Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : NASRUL

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 030807689

Tanggal Lahir : 02 OKTOBER 1985

Kode/Nama Mata Kuliah : ADB14336 / HUKUM KETENAGAKERJAAN

Kode/Nama Program Studi : 311 / ILMU HUKUM S1

Kode/Nama UPBJJ : 51 / TARAKAN


Hari/Tanggal UAS THE : SELASA / 13 JULI 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada
halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran
akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : NASRUL


NIM : 030807689
Kode/Nama Mata Kuliah : ADB14336 / HUKUM KETENAGAKERJAAN
Fakultas : FHISIP
Program studi : ILMU HUKUM S1
UPBJJ-UT : TARAKAN

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari
terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan
menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Nunukan, 13 Juli 2021


Yang Membuat Pernyataan

NASRUL
NASKAH UAS-THE
UJIAN AKHIR SEMESTER-TAKE HOME EXAM (THE)
UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2020/21.2 (2021.1)

Hukum Ketenagakerjaan
ADBI4336
No. Soal Skor
1. Andi Wijaya adalah pekerja di PT. Sri Langka. Mulainya bekerja, Andi Wijaya hanya 25
diberitahukan oleh Kepala SDM PT. Sri Langka bahwa dia sudah diterima bekerja
selama 1 (satu) tahun tanpa ada perjanjian kerja tertulis. Tiba-tiba baru bekerja selama
6 (enam) bulan sebagai , PT. Sri Langka memberhentikan Andi Wijaya tanpa alasan
yang tidak jelas.

Pertanyaan :
a. Jenis perjanjian kerja apakah yang dilakukan Andi Wijaya dengan PT. Sri Langka
dan apakah perjanjian kerja tertentu (PKWT) dapat dilakukan secara lisan?
b. Apakah dalam perjanjian PKWT, perusahaan dapat sewaktu-waktu
melakukan pemberhentian sebelum masa waktu berakhir dan apa
konsekuensi hukumnya ?
2. Dalam hubungan industrial sering terjadi adanya konflik atau perselisihan antara 25
seorang pekerja dengan pengusaha. Fakta adanya konflik tersebut dialami Rudi
Hartono sebagai pekerja dan Tuan Ponari sebagai Direktur PT. Angin Segar. Dimana
Ponari sering kali terlambat dan juga sering diperingatkan agar tepat waktu dan disiplin
dalam bekerja. Akibat ketidakdisiplinan Rudi Hartono, Ponari selaku Direktur langsung
memanggil dan sekaligus memberikan surat pemutusan hubungan kerja. Rudi Hartono
keberatan dan langsung meninggalkan Sang Direktur.

Pertanyaanya adalah :
a. Jenis perselisihan apakah yang terjadi antara PT. Angin Segar dengan Tuan Rudi
Hartono dalam kasus di atas ?
b. Jika Rudi Hartono merasa keberatan terhadap keputusan Ponari selaku Direktur
bagaimana langkah atau tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial tersebut?
c. Apakah Rudi Hartono dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
langsung datang ke Pengadilan Hubungan Industrial. Berikan penjelasan dengan
memberikan uraian mengenai kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial dan
disertai dasar hukumnya.
3. PT. SEHAT SELALU merupakan Rumah Sakit di Jakarta yang sedang membutuhkan 25
tenaga kebersihan (cleaning service). Untuk ini, PT. SEHAT SELALU mengadakan
kontrak pemborongan dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja PT. TOTAL
JAYA. Selanjutnya PT. TOTAL JAYA mengadakan perjanjian kerja dengan
pekerja/buruh yang akan bekerja sebagai tenaga kebersihan di PT. SEHAT SELALU.
Dengan demikian, perjanjian kerja dilakukan antara buruh dengan PT. TOTAL JAYA
dan selanjutnya buruh bekerja PT. SEHAT SELALU.

Pertanyaan :
a. Apakah hubungan perjanjian antara PT. SEHAT SELALU dan PT. TOTAL JAYA
dapat disebut perjanjian Outsoursing/alih daya dan dimanakah aturan hukum
Outsourcing di Indonesia?
b. Bagaimanakah persyaratan sebuah perusahaan dalam melaksanakan Outsourcing?
4. Marpaung adalah karyawan yang sudah bekerja kurang lebih 8 tahun di POM BENSIN 25
Jatiasih. Terdapat aturan bahwa setiap karyawan tidak boleh merokok di area POM
BENSIN dikarenakan tempat kerja tersebut mudah meledak. Suatu ketika Marpaung
karena sudah lama tidak merokok, dan terasa berat untuk ingin merokok seketika jam
istirahat Marpaung mengeluarkan sepuntung rokok dan menyalakan. Baru sekali
menghisap rokok yang baru saja dinyalakan. Tiba-tiba pengawas menegur dan seketika
itu pimpinan POM BENSIN mengeluarkan Marpaung dari tempat kerjanya.

Pertanyaan :
a. Apakah tindakan Marpaung tersebut merupakan tindakan kesalahan berat yang
dapat diberhentikan dari pekerjaan dimana bekerja?
b. Apakah prosedur pemberhentian pekerja yang dianggap melakukan kesalahan berat
telah sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan?
c. Hak normatif apa yang dapat diterima Marpaung dalam pemberhentian karena
tindakannya tersebut ?
Skor Total 100
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1.a. Jenis perjanjian kerja yang dilakukan Andi Wijaya dengan PT. Sri Langka
adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan kontrak adalah
perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. PKWT
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu
pekerjaan tertentu.
b) Dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap: untuk buruh, pengusaha dan
Disnaker (Permenaker No. Per 02/Men/1993), Harus diingat bahwa PKWT
tidak boleh dibuat secara lisan. PKWT wajib dibuat secara tertulis dan
didaftarkan di instansi ketenagakerjaan terkait. Apabila dibuat secara lisan,
akibat hukumnya adalah kontrak kerja tersebut menjadi PKWTT.
c) Dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan
bahasa asing dengan Bahasa Indonesia sebagai yang utama.
d) Tidak ada masa percobaan kerja, bila disyaratkan maka perjanjian kerja
batal demi hukum (Pasal 58 UU No. 13/2003).

b. Apabila status pekerja/buruh adalah pekerja/buruh yang terikat PKWT, maka


perlu juga mengetahui apakah perjanjian-kerja dalam PKWT di perusahaan
Jika PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, maka
perjanjian-kerja tidak boleh dihentikan oleh siapa pun sebelum pekerjaan
yang disepakati selesai. Namun, jika pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat
dari yang diperjanjikan, maka PKWT putus demi hukum. Dan jika pekerjaan
belum dapat diselesaikan karena kondisi tertentu, sedangkan waktu yang
diperjanjikan telah habis maka dapat dilakukan pembaharuan dan PKWT
dapat diperpanjang oleh perusahaan.
Jika PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, maka
perjanjian-kerja tidak boleh dihentikan oleh siapa pun sebelum pekerjaan
yang disepakati selesai. Namun, jika pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat
dari yang diperjanjikan, maka PKWT putus demi hukum. Dan jika pekerjaan
belum dapat diselesaikan karena kondisi tertentu, sedangkan waktu yang
diperjanjikan telah habis maka dapat dilakukan pembaharuan dan PKWT
dapat diperpanjang oleh perusahaan.

Apabila salah satu pihak dalam perjanjian mengakhiri hubungan kerja


sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja
waktu tertentu, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal 62 UU
No. 13 Tahun 2003).Seandainya pekerja/buruh baru bekerja selama dua
bulan dari jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, lalu pengusaha
berkehendak untuk mengakhiri hubungan-kerja dengan pekerja/buruh
tersebut, maka pengusaha wajib memberikan ganti rugi sebanyak 24 bulan
dikurangi 2 bulan dan sisanya dikalikan besarnya gaji per bulan.
2.a. Jenis perselisihan yang terjadi antara PT. Angin Segar dengan Tuan Rudi
Hartono dalam kasus di atas perselihan Pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan karena suatu hal yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja /buruh dan
pengusaha/majikan.
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja diatur dalam Undang
Undang Republik Indonesia no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Pada bab XII pasal 152 UU ketenagakerjaan disebutkan bahwa permohonan
pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan dengan cara melakukan
permohonan tertulis yang disertai dengan alasan dan dasar kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial menerima dan memberikan penetapan
terhadap permohonan tersebut.

b. Jika Rudi Hartono merasa keberatan terhadap keputusan Ponari selaku Direktur
bagaimana langkah atau tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam
penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut?
Tahapan yg dapat dilakukan dalam menyelesaikan perselisian tersebut pada
poin No 2 antara lain sebagai berikut :
1. Penyelesaian Perundingan Bipartit.
Berdasarkan pasal 3 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2004, perundingan bipartit
adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan
pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara serikat pekerja /
serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu
perusahaan yang berselisih. Perundingan Bipartit adalah perundingan
secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Penyelesaian melalui perundingan bipartit harus diselesaikan paling


lama 30 hari kerja sejak perundingan dilaksanakan. Apabila
perundingan bipartit mencapai kesepakatan maka para pihak wajib
membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan
Pengadilan Hubungan Industrial.

2. Penyelesaian perselisihan melalui konsoliasi.


Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang
atau badan yang disebut sebagai konsiliator yang wilayah kerjanya
meliputi tempat pekerja/buruh bekerja, dimana konsiliator tersebut
akan menengahi pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
perselisihannya secara damai.

Jenis Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui konsiliasi antara


lain : untuk perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau
perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu
perusahaan.
3. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi
Mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih mediator yang netral (Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004).

Proses mediasi dibantu oleh seorang mediator hubungan industrial,


yang merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat – syarat sebagai
mediator yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

4. Penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan Industrial


(PHI).
Menurut pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004, Pengadilan Hubungan
Industrial mempunyai kompetensi absolut untuk memeriksa dan
memutus :
• Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak
• Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
• Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan
kerja
• Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

c. Apakah Rudi Hartono dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial


langsung datang ke Pengadilan Hubungan Industrial. Berikan penjelasan
dengan memberikan uraian mengenai kewenangan Pengadilan Hubungan
Industrial dan disertai dasar hukumnya.
Penyelesian perselisihan Hubungan Industrial yang di alami oleh Sdr. Rudi
Hartono harus melalui tahapan penyelesaian Perundingan Bipartit,
konsoliasim mediasi apabila kettiga penyelesain tersebut tidak dapat
menghasilkan kesepakatan bersama maka penyelesaian yang terakhir
melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (2003: 183-185), pasal 55, 56,
57 & 60 poin I dan 2 menjelaskan sebagai berikut:" Pengadilan Hubungan
Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan
peradilan umum yang tugas dan wewenangnya memeriksa dan memutuskan:
1. Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak.
2. Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan.
3. Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja.
4. Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat pekerja /
serikat buruh dalam suatu perusahaan.
3.a. Hubungan perjanjian antara PT. SEHAT SELALU dan PT. TOTAL JAYA dapat
disebut perjanjian Outsoursing/alih daya, Secara normatif sebelum di atur
dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing
sebenarnya sudah diatur dalam pasal 1601 b KUH Perdata yang mengatur
tentang pemborongan pekerjaan. Disebutkan bahwa pemborongan pekerjaan
adalah suatu kesepakatan dua belah pihak yang saling mengikatkan dini, untuk
menyerahkan suatu pekerjan kepada pihak lainnya membayarkan sejumlah
harga.
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
pengaturan mengenai outsourcing disebutkan secara tegas. Bidang-bidang
yang dapat outsource oleh suatu perusahaan adalah bagian-bagian yang tidak
berkaitan dengan bisnis inti.
Pasal 64 UU No 13 Tahun 2003 menyebutkan:
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perasahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaanatau
penyediaan jasa Pekeria/Burah yang dibuat secara tertulis.

Berdasarkan ketentuan pasal di atas, outsourcing dibagi menjadi dua jenis:


1. Pemborongan pekerjaan, yaitu pengalihan suatu pekerjaan kepada vendor
outsourcing, dimana vendor bertanggung Jawab sepenuhnya terhadap
pekerjaan yang dialihkan beserta hal-hal yang bersifat teknis (pengaturan
oerasional) maupun hal-hal yang bersifat non-teknis (administrasi
kepegawaian). Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang bisa
diukur volumenya, dan fee yang dikenakan oleh vendor adalah rupiah per
satuan kerja (Rp/m2, Rp/kg. dsb.). Contoh: pemborongan pekerjan
cleaning service, jasa pembasmian hama, jasa katering, dsb.
2. Penyediaan jasa Pekerja/Buruh, yaitu pengalihan suatu posisi kepada
vendor outsourcing, dimana vendor menempatkan karyawannya untuk
mengisi posisi tersebut. Vendor hanya bertanggung jawab terhadap
manajemen karyawan tersebut serta hal-hal yang bersifat nonteknis
lainnya, sedangkan hal-hal teknis menjadi tanggung jawab perusahaan
selaku pengguna dari karyawan vendor.

b. Persyaratan sebuah perusahaan dalam melaksanakan Outsourcing sebagai


berikut
Persyaratan Pemborongan Pekerjaan
Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan. Pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:

1. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun


kegiatan pelaksanaan pekerjaan;
2. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara
melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan;
3. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar
pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses
pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang
dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
4. tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan
tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan
sebagaimana mestinya.

Jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima


pemborongan harus dilaporkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan.
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan secara tertulis. Perjanjian pemborongan pekerjaan harus
didaftarkan oleh perusahaan penerima pemborongan kepada instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat
pemborongan pekerjaan dilaksanakan.
Persyaratan Perusahaan Penerima Pemborongan
Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan:

1. berbentuk badan hukum;


2. memiliki tanda daftar perusahaan;
3. memiliki izin usaha; dan
4. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

Perjanjian Kerja Pemborongan Pekerjaan


Setiap perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan
yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
Hubungan kerja antara perusahaan penerima pemborongan dengan
pekerja/buruhnya dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau
perjanjian kerja waktu tertentu
Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian
penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus merupakan
kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi.
Kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

1. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);


2. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
3. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
4. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
5. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Persyaratan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus memenuhi persyaratan:

1. berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan


peraturan perundang-undangan;
2. memiliki tanda daftar perusahaan;
3. memiliki izin usaha;
4. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
5. memiliki izin operasional;
6. mempunyai kantor dan alamat tetap; dan
7. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.

Perjanjian Kerja Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh


Setiap perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh wajib membuat perjanjian kerja
secara tertulis dengan pekerja/buruh. Perjanjian kerja harus dicatatkan kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
tempat pekerjaan dilaksanakan.
4.a. Berdasarkan kasus tersebut tindakan Marpaung tersebut merupakan tindakan
kesalahan berat karena dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman
sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerjadan Marpaung
dapat diberhentikan dari pekerjaan dengan alasan Pengusaha dapat
memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat. Ketentuan mengenai ragam
kesalahan berat tiap perusahaan mempunyai ketentuan yang berbeda-beda
dan umumnya dituangkan dalam PP (Peraturan Perusahaan) atau PKB
(Perjanjian Kerja Bersama).
Secara umum apa yang dimaksud dengan kesalahan berat apabila pekerja
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang
milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara;
j. atau melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.Kesalahan berat huruf a sampai
dengan j di atas harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
1. pekerja/buruh tertangkap tangan;
2. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan;
3. atau bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

b. Tindakan pekerja yang tergolong sebagai “kesalahan berat” awalnya telah diatur
secara limitatif dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Jika diamati, seluruh kesalahan berat
di dalamnya merupakan tindak pidana.
Ketentuan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan sendiri telah dibatalkan oleh Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 (“Putusan MK 12/2003”).
Ketentuan ini dinilai telah melanggar prinsip pembuktian terutama asas praduga
tidak bersalah (presumption of innocence) dan kesamaan di depan hukum
sebagaimana dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (“UUD 1945”). Seharusnya, bersalah tidaknya seseorang diputuskan
lewat pengadilan dengan hukum pembuktian yang sudah ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (hal. 105).
Namun demikian, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno
Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan (“SEMA 3/2015”). SEMA 3/2015 memberikan kaidah bahwa dalam hal
terjadi PHK terhadap pekerja/buruh karena alasan melakukan kesalahan berat
eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan pasca Putusan MK 12/2003, maka PHK dapat
dilakukan tanpa harus menunggu putusan pidana berkekuatan hukum tetap
(BHT). Meskipun Surat Edaran Mahkamah Agung merupakan aturan internal
Mahkamah Agung dan tidak secara eksplisit berada dalam hierarki peraturan
perundang-undangan, namun dalam praktiknya, hakim dalam menjatuhkan
putusan pengadilan hubungan industrial (“PHI”) berpedoman pada SEMA 3/2015
dan cenderung mengabaikan Putusan MK 12/2003.

Dengan demikian, jika pekerja melakukan kesalahan berat yang diatur dalam
Pasal 158 UU Ketenagakerjaan, maka pengusaha dapat melakukan PHK tanpa
harus menunggu sidang pidananya terlebih dahulu.

c. Bagi pekerja yang melakukan kesalahan berat maka pekerja tersebut tidak
berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan
uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi berhak
mendapat uang pisah. Jenis-jenis pelanggaran berat sudah diatur dalam UUKK
No. 13 tahun 2003 pasal 158 dan beberapa ketentuan lain yang sudah disepakati
antara pekerja dan pengusaha yang tertuang dalam perjanian kerja bersama
atau peraturan perusahaan. Ketentuan-ketentuan kategori pelanggaran berat
yang perlu disepakati adalah bergantung pada situasi dan kondisi perusahaan
yaitu tingkat resiko terjadinya kebakaran ataupun kecelakaan.

Anda mungkin juga menyukai