Di dalam pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang bekerja yaitu
Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 8. Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam
dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Peremuan pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang
sampai dengan Pukul 07.00. Semua peraturan tersebut secara jelas memberikan perlindungan
kepada perempuan. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003.
disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah
Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan
menerima upah.
Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki,
seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84,
Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul
07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang
Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara
(delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00
– 07.00.
Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan
minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan
uang.
masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam
masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah
penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan
Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5
bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh.
Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara
penuh.
Pemberian Lokasi Menyusui
masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang
anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat
dengan perusahaan.
Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja
wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas
pengawasan ke Perusahaan.
pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang
menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan
terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya
Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan
untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-undang negara dan
dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan.
Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan
Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik
Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang
dimilikinya.
reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi
reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan nama
majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja yang tidak
berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada
pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat
(3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua
dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan
Konvensi ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua macam tambang di
bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang umurnya tidak
boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya terdapat pada pasal 3.
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita
untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau gaji
biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus
dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada
saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh diskriminasi
antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
2.2 Perlindungan Pekerja Anak
Masalah pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam ps.1 Undang-undang
menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun, baik untuk anak
laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan
tersebut sudah memadai dan sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena
sampai saat ini masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang
perlindungan anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah
Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Keppres
No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk semua masalah seputar
anak yang kita temui. Di dalam pasal 32 dari KHA, dinyatakan bahwa anak mempunyai hak
untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan
mengganggu perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak. Oleh karena itu
negara berkewajiban untuk menentukan batas usia minimum pekerja anak, mengatur jam dan
kondisi penempatan kerja, serta menetapkan sanksi dan menjatuhi hukuman kepada pihak-
Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa Negara telah menunaikan core obligation-nya
melalui UU Ketenagakerjaan tersebut. Negara telah menetapkan batas usia minimum pekerja
anak, telah mengatur bahwa anak harus dihindarkan dari kondisi pekerjaan yang berbahaya,
abolisi mendasarkan pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi
apapun, karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta
pemikirannya pada jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai
warga negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan
terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-
haknya. Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara terus-
menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk pekerja
anak.
Kondisi-kondisi yang sangat merugikan seperti diupah dengan murah, rentan terhadap
eksploitasi, rentan terhadap kecelakaan kerja, rentan terhadap PHK yang semena-mena, serta
kewajiban baru bagi negara untuk memberikan perlindungan kepada anak yang terpaksa
bekerja, dan bahwa kepada anak yang bekerja harus diberikan perlindungan melalui peraturan
dewasa dan agar mereka terhindar dari segala bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan.
Jadi sementara negara belum bisa sepenuhnya menghapus pekerja anak, setidaknya
negara dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja anak, sebagai anak dan sebagai
pekerja, serta memberikan perlindungan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja, melalui cara
Tetapi seperti halnya berbagai peraturan lainnya, kendala utamanya adalah dalam hal
pelaksanaan. Dan sejauh mana Negara telah memberikan perlindungan terhadap pekerja
a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur
b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai
15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dari
c. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi
d. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
e. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
f. Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk, tercantum dalam
Pasal 74 ayat (1). Yang dimaksud pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat (2), yaitu :
produksi dan perdagangan minuman keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.