Anda di halaman 1dari 20

TUGAS RESUME

HUKUM BISNIS DAN REGULASI

tentang

KETENAGAKERJAAN

Pengertian Tenaga Kerja

Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan


disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja sebagai
pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan
daya gunanya.

Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga


kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti
program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.

Perlindungan Tenaga Kerja

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-


hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta
pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi
pengembangan dunia usaha.

Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan


kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor.Dalam hubungan ini
program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa
mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan
imbalan jasa yang sepadan.

Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak,
perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan
kesejahteraan.

perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.

Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003


tentang Ketenagakerjaan mengatur perlindungan khusus pekerja/buruh perempuan,
anak dan penyandang cacat sebagai berikut :
1. Perlindungan pekerja/buruh Anak

a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang
berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).

b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun
sampai 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dari kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat( 1)).

c. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus


memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Ijin tertulis dari orang tua/wali.

• Perjanjian kerja antara orang tua dan pengusaha

• Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam

• Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.

• Keselamatan dan kesehatan kerja

• Adanya hubungan kerja yang jelas

• Menerima upah sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat


kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).

e. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya (Pasal 73).

f. Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk, tercantum


dalam Pasal 74 ayat (1). Yang dimaksud pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat

(2), yaitu :

• Segala pekerjaan dalam bentuk pembudakan atau sejenisnya.

• Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk


produksi dan perdagangan minuman keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.

• Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak


untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, perjudian.

• Segala pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.


2. Perlindungan Pekerja/Buruh Perempuan

Pekerjaan wanita/perempuan di malam hari diatur dalam Pasal 76 UU No 13 tahun 2003


tentang ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :

1. Pekerjaan perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan


antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut


keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun
dirinya, bila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi,

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai


dengan pukul 07.00 pagiwajib :

a. Memberikan makanan dan minumanbergizi

b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja

4. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai


dengan pukul 05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput.

5. Tidak mempekerjakan tenaga kerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2) yaitu 7
(tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam
seminggu atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam seminggu.

6. Bila pekerjaan membutuhkan waktu yang lebih lama, maka harus ada
persetujuan dari tenaga kerja dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam sehari dan 14 (empat belas) jam dalam seminggu, dan karena itu pengusaha wajib
membayar upah kerja lembur untuk kelebihan jam kerja tersebut. Hal ini merupakan
ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2).

7. Tenaga kerja berhak atas waktu istirahat yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat (2)
yang meliputi waktu istirahat untuk:

• Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama
4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja

• Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.

• Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas hari kerja setelah tenaga kerja
bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
• Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan apabila tenaga kerja telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang
samadengan ketentuan tenaga kerja tersebut tidak berhak lagi istirahat tahunannya
dalam 2 (dua) tahun berjalan.

8. Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa hak khusus sesuatu dengan kodrat
kewanitaannya, yaitu :

• Pekerja wanita yang mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua (Pasal 81 ayat (1))

• Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya
melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan/bidan (Pasal 82 ayat (1))

• Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh


istirahat 1,5 bulan sesuai ketentuan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 (2))

• Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83)

• Pekerja wanita yang mengambil cuti hamil berhak mendapat upah penuh (Pasal 84).

Jenis Perlindungan Tenaga Kerja

1. Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja

yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya
untuk memungkinkan pekerja atau buruh mengenyam dan mengembangkan
kehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota
masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan
kerja.

Ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu
aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap
kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh tanpa memperhatikan
norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai makhluk
Tuhan yang mempunyai hak asasi.

Ketentuan perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan
seterusnya bersifat memaksa, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam
ketentuan perlindungan sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang
memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan
perlindungan sosial ini merupakan hukum umum dengan sanksi pidana. Hal ini
disebabkan beberapa alasan berikut :
1. Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi
kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat.

2. Pekerja atau buruh Indonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau


kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri.

Kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja atau buruh dari kejadian
atau keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal
pekerja atau buruh melakukan pekerjaannya.Adanya penekanan dalam suatu hubungan
kerja menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja
dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan
dalam Bab X UU No. 13 Tahun 2003.

2. Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja atau buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

Bagi pekerja atau buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja atau buruh dapat
memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-
waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan


dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus
memberikan jaminan sosial.

Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat
akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun
kuantitas.

3. Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.

Jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang ( jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari
tua ), dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.

Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor.13 Tahun 2003
adalah merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari
majikan.Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksud untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang
sebagian yang hilang.

Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain :

1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal


bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja


sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan
kerja terjadi risiko – risiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya.

Jenis-jenis jaminan sosial tenaga kerja:

Jaminan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang dihadapi oleh
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan.Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan
kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

Jaminan Kematian

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi
keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan
berupa uang.

Jaminan hari Tua

Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja.Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan
mempengaruhi ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang
penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang
dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 ( lima
puluh lima ) tahun atau memnuhi persyaratan tersebut.

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan unutk meningkatkan produktivitas tenaga kerja


sehingga dapat melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan
dibidang penyembuhan ( kuratif ).

Undang-Undang Ketenagakerjaan
Diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, mengatur tentang :

a. Pasal 4, pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :


1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi;
2. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah;
3. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan; dan
4. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

b. Pasal 7, perencanaan tenaga kerja


1. Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan
kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja.
2. Perencanaan tenaga kerja meliputi :
perencanaan tenaga kerja makro dan perencanaan tenaga kerja mikro.
3. Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah
harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1.

c. Dalam bab V pasal 9 dan 10 menjelaskan:


Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan
Tata cara pelatihan kerja :
1. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar
kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang
mengacu pada standar kompetensi kerja.
3. Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
4. Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

d. Dalam bab VI pasal 31 dan 32 menjelaskan :


Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
1. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka,
bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
2. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja
pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat,
minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak
asasi, dan perlindungan hukum.
3. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Dalam Pasal 33
Penempatan tenaga kerja terdiri dari :
penempatan tenaga kerja di dalam negeri danpenempatan tenaga kerja
di luar negeri.

e. Dalam bab VII tentang perluasan kesempatan kerja mengatur tentang :


Pasal 39
1. Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan
kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan
perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja.
3. Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap
sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja
baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
4. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan
dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi
setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau
mengembangkan perluasan kesempatan kerja.

f. Dalam Bab VIII tentang penggunaan tenaga kerja asing mengatur tentang :
Pasal 42
1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2. Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga
kerja asing.
3. Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga
kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
4. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam
hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
5. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan
6. Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa
kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh
tenaga kerja asing lainnya.

g. Dalam Bab IX tentang hubungan kerja, mengatur tentang :


Pasal 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja/buruh.

Pasal 51
1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
2. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pasal 52
1. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
 kesepakatan kedua belah pihak;
 kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
 adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
 pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang
berlaku.
2. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat
dibatalkan.
3. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal
demi hukum.

Pasal 53
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan
perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 60
1. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa
percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
2. Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang
berlaku.

Pasal 61
1. Perjanjian kerja berakhir apabila :
 pekerja meninggal dunia;
 berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
 adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
 adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
2. Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau
beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan,
atau hibah.
3. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh
menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
4. Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris
pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan
dengan pekerja/buruh.
5. Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh
berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian
kerja.
Sistem Peradilan Hubungan Industrial

a. Pengertian Peradilan Hubungan Industrial


Menurut UU No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan,Hubungan Industrial
adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja atau
buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perselisihan Hubungan Industrial adalah suatu perbedaan pendapat yang


mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, peselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan pekerja atau serikat buruh dalam
suatu perusahaan.

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus di lingkungan


pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberikan
putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

b. Dasar Hukum Peradilan Hubungan Industrial


Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Peraturan-peraturang lainnya yang mengatur mengenai penyelesaian hubungan
industri, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
5. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum

c. Tugas dan Wewenang Peradilan Hubungan Industrial


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,
Pasal 55 “Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang
berada pada lingkungan peradilan umum”
Pasal 56 “Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa
dan memutus:
1. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak
2. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
3. Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan kerja
4. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

d. Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial


1. Perselisihan Hak
Menurut pasal 1 ayat 2 UUPPHI, perselisihan hak adalah perselisihan yang
timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan
atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
Pihak yang haknya dilanggar, berhak untuk menuntut terhadap pihak yang
merugikan, dengan alasan berdasarkan perselisihan hak.

2. Perselisihan Kepentingan
Menurut pasal 1 ayat 3 UUPPHI, perselisihan kepentingan adalah
perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-
syarat karja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan
perusahaanm atau perjanjian kerja bersama
Perselisihan kepentingan merupakan perselisihan/perbedaan dalam hal
membuat/merubah suatu peraturan antara pekerja dengan pengusaha,
yang mana peraturan tersebut akan diberlakukan di dalam perusahaan.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan
Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
Perselisihan PHK menurut UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perselisihan yang timbl karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja
yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Perselisihan PHK itu timbul setelah adanya PHK yang dilakukan oleh salah
satu pihak, yang mana ada salah satu pihak yang tidak menyetujui atau
keberatan atas adanya PHK tersebut. Dengan kata lain, setelah adanya PHK,
maka timbullah perselisihan PHK.

4. Perselisihan antar-Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara
serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain
hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya kesesuaian paham
mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat
pekerjaan. Dalam sebuah perusahaan bisa saja terdapat beberapa serikat
pekerja/serikat buruh. Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menentukan bahwa
pendirian organisasi buruh sudah dapat dilakukan apabila mempunyai 10
orang anggota.

e. Jenis-jenis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


Berdasakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dalam menyelesaiankan
perselisihan hubungan industrial, dapat ditempuh melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
1. Perundingan Bipartite
Perundingan bipartite sama dengan negosiasi, yaitu menyelesaikan
sengketa oleh para pihak tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan
mencari kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang harmonis dan
kreatif.
Menurut UU No.2 Tahun 2004 pengertian perundingan bipartite
merupakan perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial.
Setiap perselisihan dalam hubungan indutrial antara pekerja dan pengusaha
wajib hukumnya untuk diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang berselisih,
yaitu secara bipartite sebelum menempuh jalur penyelesaian yang lain.

2. Penyelesaian di Luar Pengadilan


Bila penyelesaian bipartite tidak ditemukan titik temu, maka para pihak
dapat menempuh penyelesaian perselisihan di luar pengadilan yang telah
disediakan oleh pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan
masyarakat pekerja/buruh dan pengusaha.
3 lembaga penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu:
a. Mediasi
adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, PHK,
perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator
yang netral.
Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai
mediator yang telah ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan
mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada
para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan suatu perselisihan.

b. Konsiliasi
adalah suatu cara penyelesaian suatu perselisihan hak, Kepentingan PHK
dan antar-serikat pekerja/serikat buruh dengan musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Konsiliator seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai
konsiliator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan
mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada
para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan suatu perselisihan.

c. Arbitrase
adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan
antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar
pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para
pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan
kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk
memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan dan
perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya kepada arbitrase yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

3. Penyelesaian Melalui Pengadilan


Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial yang pada pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan
kepadapihak penggugat apabila gugatan penggugat tidak melampirkan
risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi.
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat
memberikan jawaban, apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas
gugatan, pencabutan gugatan akan dikabulkan pengadilan apabila disetujui
tergugat.
Organisasi serikat pekerja/ buruh

macam-macam Organisasi serikat pekerja :

1. Serikat Pekerja. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota


serikat pekerja dilingkungan perusahaan dengan anggota paling sedikit 10
(sepuluh )orang;
2. Federasi Serikat Pekerja. Sekurang - kurangnya 5 (lima) organisasi serikat pekerja
dapat membentuk federasi serikat pekerja.
3. Konfederasi Serikat Pekerja. Hal ini dapat dibentuk apabila ada 3 (tiga) atau lebih
Federasi Serikat Pekerja/Buruh bergabung untuk membentukn Ketentuan dan
syarat-Msyarat anggota sebagai berikut :
a. Serikat pekerja/buruh, Federasi, Konfederasi harus terbuka dalam menerima
anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin.
b. Dalam hal persyaratan keanggotaan diatur Angggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga.
c. Seorang pekerja/buruh tidk boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat
pekerja disuatu perusahaan.
d. Apabila tercatat lebih dari satu, yang bersangkutan harus menyatakan
secara tertulis satu serikat pekerja yang dipilih.

Serikat Pekerja
a. Fungsi Serikat Buruh/Pekerja
Fungsi dapat juga diartikan sebagai jabatan (pekerjaan) yang dilakukan; apabila
ketua tidak ada maka wakil ketua akan melakukan fungsi ketua; fungsi adalah
kegunaan suatu hal; berfungsi artinya berkedudukan, bertugas sebagai;
menjalankan tugasnya.
Fungsi dan peran yang dapat dilakukan sebagai lembaga organisasi serikat
buruh/pekerja adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama dan penyelesaian
Perselisihan Industrial;
2. Sebagai wakil pekerja buruh dalam lembaga kerja bersama dibidang
Ketenagakerjaan sasuai tingkatannya;
3. Sebagai sarana menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentiongan anggota
5. Sebagai perencana, pelaksanaan dan penanggung jawab, pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan yang
berlaku.
6. Sebagai wakil dari para pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan
saham di perusahaan.

Fungsi serikat buruh/pekerja secara khusus adalah :


1. Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
pekerja.
2. Lembaga perunding mewakili pekerja.
3. Melindungi dan membela hak – hak dan kepentingan kerja.
4. Wadah pembinaan dan wahana peningkatan pengetahuan pekerja.
5. Wahana peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
6. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
7. Wakil pekerja dalam lembaga – lembaga ketenagakerjaan.
8. Wakil untuk dan atas nama anggota baik di dalam maupun di luar
pengadilan.

b. Peranan Serikat Buruh/Pekerja


dari serikat buruh/pekerja adalah :
1. Serikat pekerja mempunyai fungsi Kanalisasi, yaitu fungsi menyalurkan
aspirasi, saran, pandangan, keluhan bahkan tuntutan masing – masing
pekerja kepada pengusaha dan sebaliknya, serikat pekerja berfungsi sebagai
saluran informasi yang lebih efektif dari pengusaha kepada para pekerja;
2. Dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, pengusaha
dapat menghemat waktu yang cukup besar menangani masalah – masalah
ketenagakerjaan, dalam mengakomodasikan saran – saran mereka serta
untuk membina para pekerja maupun dalam memberikan perintah –
perintah, daripada melakukannya secara individu terhadap setiap pekerja;
3. Penyampaian saran dari pekerja kepada pimpinan perusahaan dan perintah
dari pimpinan kepada para pekerja, akan lebih efektif melalui serikat
pekerja, karena serikat pekerja sendiri dapat menseleksi jenis tuntutan yang
realistis dan logis serta menyampaikan tuntutan tersebut dalam bahasa
yang dapat dimengerti dan diterima oleh direksi dan perusahaan;
4. Dalam manajemen modern yang menekankan pendekatan hubungan antar
manusia ( Human Approach ), diakui bahwa hubungan nonformal dan
semiformal lebih efektif atau sangat diperlukan untuk mendukung daripada
hubungan formal. Dalam hal ini serikat pekerja dapat dimanfaatkan oleh
pengusaha sebagai jalur hubungan semi formal;
5. Serikat pekerja yang berfungsi dengan baik, akan menghindari masuknya
anasir – anasir luar yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi dan
ketenagakerjaan, jika di suatu perusahaan tidak ada PUK SPSI atau bila PUK
SPSI tidak berfungsi dengan baik, maka anasir luar dengan dalih
memperjuangkan kepentingan pekerja akan mudah masuk mencampuri
masalah intern perusahaan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
campur tangan LSM, LBH dan pihak luar lainnya ke perusahaan lebih banyak
menambah rumitnya persoalan daripada mempercepat penyelesaian
masalah;
6. Mewakili pekerja pada Lembaga Tripartit dan Dewan Pengupahan pada
Lembaga Departemen Tenaga Kerja sesuai tingkatan

c. Hak serikat pekerja/ buruh


Hak untuk menjadi anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak
asasi dari pekerja/buruh yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam
pasal 28. Hak dari Serikat Buruh/Pekerja yang telah mempunyai Nomor Bukti
Pencatatan yang syah antara lain :
1. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
2. Mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
3. Mewakili pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan;
4. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
usaha peningkatan kesejahteraan pekerja; dan
5. Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Kewajiban serikat pekerja/ buruh


Sedangkan kewajiban dari Serikat Pekerja yang telah mempunyai nomor bukti
pencatatan ialah :
1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan
memperjuangkan kepentingannya;
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
3. Mempertanggung-jawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
Pekerja juga mempunyai kewajiban yang berkaitan dengan keuangan dan
harta kekayaannya.Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja haruslah
terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurus dan
anggotanya. Keuangan serikat pekerja bersumber dari :
1. Iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau
anggaran rumah tangga;
2. Hasil usaha yang sah; dan
3. Bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.
Apabila pengurus serikat pekerja menerima bantuan dari pihak luar negeri,
maka mereka wajib untuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang
bertanggung-jawab di bidang ketenagakerjaan.Bila serikat pekerja tidak
memberitahukan kepada instansi pemerintah yang berwenang tersebut, maka
dapat dikenakan sanksi administrasi pencabutan nomor bukti pencatatan serikat
pekerja dan hal ini berarti bahwa serikat pekerja tersebut kehilangan haknya
sebagai serikat pekerja (Pasal 24 UU No.21 Tahun 2000).

e. Perlindungan Terhadap Serikat Pekerja


Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh
untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja
dengan cara :
1. Melakukan pemutusan hubungan kerja
2. Memberhentikan sementara
3. Menurunkan jabatan atau melakukan mutasi;
4. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja;
5. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; dan
6. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja (Pasal 28 UU No.21
Tahun 2000).

Sanksi hukum atas pelanggaranPasal 28 tersebut di atas yang merupakan tindak


pidana kejahatan, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000.-
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 43 UU No.21 Tahun 2000).

Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota


serikat pekerja untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja dalam jam kerja
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam
perjanjian kerja bersama.

Memberikan kesempatan adalah membebaskan pengurus dan anggota serikat


pekerja dalam beberapa waktu tertentu dari tugas pokoknya sebagai pekerja
sehingga dapat melaksanakan kegiatan serikat pekerja.
Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama harus
diatur mengenai :
1. Jenis kegiatan yang diberikan kesempatan.
2. Tata cara pemberian kesempatan.
3. Pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat
upah
PHK Massal MNC Group Dinilai Salahi Prosedur UU Ketenagakerjaan

JAKARTA, KOMPAS.com - Sasmito Madrim dari Federasi Serikat Pekerja Media


Independen (FSPMI) menilai bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 300
pekerja oleh perusahaan MNC Group milik Hary Tanoesoedibjo, tidak sesuai prosedur
yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sasmito mengatakan, PHK dilakukan secara sepihak, sebab hingga saat ini pihak
perusahaan tidak menjelaskan dasar dari PHK tersebut."PHK yang dilakukan saat ini kan
tidak sesuai prosedur. Dari manajemen belum ada penjelasan resmi, kalau ada
penjelasan kan enak, karyawan di-PHK karena apa," ujar Sasmito usai bertemu Direktur
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Perindustrian Kementerian Ketenagakerjaan John
Daniel Saragih di gedung Kemenaker, Jakarta Selatan, Rabu (5/7/2017). Selain tidak
menyertai alasan yang jelas, lanjut Sasmito, pihak perusahaan juga tidak memberikan
surat peringatan kepada karyawan sebelum menerima surat pemberitahuan PHK. Surat
pemberitahuan PHK itu tidak diberikan langsung ke karyawan, melainkan dikirimkan ke
rumah. "Kemudian
surat PHK yang diberikan ke teman-teman itu juga tidak manusiawi.Ada teman-teman
yang sudah bekerja belasan tahun, surat PHK-nya ini hanya diberikan melalui surat
dikirim ke rumahnya," kata Sasmito.Selain itu, menurut Sasmito, pihak MNC Group juga
tidak memberikan pesangon yang sesuai dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.
Sasmito mengatakan, ada sejumlah karyawan yang sudah bekerja selama lebih dari lima
tahun, namun pesangon yang diterima tidak sesuai dengan masa kerjanya. Sementara
itu, UU Ketenagakerjaan menyatakan karyawan yang telah menjalankan masa kerja lebih
dari lima tahun dan kurang dari enam tahun, berhak uang pesangon sebesar enam kali
dari upah per bulan. "Kami sedang mendorong untuk
mediasi bipartit dulu ya.Kami menolak PHK dan berharap pihak manajemen tidak
melakukan PHK sepihak.Kalaupun terjadi PHK, kami mendorong perusahaan
memberikan hak yang sesuai undang-undang," ucapnya. Berdasarkan Pasal 151 UU
Ketenagakerjaan, pihak pengusaha, serikat buruh dan pemerintah harus mengusahakan
agar PHK tidak terjadi. Jika PHK tidak bisa dihindari maka maksud pemutusan hubungan
kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan pekerja atau.serikat pekerja.Selain itu,
pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau buruh
setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.

Analisis:

Menurut pendapat kami pemutusan hubungan kerja (PHK) pihak perusahaan MNC
Group milik Hary Tanoesoedibjo sangat tidak wajar karena PT. MNC group melakukan
PHK kepada karyawan tanpa karyawan tersebut tau apa kesalahannya dan menurut
kami PHK yang dilakukan oleh PT. MNC group tidak sesuai dengan prosedur yang
seharusnya. Seharusnya jika melakukan PHK secar besar besaran maka karyawan yang di
PHK harus mendapatkan pesangon dan memberikan surat PHK tersebut langsung
kepada karyawan yang di tuju.

Anda mungkin juga menyukai