Anda di halaman 1dari 9

Pengujian berdasarkan aglutinasi merupakan metode klasik untuk penetapan antibodi.

Reaksi
aglutinasi berlangsung dalam 2 tahap, yaitu pertama-tama antibodi dengan salah satu reseptornya
bereaksi dengan antigen. Hal ini dikarenakan antibodi pada umumnya mempunyai lebih dari satu
reseptor, maka tahap kedua dengan perantaraan reseptornya yang lain, antibodi bereaksi dengan
molekul antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan antibodi sehingga dengan demikian
terbentuk gumpalan kompleks antigen-antibodi. Reaksi aglutinasi lebih mudah terjadi dengan antibodi
kelas IgM yang berbentuk pentamer daripada dengan IgG atau IgA yang mempunyai reseptor lebih
sedikit (Marliana et al , 2018)

Pada permukaan sel (bakteri atau sel lainnya) dapat mempunyai beberapa macam antigen/
epitop. Suatu antigen atau epitop yang serupa atau hampir serupa dapat ditemukan pada sel atau
antigen yang berlainan. Serum yang mengandung antibodi terhadap reaksi aglutinasi dengan suatu jenis
kuman, namun memberikan reaksi aglutinasi dengan kuman lainnya disebut aglutinasi silang. Antiserum
yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap suatu antigen, mungkin saja dapat bereaksi dengan antigen
lain yang mempunyai satu atau lebih determinan antigenik yang serupa dengan antigen pertama.
Determinan antigenik adalah bagian dari antigen yang dapat berikatan dengan antibody (Marliana et al ,
2018)
Reaksi silang mempersukar diagnosis kuman dengan cara aglutinasi sehingga dalam
pengembangan reagen diperlukan antibodi tunggal (monoklonal) terhadap suatu antigen spesifik pada
suatu jenis kuman tertentu sehingga kuman dapat dibeda-bedakan dengan baik (Marliana et al , 2018)

Salah satu syarat untuk reaksi untuk reaksi aglutinasi adalah bahwa antigen harus berupa sel
atau partikel, sehingga apabila direaksikan dengan antibodi spesifik terjadi gumpalan dari partikel atau
sel tersebut. Cara ini disebut aglutinasi direk seperti yang dipakai pada reaksi widal, Weil felix,
penetapan golongan darah dan lain-lain (Marliana et al , 2018)
Pada teknik tertentu, cara aglutinasi dapat juga dipakai untuk menentukan antibodi terhadap
antigen yang larut, dengan terlebih dahulu melekatkan antigen ini pada suatu partikel yang disebut
carrier. Beberapa jenis partikel yang dapat digunakan diantaranya eritrosit, lateks, bentonit, carbon
(Charcoal). Cara ini disebut aglutinasi indirek atau pasif. (Marliana et al , 2018)

Pada reaksi aglutinasi diperlukan perbandingan yang sesuai antara antigen dengan antibodi agar
terjadi kompleks antigen-antibodi yang besar dan terlihat sebagai aglutinasi. Bila antigen berlebihan
disebut dengan prozone yang memperlihatkan hasil anyaman menjadi negatif karena kompleks yang
terbentuk kecil. Demikian juga bila antibodi berlebih maka akan timbul reaksi postzone yang
memperlihatkan reaksi negatif ( kompleks kecil) (Marliana et al , 2018).
A. Pemeriksaan Aglutinasi untuk Pemeriksaan Antigen
 Direk Aglutinasi : Uji Kehamilan
Uji kualitatif untuk mendeteksi ᵦHCG ( beta monoklonal ) pada manusia yang dalam urin.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah substansi protein (hormon) glycoprotrein
yang disekresikan plasenta yang berkembang tak lama setelah proses fertilisasi/pembuahan.
Pada kehamilan normal, HCG dapat dideteksi dalam serum 7 hari setelah pembuahan,
bertambah dua kali lipat setiap 1,3-2 hari. Fungsi HCG salah satunya untuk menjaga rahim
selama masa kehamilan dengan merangsang produksi progesteron. Progesteron
menyiapkan rahim untuk kehamilan. Kadar hcg yang lebih tinggi pada ibu hamil biasanya
terjadi pada hamil kembar atau hamil anggur. Tes kehamilan dengan metode direk Tes ini
menggunakan antibodi monoklonal terhadap HCG. Adanya HCG dalam urin akan
menghasilkan aglutinasi dari reagen lateks dalam waktu 2 menit. Prinsip dari tes ini yakni Uji
kehamilan direk aglutinasi didasarkan pada reaksi antara antigen terlarut HCG dalam urin
dengan reagensia partikel lateks yang dilapisi antibodi molekul HCG. Hasil reaksi positif
terlihat gumpalan aglutinasi (Marliana et al , 2018).
Hal – hal yang dapat mengganggu pemeriksaan :
1. Proteinuria yang menyebabkan inaktivasi aglutinasi anti-hCG.
2. Penyakit imunologi yang menyebabkan reaksi positif palsu akibat adanya interaksi
antara IgM dengan reagen.
3. Kadar LH tinggi ( rangsangan pada hipofise anterior atau penggunaan obat
penenang) menyebabkan reaksi positif palsu.
4. Pasca ooforectomi, menopause, hipotiroidisme atau gagal ginjal dapat menunjukkan
hasil positif palsu. (Marliana et al , 2018).
 Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP)
Uji aglutinasi lateks untuk Penentuan C-reaktif protein dalam Serum secara kualitatif
dan semi-kuantitatif dan digunakan pada In vitro diagnostic (IVD). Indirek aglutinasi, CRP
didasarkan pada reaksi serologi antara protein C-reaktif manusia dari spesimen pasien atau
serum kontrol dengan antibodi CRP anti-manusia yang terikat pada partikel lateks yang
sesuai. Reaksi positif ditunjukkan dengan aglutinasi jelas terlihat dari partikel lateks dalam
lingkaran slide. Uji CRP merupakan indikator yang sensitif untuk proses inflamasi, misalnya
untuk demam rematik dan fase akut arthritis rheumatoid (Marliana et al , 2018).
 Pemeriksaan Faktor Rheumatoid (RF)
Faktor rheumatoid adalah suatu makroglobulin dalam serum yang memiliki sifat
antibodi terhadap IgG. Selain dapat bereaksi dengan IgG dalam serum manusia, faktor
rheumatoid dapat juga bereaksi dengan IgG dalam serum kelinci. Faktor rheumatoid yang
hanya bereaksi dengan IgG manusia biasanya terdapat pada penderita arthritis rheumatoid,
tetapi mungkin juga terdapat pada penderita non rheumatoid dan beberapa penyakit lain,
seperti hepatitis, sehingga pengujian ini tidak spesifik (Marliana et al , 2018).
Uji RF-lateks adalah tes aglutinasi untuk deteksi langsung dan semikuantitatif dari
Rheumatoid Faktor dalam serum. Antigen berupa factor rheumatoid dalam serum bereaksi
dengan suspensi partikel lateks dilapisi dengan gamma globulin manusia membentuk
aglutinasi (Marliana et al , 2018)
B. Pemeriksaan Aglutinasi untuk Deteksi Antibodi
 TES FEBRILE ANTIGEN (WIDAL)
Untuk menentukan penyebab demam, dahulu pada setiap penderita demam dilakukan
uji serologi untuk menyatakan adanya antibodi terhadap antigen penyebab demam ( febrile
agglutinins). Dari 17 golongan berdasarkan antigen O yang dimiliki Salmonella, terdapat 5
golongan yang dapat menginfeksi manusia,yaitu golongan A,B,C, D dan E. Tes Widal adalah
tes yang banyak digunakan untuk menunjukkan antigen Salmonella O dan H dalam serum
pasien. Penggunaannya mudah dan dapat digunakan saat tidak tersedianya fasilitas
mikrobiologi untuk melakukan kultur darah, sedangkan waktu yang bersamaan dibutuhkan
konfirmasi hasil maka dari itu tes widal semakin banyak digunakan (Marliana et al , 2018)
Reagen/Antigen ini dapat digunakan untuk tes cara slide dan cara tabung yang
digunakan untuk mendeteksi aglutinin. Suspensi antigen yang berwarna dapat membunuh
bakteri, warna pada antigen dapat memudahkan untuk pembacaan tes aglutinasi. Jika
antibodi homolog, maka akan tampak aglutinasi. Antigen yang berwarna biru khusus untuk
antigen Salmonella somatik 'O', Proteus dan Brucella, sedangkan antigen yang berwarna
merah, spesifik terhadap antigen Salmonella flagellar 'H' (Marliana et al , 2018).
 Uji Anti Streptolisin O (ASO/ ASTO)
Streptococcus beta-hemolitik menghasilkan beberapa jenis antigen intraseluler dan
ekstraseluler yang dapat merangsang pembentukan antibodi dalam darah penderita.
Sebagai contoh streptolisin O yang dibentuk oleh grup A dan dapat menyebabkan lisis
eritrosit, streptokinase yang dapat mengkatalisis perubahan plasminogen menjadi plasmin ,
enzimenzim deoksiribonuklease B, hialuronidase, dan beberapa jenis enzim lain (Marliana et
al , 2018).
Diantara antigen –antigen itu yang paling penting adalah streptolisin O, karena 80%
penderita yang terinfeksi dengan Streptococcus beta hemolitik grup A menunujukkan
peningkatan titer ASO dalam darahnya. Penetapan titer ASO menjadi penting karena infeksi
karena Streptococcus dapat menyebabkan komplikasi lain. Atau secara tidak langsung
menimbulkan respons imunologik yang menimbulkan yang mengakibatkan kelainan dalam
tubuh seperti demam rematik, glomerulonephritis akut, eritema nodosum (Marliana et al ,
2018).
Adapun prinsip uji ini yakni Tes ASO - lateks adalah deteksi anti-streptolisin (ASO)
dengan test aglutinasi secara indirek dan semi-kuantitatif. Suspensi partikel lateks dilapisi
dengan antigen Streptolisin O, dan menggumpal dengan adanya antibodi spesifik yang ada
di dalam serum pasien dengan infeksi Streptococcal β – hemolitik (kelompok A dan C)
(Marliana et al , 2018).
 Uji flokulasi Rapid Plasma Reagin (RPR)
Uji flokulasi RPR digunakan untuk menentukan antibodi nontreponemal (regain).
Antigen yang digunakan pada pengujian terdiri dari cardiolipin dan lechitin yang diekstraksi
dari jantung sapi dan dimurnikan kemudian disuspensikan dlaam alcohol. Untuk
mempermudah reaksi, ke dalam suspensi antigen dlam alcohol ditambahkan kolesterol.
Reagin mempunyai daya sifat mengubah daya larut antigen sehingga timbul flokulasi
(Marliana et al , 2018).
Adapun prinsip dari uji ini yakni Rapid Plasma Reagin adalah uji antibodi non-
treponemal untuk mendeteksi regain. Reagin adalah antibodi non treponemal yang
dibentuk pada orang yang terinfeksi sifilis. Antigen berupa suspensi karbon partikulat yang
dilapisi dengan cardiolipin, yang dapat membentuk aglutinasi terhadap reagin yang terdapat
dalam serum. Reaksi aglutinasi terlihat bentuk flokulasi hitam yang dapat dilihat secara
makroskopik dan menunjukkan adanya antibodi tersebut dalam sampel yang diuji (Marliana
et al , 2018).

Marliana et al. 2018. IMUNOSEROLOGI. Jakarta : BPPSDMK.

C. Pengertian Aglutinasi
Interaksi antigen-antibodi sekunder dapat mengakibatkan presipitasi atau aglutinasi.
Reaksi antigen-antibodi dapat terjadi langsung, tetapi kadang-kadang reaksi baru terjadi apabila
ada komplemen. Apabila antigen yang ada dalam larutan direaksikan dengan antibody spesifik,
akan terbentuk kompleks antigen-antibodi yang besar sehingga kompleks mengendap dan
terjadi presipitasi. Bila antigen itu terikat pada suatu partikel, misalnya partikel lateks, kuman,
eritrosit maupun partikel lain, maka interaksi antigen-antibodi tersebut menyebabkan terjadinya
gumpalan atau aglutinasi. (Marliana et al , 2018).
Reaksi aglutinasi adalah reaksi antara antibodi dengan antigen multivalen (partikulat)
sehingga menghasilkan ikatan silang pada variasi partikel antigen oleh antibodi. Titer adalah
pengenceran serum tertinggi yang masih menyebabkan aglutinasi. Pro zone effect adalah serum
dengan konsentrasi antibodi tinggi dimana tidak terjadi aglutinasi (antibodi ekses = kelebihan
antibodi). Post zone effect adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan antigen sehingga
tidak terjadi aglutinasi (antigen ekses). Zona equivalence adalah suatu daerah dimana terjadi
keseimbangan antara antigen-antibodi sehingga terjadi aglutinasi (Marliana et al , 2018).
Reaksi aglutinasi dilakukan untuk antigen yang tidak larut, berbentuk partikel atau
antigen yang larut tapi terikat dengan partikel atau sel. Reaksi aglutinasi terjadi bila antigen
yang berbentuk partikel direaksikan dengan antibodi spesifik. Mekanisme terjadinya reaksi
aglutinasi terjadi pada antigen binding site (Radji, 2006)

Radji, M. 2006. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran pada Manusia.
Majalah Ilmu Kefarmasian III (2): 55-65.

Uji Aglutinasi terdiri dari beberapa macam meliputi Uji aglutinasi secara langsung, uji
aglutinasi secara tidak langsung, uji hambatan aglutinasi dan Hemaglutinasi. Uji aglutinasi
secara langsung dilakukan untuk menentukan antigen seluler yang terdapat pada sel darah
merah, bakteri dan jamur. Uji aglutinasi tidak langsung merupakan bentuk modifikasi teknik
aglutinasi dengan melibatkan carrier. Jenis carrier yang biasa digunakan adalah sel darah
merah atau partikel lateks. Bila menggunakan sel darah merah, maka akan disebut dengan uji
hemaglutinasi. Uji hemaglutinasi akan menghasilkan reaksi hemaglutinasi yang merupakan
rekasi antara antigen yang terdapat pada permukaan sel darah merah dengan antibodi yang
komplementer. Beberapa virus anatara lain virus influenza, mumps dan measles dapat
mengaglutinasi sel darah merah meski tanpa memalui reaksi antigen antibody (Elfidasari et
al, 2013)

Elfidasari, D & Puspitasari, RL. 2013. Analisa Cross – Infection Virus AI Subtipe H5N1 Berdasarkan
Imunoserologi pada Burung Air di Cagar Alam Pulau Dua. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN
TEKNOLOGI. Vol 2(2) : 120-128.

Aglutinasi ini terjadi melalui 2 tahap yaitu perlekatan antigen dan antibodi saat pertama
bertemu. Pada tahap ini aglutinasi belum terjadi, tetapi hanya menyelubungi sel. Tahap kedua
berupa terbentuknya anyaman menimbulkan gumpalan (aglutinasi). Antibodi yang berperan
dalam reaksi antigen dan antibodi ini adalah IgM dan IgG. IgM ukuranjya lebih besar dan dapat
mengaglutinasi sel-sel secara langsung. Sedangkan IgG ukurannya lebih kecil dan tidak dapat
secara langsung mengaglutinasi sel-sel tetapi dapat menyelubungi atau mensensitisasi sel-
seldarah merah.

Berdasarkan stadiumnya, aglutinasi yang merupakan reaksi imunitas antigen antibod:

1. Sensitasi. Perlekatan antibodi pada RBCs secara fisik. Sebelum terjadi aglutinasi
antibodi akan melakukan perlekatan dengan antigen sehingga terbentuk kompleks
antigen antibodi. Hal ini akan tampak seperti RBCs dielubungi oleh antibodi.
2. Aglutinasi. Pada stadium ini, setelah terjadi sensitasi, akan terbentuk jembatan-
jembatan yang antara sel-sel yang telah melekat sehingga terjadi aglutinasi
(Purwitasari, 2017)

Purwitasari, TI. 2017. INKOMPATIBILITAS PADA PENENTUAN GOLONGAN DARAH MENURUT SISTEM
ABO. Diakses dari
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/60eaad096a5035ff9cb8fc22e795da98.pdf
pada 17 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai