Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MAKALAH KONSEP TEORITIS DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TB


PARU

DISUSUN OLEH :

MENTARI FADIA SARI 1914201020

NISMA KHAIRANI LUBIS 1914201025

SILFIRA ROSELLA 1914201040

PUTRI UTAMI WULANDARI RANGKUTI 1914201030

WINDI YUNENGZAH FITRI 1914201020

FRISKA HELVIRA SUKMA 1914201017

REZVIGEL AMANDA 1914201035

DOSEN PENGAMPU :

Ns. MELTI SURIYA , M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

STIKES ALIFAH PADANG

TA 2019-2020
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita, sehingga kami berhasil menyeleseikan makalah sederhana ini.

Shalawat dan salam marilah kita haturkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhamad
SAW dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Kami menyusun makalah ini dengan judul” MAKALAH KONSEP TEORITIS DAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU“. Makalah ini disusun dengan tujuan agar
mahasiswa dapat membaca dan mempelajarinya.

Kami menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak. Makalah yang kami susun ini
tak luput dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, kami sebagai penyusun
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Padang , 1 Desember 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................................

Daftar Isi.......................................................................................................................................

BAB IPENDAHULUAN...................................................................................................................

1.1 LatarBelakang.................................................................................................................
1.2 Rumusan masalah ...............................................................................................................
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................
2.1 Anatomi TB Paru....................................................................................................
2.2 Definisi TB Paru.....................................................................................................
2.3 Etiologi TB Paru......................................................................................................
2.4 Faktor resiko TB Paru.......................................................................................................
2.5 Patofisiologi TB Paru................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis.....................................................................................................
2.7 Pemeriksaan penunjang...............................................................................................
2.8 Penatalaksanaan...........................................................................................................
2.9 Konsep asuhan keperawatan.......................................................................................
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................................

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................

3.2 Saran.....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh
dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik
dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis
dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan
ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan
masalah TBC terbesar di dunia.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan


bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada
tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global
Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru
pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk.
Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap
tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.

Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini &
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
B.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apa anatimo dari TB Paru ?


2. Bagaimana definisi penyakit TB Paru?
3. Jelaskan etiologi dari penyakit TB Paru?
4. Jelaskan faktor ersiko dari penyakit TB Paru?
5. Jelaskan patofisiologi adri penyakit TB Paru?
6. Bagaimana manifestasi kllinis dari TB Paru?
7. Jelaskan pemeriksaan penunjang dari TB Paru?
8. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit TB Paru?

C.      Tujuan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui anatomi dari TB Paru


2. Untuk mengetahui definisi penyakit TB Paru
3. Untuk mengetahuhi etiologi dari penyakit TB Paru
4. Untuk mengetahui faktor resiko dari penyakit TB Paru
5. Untuk mengetahui patofisiologi adri penyakit TB Paru
6. Untuk mengetahui manifestasi kllinis dari TB Paru
7. Untuk mengetahui penunjang dari TB Paru
8. Untuk mengetahui penatalaksaan dari penyakit TB Paru
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi TB Paru

Anatomi Fisiologi Gambar A.1

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,
merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan
dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak di dalam mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi
rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua
struktur toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-
paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk
membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura
viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium
pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi. Setiap paru dibagi menjadi
lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah. Sementara paru kanan mempunyai
lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang
dipisahkan oleh fisurel yangmerupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat
beberapa divisidivisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada
paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan
delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub
segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus membantu
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk
laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang
permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing
menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menja di saluran transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus
alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I
adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-
sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare, 2002). Fisiologi Sistem respiratorius
secara fundamental merupakan sarana untuk menghirup udara, memfasilitasi pertukaran gas
dalam udara dengan suatu cairan (darah), dan akhirnya mengembuskan keluar udara dengan
komposisi yang berbeda. Sebagaimana dilukiskan lewat hukum gas ideal dan hukum Boyle,
udara dan gas yang menjadi komponenya ditandai oleh kuantitas, volume dan tekanannya.
Demikian pula, fisiologis pernapasan dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian perubahan
yang digerakkan oleh tekanan dalam volume gas di dalam paru-paru; rangkaian perubahan ini
memungkinkan regulasi oksigenasi, karbon dioksida dan pH di dalam darah. Bagian ini
memperkenalkan volume serta kapasitas paru dan kemudian mendiskusikannya secara rinci
(1) pergerakan gas kedalam dan ke luar paru (ventilasi), dan (2) reagulasi transportasi O₂ dan
CO₂ (gas darah).

2.2 Definisi Penyakit TB Paru


Tuberkulosis Paru (selanjutnya disebut sebagai TB paru) adalah suatu bentuk tersering
dari penyakit Tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi multi sistemik yang paling
umum, dengan berbagai macam manifestasi dan gambaran klinis, dimana paru-paru adalah
lokasi yang paling umum untuk perkembangan penyakit tuberkulosis ini.

Tuberkulosis Paru  adalah penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh


basil Mycobacterium tuberculosis, yang merusak jaringan paru-paru dengan manifestasi
berupa gejala batuk lebih dari 3 minggu yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, demam,
keringatan malam hari, batuk darah, dan penurunan berat badan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gambaran klinis klasik, Mantoux test
atau tuberculin skin test (TST), pemeriksaan foto rontgen dada, sputum BTA, kultur dahak,
ataupun interferon-gamma release assay (IGRA) spesifik antigen
Tatalaksana TB paru bertujuan untuk mengobati dan menyembuhkan tuntas pengidap
TB, dengan meningkatkan akses kepada layanan berpusat pada pasien TB, TB/HIV dan MDR
TB (multi-drug resistant-TB) yang berkualitas, serta memperkuat platform TB [1,2]
Edukasi dan promosi kesehatan harus diberikan kepada pasien, keluarganya dan masyarakat
untuk mencegah penularan dan berkembangnya penyakit TB [1,2]

Upaya pengendalian penyakit ini juga dilakukan dengan menemukan kasus baru TB
paru, pencarian TB laten, diagnosis, dan tatalaksana adekuat [1,2]

2.3 Etiologi TB Paru


Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil tahan asam,
intraseluler, dan bersifat aerob.

Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat
fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya
akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan
sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam
(pewarna tahan asam). Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap
pertumbuhan dan perkembangbiakan basil tersebut.

Transmisi organisme ini secara primer terjadi melalui droplet di udara yang berasal dari
individu yang mengidap TB aktif, atau dalam stadium infeksius TB.  Walaupun pernah pula
dilaporkan penularan melalui transdermal dan gastrointestinal. Droplet rata-rata berdiameter
1-5 µm, yang dalam sekali batuk dapat menyemburkan 3000 droplet terinfeksi, dimana
sedikitnya 10 basil saja sudah mampu mengawali infeksi paru-paru.

Individu imunokompeten yang terpapar Mycobacterium tuberculosis biasanya akan


berstatus terinfeksi TB laten atau dorman. Hanya 5% dari individu-individu tersebut yang
kemudian akan memperlihatkan gambaran klinis. Namun, bila kekebalan tubuh individu yang
imunokompeten berubah menjadi menurun, atau tidak kompeten maka Mycobacterium
tuberculosis yang tadinya laten/dorman akan aktif kembali, memperbanyak diri dan merusak
jaringan paru. Transmisi infeksi TB bergantung pada 3 hal, yaitu jumlah kuman yang
dikeluarkan, konsentrasi kuman, dan lamanya basil-basil TB berada di udara bebas.

2.4 Faktor Resiko TB Paru

Faktor risiko terkena Tuberkulosis Paru (TB paru) adalah sering terpapar dengan
pengidap TB aktif dan kekebalan tubuh yang menurun.

Terpapar Dengan Pengidap TB Aktif


Orang yang sering terpapar dengan pengidap TB aktif memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita penyakit ini. Orang yang sering terpapar diantaranya adalah:

1. seseorang yang berkunjung ke daerah atau negara dimana TB sangat umum, termasuk
Indonesia

1. Orang yang tinggal atau bekerja di tempat dimana TB lebih umum, seperti rumah
penampungan tuna wisma, penjara, ataupun panti werdha

2. Petugas kesehatan yang bekerja dengan pengidap TB aktif

3. Masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki akses kesehatan memadai

Kekebalan Tubuh Yang Menurun

Orang yang memiliki kekebalan tubuh yang tidak adekuat juga lebih mudah terkena infeksi
TB. Pada populasi ini, manifestasi TB juga biasanya lebih berat. Populasi yang dimaksud
contohnya adalah pada:

1. Orang yang terkena infeksi HIV

2. Orang dengan silikosis

3. Orang yang mendapat transplantasi organ

4. Orang yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid/imunosupresan, atau antagonis


tumor nekrosis faktor alfa

5. Anak usia kurang dari 5 tahun

6. Seseorang yang telah terinfeksi dengan basil TB dalam dua tahun terakhir

7. Orang dengan masalah kesehatan sehingga sulit bagi tubuhnya melawan penyakit, seperti
pada keganasan hematologis, kanker kepala-leher, gagal ginjal terminal, gastrektomi,
operasi bypass intestinal, sindrom malabsorpsi kronis, atau gizi buruk

8. Merokok, penyalahgunaan alkohol dan/atau obat-obat terlarang


9. Seseorang yang terkena TB laten atau TB aktif di masa lampau, namun pengobatannya
tidak tuntas

2.5 Patofisiologi TB Paru

Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium


tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari
bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.

Ketika seorang pengidap TB paru aktif batuk, bersin, menyanyi, atau meludah, orang
ini dapat mengeluarkan titik-titik air liur kecil (droplets) ke udara bebas.  Droplets yang
berisi Mycobacterium tuberculosis ini, apabila terinhalasi orang lain akan masuk sampai di
antara terminal alveoli paru. Organisme kemudian akan tumbuh dan berkembang biak dalam
waktu 2-12 minggu sampai jumlahnya mencapai 1000-10.000. Jumlah tersebut akan cukup
untuk mengeluarkan respon imun seluler yang mampu dideteksi melalui reaksi terhadap tes
tuberkulin. Namun, tubuh tidak tinggal diam, dan akan mengirimkan pertahanan berupa sel-sel
makrofag yang memakan kuman-kuman TB ini.  Selanjutnya, kemampuan basil tahan asam
ini untuk bertahan dan berproliferasi dalam sel-sel makrofag paru menjadikan organisme ini
mampu untuk menginvasi parenkim, nodus-nodus limfatikus lokal, trakea, bronkus
(intrapulmonary TB), dan menyebar ke luar jaringan paru (extrapulmonary TB). Organ di luar
jaringan paru yang dapat diinvasi oleh Mycobacterium tuberculosis diantaranya adalah sum-
sum tulang belakang, hepar, limpa, ginjal, tulang, dan otak.  Penyebaran ini biasanya melalui
rute hematogen.

Apabila terjadi keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan
yang lebih lama, hal ini biasanya sebagai konsekuensi terhadap ketidakpatuhan penderita
terhadap tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis.

Kompleks Ghon

Lesi tipikal TB dinamakan granuloma epiteloid dengan nekrosis kaseosa di sentralnya.


Lesi ini paling sering berada diantara makrofag alveolar dalam daerah subpleura paru. Basil
tahan asam berproliferasi secara lokal dan menyebar melalui sistem limfatik ke hilar nodus,
membentuk kompleks Ghon. Lesi pertamanya mungkin sembuh dengan sendirinya, dan
infeksinya dapat menjadi laten sebelum gambaran klinisnya tampak. Lesi-lesi yang kecil
mungkin dapat sembuh secara total.

Fibrosis dapat terbentuk ketika enzim hidrolitik melarutkan dan meluluhkan lesi
granuloma TB, dimana lesi yang lebih besar akan dibungkus oleh kapsul fibrotik. Nodul-nodul
fibrokaseosa ini biasanya berisi basil TB hidup, dan merupakan lokus-lokus yang tahan lama,
serta berpotensi untuk aktif kembali atau membentuk kavitasi. Beberapa nodul fibrokaseosa
membentuk pengapuran, atau osifikasi yang dapat terlihat jelas pada foto rontgen dada.

2.6 Manisfestasi Klinis TB Paru

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan
gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :

a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru
d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
keringat di waktu di malam hari .

2.7 Pemeriksaan Penunjang TB Paru

Pemeriksaan penunjang Tuberkulosis Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita


TB paru adalah :

a) Pemeriksaan Diagnostik
b) Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di
ketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan.
Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan
dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu
diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c) Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri taham
asam. d. Skin test (PPD, Mantoux) Hasil tes mantaoux dibagi menjadi : 1) indurasi 0-5
mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negative 2) indurasi 6-9 mm
( diameternya) maka hasil meragukan 3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil
mantoux positif 4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat 5) reaksi
timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen
tuberculin
d) Rontgen dada Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
e) Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
f) Biopsi jaringan paru Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
g) Pemeriksaan elektrolit Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
h) Analisa gas darah (AGD) Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru.
i) Pemeriksaan fungsi paru Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi,
meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi
oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)
2.8 Penatalaksanaan TB Paru

a) Pengobatan TBC Paru Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
1. Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari dengan
tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakteri sidal),
menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah
timbulnya resistensi obat
2. Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per
hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek
sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan
yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg. Kemajuan pengobatan dapat
terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan
naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum
menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan
ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada
akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan
akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu
berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat
pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi timbul
kasus kambuh.
b) Perawatan bagi penderita tuberkulosis Perawatan yang harus dilakukan pada penderita
tuberculosis adalah :
1. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat
yaitu keluarga.
2. Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan
3. Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4. Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan
enam
6. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik
c) Pencegahan penularan TBC Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1. Menutup mulut bila batuk
2. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup
yang diberi lisol
3. Makan makanan bergizi
4. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
6. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a) Identitas
Identitas Pasien Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan
tingkat kepadatan tinggi, sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat
minim (Wahid & Suprapto, 2013).
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah pasien yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik (Muttaqin, 2008)
Keluhan yang sering menyebabkan pasien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
2) Keluhan Respiratori, meliputi :
A. Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat
nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah (Muttaqin, 2008)
B. Batuk
Darah Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan
utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan
seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis,
atau bercak-bercak darah (Muttaqin, 2008).
C. Sesak Napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain
(Muttaqin, 2008)
D. Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena TB (Muttaqin, 2008).
3) Keluhan Sistemis, meliputi:
A. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek (Muttaqin, 2008).
B. Keluhan Sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat bersifat gradual muncul
dalam beberapa minggu bulan. Akan tetapi penanmpilan akut dengan batuk,
panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia (Muttaqin, 2008).
c) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian yang ringkas
dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk melengkapi data pengkajian. Apabila,
keluhan utama klien adalah sesak napas, maka perawat perlu mengarahkan atau
menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan oleh
gangguan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Sesak napas yang ditimbulkan
oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika tingkat kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertainya seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lainlain. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST
yaitu, Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat. Quality of Pain: seperti apa rasa
sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti
tercekik atau susah dalam melakukan pernapasan. Region: dimana rasa berat dalam
melakukan pernapasan. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan klien menerangkan
seberapa jauh sesak napas memengaruhi aktivitas sehari-hari. Time: berapa lama rasa
nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, sifat
mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga, apakah gejala timbul secara terus menerus atau hilang timbul
(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien pada saat gejala timbul, lama timbulnya
(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita
penyakit yang sama sebelumnya (Muttaqin, 2008).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat TB paru seperti diabetes melitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa
diminum oleh klien pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat
OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Adanya alergi
obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien mengacaukan
suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan
berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual
yang disebabkan karena meminum OAT (Muttaqin, 2008).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut (Muttaqin, 2008) secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat
menanykan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai
faktor predisposisi penularan didalam rumah.
f) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada pasien TB dapat dilakukan secraa selintas pandang dengan menilai
keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
pasien yang terdiri atas compas mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Seorang perlu mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan
fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan
pengukuran GCS bila kesadaran pasien menurun yang memerlukan kecepatan dan
ketepatan penilaian. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB perlu biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas, meningkatkan
apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan. tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyakit seperti hipertensi (Muttaqin, 2008)
g) Pemeriksaan fisik Head To Toe
1) Kepala Kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak, simetris/tidak
(Muttaqin, 2008).
2) Rambut Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut (Muttaqin, 2008).
3) Wajah Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak (Muttaqin, 2008).
4) Sistem Penglihatan Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/tidak (Muttaqin, 2008).
h) Wicara dan THT (Muttaqin, 2008)
1) Wicara Kaji fungsi wicara, perubahan suara, afasia, dysfonia
2) THT
a. Inspeksi hidung : Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak, ada
secret/tidak
b. Telinga : Kaji telinga luar bersih/tidak, membran tympani, ada
secret/tidak
c. Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran
i) Sistem Pernafasan B1 (Breathing) Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi (Muttaqin,
2008)
1. Palpasi
Palpasi trakea, adanya pergeseran trakea menunjukkan meskipun tidak spesifik-
penyakit dari lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thorak anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding
pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru
yang luas. Gertaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada pasien saat pasien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkial
untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan.
Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya
penurunan taktil fremitus pada pasien dengan TB paru biasanya ditemukan pada
pasien yang disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun
karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga
pleura (Muttaqin, 2008)
2. Perkusi
Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien dengan TB paru
yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan di dapatkan bunyi redup sampai
pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura.
Apabila disertai pneumothoraks, maka di dapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat (Muttaqin,
2008).
3. Auskultasi
Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi) pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi ronchi. Bunyi yang terdengar melalaui
stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vokal. Pasien dengan TB
paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan
didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit (Muttaqin, 2008).
j) Intervensi

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


NANDA
Ketidakefektifan Bersihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
Jalan Napas berhubungan keperawatan dan jalan 1. Posisikan pasien untuk
dengan retensi sekret, napas pasien paten Ktriteria memaksimalkan ventilasi
mukus berlebih. Definisi: Hasil: 1. Batuk efektif 2. Buang sekret dengan
Ketidakefektifan bersihan 2. Mengeluarkan sekret memotivasi pasien untuk
jalan napas adalah ketidak secara efektif melakukan batuk atau
mampuan untuk 3. Mempunyai jalan napas menyedot lender
membersihkan sekret atau yang paten 3. Memotivasi pasien untuk
obstruksi saluran napas 4. Pada pemeriksaan bernapas pelan, dalam,
guna mempertahankan jalan auskultasi memiliki suara berputar dan batuk
napas yang bersih napas yang jernih 4. Intruksikan bagaimana
(Wilkinson, 2015) 5. Mempunyai irama dan agar bisa melakukan batuk
dan frekuensi pernapasan efektif
dalam rentang normal 6. 5. Posisikan pasien untuk
Mempunyai fungsi paru meringankan sesak napas
dalam batas normal 7. 6. Monitor status
Mampu mendeskripsikan pernapasan dan oksigenasi,
rencana untuk perawatan di sebagaimana mestinya
rumah Pengisapan Lendir pada
Jalan Napas
1. Tentukan perlunya
suksion mulut atau trachea
2. Auskultasi suara nafas
sebelum dan setelah
tindakan suksion
3. Informasikan kepada
tindakan suksion
4. Aspirasi nasopharynk
dengan kanul suksion sesuai
dengan kebutuhan
5. Monitor adanya nyeri
6. Berdasarkan durasi setiap
suksion trachea buang
sekret dan (cek) respon
pasien terhadap suksion
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung,
dan sekresi trachea dengan
tepat
2. Batasi (aktivitas)
merokok
3. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
4. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
5. Pantau adanya
tandatanda keracunan
oksigen dan kejadian
atelektasis Pengaturan
Posisi
1. Monitor status oksigenasi
(pasien sebelum dan setelah
perubahan posisi)
2. Tempatkan pasien dalam
posisi terapeutik yang sudah
dirancang
3. Posisikan (pasien) untuk
mengurangi dypsnea
(misalnya., posisi semi
fowler)

k) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus
pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana digambarkan
dalam rencana yang sudah dibuat di atas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wibowo, 2016) ada beberapa
cara untuk menanggulangi sesak nafas dan mengeluarkan sekret. Metode yang paling
sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada
yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien
dengan penyakit pulmonary adalah diberikannya posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 30-45º. Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru – paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan tindakan nebulizer
dan postural drainage. Pada pasien tuberculosis ini diperlukan terapi tambahan berupa
oksigenasi, terapi ini dapat memberikan asupan oksigen ke dalam tubuh lebih tinggi
sehingga sel-sel di dalam tubuh bekerja secara optimal dan keadaan tubuh menjadi lebih
baik, dan untuk menunjang keberhasilan tindakan mandiri perawat tersebut harus
mengkolaborasikan dengan terapi medis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan dosis
yang sesuai kebutuhan pasien (Bachtiar, 2015).
l) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Rohma, 2013). Tujuan dari evaluasi itu sendiri adalah untuk melihat
kemampuan pasien dengan mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat respon pasien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2008). Tipe pertanyaan tahapan evaluasi
dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi
akhir (Dermawan, 2013). Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Format evaluasi menggunakan S (subjektive) adalah informasi berupa
ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan. O (objektive) adalah
informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian pengukuran yang dilakukan.
A (analisis) adalah membandingkan antara informasi subjektive dan informasi objektive
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan masalah teratasi, teratasi
sebagian atau tidak teratasi. P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.

CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU

PENGKAJIAN DATA KLINIS PASIEN

 Tanggal masuk : Selasa, 10 Oktober 2012

 Jam : 10.00 WIB

 Tanggal Pengkajian : selasa, 10 Oktober 2012

 Ruang : Bangsal jantung

 Pengkaji : Ns. Aprilia, S.Kep

I.  Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Umur : 60 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : wiraswasta

Pendidikan : tamatan SMA

Agama : Islam
Alamat : kapalo koto

Status : menikah

Penanggung Jawab

Nama : Ny. tini

Umur : 50 th

Jenis kelamin : perempuan

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Pendidikan : tamatan SMA

Agama : Islam

Alamat : Kapalo koto

Status : menikah

Hub. dengan pasien : IstrI

2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama :
- Nyeri dada
- Berdebar-debar
- Sesak napas
- Pusing
- Mual
B. Riwayat Penyakit Dahulu

Sejak 5 tahun yang lalu klien menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi dan diabetes.

C. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien

3. Pemeriksaan Fisik 
- RR : 30x/menit
- BB : 87 kg
- TD : 180/110 mmHg
- Suhu : 37oC
- Nadi : 105x/menit
a) Pemeriksaan Fisik :
Dari hasil inspeksi secara umum, diperoleh bentuk kepala mesochepal, wajah
terlihat pucat, kulit kepala cukup bersih. Pada inspeksi telinga terlihat dalam
keadaan bersih tidak ditemukannya secret. Inspeksi daerah mata bentuk simetris,
sclera tidak ikteris dan penglihatan mata masih cukup bagus . Pada inspeksi
daerah hidung bentuk simeris, tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Pada inspeksi bibir, bibir terlihat kering, mukosa mulut lembab, kebersihan
kurang.

- Kulit (Integumen)
Warna kulit pucat; turgor kulit abnormal (kembali dalam waktu > 3 detik); Kulit
terasa panas dan kering.

- Kardiovaskuler
Tekanan darah meningkat; takikardia; Right Ventricular lift; Right atrium gallop;
Adanya bunyi murmur Graham – Steel; Tekanan vena jugularis meningkat; serta
Adanya edema.

- Pernafasan
Perkusi bagian apeks paru terdengar redup; Terdengar bunyi suara nafas tambahan
yaitu ronchi basah, kasar, dan nyaring; Suara terdengar melemah; Perkusi pada
bagian paru memberikan suara hipersonor atau timpani; Auskultasi paru terdengar
suara amforik; Terdapat atrofi dan retraksi otot-otot interkosta; Sesak nafas.

- Gastrointestinal
Adanya asites dan hepatomegaly

- Ekstremitas
Adanya edema.       

b) Pemeriksaan penunjang
- EKG gel. T inversi dan depresi segmen ST
- Kolesterol : 250 mg/dl
- Gula darah : 300 mg/dl

4. Pola Fungsional GORDON


a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
- RR : 30x/menit
- BB : 87 kg
- TD : 180/110 mmHg
- Suhu : 37Oc
- Nadi : 105x/menit
- Klien mengeluhkan nyeri dada ketika melakukan aktifitas yang padat
sehingga klien mengalami hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-
hari.
- Klien merasa penyakit yang dideritanya karena kebiasaan merokoknya
selama 38 tahun.
- Klien telah mencoba berhenti merokok sejak 3 tahun yang lalu.
- Keluarga klien bercerita bahwasanya klien mempunyai gaya hidup yang
kurang sehat karena klien sering mengkonsumsi makanan cepat saji,
kebiasaan merokok yang tidak bisa dihentikan dan suka memakan
makanan yang berlemak. Keluarga mempunyai persepsi bahwa penyakit
klien yang diderita sekarang disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat
tersebut.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Sewaktu sehat klien mempunyai pola makan yang berlebihan. Dalam
sehari klien dapat makan 4 kali sehari dengan porsi penuh, namun saat klien
dirawat di RS klien kurang nafsu makan karena klien tidak menyukai makanan
yang disediakan oleh rumah sakit.
Pada saat ini klien menjalani diet terhadap manakan berlemak dan klien
pada saat ini juga mengkonsumsi gula non kalori.
Klien pada saat ini banyak mengkonsumsi buah dan sayuran.
c. Pola eliminasi
- BAB 1x sehari
- Konsistensi lembek, kuning, berbau khas
- Tidak ada pendarahan dan tidak ada kesulitan mengejan yang berarti
- Sering BAK pada malam hari
- Tidak ada pendarahan dan tidak ada mucus
- Tidak menggunakan kateter

d. Pola aktifitas dan latihan


Sebelum sakit klien dapat beraktifitas dengan lancer namun setelah sakit
klien mengalami gangguan dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari karena
sering merasakan nyeri dada apabila melakukan aktifitas yang berat. Klien dapat
melakukan aktifitas secara mandiri. Klien termasuk orang yang jarang
berolahraga.
e. Istirahat dan Tidur
Saat sehat klien  tidur 6-7 jam sehari. Namun setelah sakit klien
mengalami gangguan pola tidur dangan tidur hanya 3-4 jam sehari dikarenakan
dadanya yang sesak dada dan disertai dengan rasa mual.
f. Kongnitif – Perseptual
Klien pada saat ini menggunakan kacamata sebagai alat bantu penglihatan.
Pendengaran klien masih berfungsi dengan baik, pengecap dan pembau masih
normal. Sensasi raba pada klien tidak mengalami masalah. Klien dapat berbicara
dengan cukup jelas. Bahasa sehari-hari klien menggunakan bahasa Indonesia.
g. Persepsi diri – Konsep diri
Sejak klien sakit, klien menjadi orang yang mudah marah. Klien saat ini
mengalami kecemasan apabila penyakitnya tak kunjung sembuh karena klien
harus bekerja seperti biasa. Klien merasa saat ini dirinya sngat lemah dan tidak
dapat berbuat banyak untuk keluarganya.
h. Peran – Hubungan
Klien merupakan orang yang cukup ramah, mudah senyum, dan bersikap
kooperatif terhaadap segala tindakan penyembuhan. Klien memiliki kedekatan
yang baik dengan keluarga, sehingga mendapatkan dorongan dari setiap anggota
keluarga. Klien pada saat ini mempunyai usaha keripik singgkong. Klien adalah
ayah dari 4 orang anak dan 7 orang cucu. Keluarga klien merupakan keluarga
yang cukup harmonis terlihat dari perhatian yang diberikan keluarga kepada
pasien.
i. Seksualitas
Klien tidak mengalami gangguan seksualitas.
j. Koping – Toleransi Stress.
Klien pada saat ini mempunyai mekanisme koping yang cukup negative
karena klien mempunyai kecemasan/ stress karena tidak bias melakukan aktivitas
harian seperti biasa.
k. Nilai – Keyakinan
Klien merupakan seorang yang beragama islam. Klien adalah orang yang
taat terhadap agama. Klien tidak pernah meninggalkan sholat walaupun dalam
keadaan sakit. Klien megisi waktunya untuk mengaji.

NO DIAGNOSA NANDA NOC NIC


1 Diagnosa : BERSIHAN JALAN PENGATURAN JALAN
Bersihan Jalan Nafas NAFAS TIDAK EFEKTIF” NAFAS Hal.615
Tidak Efektif Hal.308 Hal.747 Definisi: Memfasilitasi potensi
Definisi: kettidakmampuan dari udara
Definisi: untuk bersihan sekresi atau Aktivitas:
Ketidakmampuan untuk obstruksi dari jalan nafas ·         Posisikan pasien pada
membersihkan sekret untuk mempertahankan posisi maksimal
atau penghalang dari bersihan jalan nafas ·         Menunujukan posisi dada
saluran pernafasan 1.      Mencegah aspirasi ·         Mengeluarkan sekresi
untuk mempertahankan ·         Identifikasi faktor dengan membantu batuk atau
jalan nafas resiko dengan suksion
·         Menghindari faktor ·         Instruksi bagai mana cara
Data objektif         : resiko batuk yang efektif
·         Mempertahankan ·         Mengatur cairan yang
ketika klien batuk kebersihan mulut masuk untuk keseimbangan
mengeluarkan sekret ·         Posisikan klien ketika cairan yan optimal
kental dan disertai makan dan minum ·         Mementau status
dengan darah ·         Menyeleksi makanan pernafasan dan oksigen
·         Menyeleksi makanan seperlunya
Data subjektif       : dan konsistensi cairan ·         Mengatur kelembaban
                                    udara atau oksigen seperlunya
klien mengeluhkan 2.Status Pernafasan : patensi  MEMANTAU PERNAFASAN
batuknya tidak sembuh jalan nafas Defenisi : kumpulkan dan
– sembuh selama 4 ·         Jumlah nafas analisa data pasien untuk
bulan, pasian susah ·         Irama pernafasan memestikan potensi jalan nafas
mengeluarkan sekret ·         Kedalaman nafas dan pertukaran gas yang ade
·         Kemampuan untuk kuat
bersihan sekresi Aktivasi :
·         Ketakutan ·         Pantau rata-rata, irama,
·         Kecemasan kedalaman, dan upaya nafas
·         Dypsnuea ·         Catat pergerakan paru,
·         Batuk lihat kesimetrisannya,
·         Akumulasi sputum menggunakan otot assesoris,
dan supraclavicular dan retraksi
3.Status pernafasan : otot intercosta
Pertukaran Gas ·         Pantau bunyi nafas,
·         Tekanan parsial seperti mengik atau ngorok
oksigen di dalam arteri ·         Pantau pola
·         Tekanan parsial Co di nafas, bradpnea,takinea,
dalam arteri hiperventilassi, pernafasan
·         Keseimbangan kusmaul, cheyne-stok, dll
pertukaran gas ·         Palpasi kesamaan
·         Dipsnue saat tidur ekspansi paru
·         Askultasi suara paru
setelah pengobatan
·         Pantau sekresi pernafasan
pasien
·         Pantau kemampuan
pasien untuk batuk dengan
efektif
·         Posisikan pasien sesuai
indikasi, untuk mencegah
aspirasi
2 Diagnosa : Ketidakseimbangan Pengelolaan Nutrisi “hal 515
Ketidakseimbangn Kebutuhan  Nutrisi Tubuh Definisi: Membantu
Kebutuhan  Nutrisi Hal.529 menyediakan makanan yang
Tubuh Diagnosa : Nutrisi : seimbang
Definisi: Jumlah Ketidakseimbangan, Aktifitas:
makanan yang dimakan kurang   dari kebutuhan —  Mengetahui makanan yang
tidak mencukupi nutrisi tubuh. disukai oleh pasien
yang dibutuhkan untuk Hasil yang disarankan : —  Menentukan kebutuhan
metabolisme 1. Nafsu makan  nutrisi dari pasien
Indikator: —  Diskusikan dengan individu
—  Keinginan untuk makan hubungan antara asupan
Data  Objektif             : —  Makanan yang masuk makanan, olahraga, berat badan
Penurunan berat —  Cairan yang masuk dan, penurunan berat badan
badan 3 kg —  Nutrisi yang masuk —  Tentukan berat badan ideal
selama dirawat 2.Perawatan Diri : Makanan individu
Data Definisi: Kemempuan —  Mengontrol nutrisi sesuai
subjektif                        : menyiapkan makanan cairan kebutuhan kandungan dan
klien mengeluh tidak yang masuk atau tanpa alat kalorinya
nafsu makan bantu —  Memberikan makanan yang
Indikator: telah diseleksi
·         Meyiapkan makanan —  Merencanakan berat badan
yang masuk mingguan
·         Memanipulasi
makanan di muut
·         Menelan makanan
·         Menelan minuman
·         Minum dari cangkir
atau gelas
Tambahan hasil yang
disarankan :
1.  Pengetahuan : Manajemen
Berat Badan
Indikator :
—  Resiko kesehatan
berhubungan dengan
turunnya berat badan
—  Hubungan antara diet,
latihan, dan berat badan
2. Status Nutrisi
Indikator :
—  Stamina
—  Daya tahan
—  Kesehatan otot
3 Ketidakefektifan pola ·         Status Pernafasan : Monitor respirasi:
napas keapatenan nafas : Aktivitas:
Indikator yang diharapkan : 1.      Monitor jumlah, ritme,
Data Subjektif -          jumlah pernafasan dan usaha untuk bernafas
-          Klien mengeluh diharapkan  normal 2.      Catat pergerakan dada,
sering mengalami sesak -          ritme pernafasan lihat kesimetrisan, penggunaan
nafas. diharapkan normal otot bantu nafas dan retraksi
-          Klien merasa -          kedalaman pernafasan otot supraklavikula dan
cemas. diharapkan normal interkostal
-          Klien memiliki -          klien diharapkan tidak 3.      Monitor bunyi nafas
waktu tidur yang mengalami sesak nafas lagi 4.      Monitor pola nafas:
pendek dan sulit untuk saat istirahat tachynea, hiperventilasi, nafas
beristirahat. -          klien diharapkan tidak kusmaul,
menggunakan otot-otot 5.      Palpasi ekspansi paru
Data Objektif: pernafasan dalam bernafas 6.      Perhatikan lokasi trakea,
-          Klien terlihat -          klien diharapkan tidak lihat apa ada pergeseran trakea
kesulitan dalam mengalami batuk lagi akibat akumulasi cairan
bernapas (sesak) 7.      Perkusi anterior dan
posterior dada pada bagian
apeks dan basis
8.      Tentukan kebutuhan
torakosentesis untuk cairan
yang ada
9.      Catat jenis batuk
10.  Auskultasi bunyi 

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini
sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang
harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.

3.2Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang dapat
disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar
sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?
safe=strict&bih=598&biw=1329&hl=id&ei=O2nIX9DhH5rRrQGa35HADw&q=Manisf
estasi+Klinis+TB+Paru&oq=Manisfestasi+Klinis+TB+Paru&gs_lcp=CgZwc3ktYWIQA
1CUJVjJJmDvNGgAcAB4AIABAIgBAJIBAJgBAKABAaoBB2d3cy13aXrAAQE&scli
ent=psy-ab&ved=0ahUKEwiQ6-G9_LDtAhWaaCsKHZpvBPgQ4dUDCAw&uact=5
Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan)    Bandung
Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai