Anda di halaman 1dari 2

Nama : Anandhitya Wardhani

NIM : 021164543
Prodi : 311 / Ilmu Hukum
UPBJJ : 21 / Jakarta

1. Pasal 158 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa
pengusaha dapat melakukan PHK terhadap karyawan dengan alasan pekerja telah melakukan kesalahan berat
berupa melakukan perbuatan di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjata 5 tahun atau lebih.

Namun, pasal tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Oktober 2004 melalui
Putusan Nomor 012/PUU-1/2003. Selanjutnya, ketentuan tersebut dihapus melalui Pasal 81 angka 47 Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja kemudian mengatur kebolehan bagi
pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan
akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduha melakukan tindak pidana. Penjatuhan PHK juga dapat
dilakukan apabila sebelum masa 6 bulan tersebut, pengadilan memutuskan pekerja dinyatakan bersalah.

Pada dasarnya yang dapat menjadi alasan terjadi PHK berdasarkan UU Cipta Kerja adalah jika karyawan ditahan
karena diduga melakukan tindak pidana dan tidak dapat melaksanakan pekerjaanya selama 6 bulan, atau jika
karyawan tersebut dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan sebelum masa 6 bulan tersebut
berakhir.

Dasar hukum:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

2. Pasal 155 UU Ketenagakerjaan berbunyi sebagai berikut:

(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi
hukum.
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum berkekuatan hukum tetap,
baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedalam dalam proses pemutusan hubungan kerja
dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

Selain itu, Pasal 160 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagarkerjaan mengatur
bahwa pengusaha tidak wajib memberikan upah kepada karyawan yang sedang menjalani proses hukum, tetapi
pengusaha wajib memberikan bantuan untuk keluarga yang ditanggung karyawan tersebut. Pasal 160 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketenagarkerjaan berbunyi:

(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas
pengaduan pegusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan
kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. Untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung
sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.

Dasar hukum:
a. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Pasal 160 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagarkejaan berbunyi:
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh setelah 6 (enam) bulan
tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidka bersalah, maka pengusaha wajib
mempekerjakan pekerja/buruh kembali.

Jika pada kasus Rudi, Rudi tidak terbutki bersalah atas dugaan pencurian dalam kurung waktu kurang dari 6
bulan maka pengusaha wajib untuk mempekerjakan Rudi kembali di PT. Sehat Selalu. Namun jika Rudi
terbukti tidak bersalah dalam waktu lebih dari 6 bulan, maka PT. Sehat selalu dapat melakukan PHK terhadap
Rudi. Namun sesuai ayat (7) Pasal 160 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PT.
Sehat Selalu wajib membayar uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hal sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) kepada Rudi.

Referensi:
Pramesti, Tri Jata Ayu. (2020). Apakah Karyawan yang Dijatuhi Pidana Percobaan Tetap Dapat
Dipekerjakan?. Yang diakses pada 29 November 2021, melalui
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54eac5647e97f/apakah-karyawan-yang-dijatuhi-
pidana-percobaan-tetap-dapat-dipekerjakan/

Pramesti, Tri Jata Ayu. (2017). Bolehkah Memotong Upah Pekerja yang Di-Skorsing?. Yang diakses pada 29
November 2021, melalui https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51480c37790ca/bolehkah-
memotong-upah-pekerja-yang-di-skorsing

Undang-Undan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Yang diakses pada 29
November 2021, melalui https://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf

Anda mungkin juga menyukai