Anda di halaman 1dari 3

Pengelolaan Ketenagakerjaan Dalam Sistem Islam

Pengesahan Omnibus law cipta kerja telah memicu kontroversi dan kekacauan nasional.
UU sapu jagad ini menyatukan 73 UU dengan lebih dari 1200 pasal. UU ini mendapatkan
penentangan yang masif dari berbagai pihak, mulai dari serikat buruh, pegiat lingkungan,
mahasiswa, akdemisi hingga para ulama. Menurut para penentangnya, undang-undang ini
sarat kepentingan pengusaha dan merugikan masyarakat luas.
Sebenarnya banyak sekali kritik yang dapat disampaikan atas UU cipta kerja ini, namun
dalam tulisan ini hanya fokus terkait mengenai kluster ketenagakerjaan.
Menurut para aktivis buruh. UU ini berisi berbagai aturan yang memperkuat eksploitasi
pengusaha terhadap buruh. Buruh menjadi salah satu pihak yang akan menerima dampak
besar dari UU Cipta Kerja ini. Banyak pasal bermasalah dalam Bab IV Klaster
Ketenagakerjaan. Di antaranya : penggantian aturan pengupahan pasal 88 UU Cipta Kerja,
hari libur yang dipangkas pasal 79 UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
pekerja terancam tidak mendapatkan pesangon pasal 81 point 51-55 UU Cipta kerja, tenaga
kerja asing (TKA) lebih mudah masuk ke Indonesia pasal 81 point 4-11 UU Cipta kerja,
bertambahnya jam lembur dan hilangnya cuti panjang pasal 81 point 22 & 79 UU cipta kerja,
tidak ada lagi upah minimum sektoral dan upah minimum kabupaten/kota pasal 88C UU
Cipta Kerja, penghapusan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar upah pekerja pasal
91 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan banyak pasal lainnya.
Telaah lebih jauh dari pasal-pasal tersebut semakin meyakinkan bahwa UU Cipta Kerja ini
menguatkan eksploitasi terhadap buruh. Sebagai contoh adalah perubahan kebijakan terkait
pengupahan. UU Cipta Kerja hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang
sebelumnya ada dalam 11 dalam UU ketenagakerjaan. Tujuh kebijakan itu yakni ; upah
minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau
tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; dan
upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan dalam UU Cipta Kerja antara lain upah
karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk perhitungan pajak
penghasilan. Contoh lainnya adalah perubahan kebijakan terkait tanaga kerja asing (TKA). Di
dalam UU Cipta Kerja pemerintah menghapuskan kewajiban izin tertulis bagi pengusaha
yagn ingin memperkerjakan TKA. Pemerintah hanya mewajibkan pengusaha untuk memiliki
rencana penggunaan TKA, sebagaimana teruang dalam pasal 81 poin 4 UU Cipta Kerja yang
mengubah pasal 42 UU Ketenagakerjaan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa UU Cipta Kerja
memberikan kemudahan bagi TKA untuk bekerja di Indonesia.
Banyak hak-hak buruh yang dikurangi dan atau dihilangkan, sementara tuntutan
kewajiban semakin meningkat. Buruh sebagai salah satu pemangku kepentingan utama
dalam perekonomian justru dimarginalkan. UU Cipta Kerja dalam praktiknya diperkirakan
akan mendorong terjadinya praktik perbudakan modern.
Antara pekerja dan pemberi kerja dalam islam dikenal dengan akad ijarah, yakni akad
sewa, dalam hal ini pemberi kerja (musta’jir) menyewa jasa pekerja (ajir), dengan memberi
upah sebagaimana yang telah disepakati antara pemberi kerja dan pekerja
Akad Ijarah dilandasi pada dalil Al-Qur’an yang terdapat pada QS. Ath-Thalaq ayat 6 yang
artinya, “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah
di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” Lalu hadist yang sudah umum
diketahui yaitu dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering
keringatnya”
Adapun apabila dalam akad ijarah ini ada penyelewangan maka ini adalah tugas Qadhi
hisbah yang bertugas menyelesaikan berbagai pelanggaran yang merugikan hak-hak
masyarakat secara umum. Pada sistem kapitalis sendiri mengedepankan persaingan bebas
tiap – tiap individu seperti dalam kepemilikan harta, barang, yang membuat negara lepas
tangan dalam menyejahterahkan masyarakatnya.
Masalah-masalah yang ditimbulkan dengan penerapan UU Ketenagakerjaan ataupun UU
Cipta Kerja dalam penerapan sistem kapitalis sekarang ini tidak dikenal dalam sistem islam.
Masalah ketenagakerjaan atau perburuhan ini terjadi dikarenakan dalam sistem kapitalis
negara lepas tangan terhadap masyarakatnya untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan inti
individunya, seperti halnya dalam pemenuhan kesehatan, pendidikan, dan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang kita kenal dengan sebutan sandang pangan, dan papan. Semua
kebutuhan tersebut dibebankan terhadap individu-individu untuk memenuhinya sehingga
akhirnya memunculkan masalah, untuk sekarang ini bagi pengusaha ataupun pemberi kerja
harus menanggung beban dalam hal pemberian tunjangan-tunjangan terhadap pekerja
seperti tunjangan hari tua, tunjangan pensiun, pesangon dll padahal beban tunjangan –
tunjangan tadi sebetulnya adalah tanggung jawab negara terhadap masyarakatnya dalam
sistem islam.
Sehingga solusi permasalahan buruh ini tidak cukup dengan pembuatan UU ataupun
menaikkan Upah kerja, tetapi dengan penerapan sistem islam secara meyeluruh, yang mana
dalam sistem islam pemberi kerja atau pengusaha tidak dibebankan dalam hal pemenuhan
tunjangan – tunjangan terhadap pekerja, tetapi ini adalah tugas negara dalam hal menjamin
kebutuhan sandang, pangan, papan tiap individu warganya terpenuhi, termasuk juga dalam
hal pendidikan dan kesehatan

Anda mungkin juga menyukai