Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DI INDONESIA

Disusun oleh :

1. Aldi Wahyudi
2. Anida Indira Haerul
3. Ayu Wahyuni
4. Dewi Mutiara
5. Gita Novita
6. Nurhabibah
7. Willy Fahrizi

XI-3 FARMASI

SMK KESEHATAN BHAKTI KENCANA SUBANG


2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Salawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW.

Alhamdulillah hirobbil’alamin akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan


tema “PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN UNDANG-UNDANG”. Semoga dengan dibuatnya
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi Institut Manajemen Koperasi
Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi Institut Koperasi
Indonesia.

Subang, 01 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Tenaga Kerja

1.2 Perlindungan Tenaga Kerja

1.3 Jenis Perlindungan Tenaga Kerja

1.4 Jenis-jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja

1.5 Tujuan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA

2.1 Perlindungan Pekerja Perempuan

2.2 Perlindungan Pekerja Anak

BAB III ANALISA

3.1 Perlindungan Pekerja Perempuan

3.2 Perlindungan Pekerja Anak

BAB IV BNP2TKI

4.1 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Tenaga Kerja

Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan
bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat.

Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat
pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan
rakyat termasuk tenaga kerja. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan
yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan
kepesertaan.

1.2 Perlindungan Tenaga Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan salah satu
solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak,
perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan.
Dengan demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak
dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu
mekanisme proses produksi.

Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga ) macam, yaitu:

1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.

2. Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan
kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.

3. Perlindungan teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan
keselamatan kerja.
1.3 Jenis Perlindungan kerja

1.3.1 Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja

Aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan


pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-
norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang
mempunyai hak asasi.

Karena sifatnya yang hendak mengadakan ”pembatasan” ketentuan-ketentuan perlindungan


sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat ”memaksa”, bukan
mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindungan sosial UU No. 13 Tahun
2003 ini, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan
yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan ”hukum umum” (Publiek-rechtelijk)
dengan sanksi pidana

Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari
kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal
pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan ”dalam suatu hubungan kerja”
menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan
pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU
No 13 Tahun 2003.

1.3.2 Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja

Perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

1. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan


suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pda
pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa
kecelakaan kerja.

2. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat
mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus
memberikan jaminan sosial.

3. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyrakat akan
tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.

Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut :


1. Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan S.
1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan Peraturan
Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan dan
keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja.

2. Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930.

3. Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian timah
putih kering.

1.3.3 Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial

Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor. 3 Tahun 1992 adalah :

1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal bagi tenaga


kerja beserta keluarganya.

2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga


pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi
resiko – resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya.

1.4 Jenis – Jenis Jaminan Sosial tenaga kerja

1.4.1 Jaminan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik
maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

1.4.2 Jaminan Kematian

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi
keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa
uang.

1.4.3 Jaminan hari Tua


Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi
ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang penghasilannya rendah.
Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau
berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 ( lima puluh lima ) tahun atau memnuhi
persyaratan tersebut.

1.4.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan unutk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga


dapat melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang
penyembuhan ( kuratif ).

Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penggulangan
kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.

Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga


kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (oreventif), penyembuhan
(kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).

1.5 Tujuan perlindungan terhadap tenaga kerja

Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan
menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan
dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
perlindungan bagi pekerja adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
dan Peraturan Pelaksana dari perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan.

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang


antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak
seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat
yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).

BAB II Perlindungan Hukum Tenaga Kerja


2.1 Perlindungan Pekerja Perempuan

Di dalam pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang bekerja yaitu Pasal 27
dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 8. Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata
Cara Mempekerjakan Pekerja Peremuan pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban
Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan
Pukul 07.00. Semua peraturan tersebut secara jelas memberikan perlindungan kepada
perempuan. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama dengan
laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan


bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat”.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah Tenaga
Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima
upah.

2.2 Perlindungan Pekerja Anak

Adapun pasal-pasal yang menyebutkan tentang perlindungan pekerja anak yang termuat dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, sebagai berikut:

a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).

b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai
15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dari
kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat( 1)).

c. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

- Ijin tertulis dari orang tua/wali.

- Perjanjian kerja antara orang tua dan pengusaha

- Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam


- Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.

- Keselamatan dan kesehatan kerja

- Adanya hubungan kerja yang jelas

- Menerima upah sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).

e. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya (Pasal 73).

f. Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk, tercantum dalam
Pasal 74 ayat (1). Yang dimaksud pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat (2), yaitu :

- Segala pekerjaan dalam bentuk pembudakan atau sejenisnya.

- Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk


produksi dan perdagangan minuman keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

- Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak untuk


pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, perjudian.

- Segala pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.


BAB III ANALISA

3.1 Perlindungan pekerja perempuan

Perlindungan tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di luar negeri masih lemah. Kondisi
demikian tidak sebanding dengan antusiasme menjadi TKW. Berharap dapat memperbaiki
ekonomi keluarga serta berharap mendapatkan upah yang besar, banyak remaja dan ibu rumah
tangga memilih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negeri orang.

Pemerintah hanya mampu menjadi mediator sesaat dalam hal perlindungan tenaga kerja
wanita saat mereka bermasalah perindividu perkasus. Bukti ketidak seriusan pemerintah dalam
memberi perlindungan tenaga kerja wanita adalah terjadinya kekerasan berulang pada TKW
yang ada di luar negeri. Pemerintah harus serius menangani masalah ini agar tidak berulang kali
terjadi masalah yang dihadapi TKW.

3.2 Perlindungan pekerja anak

Tingginya jumlah pekerja anak di Indonesia masih menjadi salah satu problem serius yang harus
ditangani secara komprehensif. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei Nasional Pekerja
Anak oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Labour Organization (ILO) tahun 2009,
ada sekitar 4 juta anak Indonesia aktif secara ekonomi. Sekitar 1,8 juta dari mereka masuk
dalam kategori pekerja anak. Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak juga mencatat
11 juta anak usia 7-8 tahun tidak terdaftar sekolah di 33 provinsi di Indonesia.

Tingginya jumlah pekerja anak ini membuat ILO menjadikan Indonesia sebagai negara yang
menjadi target utama dalam Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk
Anak atau International Programme on The Elimination of Child Labour (IPEC). Terhitung sejak
1992 hingga sekarang, pemerintah Indonesia bersama sejumlah pihak terkait baik di tingkat
pusat maupun daerah terus mengupayakan mengurangi jumlah pekerja anak secara signifikan
terutama pada sejumlah jenis pekerjaan yang dikategorikan sebagai pekerjaan berbahaya bagi
anak. Sejumlah pekerjaan berbahaya itu antara lain pelacuran, pertambangan, penyelam
mutiara, sektor konstruksi, jermal, pemulung sampah, pekerjaan dengan proses produksi
menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan pembantu rumah tangga.

Komitmen Pemerintah Indonesia termasuk negara yang memiliki komitmen besar untuk
menanggulangi masalah pekerja anak. Salah satunya ditandai dengan keikutsertaan Indonesia
dalam program IPEC ILO sejak dua dekade lalu. Indonesia juga turut meratifikasi Konvensi ILO
tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (No. 182) dan Konvensi ILO mengenai
usia minimum memasuki dunia kerja (No. 138). Dengan meratifikasi konvensi tersebut,
Indonesia mempertegas komitmennya untuk mengambil tindakan dengan segera dan efektif
untuk melarang dan menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Sebagai tindak lanjut dari ratifikasi tersebut, Pemerintah juga mengembangkan Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak yang disahkan melalui
Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002. Rencana Aksi ini mengidentifikasikan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak dan menargetkan Indonesia akan bebas pekerja anak pada
tahun 2016. Untuk mengakselerasi tujuan ini, pemerintah menjalin kemitraan yang strategis
mulai dari pemerintah daerah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat hingga berbagai
organisasi internasional. Beberapa pemerintah daerah bahkan dengan tegas memproklamirkan
daerahnya sebagai Zona Bebas Tenaga Kerja Anak (ZBTA).

Sejumlah upaya di atas mulai menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Berdasarkan
data ILO, telah terjadi penurunan jumlah pekerja anak yang cukup signifikan di Indonesia. Jika
pada tahun 1996 terdapat sekitar 2,5 juta pekerja anak, jumlah ini terus mengalami penurunan
sekitar 3,4 persen setiap tahunnya hingga menjadi 1,5 juta orang pada 2010.

Peningkatan partisipasi di sekolah juga dinilai telah berhasil membantu mengurangi jumlah
pekerja anak secara signifikan. Meski demikian, upaya untuk mewujudkan Indonesia bebas
pekerja anak pada tahun 2016 nanti masih sangat panjang. Tingginya angka kemiskinan,
kurangnya akses pendidikan, persepsi keluarga tentang pendidikan serta dinamika permintaan
akan tenaga kerja dinilai masih akan menjadi hambatan penghapusan pekerja anak secara total.

Menuntaskan akar masalah meski bukan satu-satunya faktor, tingginya angka kemiskinan
seringkali dianggap sebagai salah satu faktor pendorong utama tingginya jumlah pekerja anak di
Indonesia. Di mana, salah satu dampak kemiskinan yang utama adalah diabaikannya hak-hak
anak, yang dengan segera memunculkan pekerja anak.

Karena itu, selain melakukan penarikan dan pencegahan anak secara langsung dari dunia kerja,
pendekatan ekonomi kini turut menjadi salah satu strategi utama dalam menanggulangi
masalah pekerja anak. Salah satu yang menjadi prioritas adalah program pengentasan
kemiskinan para orang tua. Karena kemiskinan orang tua bisa menjadi sumber utama
munculnya pekerja anak. Kemiskinan yang terus berlanjut juga bisa membuat siklus pekerja
anak terus mengalami regenerasi.

Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara buruh anak yang ditemukan sekarang merupakan
anak dari orang tua yang dulunya juga buruh anak. Mereka tidak punya banyak pilihan selain
terus menjadi buruh dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga
membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses yang cukup pada
pendidikan. Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang
menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah.
BAB IV BNP2TKI

4.1 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)

Sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia yang mempunyai fungsi


pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindunganTenaga Kerja Indonesia di luar
negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan
PresidenNomor 81 Tahun 2006. Sekarang BNP2TKI diketuai oleh Nusron Wahid yang dilantik
pada 27 November 2014.

Tugas pokok BNP2TKI adalah:

1. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan
Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan
penempatan;

2. Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai:


dokumen; pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); penyelesaian masalah; sumber-
sumber pembiayaan; pemberangkatan sampai pemulangan; peningkatan kualitas calon TKI;
informasi; kualitas pelaksana penempatan TKI; dan peningkatan kesejahteraan TKI dan
keluarganya.
BAB V PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Setelah penulis melakukan analisis tentang perlindungan tenaga kerja, penulis menyimpulkan
bahwa perlindungan tenaga kerja Indonesia masih lemah. Masih banyak kejadian yang
menyebab tenaga kerja kerja Indonesia kehilangan hak-hak dasar sebagai pekerja. Selain itu,
permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang
antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak
seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat
yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi.

4.2 SARAN

Mengingat masih banyak perusahaan dalam hal ini pengusaha meskipun sudah mengetahui
peraturan yang berlaku tetapi tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya, perlu dikenakan
sanksi bagi pengusaha yang tidak melaksanakan peraturan tersebut oleh pihak yang berwenang
demi tercapainya hubungan industrial, adanya saling membutuhkan antara pihak pengusaha
dan tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita dan anak-anak. Selain itu pemerintah harus
meningkatkan pengawasannya terhadap pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita dan
anak-anak apakah sudah mentaati peraturan yang ada atau belum. Dan peran aktif kesadaran
pekerja wanita atau anak-anak sendiri serta perusahaan juga sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bnp2tki.go.id/

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Nasional_Penempatan_dan_Perlindungan_Tenaga_Kerja_Indonesia

http://www.hukumtenagakerja.com/penempatan-dan-perlindungan-tenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri/

https://m2.facebook.com/notes/universitas-borobudur-jakarta/undang-undang-jaminan-dan-jenis-perlindungan-tenaga-
kerja/546860785327961/?_rdr

http://www.academia.edu/3167925/PERLINDUNGAN_HUKUM_TERHADAP_TENAGA_KERJA_INDONESIA_DI_LUAR_NEGERI

http://www.hukumtenagakerja.com/tag/perlindungan-hukum/

https://artikelarunalshukum.wordpress.com/2013/07/25/apa-tujuan-perlindungan-terhadap-tenaga-kerja/

http://www.lutfichakim.com/2012/08/perlindungan-hukum-tenaga-kerja.html

http://hukum.unsrat.ac.id/naker/naker.htm

http://www.kajianpustaka.com/2013/04/perlindungan-hukum-terhadap-pekerja.html

Anda mungkin juga menyukai