Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

TUBERKULOSIS

Penyusun :
Tiara Larasati Widyaswara 030.13.190
Via Anggraeni 030.13.199

Pembimbing :
dr. Dina Lukitowati, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RSAU ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
14 JANUARI – 15 FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kemudahan dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi dengan judul “Tuberkulosis”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Dina Lukitowati, Sp.Rad selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis
belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi.
Semoga referat ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan
masih perlu banyak perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari
pembaca.

Jakarta, 2019

Penyusun

i
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL


“TUBERKULOSIS”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi
Periode 14 Januari – 15 Februari 2019

Disusun oleh :
Tiara Larasati Widyaswara 030.13.190
Via Anggraeni 030.13.199

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing


Jakarta, 6 Februari 2019

dr. Dina Lukitowati, Sp.Rad

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................3
2.1 ANATOMI...................................................................................................3
2.1.1 Bagian- bagian Pulmo...........................................................................3
2.1.2 Facies Pulmo..........................................................................................3
2.1.3 Margo pulmo.........................................................................................4
2.1.4 Lobus dan fissure..................................................................................4
2.1.5 Lingula...................................................................................................4
2.1.4 Hilus Pulmo dan Radix Pulmo/ Pediculus pulmo..............................5
2.1.6 Segmentasi pulmo.................................................................................6
2.1.7 Vaskularisasi Pulmo.............................................................................8
2.1.8 Innervasi Pulmo....................................................................................8

2.2 DEFINISI......................................................................................................9
2.3 EPIDEMIOLOGI........................................................................................9
2.4 ETIOLOGI.................................................................................................10
2.5 PATOFISIOLOGI.....................................................................................10
2.6 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU...............................................15
2.7 DIAGNOSA................................................................................................16
2.8 PEMERIKSAAN FISIK...........................................................................16
2.9 PEMERIKSAAN RADIOLOGI TUBERKULOSIS PARU.................17
2.10 GAMBARAN RADIOLOGI TB............................................................18

iii
2.10.1 Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto
roentgen........................................................................................................24
2.11 PEMERIKSAAN LABORATORIUM...................................................29
2.12 DIAGNOSIS BANDING TB PARU SECARA RADIOLOGI.............29
2.13 KOMPLIKASI.........................................................................................30
2.14 PENGOBATAN TUBERKULOSIS.......................................................35

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB).1 Jalan masuk untuk
organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka
pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya
nukleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang
terinfeks.2 Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening,
dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru. 1

Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka


kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga
setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita
TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit
muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita
baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang
meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta
luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.2

Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan
bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan gejala klinis,
sehingga sulit mendapatkan sputum untuk pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat
melakukan pemeriksaan sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman
baru yang jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam satu mililiter dahak.

1
Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17% penderita TB
memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru
ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA (+), akan banyak
penderita TB paru yang tidak terdiagnosis. Tanpa penanganan yang baik, kasus
akan menjadi fatal dalam 5 tahun.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Pulmo atau biasa disebut sebagai paru-paru merupakan organ yang terletak di
cavum thoraks. Pulmo memiliki selaput pembungkus pulmo yg disebut dengan
pleura. Dimana di dalam pulmo terdapat saluran nafas yg disebut dengan
bronchus . 4

2.1.1 Bagian- bagian Pulmo

• Apeks pulmo
Apeks atau puncak dari pulmo terletak di superior yg merupakan bagian
pulmo yang tumpul dan menjulang hingga collum costae I. Apeks pulmo difiksasi
oleh adanya fascia Sibson, collum costae I, proc. Transverses Vertebrae thoracal I,
cupula pleura dan mm. scalene.
• Bassis pulmo
Merupakan dasar dr pulmo yg berbentuk konkaf dan merupakan tempat
menempelnya diafragma.

2.1.2 Facies Pulmo

• Facies costalis
Dataran pulmo yg menghadap ke costa berbentuk konveks dan dilapisi
oleh pleura parietalis pars costalis.
• Facies medialis
Bagian pulmo yg menghadap ke mediastinum dan dilapisi oleh pleura
parietalis pars mediastinalis. Facies ini terdiri atas 2 pars, yakni pars vertebralis
(menghadap vertebrae) dan pars mediastinalis (menghadap mediastinum). Pada
pars mediastinalis terdapat hilus pulmonis yg merupakan tempat keluar masuknya
radix pulmo/ pediculus pulmonis.

3
2.1.3 Margo pulmo

• Margo anterior
Tepi pulmo yang terjepit antara corpus sterni dengan pericardium. Pada
margo anterior pulmo sinistra terdapat adanya cekungan akibat adanya jantung yg
disebut dengan incisura cardiac pulmonis.
• Margo inferior
Merupakan tepi pulmo yg memisahkan basis pulmo dg facies costalis
pulmo.

2.1.4 Lobus dan fissure

• Pulmo dextra
Terdapat 3 lobus (lobus superior, medius dan inferior) yg dipisahkan oleh
adanya 2 fissure (fissure horizontalis dan obliqua)
• Pulmo sinistra
Terdapat 2 lobus (lobus superior dan inferior) yg dipisahkan oleh adanya 1
fissure (fissure obliqua)

2.1.5 Lingula

Lingual merupakan bagian dari lobus superior pulmo sinistra yang terletak
di anteroinferior yang merupakan rudimentas/ pendesakan dari jantung pada
pulmo sinistra.

4
2.1.4 Hilus Pulmo dan Radix Pulmo/ Pediculus pulmo

Hilus pulmonis berarti pintu masuk ke dalam pulmo yg terletak di facies


medialis pulmo. Dimana hilus pulmo ini merupakan tempat keluar masuknya
radix pulmo. Radix pulmo ini terletak setinggi Vertebrae Thoracal V-VII.
- Urutan radix pulmo dari ventral ke dorsal untuk pulmo sinistra dan dextra
sama, yakni : v. pulmonalis, a. pulmonalis, bronchus, v. bronchialis
- Sedangkan urutan radix pulmo dextra dari cranial ke caudal yakni :
bronchus eparterial, a. pulmonalis, bronchus hiparterial dan v. pulmonalis
- Sedangkan utk urutan radix pulmo sinistra dari cranial ke caudal yakni : a.
pulmonalis, bronchus dan v. pulmonalis.
-

2.1.6 Segmentasi pulmo

Tiap lobus tersusun oleh lobules dan tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-
belahan yang lebih kecil bernama segmen.

5
Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu 5 buah segment pada lobus
superior dan 5 buah segment pada inferior. Sedangkan Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yakni 5 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segment
pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf,
dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus
ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus.
Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 –
0,3 mm.

6
Tabel 1. Perbedaan lobus kanan dan kiri

2.1.7 Vaskularisasi Pulmo

Untuk bronchi, jaringan ikat paru dan pleura visceralis divaskularisasi oleh
Aa. Bronchiales. Utk Aa. Bronchiales sinistra cabang dr aorta thoracalis,
sedangkan Aa. Bronchiales dextra cabang dari a.intercostales atau Aa.
Bronchiales sinistra.
Aliran darah vena melalui Vv. Bronchiales yg terdiri atas vv. Bronchiales
superficial dan profunda. Vv. Bronchiales Superficial mendapatkan aliran darah dr
bronchi extrapulmonar, pleura visceralis, limponodi sekitar hilus pulmo. Vv.
Bronchiales dextra bermuara ke v. azygos, sedangkan Vv. Bronchiales sinistra nya
bermuara ke v. hemiazygos accessoria atau v. intercostales supreme.
Sedangkan utk alveoli mendapatkan vaskularisasi dari ujung terminal dari
a. pulmonales.

2.1.8 Innervasi Pulmo

Pulmo diinnervasi oleh plexus pulmonalis pada radix pulmo dextra dan sinistra.

7
Dimana plexus ini terdiri atas saraf simpatis oleh truncus sympaticus -> ganglia
sympatis 1-5 dan parasimpatis oleh cabang-cabang dari n. vagus.

2.2 DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. 1,5,6.

2.3 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia,
dan sebagian besar negara-negara di duni. 4 Laporan TB dunia oleh WHO
yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB
terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru
sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai
penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam
kelompok penyakit infeksi. 3 Baik di Indonesia maupun di dunia, TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Walaupun sudah lebih

8
dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch,

pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang. 2


Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga
disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat, (2)
pengobatan yang tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik human immuno-deficiency
virus (HIV), (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self treatment), (7)
meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang
memadai. 5,6

2.4 ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis, sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium.
Mycobacterium merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup selama
berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60°C dalam
cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki ukuran panjang 1-
4/um dan tebal 0,3-0,6/um. 1 Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam
lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang membuat kuman Jebih tahan terhadap asam
sehinnga disebut bakteri tahan asam (BTA) . Kuman dapat tahan hidup pada
keadaan kering maupun dingin, karena kuman berada dalam keadaan dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif kembali.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal paru- paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.

2.5 PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang
pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan
telah sembuh sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain
seperti AIDS atau diabetes, atau karena penyalahgunaan alkohol maupun

9
kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi tuna wisma, infeksi TB
dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi sakit beberapa
bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman TB. 2 Cara
yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali
menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap penyakit
ini. Kuman tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam
beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif akan menjadi sangat infeksius dan
dapat menyebarkan TB ke orang lain. 2

Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus.


Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB di mana sebagian
besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus
primer Ghon. 1,2

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju


kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis) . 1,2

Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk


kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah

10
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 1

Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik


kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer ini, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler
tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 1,2

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1,2

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang


terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal.
Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan
keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan
hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan

11
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang
sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi . 1,2

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat


terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik . 1,2

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang memiliki
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB akan bereplikasi

12
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. 1,2

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi


pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai
fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,2

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit TB secara akut,
yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada balita. 1,2

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic


spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologik merupakan granuloma. 1,2

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic


spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke
saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat

13
terjadi secara berulang. 1,2

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),


biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. 1,2

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang


terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. 1

2.6 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU


Tuberculosis diklasifikasikan sebagai tuberkulosis paru dan ekstra paru
berdasarkan lokasi infeksinya,yaitu :

- Pada tuberculosis paru dapat diklasifikasikan sebagai TB paru primer


atau post primer . TB paru primer merupakan TB paru yang muncul
segera saat infeksi pertama kali. Pada daerah dengan tingkat transmisi
M. Tuberculosis, jenis penyakit ini lebih sering muncul pada anak-
anak. Daerah yang sering terlibat dalam TB paru primer adalah lobus
medial dan lobus bawah paru. Lesi yang terbentuk biasanya terletak di
perifer dan disertai dengan limfadenopati hilar atau paratracheal yang
biasanya sulit dideteksi secara radiologis. Pembesaran limfonodus
dapat menekan bronchus, menimbulkan obstruksi saluran nafas dan
menyebabkan kolaps paru segmental atau bahkan lobar. Pada sebagian

14
besar kasus, lesi biasanya sembuh sendiri dan bermanifestasi sebagai
nodul kalsifikasi (fokus gohn).
- Tuberculosis Post Primer Biasanya disebut juga sebagai tuberculosis
sekunder. Tuberculosis ini terjadi sebagai proses reaktivasi infeksi
laten dan biasanya terjadi pada segmen atas paru dimana tekanan
oxigen lebih tinggi dibandingkan bagian paru lainnya yang sangat
menunjang pertumbuhan bakteri. Pada tahap ini, perkembangan lesi
biasanya sangat bervariasi mulai dari bercak inflitrat hingga
terbentuknya kavitas bahkan diikuti dengan infeksi sekunder yang
menyebabkan pneumonia, selain itu pada tahap ini, pasien sangat
mudah untuk menularkan bakteri ke lingkungannya.
2.7 DIAGNOSA

Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,


tuberculin tes, pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru
ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.I.
Gejala Klinis :

- Demam
- Batuk / batuk darah
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Malaise

2.8 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan


konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat
badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun.
Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan
auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan

15
berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan
klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya
kelainan radiologis dada.

2.9 PEMERIKSAAN RADIOLOGI TUBERKULOSIS PARU

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa
utama pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan
tanpa menunjukkan gejala.

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan


kelainan pada foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada
foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat
bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak
ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat
sekurang - kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberculosis
yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit
tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan
tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat
diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi,
proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan
perbandingan dengan foto-foto terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi
seperti Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb

16
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini
bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto
roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila
perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus
puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai
TB, yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)Pada posisi PA, pengambilaii foto
dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir
inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu
ditambah proyeksi lateral.
2. Proyeksi LateralPada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan
disilangkan di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat
pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top LordotikProyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua
paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa
dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks.
Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar
menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru
tidak berhimpitan dengan klavikula.
2.10 GAMBARAN RADIOLOGI TB

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :

a. Tuberkulosis Primer

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga


paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak,
tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien
dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus

17
tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan
pada foto toraks.

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih
sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen
anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah
adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. .
Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin
timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura
melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis
bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun
atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer
tersembunyi dibelakangnya.

18
Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA
dan lateral

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB

19
Gambaran radiologis infeksi TB pada paru.
Pada gambar kiri terdapat gambaran kavitas serta bercak berawan pada
lapangan paru kanan atas, sedangkan gambaran CT scan menunjukkan
penyebaran bahan infeksius dari kavitas ke sistem tracheobronchial

20
TB paru primer
Pada gambar diatas, gambar kiri menunjukkan gambaran limfadenopati
hilar pada lapangan paru kanan sedangkan gambar kanan adalah gambaran CT
scan yang menunjukkan limfadenopati hilar kanan

TB paru post primer pada pasien dengan immunodefisiensi.


Gambar kiri tampak kavitas dan bercak berawan pada kedua lapangan atas paru
dan pada CT scan terdapat gambaran cavitas pada kedua lapangan paru.

b. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau
timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita
tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas

21
merupakan ciri dari tuberculosis sekunder. 7

Tuberculosis dengan cavitas

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan
segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru
yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis
sekunder jarang dijumpai.

22
Klasifikasi tuberkulosis sekunder

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis


Association ( ATA ).

1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi


daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-
sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas
sarang - sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru.
Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau
bayangan sarang tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah
konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru.
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang
dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang,
maka diameter semua lubang melebihi 4 cm.

2.10.1 Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen,
antara lain :

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak


tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,
dengan densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

23
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :

1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah


hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya
menunjukan suatu proses aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat
kecil, yang dinamakan residual cavity .

24
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur
( kalsifikasi, yang biasanya menunjukkan proses telah tenang
( fibrocalcification)

Tuberculosis dengan cavitas Tuberculosis dengan kalsifikasi

Tuberkuloma

Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga


bersifat suatu lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ).
Tuberkuloma adalah suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan
penyakit yang tidak begitu virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak
aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran,
sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram.

Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat


tuberkuloma sering ditemukan sarang kapur.

Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -
anak berusia 7 bulan dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh
lapangan keduaparu. Dan terdapat konsolidasi di lobus kanan atas .

25
Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberculosis. 8

a. Penyembuhan :

1. Penyembuhan tanpa bekas Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis


primer dan pada orang dewasa apabila diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat. Penyembuhan ini berupa
garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di kedua lapangan atas
paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh - pembuluh darah besar di
kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-

26
akan menyerupai kantung celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang
kapur kecil yang mengelompok di apeks paru dinamakan Sarang - sarang
Simon ( Simon's foci). Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai
sembuh ( proses tenang ) bila setelah jangka waktu selama sekurang-
kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak boleh berupa
bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis atau bintik-bintik
kapur. Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium,
termasuk sputum.

b.
Perburukan ( perluasan ) penyakit

1. Pleuritis

Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui


penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10- 15
ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus
sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura
sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan pleura
di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias
terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna dalam memperlihatkan
aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.

2. Penyebaran miliar

Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar


kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru.

Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut’
(Snow storm apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal,
Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.

3. Stenosis bronkus

27
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )

4. Kavitas (lubang)

Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan,
yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat
tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.

2.11 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


- Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri, jumlah limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi. Anemia ringan, gama globulin meningkat,
kadar natrium darah menurun
- Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat
dipastikan.
- Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya
menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi
M.tuberculosae.

2.12 DIAGNOSIS BANDING TB PARU SECARA RADIOLOGI


1. TB paru primer
- Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada
TB paru primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke
paratrakea, dan pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma
biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis
pembesaran KGB hilus bilateral,
- Infiltrat unilateral lapangan bawah paru
- TB anak: Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan

28
karena TB, pada pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai
pembesaran KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi TB
dewasa : pneumonia non TB, karsinoma (bronchioloalveolar cell ca),
sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM)
2. TB post primer
- NTM
- Silikosis
- Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
- Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
- kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan
jamur.

2.13 KOMPLIKASI
- Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
- Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa,
meningitis TB

Tuberkulosis pada tulang dan sendi

Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat


infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang
kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada
kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.

Tuberkulosis pada tulang panjang

Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto roentgen terlihat
sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batas-
batasnya tidak tegas tetaapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi
tegas. Kadang-kadang dengan sklerosis pada tepinya. Lesi cepat menyebrangi
epifisis dan selanjutkan mengenai sendi. Proses dapat bermula pada epifisis tulang
panjang.

29
Tuberkulosis pada tulang belakang

Frekuensi tuberculosis tulang yang paling ting adalah pada tulang


belakang, biasanya di daerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi
biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat

- Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal


- Ditengah korpus, disebut tipe sentral
- Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal

Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi


di sertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada
tempat tersebut timbul gibbus. Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah
korpus vertebra dan diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang,
maka proses selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal

30
31
Meningitis Tuberkulosa

Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis dini sangat


penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya
hematogen. Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement

7
meningeal, biasanya paling menonjol pada sisterna basal .

32
Tuberkulosis Parenkim

Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja dalam

parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan

7
parietal .

33
Tuberkulosis Abdominal

Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru. CT adalah
andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan modalitas imaging
lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk menghindari salah

7
diagnose dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.

34
2.14 PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan. Strategi penanganan TB berdasarkan World Health

35
Organization (WHO) tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa
and Lung Diseases (IUATLD) yang dikenal sebagai strategi Directly observed
Treatment Short-course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-efective),
strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS
diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya
semua kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti
tuberkulosis (OAT) yaitu, Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini I) yang digunakan adalah :

- INHo Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol

Efek samping OAT yang dapat timbul antara lain tidak ada nafsu makan, mual,
sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar di kaki, gatal dan
kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi hati (hepatotoksik) dari
yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati. Obat anti tuberkulosis
yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Hepatotoksitas
mengakibatkan peningkatan kadar transaminase darah (SGPT/SGOT) sampai
pada hepatitis fulminan, akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin.

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
- Beberapa obat berikut ini masih tersedia di Indonesia antara lain:

36
Kapreomisin, Sikloserin, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan
INH, Thiomides.

Panduan Pengobatan :

I. TB paru BTA + atau BTA -, lesi luas 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE

II. Kambuh :

RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 RHE
- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-
18 ofloksasin, etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE

III. TB paru putus obatSesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti


minum obat dan keadaan klinis, baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2
RHZES/ IRHZE/ 5R3H3E3

IV. TB paru BTA -, lesi minimal

2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3

V. TB paru kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang
sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

VI. MDR TB Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9.
2. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-
64
3. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009.
Diunduh dari http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
4. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia :
Anatomi Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit.
Jakarta : EGC.
5. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman
Nasional Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.
7. Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch),
Available: http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm
(Akses: 18 Mei 2009)
8. Joshua Burrill, FRCR ● Christopher J. Williams, FRCR ● Gillian Bain,
FRCR et all . Tuberculosis ; Radiological Review . Radiographics Vol 27
No.5 Pg.1255-1265 . September-October 2007
9. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2005.

38

Anda mungkin juga menyukai