Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM II

PEMERIKSAAN RF ( REMATOID FAKTOR)

I. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan ada tidaknya faktor rheumatoid pada serum penderita dengan
metode aglutinasi secara kualitatif.
II. Prinsip Pemeriksaan
Aglutinasi direk yaitu terjadi aglutinasi antara serum penderita yang mengandung
Rematoid Faktor (antihuman IgG) dengan partikel lateks yang telah dilapisi dengan
human IgG.
III. Dasar Teori
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun yang
paling umum di masyarakat, berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa. RF
merupakan antibodi terhadap regio Fc di Immunoglobulin G. Namun, sebagian besar
RF adalah berupa IgM. RF ditemukan lebih dari 70% penderita RA. Meskipun
demikian, RF juga ditemukan dalam persentase kecil pada subjek sehat dan hingga
20% pada subjek yang berusia lebih dari 65 tahun. Adanya RF menunjukkan RA tetapi
bukanlah penegak diagnosis. Peran autoantibodi dalam pathogenesis RA masih
diperdebatkan; namun temuan umum pada RA adalah adanya antibodi IgM yang
bereaksi dengan bagian Fc IgG, yang menyebabkan terbentuknya kompleks imun.
Antibodi anti-IgG ini dinamakan sebagai RF. Pengendapan kompleks imun ini pada
sendi akan mengaktifkan jalur komplemen klasik, yang menginisiasi kaskade peristiwa
yang pada komplemen menyebabkan pembentukan kemoatraktan yang dapat merekrut
makrofag dan neutrophil di tempat tersebut. Sel-sel ini dapat menyebabkan destruksi
jaringan dan juga menyebabkan penyebaran respons inflamatorik (Ernesto, K., 2017).
RF adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG (Widmann,
1995). Sebagaimana ditunjukkan namanya, RF terutama dipakai untuk mendiagnosa
dan memantau rheumatoid arthritis (Sacher, 2004). Semua penderita dengan
Rheumatoid Arthritis (RA) menunjukkan antibodi terhadap IgG yang disebut faktor
rheumatoid atau antiglobulin (Roitt, 1985). Rheumatoid arthritis sendiri merupakan
suatu penyakit sistemik kronis yang ditandai dengan peradangan ringan jaringan
penyambung. Sekitar 80-85% penderita RA mempunyai autoantibodi yang dikenal
dengan nama Rheumatoid faktor dalam serumnya dan menunjukkan RF positif. Faktor
ini merupakan suatu faktor anti-gammaglobulin. Kadar RF yang sangat tinggi
menandakan prognosis buruk dengan kelainan sendi yang berat dan kemungkinan
komplikasi sistemik. (Price, 1999 dan Widmann, 1995).
Dengan pemeriksaan RF pada penderita tersangka Rheumatoid arthritis
dapat digunakan untuk membantu diagnosa Rheumatoid arthritis. Prinsip
pemeriksaan ini adalah reagen RF yang mengandung partikel latex dilapisi dengan
gamma globulin manusia. Ketika reagen yang dicampur dengan serum yang
mengandung RF pada level yang lebih besar dari 8,0 IU/ml maka pada partikel akan
terjadi aglutinasi. Hal ini menunjukkan reaksi positif pada sampel terhadap RF. Dan
harus dilakukan pemeriksaan secara semi kuantitatif untuk mengetahui titernya. Untuk
tujuan ini sample harus dilarutkan dengan pelarut yang tersedia dan ditest secara
kualitatif. Tingkat RFdapat dihitung dari pengenceran terakhir dengan aglutinasi yang
terlihat. Sebaliknya bila pada serum yang diperiksa menunjukkan level kurang dari 8,0
IU/ml hal ini menunjukkan reaksi negatif terhadap RF (Anonim, 2006).

IV. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Lempeng kaca/slide
2. Kartu reaksi
3. Mikropipet 50 𝜇𝐿
4. Tip Kuning
5. Batang Pengaduk
6. Rotator
B. Bahan
1. Serum dan Plasma
2. Latex polystyrene yang telah dilekati dengan human IgG
3. Kontrol Positif
4. Kontrol Negatif
V. Prosedur Kerja
1. Slide diletakkan pada bidang horizontal dan rata.
2. Botol reagen berisi latex digoyang pada rotator dengan kecepatan 80 rpm
selama 15 menit agar latex homogen.
1. Latex diambil sebanyak 50 𝜇𝐿, kemudian dimasukkan ke dalam slide.
2. Serum diambil sebanyak 50 𝜇𝐿 dan diteteskan disamping latex yang telah
diletakkan pada slide.
3. Serum dan latex dicampurkan dengan batang pengaduk secara perlahan
sampai homogen.
4. Slide digoyangkan pada rotator dengan kecepatan 70 rpm selama 10 menit.
5. Hasil dibaca dengan melihat ada tidaknya aglutinasi.
VI. Data Hasil Pengamatan
a. Identitas Sampel
- Kode sampel : P
- Jenis Sampel : serum
- Nama : x
- Jenis kelamin : x
- Umur : x
b. Hasil Pemeriksaan Sampel P : Negatif
Tidak terdapat aglutinasi berwarna putih halus pada slide test
c. Gambar hasil pemeriksaan
VII. Pembahasan
Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang
bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum,
maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui
pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG
memegang peranan yang penting pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan
penyakit-penyakit lain dengan RF positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat
juga berupa IgG atau IgA (Fatmah. 2010).
RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang
sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan
kemungkinan komplikasi sistemik. RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain,
seperti LE, scleroderma, dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah
dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada
penyakit non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun) (Agnes, Dyah, 2018).
Prinsip pemeriksaan ini adalah reagen RF mengandung partikel latex yang
dilapisi dengan gamma globulin manusia. Ketika reagen yang dicampur dengan serum
yang mengandung RF pada level yang lebih besar dari 8,0 IU/ml maka pada partikel
akan terjadi aglutinasi. Hal ini menunjukkan reaksi positif pada sampel terhadap RF.
Dan harus dilakukan pemeriksaan secara semi kuantitatif untuk mengetahui titernya.
Untuk tujuan ini sample harus dilarutkan dengan pelarut yang tersedia dan ditest secara
kualitatif. Tingkat RFdapat dihitung dari pengenceran terakhir dengan aglutinasi yang
terlihat. Sebaliknya bila pada serum yang diperiksa menunjukkan level kurang dari 8,0
IU/ml hal ini menunjukkan reaksi negatif terhadap RF (Gandasoebrata,1985)
Pemeriksaan dengan metode ini menggunakan agglutination slide test dengan
latar hitam. Sedangkan sampel yang digunakan berupa sampel serum. Dalam
pemeriksaan RF dengan menggunakan aglutinasi tes dilakukan dengan dua tahap,
yaitu uji kualitatif dan uji semi kuantitatif. Uji kualitatif merupakan uji skrining atau
tahap awal yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya RF (Rheumatoid Factor)
yang merupakan penanda dari RA (Rheumatoid Arthritis). Apabila diperoleh hasil
yang negatif maka pemeriksaan dihentikan. Namun apabila hasil menunjukkan hasil
positif maka pemeriksaan dilanjutkan ke uji semi kuantitatif. Uji semi kuantitatif
dilakukan untuk mengetahu titer atau kadar RF yang terkandung dalam sampel serum
dengan teknik pengenceran mulai dari ½ ,¼,1/8,1/16
Berdasarkan pemeriksaan RF pada sampel, hasil yang diperoleh yaitu reaksi
negatif. Hal ini dikarenakan tidak ditemukannya aglutinasi yang terlihat pada kartu
slide yang digunakan. Terjadinya infeksi pada penderita RA umumnya terjadi pada
daerah persendian. Sel-sel yang mengalami inflamasi akan menyebabkan Ab masuk
ke dalam rongga sinovial. Sel tersebut melepaskan enzim lisosomal yang berakibat
merusak bagian Fc pada Ig G sehingga terbentuk determinan antigenik (neoantigen).
Sebagai respon terhadap neoantigen maka dibentuk Ab dari Ig G dan Ig M. Antibodi
ini disebut RF Autoantibodi, yang dapat membentuk suatu kompleks Ag-Ab dengan
Ig G secara lokal di dalam atau diendapkan di dalam sinovial 9Gordon, 2002).
Akan tetapi bisa saja responden mengalami rematik bukan akibat IgG yang
meningkat sehingga muncul gejala-gejala tertentu yang mengakibatkan rheumatoid
arthritis. Melainkan adanya antibodi terhadap IgM sehingga hal tersebut mungkin saja
menyebabkan penyakit rematik yang bersifat akut mengingat responden mengalami
gejala klinis yang tiba- tiba muncul dalam masa waktu yang cukup singkat
dibandingkan dengan rheumatoid arthritis kronis. Sehingga ada baiknya untuk
responden memperiksakan diri segera mungkin sesuai dengan saran dokter dan
sebaiknya dilakukan dengan pemeriksaan yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi seperti pemeriksaan anti-CCP dan anti-MCV (Handriani, 2011).
Pada pemeriksaan ini dilakukan pula penghitungan kadar RF (IU/ml) =
pengenceran tertinggi reaksi positif x sensitivitas reagen (8,0 IU/ml). Menurut Price
(1999) dan Widmann (1995) sekitar 80-85% penderita RA mempunyai autoantibodi
yang dikenal dengan nama Rheumatoid faktor dalam serumnya. Faktor ini merupakan
suatu factor anti gammaglobulin. Titer RF yang tinggi belum tentu selalu
mencerminkan aktivitas penyakit tersebut, tetapi biasanya ada kaitannya dengan
rheumatoid nodul, penyakit yang parah, vaskulitis dan prognosis yang jelek. Meskipun
test RF dapat membantu menentukan diagnosis, tetapi bukan test yang spesifik untuk
RA. RF dapat ditemukan pada penyakit jaringan penyambung lain (misalnya sistemik
lupus eritematous, skleroderma, dermatomiositis), juga pada sebagian kecil (3-5%)
masyarakat normal. Pada masyarakat normal, sero positif ini semakin meningkat
sesuai dengan lanjutnya usia, sebanyak 15-20% dari mereka yang berusia diatas 60
mempunyai RF positif yang titernya rendah. Darah juga dapat ditest untuk mengetahui
apakah laju endap darahnya meningkat. Ini merupakan suatu tanda yang tidak spesifik
adanya peradangan. Pasien penderita RA mungkin juga menderita anemia. Cairan
sinovial yang normal merupakan cairan kuning muda yang jernih dengan jumlah
leokosit kurang dari 200 sel per millimeter kubik. Karena proses peradangan yang
terjadi dalam sendi kasus RA, maka cairan sinovial kehilangan viskositasnya
sedangkan jumlah leukosit meningkat sampai 5000-50.000 per millimeter
kubik,sehingga cairan tampak keruh (Mansjoer, dkk. 1999).
Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering
dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan
waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan
evaluasi RA sering digunakan tes CRP dan ANA. Uji RF untuk serum penderita
diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau nephelometry (Watts,
1984).
Pada pemeriksaan RF sangat penting memperhatikan hal-hal dalam
pelaksaannya untuk mencegah diperolehnya hasil positif atau negatif palsu. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan rheumatoid factor antara lain,
menggunakan peralatan dan bahan yang bersih dan steril, reagen yang digunakan
dipastikan tidak melewati tanggal kadaluwarsa, teknik pemipetan yang tepat, waktu
inkubasi yang sesuai, tidak kurang maupun lebih dan serum yang diperiksa tidak
mengalami lisis, lipemik, ikterik (Meri, Wulan. 2019).
VIII. Kesimpulan
Pada pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa hasil Rhematoid Factor (RF) sebagian
besar non reaktif pada lansia. Hasil pemeriksaan RF (Rheumatoid Factor) pada
sampelresponden (pasien) dari RS Sanglah Denpasar diperoleh hasil negatif (tidak
terjadi aglutinasi). Hal ini memungkinkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
reagen yang digunakan dipastikan tidak melewati tanggal kadaluwarsa, teknik
pemipetan yang tepat, waktu inkubasi yang sesuai, tidak kurang maupun lebih dan
serum yang diperiksa tidak mengalami lisis, lipemik, ikterik.
DAFTAR PUSTAKA

Agnes Sri Harti, Dyah Yuliana. PEMERIKSAAN RHEUMATOID FAKTOR PADA


PENDERITA TERSANGKA RHEUMATOID ARTHRITIS. Jurnal Kusuma Husada : Jurnal
Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi. Diakses pada 15 Desember 2019.

Anonim, 2006, Rheumatoid (http://www.medicastore.com/

Fatmah. 2010. Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara,
Kesehatan, VOL. 10, NO. 1, JUNI 2006: 47-5. Diakses pada tanggal 4 Juli 2018.

Gandasoebrata, R. 1985. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat : Jakarta

Gordon, N. F. 2002. Radang Sendi. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Handriani. 2011. Kesehatan Gaya Hidup Modern bisa Disebabkan Reumatik. Diakses pada
tanggal 6 Februari 2018

Harti, A. S. & Yuliana, D. Pemeriksaan Rheumatoid Faktor Pada Penderita Tersangka


Rheumatoid Arthritis. Jurnal KESMADAS. 2012;3(2):5. Diakses pada tanggal 16 Desember
2019.

Harti, A. S. 2006. Imunologi Serologi II. Surakarta: Fakultas Biologi D III Analis Kesehatan
USB. Http://www. Medicineworld.org. Gambar Rheumatoid Arthritis. (online). Diakses pada
tanggal 15 Desember 2019.

Kate dan Ernesto. 2017. Imunologi dan Serologi Klinis Modern. EGC: Jakarta

Mansjoer, A. dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.

Meri, Wulan Syiri Afrilia. 2019. RHEUMATOID FACTOR (RF) PADA LANJUT USIA .
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada : Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan
Farmasi Volume 19 Nomor 1 Februari 2019. Diakses pada 15 Desember 20109.

Price, S. A. 1999. Patofisiologi 2, Jakarta: EGC.

Roit, I. M. 1985. Pokok-pokok Ilmu Kekebalan. Jakarta: EGC.

Sacher, R. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Laboratorium. Jakarta: EGC.


Watts, H. D.1984. Terapi Medik. Jakarta: EGC.

Widmann, F. K.1995. Tinjauan Klinis Atas Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.


LAMPIRAN

Gambar 1.
Hasil Pemeriksaan RF setelah dihomogenkan pada rotator.

Gambar 2. Data Laporan Sementara.

Anda mungkin juga menyukai