Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian SMF Pulmunologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi di Rumah Sakit
Meuraxa Banda Aceh Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Oleh :
Preseptor :
DAFTAR ISI............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
KATA PENGANTAR
1
Keterlambatan terhadap pengobatan TB menyebabkan peningkatan angka
kematian yang tinggi. Kasus TB yang resisten terhadap beberapa obat dan
tingginya biaya pengobatan TB menyebabkan meningkatnya kasus TB yang
membebani bangsa, mitra dan masyarakat. Faktor yang mempengaruhi
keterlambatan dalam berobat seperti dari pasien individu, penyedia perawatan
kesehatan, pola pemberian layanan kesehatan dan faktor terkait sosio-ekonomi
yang mempengaruhi keterlambatan terhadap pengobatan TB paru.4
Keterlambatan penegakan diagnosis TB akan berisiko meningkatkan
transmisi penularan infeksi yang luas daan berkepanjangan, meningkatkan risiko
kematian serta berpotensi memperburuk keadaan ekonomi pasien maupun
keluarga. Menurut WHO keterlambatan diagnosis TB paru adalah jarah waktu
antara timbul gejala awal sampai pasien dinyatakan menderika TB paru.
Keterlambatan penegakan diagnosis dipengaruhi oleh dua aspek utama yaitu
aspen penderita (patient’s delay) dan sistem pelayanan kesehatan (yankes/health
care system’s delay). Faktor risiko terjadinya keterlambatan penegakan diagnosis
TB paru adalah umur, tempat tinggal, jenis kelamin, tingkat pendidikan, akses dan
konsultasi pertama penderita kepada penyedia yankes.2,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri aerob yang berbentuk batang namun tidak membentuk spora
dengan ukuran panjang 1-4µm dan tebal 0,3-0,6µm. Bersifat tahan asam dikenal
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Sumber penularan TB adalah penderita
tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk dan bersin. Sekali batuk dapat
menghasilkan 3000 percikan dahak yang dapat menyebar kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Droplet yang mengandung kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Namun bakteri ini
tidak tahan atau dapat mati apabila terkena paparan langsung terhadap sinar
matahari dalam waktu beberapa menit.6-7
3
4
menyebar di udara melalui dahak berupa droplet. Kuman tersebut dapat dilihat
langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahak. Kuman TB paru dan BTA
positif berbentuk droplet sangat kecil akan bertebaran diudara pada saat penderita
batuk atau bersin. Risiko untuk tertularnya TB paru tergantung dari tingkat
pajanan percikan dahak. Risiko lebih besar pada penderita TB paru BTA positif
dibandingkan penderita TB paru BTA negatif.6
sudah luas atau karena ada hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotorak,
anemia dan lain-lain.
2) Gejala sistemik9,10
Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam.
Biasanya subfebril mencapai 40-41oC menyerupai demam influenza yang timbul
pada sore hari atau malam hari. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar
tetapi dapat timbul kembali dan semakin lama semakin panjang seranganya.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Gejala sistemik lainnya adalah malaise,
keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.3,7
2) Pemeriksaan sputum
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan temuan Basil Tahan Asam (BTA)
pada pemeriksaan sputum. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan di lapangan dengan
mudah dan murah. Sebelum pemeriksaan sputum, satu hari sebelum pemeriksaan
pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks
batuk. Kuman BTA terkadang sulit untuk ditemukan. Kuman baru dapat
ditemukan bila bronkus terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman
BTA mudah ke luar. Jika didapatkan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan maka sudah termasuk ke dalam kriteria sputum BTA positif.7
2.9 Penatalaksanaan
1) Tujuan dan prinsip Pengobatan11
Pengobatan TB bertujuan mencegah kekambuhan, menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen
terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip yaitu pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat,
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
Pemantauan secara langsung oleh PMO sampai selesai pengobatan dan
pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup mulai dari tahap awal serta
tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
2) Tahap Pengobatan7
- Tahap Awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
secara efektif meminimalisirkan pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistensi sebelum pasien mendapatkan
pengobatan dan menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh
pasien. Pengobatan tahap awal harus diberikan selama 2 bulan pada
semua pasien baru. Umumnya daya penularan sudah sangat menurun
9
Dosis
Harian 3x/minggu
OAT
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum
(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB) harian (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000
Dikutip dari (2)
Catatan:
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien
badan <50 kg tidak dapat mentoleransi dosis >500 mg/hari. Beberapa rujukan
menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kg/BB/hari.
10
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
- Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin dan Moksifloksasin. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini
ke-1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2
disediakan dalam bentuk paket berupa OAT-KDT. Tablet OAT-KDT terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien dan dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan OAT lini pertama2,7
1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT diberikan untuk pasien baru:
- Pasien TB paru BTA positif
- Pasien TB paru BTA negatif tetapi foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru
Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 1
Tahap intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
Berat badan selama 56 hari RHZE selama 16 minggu RH (150/150)
(150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Dikutip dari (7)
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya, yaitu:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
11
6. Naga SS. Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam. Jogjakarta: DIVA
Press; 2014. Hal 308-17.
17
18