Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang Masalah

Hukum perburuhan yang ada, riwayat hubungan perburuhan di Indonesia

diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan, rodi,

dan poenale sanksi (sanksi poenale).1 Perbudakan adalah suatu peristiwa di

mana seseorang yang disebut budak melakukan pekerjaan di bawah pimpinan

orang lain. Para budak ini tidak mempunyai hak apapun termasuk hak atas

kehidupan. Sebagai contoh peristiwa Sumba tahun 1877, sebanyak 100 orang

budak dibunuh karena rajanya meninggal dunia, hal ini dilakukan atas dasar

kepercayaan bahwa budak yang dibunuh tersebut memiliki kewajiban untuk

melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya.2

Perbudakan pada zaman dulu disebabkan karena para raja, pengusaha

yang mempunyai ekonomi kuat membutuhkan orang yang dapat mengabdi

kepadanya, sementara penduduk miskin yang tidak berkemampuan secara

ekonomi saat itu cukup banyak yang disebabkan karena rendahnya kualitas

sumber daya manusia, sehingga tidak mengherankan perbudakan hidup

tumbuh dengan subur.3 Penggantian istilah buruh dengan istilah pekerja,

konsekuensi istilah hukum perburuhan menjadi tidak sesuai lagi. Perburuhan

berasal dari kata “buruh”, yang secara etimologi dapat diartikan dengan

1
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, hal 1 - 2
2
Ibid.
3
Ibid.

1
keadaan meburuh, yaitu keadaan dimana seorang buruh bekerja pada orang

lain (pengusaha).

Sarjana yang pernah mempergunakan hukum ketenagakerjaan.

Ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang artinya “segala

hal yang berhungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan

sesudah masa kerja” (pasal 1 huruf Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Tenaga Ketenagakerjaan). Dengan demikian, hukum perburuhan lebih

sempit cakupannya dari pada hukum ketenagakerjaan karena hanya

menyangkut selama tenaga kerja (buruh) melakukan pekerjaan.4

Hubungan antara buruh dengan majikan ini tetap diserahkan sepenuhnya

kepada pihak (buruh dan majikan), maka tujuan hukum perburuhan untuk

menciptakan keadilan sosial di bidang perburuhan akan sangat sulit tercapai,

karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo

homoni lopus).5 Seperti diketahui bahwa tujuan campur tangan pemerintah

dalam bidang perburuhan ini adalah untuk mewujudkan perburuhan yang adil,

karena peraturan perundang-undangan memberikan hak-hak bagi

buruh/pekerja sebagai manusia yang utuh, karena itu harus dilindungi baik

menyangkut keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya.

Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan pengusaha/

majikan yakni kelangsungan perusahaan.6 Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, kecil, dan menengah,

kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dan usaha menengahatau
4
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 1 - 3
5
Ibid.
6
Zaeni Asyhadie, op cit hlm. 3

2
usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau

usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling

memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 7 Menurut para

ahli kemitraan adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang bertujuan

untuk mencari keuntungan dimana suatu pihak berada dalam kondisi yang

lebih rendah dari yang lainnya namun membentuk suatu hubungan yang

mendudukkan keduanya berdasarkan kata sepakat untuk mencapai suatu

tujuan. Pola kemitraan usaha terampil dalam pembangunan guna kesejahteraan

rakyat.8 Kemitraan dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari

berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut

Notoatmodjo, kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-

individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai

suatu tugas atau tujuan tertentu.9 Tujuan kemitraan adalah untuk

meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dibidang manajemen, produk,

pemasaran, dan teknis, disamping agar bisa mandiri demi kelangsungan

usahanya sehingga bisa melepaskan diridari sifat ketergantungan, serta juga

dapat menumbuhkan ekonomi masyarakat dan juga memberikan lapangan

kerja yang cukup untuk masyarakat.10

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap

angkutan umum bisa dikatakan meningkat setiap tahunnya. Hal ini tentunya

7
Jeane neltje saly, Usaha Kecil Penanaman Modal Asing dalam Peresfektif Pandangan
Internasional, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2001 hal. 35
8
ibid hlm. 35
9
Soekidjo Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta, 2003,
hlm.30
10
M. tohar, Membuka Usaha Kecil, Yogyakarta : kanisius, 2000, hal. 10

3
berpengaruh kepada beberapa transportasi atau angkutan umum. Ojek salah

satunya, angkutan umum yang mengandalkan sepeda motor ini menjadi

pilihan masyarakat dijaman sekarang ini. Hal ini dikarenakan ojek dapat

sangat diandalkan untuk mengatasi kemacetan didaerah kota yang padat

karena ojek dapat melewati gang-gang sempit yang tidak bisa dilewati oleh

mobil-mobil angkutan umum lain nya. Ongkos ojek online pun bisa dikatakan

tergolong sangat terjangkau sehingga tidak salah banyak sekali yang

memanfaatkan ojek ini sebagai angkutan umum utama bagi beberapa orang.11

Sistem manajemen dan operasional Gojek adalah dengan memadukan

teknologi modern startup. Setiap driver Gojek menggunakan handphone

android dengan aplikasi dan Global Positioning System (GPS) yang selalu

aktif, ketika pelanggan memesan jasa melalui aplikasi Gojek, dalam posisi

radius 3 km, panggilan tersebut akan menggetarkan handphone driver yang

tersambung sampai pada akhirnya pemesanan tersebut dipenuhi .12 Serta di

dalam masyarakat jumlah dari tahun – ketahun mengalami peningkatan yang

cukup cepat, karna alasan pekerjaan yang cukup menjanjikan dan mudah

untuk di kerjakan. Di sisi lain tidak hanyak mitra kerja yang normal saja yang

tertarik dengan pekerjaan sebagai driver gojek tersebut, melainkan juga pada

penyadang disabilitas atau yang biasa kita sebut difabel (kondisi khusus).

11
Ridho Kurniawan, Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Konsumen dalam Penggunaan
Jasa Angkutan Ojek online (GO-JEK) di Kota Pekanbaru, Skripsi, Program Sarjana Hukum
Universitas Riau, Pekanbaru, 2017, hlm.2.
12
Siti Hajar Hardianti, Hubungan Antara Motivasi Kerja DenganPengambilan Keputusan
Alih Profesi Dari Karyawan Menjadi Driver Gojek, Skripsi, Program Sarjana Psikologi
Universitas Bhayangkara Jakarta, 2016, hlm. 1.

4
Sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas juga

mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara

lainnya dan pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi hak bagi para

penyandang disabilitas hal itu tercermin dalam Undang-undang (UU) Nomor

8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bahwa: “Setiap Penyandang

cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek

kehidupan dan penghidupan.”13 Pasal tersebut jelas menerangkan bahwa setiap

penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga lainnya, tidak

ada diskriminasi dan pembedaan, karena Hak Asasi Manusia tidaklah

bertumpuh kepada perbedaan suku, agama bahkan kelainan fisik namun

nyatanya para penyandang disabilitas masih mendapatkan perlakuan yang

tidak selayaknya mereka terima, malah tak jarang mereka menemukan

diskriminasi.14

Kewajiban menghormati Hak Asasi Manusia tercermin dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai seluruh pasal,

terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam

hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”15. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama

13
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (5).
14
Kartika Gabriela Rompis, ”Perlindungan Hukum Terhadap Penyadang Disabilitas dalam
Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia”, Pada Jurnal Lex Administratum, Vol. IV, No. 2 Februari
2016, hlm 171.
15
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (2).

5
dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta hak untuk

memperoleh pendidikan dan pengajaran. Pemerintah memegang peranan

penting dalam kemajuan suatu negara yang memberikan jaminan untuk

kehidupan yang aman dan layak bagi setiap masyarakat, hak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama di depan hukum.16

Masyarakat mengenal istilah disabilitas atau difabel sebagai seseorang

yang menyandang cacat. Masyarakat kebanyakan mengartikan penyandang

disabilitas sebagai individu yang kehilangan anggota atau struktur tubuh

seperti kaki/tangan, lumpuh, buta, tuli, dan sebagainya. Menurut definis yang

diberikan oleh World Health Organization (WHO), disabilitas adalah

keterbatasan atau kurangnya kemampuan organ sehingga mempengaruhi

kemampuan fisik atau mental untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan

aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level

individu.17 Di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan setiap warga negara Indonesia

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal ini dapat dimaknai

bahwa negara bertanggung jawab terhadap hak konstitusional warga.

Ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang sebagai upaya meningkatkan

kesejahteraan seseorang, meskipun dihadapkan pada terbatasnya lapangan

kerja.

16
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D Ayat (1).
17
Oca Pawalin, “Peran Dinas Sosial Kota Metro dalam Memberdayaan Penyandang
Disabilitas”, Skripsi, Ilmu Pemerintahan Sarjana Universita Lampung, Lampung, 2017, hlm. 35-
36

6
Perlindungan hak bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas

perlu ditingkatkan. Pengertian penyandang disabilitas, berdasarkan Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

Disabilitas, adalah “setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,

intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam

berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan

untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya

berdasarkan kesamaan hak”. Penyandang disabilitas harus mendapat

perlindungan. Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016

menentukan perlindungan terhadap penyandang disabilitas merupakan upaya

yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi dan memperkuat

hak penyandang disabilitas.18 Sebagai bagian dari warga negara, sudah

sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus, sebagai

upaya perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi

dan pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus dapat dipandang

sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan

pemenuhan hak asasi manusia secara universal. Penyandang disablitas juga

merupakan bagian dalam masyarakat yang berhak mendapatkan pekerjaan

sesuai dengan tingkat kecacatannya.

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia

seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan

merata. Baik secara material maupun spiritual berdasarkan pancasila dan


18
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

7
Undanng-Undang Dasar 1945.19 Perjanjian antara driver dengan pihak Go-Jek

adalah perjanjian kemitraan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tidak

bisa dijadikan landasan hukum. Kedua pihak terikat dengan perjanjian biasa,

dalam hal ini kembali dan tunduk pada aturan-aturan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPer) bagian Perjanjian. Asas lex specialis derogat lex

generalis tidak berlaku dalam kasus ini. Ada kemungkinan bahwa perjanjian

yang terjadi antara driver dengan perusahaan Go-Jek tersebut berbentuk

kontrak elektronik, yang mana termuat dalam aplikasi yang disediakan oleh

perusahaan yang dalam pembentukannya dapat diduga mengacu pada undang-

undang tantang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Agus Mulya

Karsona, dosen Hukum Perburuhan Universitas Padjajaran Bandung,

hubungan kemitraan menekankan asas mutualisme di antara kedua belah

pihak. Artinya, hubungan ini bersifat saling menguntungkan dan posisi para

pihak setara.Berbeda dengan hubungan kerja, di mana ada atasan dan

bawahan. Terkait dengan perjanjian kemitraan yang dilakukan antara driver

dan pihak Go-Jek.20

Kemitraan sangat penting dalam dunia usaha, karna dengan adanya

kemitraan ini membantu mengurangi pengangguran serta membantu

perekenomian di Indonesia, hubungan kerja yang terjadi pada kemitraan

adalah antara si pemohon kepada perusahaan Go-jek tersebut dan di tuangkan

dalam perjanjian kerjasama secara tertulis menurut undang-udang yang

19
Koesparmono dan armansyah, “Hukum Tenaga Kerja Suatu Pengantar “, Erlangga, Jakarta,
2016, hal 1.
20
Wayan Andika Darmajaya, Perlindungan Hukum Terhadap Hak-hak Pekerja di PT.GO-
JEK Yogyakarta, , Skripsi, Program Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta, 2017, hal.7.

8
berlaku. Hubungan mitra kerja tersebut pada dasarnya menimbulkan hak dan

kewajiban antara masing-masing pihak, salah satunya dari pihak pemohon

atau bisa disebut Driver Go-Jek harus menyetor setiap uang hasil orderan dari

konsumen sebesar 20% dari harga orderan, dan dari pihak driver juga harus

mentaati setiap aturan yang berlaku di lalulintas serta tidak melakukan

tindakan kriminal atau tindakan yang dapat merugikan PT. Go-Jek dan dari

pihak driver yaitu mendapatkan upah bonus yang di terapkan oleh pihak

Pemilik aplikasi sesuai dengan jumlah orderan dan ketetapan yang berlaku

diaplikasi tersebut yaitu ada 3 tahap sistem pembagian poin bonus.

Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 27 ayat (2) telah ditegaskan bahwa

setiap warga negara berhak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi

kemanusiaan. Dimana penulis melakukan penelitian terhadap driver Go-Jek

yang disabilitas yang hanya satu-satunya di Pekanbaru yaitu Bapak Yossiadi

yang mengalami kondisi disabilitas serta kendaraannya sudah di rombak

sedemikian rupa untuk layak dikendarai dan dinaiki oleh penumpang, namun

disisi lain justru Bapak Yossiadi sering mengalami tindakan diskriminasi

berupa cibiran atau juga berupa pembatalan pesanan dari pelanggan atau

konsumen yang tidak suka dengan kondisi kendaraan beliau yang tidak

normal, dari hal tersebut Bapak Yossiadi mengalami banyak kerugian dari

tindakan tersebut antara lain waktu yang terbuang sia-sia, bensin kendaraan

yang terbuang sia-sia, serta perlakuan yang tidak layak diterima oleh Bapak

Yossiadi yaitu berupa diskriminasi atas kondisi beliau. Serta bahkan Bapak

Yossiadi pernah mengalami surat peringatan atau suspen dari pihak pemilik

9
aplikasi gojek berupa penon-aktifan akun beliau dalam kurun waktu 30 menit

diakibatkan munculnya komentar buruk tentang beliau dari kolom komentar di

aplikasi tersebut padahal menurut Bapak Yossiadi, dia sudah menjalankan

tugasnya sebagai driver mengantarkan penumpang tersebut selamat sampai

tujuan, hal ini akibat penon-aktifan tersebut Bapak Yossiadi mengalami

kerugian yang cukup besar dimana dalam kurun waktu tersebut biasanya

menurut Bapak Yossiadi dia bisa memperoleh pesanan yang antara 3-4

pesanan go-food ataupun jasa lain nya. Justru berakibat sangat menggangu

pendapatannya setiap hari. Di sisi lain justru dari pihak Go-Jek kurang

memperhatiakn hal-hal tersebut. Menurut Bapak Yossiadi tanggapan dan

keluhan dari dia dan rekan-rekan sesama mitra kerja juga jarang sekali untuk

di tanggapi oleh pemilik aplikasi Go-Jek tersebut. Dan menurut Bapak

Yossiadi dari pihak Go-Jek terlihat tidak memikirkan kondisi yang akan

dialami oleh bapak Yossiadi yang mengalami kondisi disabilitas tersebut.

Padahal didalam definisi mengenai mitra kerja di jelaskan dengan jelas bahwa

perjanjian mitra kerja tersebut jelas-jelas bertujuan untuk saling

menguntungkan antara masing-masing pihak, justru hal tersebut tidak

dirasakan oleh bapak Yossiadi tersebut. Padahal pada perjanjian persekutuan

perdata pada Pasal 1618 KUHPerdata dikatakan bahwa subyek persekutuan

perdata adalah merupakan dua orang atau lebih yang berjanji untuk

memasukkan sesuatu (uang/ usaha/ barang) ke dalam perseroan guna

memperoleh keuntungan bersama. Pada perjanjian pemberian kuasa dalam

Pasal 1792 KUHPerdata dikatakan bahwa subyek pemberian kuasa adalah

10
pemberi kuasa dan orang lain yang yang menerima (penerima kuasa). Oleh

karena itu dirasakan perlu diberikan pemenuhan hak terhadap driver Go-Jek

penyandang disabilitas oleh Go-jek Pekanbaru. Maka dengan ini penulis

tertarik untuk mengangkat judul tentang Pemenuhan Hak Pengemudi

Disabilitas (Tuna Daksa) dalam Perjanjian Kemitraan antara Go-Jek dan

Mitra Kerja Pengemudi di Pekanbaru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan yang terlah dipaparkan dalam latar belakang masalah

tersebut, maka penulis ingin merumuskan masalah agar sesuai dengan maksud

dan tujuan, sehingga dapat dicapainya sasarandari penelitia ini. Batasan

rumusan permasalahan yang menjadi pokok permasalahan yang ingin dibahas

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemenuhan hak terhadap mitra kerja penyandang disabilitas

pada GO-JEK di Pekanbaru?

2. Apa saja kendala yang dihadapai oleh penyandang disabilitas dalam

pemenuhan hak mitra kerja di GO-JEK?.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umun, adapun tujuan dari penelitian ini adalah guna mengkaji

secara sosioligis mengenai bagaimana pelindugan terhadap dirver atau

mitra kerja yang mengalami kondisi difabel atau cacat badan di perusahaan

Go-Jek di pekanbaru. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan

ini adalah sebagai berikut:

11
a.Mengetahui bagaimana pemenuhan hak terhadap mitra kerja/driver ojek

online yang mengalami kondisi difabel di Go-Jek di Pekanbaru.

b. Mengetaui upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam

mencegah terjadinya diskriminasi yang dialami oleh driver Go-Jek yang

mengalami kondisi difabel.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat penelitian yang diambil penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini berguna bagi penulis sebagai syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memperluas dan meningkatkan

pengetahuan penulis dalam hal yang berkaitan dengan karya ilmiah, serta

merupakan suatu sarana untuk memantapkan ilmu pengetahuan yang

telah penulis dapatkan dalam perkuliahan.

c. Hasil dari penelitian penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan

ilmu hukum pada khususnya.

d. Penelitian ilmiah ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi

masyarakat dan juga para akademisi serta semua pihak yang terlibat

terkhusus instansi yang terkait sebagai masukan dan bahan rujukan serta

perbandingan terhadap problematika yang sama sehingga dapat

menghasilkan penelitian yang lebih bermanfaat lagi.

D. Kerangka teori

12
1. Keadilan

Keadilan adalah tujuan hukum yang paling dicari dan paling utama

dalam setiap sytem didunia. Setiap peraturan perundang-undang yang

dibentuk bertujuan untuk mencapai keadilan. 21 Holland yang dikutip oleh

Wise, Percy M. Winfield dan Bias, menyatakan bahwa tujuan hukum

adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Hukum

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

tersebut.22 Keadilan mensyaratkan aturan-aturan yang ditetapkan menjadi

kebaikan masyarakat demi menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban

tertentu yang keras serta melindungi hak-hak individu, dan keadilan

bergantung sepenuhnya pada kemanfaatan sosial sebagai pondasinya.23

John Rawls menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang

berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan,

yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan

dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang.

Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang

terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang besifat timbal balik

(reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari

kelompok beruntung maupun tidak beruntung.24

21
Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan (Terjemahan six Theories of justice), Nusamedia,
Bandung: 1986, hlm. 2.
22
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Cetakan kelima, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000,
hlm. 53.
23
Ibid. hlm.24.
24
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
hlm.33.

13
Membahas sesuatu yang tidak biasa dalam memaknai keadilan, yang

terkait dengan subtansi yang ada didalam nya. Keadilan akan dibenturkan

dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa sesungguh nya kedialan tidak

akan berdaya tanpa ketidakadilan dan keraguan. 25 Membahas konsep

keadilan, menurutnya, yang kemudian akan dibenturkan dengan ketidak

adilan dan keraguan , akan memasuki medan wilayah dan sistematik atau

anti sistematik, abhkan hamper bersifat aphoristic, karena membicarakan

keadilan, ketidakadilan, keraguan kita berdiri pada wilayah yang labil

goyah atau cair (melee). Oleh karna itulah, keadilan (hukum) dianggap

plural dan plastik.26

Dalam menegakkan keadilan, dilakukan penerapan prinsip

kesetaraan melalui kebijakan afirmative hukum yaitu kebijakan yang

bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi)

memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam

bidang yang sama. Bisa juga diartiakan sebagai kebijakan yang memberi

keistimewaan kepada kelompok tertentu. Dalam konteks pemenuhan hak

penyandang disabilitas, tidakan affirmative dilakukan untuk mendorong

penyandang disabilitas dapat memiliki hak yang sesuai masyarakat normal

lainnya.

2. Perjanjian

25
Anthon F. Susanto, “Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan
Dekonstruktif)”, Jurnal Keadilan Soasial, Edisi 1 Tahun 2010, hlm. 23.
26
Erlyn Indarti, “Demokrasi dan Kekerasan: Sebuah Tinjauan Filsafat Hukum”, Aequitas
Juris. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Fakultas Hukum
Universitas Katolik Widya Mandira, Vol.2 (1), 2008, hlm.33.

14
Perjanjian diatur dalam buku ketiga KUHPer data tentang perikatan,

karena perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan disamping

undang-undang. Suatu perjanjian dapat dibuat secara bebas tidak terikat

pada suatu bentuk tertentu. Perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis, namun untuk pengamanan dan kepastian hukum, perjanjian lebih

sering dilakukan secara tertulis baik dengan kata otentik maupun akta

dibawah tangan. Pasal 1233 KUH Perdata mengatakan, bahwa tiap-tiap

perikatan dilahikan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang,

disini pembuat undang-undang membuat pembedaan perikatan

berdasarkan asal atau sumbernya. Dari ketentuan tersebut kita tahu, bahwa

sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang.27 Menurut

Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana sesorang berjanji kepada

orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji melaksanakan sesuatu

hal.28

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut, timbullah suatu hubungan

antara dua orang tersebut yang dinamakan perikata. Perjanjian itu

menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam

bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.

Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah


27
Maryati Bachtiar, Hukum Perikatan, Buku Ajar, Pusat Pengembangan Pendidikan
Universitas Riau, Pekanbaru: 2007, hlm.16
28
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, hlm.1.

15
sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber yang lain. Suatu

perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk

melakukan sesuatu.29

Perikatan dapat bersumber dari suatu perjanjian selain sumber-

sumberlainnya, yang juga disebut persetujuan dikarenakan para pihak

sepakat untuk melaksanakan suatu hal. Definisi perjanjian dapat dilihat

didalam Pasal 1313 KUHPerdata. Yang menyatakan bahwa perjanjian atau

persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kemudian

perjanjian memiliki fungsi yang dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi

yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis adalah fungsi yang

memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sedangkan fungsi

ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai

penggunaan dari nilai yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. 30

Syarat sah perjanjian ialah sebagai berikut:31

a. Adanya kesepakatan para pihak;

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

c. Suatu hal tertentu;

d. Adanya suatu sebab yang halal.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna

bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada

29
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan kedua Puluh Tujuh, Intermasa, Jakarta: 2014, hlm.1.
30
Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominate di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta,
2003, hlm.25.
31
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

16
persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing

yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan

penipuan. Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk

terjadinya suatu kontrak.32 Dari hal tersebut terlihat jelas bahwa haruslah

masing-masing pihak saling menghargai masing-masing pihak dan juga

memiliki itikad baik dalam pemenuhan perjanjian antara masing-masing

pihak.

Asas itikad baik berasal dari hukum Romawi yang kemudian diserap

oleh civil lare dan dalam perkembangannya juga diserap ke dalam hukum

kontrak di negara yang menganut sistem common law. Asas itikad baik ini

dikenal dengan Bonafides, yang mensyaratkan adanya itikad baik dalam

perjanjian yang dibuat oleh orang-orang Romawi. Pada awalnya hukum

perjanjian Romawi hanya mengenal iudicia stricti iuris, yaitu perjanjian

yang lahir dari perbuatan menurut hukum (negotium) yang mengacu pada

seperangkat hukum yang mengatur hak dan kewajiban warga Romawi (ius

civile). Ketika menghadapi suatu kasus hakim harus memutus sesuai

dengan hukum dan apa yang dinyatakan didalam perjanjian. Selanjutnya

berkembang suatu konsep yang bersumber dari hukum alam (ius gentium)

atau yang dikenal dengan iudicia bonae fidet, yang mengajarkan bahwa

dalam melaksanakan perjanjian harus sesuai dengan itikad baik membuat

dan Istilah itikad baik didalam KUHPerdata dikenal dengan dua

pengertian, yaitu itikad baik dalam artian subyektif atau disebut kejujuran

32
http://repository.unpas.ac.id/28018/4/G.%20BAB%20II.pdf , dilihat. pukul 11:30 tanggal 11
April 2019.

17
yung merupakan sikap batin atau suatu keadaan jiwa, dan itikad baik

dalam artian objektif atau yang dikenal dengan istilah kepatutan yang

berarti perilaku para pihak harus sesuai dengan anggapan para pihak saja.

Asas itikad baik juga dapat disimpulkan berdasarkan Pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata yang menyatakan, perjanjian harus dilaksanakan dengan

itikad baik dengan anggapan umum tentang itikad baik dan tidak hanya

pada Subekti berpendapat bahwa yang dimaksud dengan melaksanakan

perjanjian dengan itikad baik adalah melaksanakan perjanjan dengan

mengandalkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

3. Kerangka Konsepsual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau akan diteliti. 33 Untuk

tidak menimbulkan salah penafsiran tentang judul penelitian ini, maka penulis

memandang perlu untuk mengemukakan batasan-batasan tentang judul

penelitian yang dimaksud yakni sebagai berikut:

1. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu

lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami

hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan

warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

2. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang

dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk

33
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta: 1990, hlm. 132.

18
menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan

masyarakat.

3. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan,

pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau

berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau

pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.

4. Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan

Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.

5. Perlindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk

melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas.

6. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,

atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar

upah atau imbalan dalam bentuk lain.

7. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung

maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,

memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku usaha mikro,

kecil, dan menengah dengan usaha Besar.

4. Metode Penelitian

19
Penelitian hukum adalah usaha yang telaah diawali dengan suatu

penelitian, karena kaidah-kaidah hukum pada hakikatnya berisikan penilaian-

penilaian terhadap tingkah laku manusia.34

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum

sosiologis yaitu penelitian yang mengkaji aspek hukumnya dengan melihat

perundang-undangan yang berlaku dan membandingkan dengan

pelaksanaannya di lapangan dengan cara survei,35

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah pekanbaru tepat nya pada Go-Jek

Pekanbaru dan Driver Go Jek Difabel yang berlokasi di Jl. Pembangunan.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-

ciri atau karakteristik yang sama.36

b. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan sebagai

objek penelitian. Metode yang dipakai adalah Metode Sensus dan Metode

Purposive. Metode sensus yaitu metode dengan menetapkan sampel

berdasarkan jumlah populasi yang ada. Metode purposive yaitu

34
Soerjono Soekanto, “Pokok-Pokok Sosiologi Hukum”, Raja Grafindo Persada, Jakarta:
2013, hlm. 158.
35
Amiruddin dan Zainal Asikin, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”, Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2012, hlm. 167.
36
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 172.

20
menetapkan sejumlah sampel yang mewakili jumlah populasi yang ada,

yang kategori sampelnya itu telah ditetapkan sendiri oleh peneliti.37

Tabel
Populasi dan Sampel
NO Jenis Populasi Jumlah Populasi Jumlah Sampel Persentase (%)
Driver Go-jek

1 Disabilitas 1 1 100%

Pekanbaru
Driver Go-Jek

2 Basecamp 10 6 60%

Transmart

3 Konsumen 14 7 50%

Dinas
4 1 1 100%
Ketenagakerja
Jumlah 25 15
Sumber: data primer olahan data 2019

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data atau keterangan yang diperoleh secara

langsung dari responden baik data dari sampel maupun informan dari

penelitian.

b. Data Sekunder

37
Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hlm. 47

21
Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan yang

bersifat mendukung data primer. Data sekunder dalam penelitian ini

diperoleh dari jurnal hukum, peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang mitra kerja dan Disabilitas

c. Data Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif.38

5. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan jenis penelitian yang bersifat sosiologis maka dalam

mengumpulkan bahan hukum, penulis menggunakan metode pengumpulan

data primer berupa:

a. Wawancara, yaitu penulis mengumpulkan data melalui wawancara,

dengan menyampaikan instrument penelitian berupa pertanyaan-

pertanyaan secara lisan dan tertulis tentang fokus penelitian yang dijadikan

oleh penulis sebagai alat bantu untuk mewawancarai responden dalam

mendapatkan data sesuai dengan permasalahan yang diteliti

b. Kajian kepustakaan, yaitu penulis mengambil kutipan dari buku bacaan,

literatur, atau buku pendukung yang mewakili kaitan dengan permasalahan

yang akan diteliti.

c. Kuisioner, yaitu penulis mnyebarkan angket yang berisi pertanyaan terkait

judul kepada pelaku usaha sebagai sasaran.

38
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, “Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan
Singkat”, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2011, hlm. 13.

22
6. Analisis Data

Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan

kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir

secara optimal.39 Berdasarkan penelitian ini penulis menganalisis data secara

kualitatif, dimana data yang dianalisis tidak menggunakan statistik atau

matematika, angka-angka ataupun sejenisnya, namun cukup dengan

menguraikan secara deskriptif dari data yang telah diperoleh. Penulis dalam

hal menarik kesimpulan menggunakan metode berpikir deduktif yaitu metode

berpikir yang menarik suatu kesimpulan dari suatu pernyataan atau dalil yang

bersifat umum, menjadi suatu pernyataan yang bersifat khusus.

39
Bambang Waluyo, “Penelitian Hukum dalam Praktek Cetakan Ketiga”, Sinar Grafika,
Jakarta: 2002, hlm. 77.

23

Anda mungkin juga menyukai