dan tenaga kerja sektor publik seperti karyawan BUMN Perum (TKSP). Kepeseertaan program hari tua yang bersifat wajib di AS, Korea dan Cina hanya berlaku bagi TKUR dan TKUM sedangkan kepesertaan program Jamsostek yang meliputi program hari tua, kematian, kesehatan dan keckelakaan kerja pada umumnya merupakan tenaga kerja yang menerima upah pada sektor formal. Kepesertaan program sakit dan persalinan berlaku bagi TKUR dan TKKA, sedangkan kepesertaan program sakit di Korea bersifat universal dalam arti keseluruhan penduduk menyusul Cina yang meliputi petani dalam kepesertaan program sakit. Ada perbedaan perlakuan antara TKUR dan petani di Cina. TKUR mengiur 2% upah dan perusahaan mengiur 6% sehingga berjumlah 8% kepada BPJS, sedangkan iuran bagi para petani ditetapkan secara datar sebesar 20 Yuan / tahun dan pemerintah provinsi mengiur sebesar 40 Yuan per tahun yang dibayarkan kepada BPJS. Sementara kepesertaan program sakit dan persalinan berdasarkan opsi, bahwa perusahaan yang telah menyelenggarakan program sakit lebih dulu sebelum tahun 1993 dikecualikan. Kepesertaan program JPK Jamsostek yang bersifat opsi merupakan salah satu bentuk toleransi regulasi yang tidak dibernarkan untuk program wajib.

16

TABEL 4. BENTUK BADAN HUKUM BPJS DAN PEMBINA / PENGAWAS Program Amerika Serikat Korea Selatan China Indonesia
1. Hari tua, cacat dan ahli waris 2. Sakit dan persalinan 3. Kecelakaan kerja 4. Sementara tak bekerja 5. Bantuan Keluarga -LAJS & Depkeu -LJPN & DKKK -LAS & DSDM -PT Jamsostek, Kemennaker dan Kemenneg bumn -Sda

-LAJS & Depkes -Blue cross/shield -KPKP dan Depnaker -KPJP dan Depnaker -Pemerintah federal & bagian

-LAKN & DKKK

-Sda

-KPKP dan Depnaker -KPJP dan Depnaker -

-Sda

-Sda

-Sda

Sumber: US Social Security Administration (2009) Tabel 4 menginformasikan mengenai bentuk bentuk badan hukum BPJS seperti bentuk badan hukum publik yang otonom (BHPO) dan bentuk badan hukum publik yang semi otonom (BHPSO). Ada pemikiran baru perlunya membentuk badan hukum wali amanat (Tripartite Board of Trustee) sebagai BPJS program hari tua yang didanai sepenuhnya oleh peserta, karena melakukan praktek pengelolaan dana amanah, karena itu berlaku prinsip nirlaba dalam penyelenggaraannya. Walaupun belum ada UU Wali Amanat, tidak berarti tidak bisa dibentuk badan wali amanat. Badan wali amanat dapat dinyatakan dalam Ketentuan UU BPJS. Adapun perbedaan yang mendasar antara BHPO dan BHPSO adalah bahwa BHPO adalah salah satu lembaga negara yang melaksanakan fungsi sebagai regulator dan memiliki program publik akan tetapi tidak dapat melaksanakannya sendiri seperti Kementerian-Kementerian, sedangkan BHPSO adalah sebagai badan hukum kuasi yang independen memiliki kapasitas penyelenggaraan suatu program publik seperti jaminan sosial (baca Purwoko, 2010). Sebagai contoh Kementerian Pendidikan Nasional sebagai BHPO memiliki program pendidikan tinggi, tetapi tidak bisa menyelenggarakan sendiri. Karena itu program pendidikan tersebut diselenggarakan oleh PTN sebagai salah satu BHPSO. Contoh berikutnya mengenai BHPSO adalah Australia Centre-link sebagai BPJS yang berwenang menyelenggarakan program jaminan sosial dan sekaligus berwenang melakukan pengawasan terhadap peserta atau penerima manfaat jaminan sosial apabila ditemukan kebohongan, walaupun Australia memiliki Kementerian Jaminan Sosial (Commonwealth Ministry for Family and Community Service Affairs). Kedua badan hukum publik tersebut sama sama dibentuk dengan UU dan bertanggung-jawab secara langsung kepada Presiden. Sebagaimana dilihat dalam Tabel 4 bahwa BPJS-BPJS di AS berkonsentrasi pada penyelenggaraan program seperti lembaga admiistrasi jaminan sosial (LAJS) sebagai BPJS untuk program hari tua dan sakit. Untuk program kecelakaan kerja dan program sementara tak bekerja diselenggarakan oleh kantor program kompensasi pekerjaan (KPKP) serta kantor program jaminan pekerjaan (KPJP). Departemen-departemen yang terkait dengan regulasi program di AS meliputi Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan dan Departemen Perburuhan. Nampak BPJS di Korea mengikuti jejak AS, yaitu meliputi Lembaga jaminan pensiun nasional (LJPN) yang menyelenggarakan program hari tua menyusul lembaga 17

asuransi kesehatan nasional (LAKN) sedangkan BPJS program kecelakaan kerja dan program sementara tak bekerja adalah kantor program kompensasi pekerjaan (KPKP) dan kantor program jaminan pekerjaan (KPJP). Akan tetapi hanya ada satu (1) regulator di Korea yaitu Departemen Kesehatan, Kesehatan dan Keluarga (DKKK). Adapun BPJS di Cina pada dasarnya sama dengan Indonesia yaitu BPJS per kepesertaan seperti Lembaga asuransi sosial (LAS) dan Jamsostek. Perlu diketahui, bahwa bentuk bentuk badan hukum BPJS baik di AS, Korea maupun Cina adalah sebagai bentuk badan hukum publik yang semi otonom, kecuali Jamsostek Indonesia sebagai BUMN Persero. TABEL 5 PERSYARATAN MENDAPATKAN MANFAAT-MANFAAT Program AS Korea
1 Pensiun a. Usia pensiun awal 62, normal 66 dan tunda 70 tahun b. Masa iur minimal 10 th Masa iur maksimal 40 th c. Manfaat pensiun / bulan - TK : USD 2323 - Kel : USD 4065 - Cacat : USD 2453 Kel : USD 3679 d. Manfaat pensiun janda/ duda / bulan 75% e. Manfaat pensiun ahli waris / bulan 50% f. Suplemen manfaat pensiun / bulan - TK : USD 674 - Kel : USD 1011 a. Masa iur minimal 1 th b. Masa tunggu 1 minggu c. Masa berlaku 6 bulan d. Perpanjangan 3 bulan e. Manfaat asuransi pengangguran 50% upah f. Suplemen USD 1-125 / anak / minggu a. Usia pension awal 55, normal 60 diusulkan 65 tahun di tahun 2030 b. Masa iur minimal 10 th Masa iur maksimal 40 th c. Manfaat pension / bulan - TK : 400.000 won - Kel : 640.000 won - Cacat : 600.000 won - Kel : 960.000 won d. Manfaat pension janda/ duda / bulan 66% e. Manfaat pensiun ahli waris / bulan 50% f. Suplemen manfaat pensiun / tahun untuk Istri 205.220 won plus 136.800 won / anak a. Masa iur minimal 1 th b. Masa tunggu 1 minggu c. Masa berlaku 6 bulan d. Perpanjangan 6 bulan e. Manfaat asuransi pengangguran 50% upah f. Suplemen tak ada data

Cina

a. Usia pensiun awal 50, normal 55 untuk TK profesional 60 tahun b. Masa iur minimal 15 th Masa iur maksimal 40 c. Manfaat pensiun/bulan - TK : 40-60% - Kel : tak ada data - Cacat : tak ada data - Kel : tak ada data d. Manfaat pension janda/ duda / bulan 50% e. Manfaat pensiun ahli waris / bulan 33% f. Suplemen manfaat pensiun / tahun tak ada data

2 Sementara tak bekerja karena PHK

a. Masa iur minimal 1 th b. Masa tunggu c. Masa berlaku 1 tahun d. Perpanjangan e. Manfaat asuransi pengangguran sesuai upah minimum provinsi tak ada data

Sumber: US Social Security Administration (2009) Sebagaimana dilihat dalam Tabel 5, bahwa program hari tua dan program sementara tak bekerja di AS jauh lebih baik dibandingkan di Korea dan Cina. Manfaat pensiun TK ditetapkan USD 2323 / bulan sehingga dapat memenuhi hari tua, sedang manfaat pensiun keluarga ditetapkan sebesar USD 4065 / bulan jauh lebih baik. Demikian halnya Korea yang mengikuti jejak AS walau manfaat pensiun yang ditetapkan 400.000-640.000 won setara USD 400-640 / bulan. Walaupun manfaat pensiun di Korea masih belum signifikan dibandingkan dengan manfaat pensiun AS akan tetapi program pensiun di Korea telah berlaku wajib bagi seluruh tenaga kerja, sementara tidak ada data dan informasi tentang manfaat pensiun di Cina. 18

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan


a. Risiko murni adalah potensi kerugian, karena adanya peristiwa yang berulang-ulang seperti sakit dan kecelakaan menyusul adanya peristiwa yang terjadi sekali secara alami seperti menjadi tua serta meninggal dunia. Penanganan risiko tersebut sebaiknya tidak dikelola sendiri, melainkan dialihkan dalam skema asuransi sosial atau jaminan sosial agar lebih efektif karena pendanaannya dapat dipikul bersama atau dilakukan dengan gotong royong antara perusahaan dan tenaga kerja. b. Kesejahteraan adalah suatu kemakmuran yang masih harus ditindak0lanjuti dengan implementasi sistem jaminan sosial. Tercapainya kesejahteraan biasanya ditandai dengan keamanan ekonomi, yaitu terkendalinya tingkat inflasi dan rendahnya tingkat pengangguran. Jaminan sosial adalah sistem proteksi yang ditujukan untuk mencegah kemiskinan orang per orang, karena adanya peristiwa-peristiwa sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun dan hari tua yang memungkinkan hilangnya pekerjaan dengan sendirinya hilangnya penghasilan. c. Teori kesejahteraan adalah konsep kebutuhan dasar bagi masyarakat yang membutuhkannya agar dapat melaksanakan kembali fungsi-fungsi sosialnya. Jaminan sosial melakukan mitigasi risiko dalam menetapkan besarnya kompensasi penghasilan (income substitute) dengan menetapkan besarnya income substitute maksimal 2/3 dari penghasilan tenaga kerja yang masih aktif. d. Secara teori, jaminan sosial adalah suatu skema proteksi yang ditujukan untuk tindakan pencegahan khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan terhadap berbagai risiko / peristiwa yang terjadi secara alami seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun dan hari tua. Keunikan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah bahwa pemerintah disamping sebagai regulator, juga bertindak sebagai fasilitator termasuk terlibat dalam pembiayaan program apabila diperlukan karena adanya krisis ekonomi. e. Sistem jaminan sosial sebagai program publik yang berdasarkan UU Jaminan Sosial adalah hak dan kewajiban masyarakat, perusahaan serta negara melalui pemerintah yang sah. Karena itu, implementasi sistem jaminan sosial mengacu pada asas, prinsip dan tujuan serta tata kelola penyelenggaraan. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berpedoman pada kaidah yang berlaku secara universal, yaitu pemusatan risiko (pooling of risk) untuk penyeberan risiko melalui subsidi silang dalam program, antar kepesertaan dan antar generasi yang tersebar di berbagai daerah. f. Prinsip jaminan sosial yang hakiki adalah gotong royong dan kepesertaan wajib menurut UU Jaminan Sosial. Oleh sebab itu, penyelenggaraan sistem jaminan sosial dilakukan secara nasional yang bertujuan memberikan proteksi dasar bagi seluruh rakyat melalui mitigasi riskio. Pertimbangan adanya mobilitas penduduk lintas batas,

19

mutasi tenaga kerja lintas sektoral dan urbanisasi masyarakat lintas wilayah yang memungkinan penyelenggaraan secara nasional untuk memenuhi prinsip portabilitas. g. Mengapa kepesertaan jaminan sosial yang bersifat wajib harus dengan UU jaminan sosial? Karena UU Jaminan Sosial pada prinsipnya mengatur asas, prinsip, tujuan, program, BPJS dan Dewan Pengawas. Berarti jaminan sosial bukan barang dagangan melainkan sebagai hak dan kewajiban masyarakat, perusahaan bahkan negara melalui pemerintah yang sah. Kepesertaan wajib dalam sistem jaminan sosial ditujukan untuk memenuhi prinsip gotong royong vertikal dan horizontal. Hal ini merupakan prinsip dasar jaminan sosial untuk terus meningkat perluasan kepesertaan sebagai satu satunya kinerja bagi sukses tidaknya BPJS. h. Sebagaimana dimaklumi bersama, bahwa penyelenggaraan sistem jaminan sosial disamping memperhatikan asas, prinsip dan tata kelola yang baik, juga sarat dengan berbagai fasilitas untuk memperluas kepesertaan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial perlu ditopang dengan keberadaan sektor formal sebagai penyumbang terhadap pajak penghasilan dan bursa tenaga kerja yang berfungsi untuk penempatan kerja yang efektif memungkinkan untuk perluasan kepsertaan tenaga kerja baru. i. Adapun permasalahan yang mendasar dalam implementasi sistem jaminan sosial mencakup lima (5) masalah pokok yang sangat mendasar sebagai berikut: - Masalah kemiskinan menunjukkan bahwa 1/3 penduduk Indonesia miskin (76/230) menyusul kesempatan kerja lebih dari 70% berada di sektor informal di tahun 2009; - Rendahnya upah minimum secara nasional yang hanya sebesar USD 2 per hari akan menyulitkan dalam penetapan iuran jaminan sosial yang disarankan berkisar antara 14-17% upah; - Adanya range upah yang sangat mencolok yaitu 1:160, misalnya gaji Gubernur BI sebesar Rp 160 juta akan tetapi masih ada tenaga kerja BUMN dengan gaji Rp 1 juta per bulan; - Keterbatasan pengawasan dan penindakan hukum dalam penyelenggaraan program Jamsostek. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada lagi perekrutan pegawai pengawasan perburuhan yang menanganai pelanggaran terhadap program Jamsostek; - Masalah bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang berlaku kurang pas / kurang sesuai prinsip prinsip UU SJSN. Pemaparan sistem jaminan sosial di beberapa negara yang meliputi Amerika Serikat (AS), Korea Selatan (Korea), Republik Rakyat Cina (Cina) dan Indonesia ditujukan untuk analisis komparasi yang hasilnya merupakan masukan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan penyesuaian atau pembaruan dalam sistem jaminan sosial yang bersifat inklusif. Sengaja dipaparkan AS sebagai negara federasi agar diketahui bagaimana implementasi sistem jaminan sosial berjalan sesuai kaidah yang berlaku secara universal, menyusul Korea dan Cina sebagai negara kesatuan termasuk Indonesia. Jaminan sosial tak mengenal status bentuk negara atau pemerintahan, karena implementasi sistem jaminan sosial ditujukan oleh, dari dan untuk rakyat. 20

j.

2. Saran
a. Sebagaimana diamati dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial khususnya di AS dan Korea adalah bahwa adanya kordinasi kebijakan terutama kebijakan perluasan kesempatan kerja menyusul adanya jaminan pekerjaan sehingga memungkinkan untuk perluasan kepertaan tenaga kerja. Selain itu, implementasi sistem jaminan sosial di kedua negara tersebut juga ditopang dengan keberadaan pasar tenaga kerja untuk penempatan kerja menyusul pelatihan kerja dan kewenangan BPJS untuk melakukan penindakan hukum sendiri. Penindakan hukum merupakan kegiatan operasional BPJS sebagai suatu terapi agar meningkatkan kesadaran dan tingkat kepatuhan para peserta terhadap program jaminan sosial yang bersifat wajib menurut UU Jaminan Sosial. b. Karena itu, untuk sukses dalam penyelenggaraan program Jamsostek menyusul implementasi SJSN sambil menunggu pengesahan RUU BPJS menjadi UU BPJS diperlukan tiga (3) hal sebagai opsi pertama, yaitu (a) ciptakan lapangan pekerjaan di sektor formal yang menjadi tanggung-jawab pemerintah, (b) hapus sistem kontrak kerja karena merugikan tenaga kerja khususnya dalam kepesertaan program Jamsostek dan (c) berilah jaminan pekerjaan bagi tenaga kerja sektor formal atau berilah jaminan usaha bagi UKM. Selain tiga (3) hal di atas sebagai opsi pertama, juga disampaikan solusi sebagai saran tindak yang mencakup dua (2) hal sebagai opsi kedua, yaitu (a) lakukan transformasi sektor informal ke sektor formal antara 5-10% agar terjadi perimbangan antara komposisi sektor formal dan sektor informal menjadi 40:60 serta (b) lakukan transformasi JHT Jamsostek ke program pensiun sebagai langkah awal untuk implementasi Pasal 39 UU No 40/2004 tentang program Pensiun SJSN.

21

DAFTAR PUSTAKA TERBATAS


______Konstitusi International Social Security Association (ISSA), 1998 Geneva, ______Konvensi ILO No 102 / 1952, Geneva, ______UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek ______UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN ______UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ______(2009), Social security throughout the world, US social security administration, Washington DC, ______(2003), University of Virginia Library Electronic Center, USA, s ______(2008), Options for social protection reform in Indonesia, Official Publication of GTZ and Bappenas- Jakarta, Purwoko, Bambang, (2006), Teori jaminan sosial, program dan sistem penyelenggaraannya: suatu analisis empirik, program pelatihan dasar jaminan sosial untuk Kantor Menko Kesra 28 Juli 2006, Purwoko, Bambang, (2009), Membangun sistem jaminan sosial yang insklusif, Makalah disampaikan dalam acara kuliah umum pada Program Studi MKM FKMUI, Kampus Depok UI, pada tanggal 29 Oktober 2009, Purwoko, Bambang, (2010), Bentuk badan hukum BPJS sebagaimana seharusnya, paper disampaikan kepada Komisi IX DPR pada bulan Agustus 2010 sebagai masukan Komisi IX DPR dalam finalisasi RUU BPJS, Purwoko, Bambang, (2010), Sistem jaminan sosial di Asia Tenggara: suatu kebijakan sosial dalam analisis komparasi, bahan kuliah umum disampaikan pada Program Studi MPKP FEUI pada tanggal 6 Desember 2010, Rejda, George E, (1994), Social insurance and economic security, Prentice Hall, New Jersey, USA,

Bp.8-12-10

22

23

Anda mungkin juga menyukai